Dalam satu pengajian Al-Hikam di Tambakberas, Kiai Djamal bercerita bahwa beliau pernah di
temui oleh Wali Rijalillah. Dan diantara tokoh Wali Rijalillah adalah Dzinun
Al-Misri. Mereka Para Wali Rijalillah biasanya berpenampilan
berubah-ubah. Tergantung dengan siapa prang yang mereka temui.
Kiai Djamal menjelaskan bahwa apabila kita tersesat di Indonesia dimanapun
tersesatnya akan mudah karena kita paham dengan bahasa dan tulisannya. Akan tetapi
apabila kita tersesat di Makah atau Madinah saat menjalankan haji atau umrah
maka akan sukar dan kesulitan. Beliau menerangkan jika tersesat di Madinah atau
di Makah cukup bilang Ya RijalaAllah Aghitsni, Aghitsni. Seperti dalam syair :
عِبــَادَ اللهِ رِجَــالَ اللهِ –
أَغِيْثُـنَـا لِأَجْـلِ اللهِ
وَكُـونُـواأَوْلَـنــــَا لِلّهِ – عَـسـَى نَخْـــطَى بِـفَضْـــــلِ لله
Artinya: “Wahai Hamba hamba Allah, Wahai wali-wali Allah. Tolonglah kami
karena Allah, Bantulah kami karena Allah, Semoga tercapai hajat kami
karena anugerah Allah”. Beliau bercerita bahwa pada Tahun 1990 terjadi tragedi terowongan Mina atau
al-Muaisim yang memakan korban 3000 an. Waktu itu beliau berhaji dengan Ibu dan
isteri yaitu Ibu Nyai Mahmudah dan Ibu Nyai Churriyah dan berada di atas
al-Ma’la. Tangan kanan memegang ibu dan tangan kiri memegang isteri. Saat beliau melempar Aqobah, beliau janjian dengan orang Blitar yang bernama Hasan Sumali, seorang Muqimin di sana yang punya mobil sehingga
kemana-mana bisa diantar. Saat
beliau janjian agar bisa
diantar ke Makah. Kiai Djamal
menunggu Hasan Sumali menunggu sampai dhuhur tapi dia tidak datang. Ternyata Hasan Sumali menjadi salah satu relawan
yang sedang ikut menolong orang-orang Blitar yang terjebak di terowongan Mina.
Tiba-tiba ada orang yang berpakaian
menyerupai satpam. Tapi pakai baju putih lengan
pendek. Celana putih dengan
pakai sabuk hitam serta peci hitam. Orang itu langsung salam dan bertanya, “Yai Djamal?”. Saya jawab, “Iya!, kok tahu?”. Kemudian orang tersebut menjawab, “Ya tahu, wong saya orang jombang!,
Mau ke Makah nopo?”. Setelah
diiyakan. Akhirnya orang
tersebut memanggilkan bus.
Padahal saat itu bus sedang penuh
di atas dan di dalam. Tapi bus datang dengan hanya diisi sopir, satpam tadi
yang mengaku bernama Abdurohman. Serta Kiai Djamal, Ibu dan isteri beliau dan ditambah 2 orang dari Madura. Bis itu sangat longgar karena hanya diisi 7 orang. Ketika bis akan dibayar, tidak mau. Lalu bus itu masuk ke Babus Salam.
Padahal ketika Kiai Djamal bertanya
di sana, tidak ada rute bus yang
masuk Babus Salam. Saat perjalanan tidak terlihat orang sama sekali. Baru
ketika berhenti terlihat banyak orang.
Ketika akan kembali dari Mina.
Setelah mengantar ibu dan isteri Sa’i. Kiai Djamal berada di Pasar Seng untuk minum jus. Lalu ada 2 orang datang dan mengucap salam sambil
bilang, “Kiai Djamal?!”. Keduanya mengaku bernama Abdul Wahid dan
Abdullah. Abdul Wahid mengaku sebagai dokter dan Abdullah sebagai ketua kloter.
Rijalillah selalu mengaku namanya dengan Abdul. Dua orang itu kemudian menawarkan
ke Maktab bersama. Kemudian beliau
diajak naik mobil. Sampai di Mina tidak terlihat orang. Ketika di jalan yang terlihat adalah rumput gajah.
Padahal di sana tidak ada rumput gajah. Saya tanya kok lewat sini?. Katanya itu
adalah jalan pintas. Saya tidak tanya-tanya karena gembira sudah sampai di
maktab.
Ketika sudah pulang di Indonesia cerita ditemui oleh orang-orang itu
ditanyakan Kiai Djamal kepada
KIai Abdul Djalil Tulungagung tentang siapa mereka. Kiai Djalil dawuh,
“Mereka adalah Rijalul Ghoib”. Atau wali-wali Rijalillah-Nya Allah. (*)
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.