Orang-orang yang
berjalan menuju Allah di sebut Salikun dan Sai’run. Sa’irun adalah sebutan
untuk orang yang masih berjalan. Sedangkan Salikun adalah istilah untuk orang
yang sedang suluk menuju Allah. Sebelum pembahasan ini telah diterangkan
tentang tahapan-tahapan menuju Allah seperti yang ditulis Imam Ghazali di dalam Ikhya’ Ulumuddin
yaitu : (1) Maqam Taubat, (2) Maqam Al-Takwa, (3) Maqam Qanaah, (4) Maqam Al-Wara’,
(5)Maqam at- Tawakal, (6) Maqam As-Shabru, (7) Maqam Zuhud, dan (8) Maqam terakhir
bagi Sa’irin yaitu maqam Mahabah.
Maqam Mahabah
adalah gerbang menuju kepada Hadratul
Illahi atau kawasan-kawasan Allah. Kawasan
yang tidak bisa dilihat mata, atau Hadrah Maknawiyah. Kalau digambarkan perjalan
para Sairun dan Salikun diibaratkan orang Jombang yang akan pergi ke Surabaya. Pertama
mereka akan melewati (1) Jombang, (2) Peterongan, (3) Mojoagung, (4) Mojokerto,
(5) Krian, (6) Sepanjang Sidoarjo, (7) Wonokeromo, dan sampai pada yang Ke-8
yaitu masuk pintu gerbang Surabaya yang
diibaratkan sebagai maqam “al-Mahabah”. Dan masuklah kita ke kawasan
Surabaya yang diibaratkan sebagai Hadrah al-Hisiyah, kawasan yang bisa dilihat
Allah. Tapi kalau Hadratillah tidak bisa dilihat namanya Hadrah al-Maknawiyah. Maqam
Mahabah adalah tahapan yang sudah sampai pada gerbang syahadah kepada Allah
SWT.
Di dalam kitab Ikhyak
Ulumuddin Juz 4, halaman 240 dan halaman 311 sampai 313 Bab al-Mahabah wa
Syauq wa Ridla. Nabi bersabda agar kita memiliki mahabah kepada Allah. Arti
dari hadist tersebut : “Cintailah Allah, karena Dia lah yang telah
menumpahkan kepadamu kenikmatan-kenikmatannya. Dan cintailah aku (Muhammad),
karena Allah cinta kepadaku”.
Nabi memperintahkan
kepada kita agar cinta kepada Allah. Kenapa kita harus mencintai Allah?. Karena
Allah sudah memberikan kepada kita kenikmatan-kenikmatan. Baik kenikmatan lahir
maupun kenikmatan batin. Baik kenikmatan dunia jiga kenikmatan akhirat.
Diantara kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah :
1. Nikmatul Ijad
: kenikmatan karena kita telah diwujudkan Allah. Kita asalnya tidak ada,
kemudian dijadikan Allah menjadi ada.
2. Nikmatul Imdad:
Setelah kita diciptakan oleh Allah kemudian Dia memberi kenikmatan kepada kita
berupa pertolongan untuk kelestarian hidup. Kita tidak bisa hidup tanpa makan,
Allah menyiapkan bahan-bahan makanan. Kita tidak bisa hidup tanpa minum, Allah
menyiapkan air untuk segala minuman. Menciptakan kopi, cokelat, jahe teh dan
lain sebagainya. Kita juga tidak bisa hidup tanpa pelindung, kita butuh
berlindung dari matahari, dari bahaya angin, dan bahaya binatang buas. Maka
Allah memberi bahan untuk rumah.
Nikmat Allah tidak
bisa dihitung. Karena itulah kita harus mencintai Allah, disamping itu kita
harus mencintai Nabi Muhammad. Karena nabi adalah wasilah menuju Allah dan Nabi
Muhammad adalah makhluq yang dicintai Allah. Perantara antara cinta kita dengan
Allah harus melewati Rasulillah. Maka jika kita mencintai Nabi Muhammad berarti
kita mencintai Allah. Barangsiapa yang taat kepada Nabi Muhammad berarti taat
kepada Allah. Serta berangsiapa yang durhaka kepada Nabi Muhammad berarti
durhaka kepada Allah.
Mahabah adalah hanya
mencintai Allah dan tidak mencintai yang lain yang berupa makhluk apapun. Tidak
mencintai surga, tidak suka bidadari, tidak suka pangkat dunia, tidak cinta
harta dunia, sampai harga diri juga tidak suka. Ada seorang wali namanya Makruf
al-Karkhi (W. 200 H), Guru dari Syekh Siri al-Sibty (W. 251 H), Syekh Siri
al-Sibty, Guru dari Syekh Abu Qasim al-Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H).
Makruf al-Karkhi
ketika akan naik di dalam maqam mahabah diuji oleh Allah dengan berbagai macam
ujian. Pertama diuji dengan nama baik dirinya. Sehingga masyarakat menganggap
Syekh Makruf al-Karkhi orang shaleh. Hal ini sudah tersebar bahwa Makruf
Al-Karkhi adalah orang shaleh. Beliau tidak suka. berbeda dengan kita kalau
dianggap orang baik malah suka. Kalau dipaido jadi orang jelek tidak suka.
Syekh Makruf tidak suka dianggap orang baik. Dan lebih suka jika beliau
dianggap orang buruk oleh masyarakat. Akhirnya Beliau merekayasa bagaimana agar
dianggap oleh masyarakatnya sebagai orang jahat. Padahal hakikatnya beliau
orang shaleh. Berbeda dengan orang sekarang yang ingin dianggap sebagai orang
shaleh dengan berdandan dengan sorban dan tasbih yang besar-besar.
Pada satu ketika Syekh
Makruf al-Karkhi merekayasa dirinya menjadi pencuri. Beliau masuk di ruang
ganti busana tempat pemandian. Orang yang mandi melepas baju-baju yang bagus di
ruangan tersebut. Makruf al-Karkhi masuk, pakaian-pakaian yang bagus-bagus
digunakan sementara pakaiannya sendiri ditinggal. Kemudian beliau lari, tapi
bagaimana caranya masyarakat bisa melihat supaya dianggap pencuri. Ini karena
beliau bukan mencuri tapi pura-pura menjadi pencuri. Sehingga memakai gaya pencuri.
Ketika beliau keluar
dari ruangan dengan berlari. Warga yang melihat berteriak maling. Dikejar orang
banyak. Dipukuli, sampai kepalanya berdarah, mukanya luka-luka. Sampai sudah
sembuh wajahnya masih ada bekas-bekas luka. Mulai dari peristiwa itu warga
memanggil beliau dengan julukan “Hadza lisuli al-khamam” artinya
“Ini Pencuri Pemandian”. Beliau pun bersyukur, Alhamdulillah. Karena
berhasil menutup kebaikan dirinya. Padahal beliau aslinya adalah walinya Allah,
orang shaleh, tapi warga memanggilnya pencuri pemandian. Tidak bisa orang masuk
mahabahtillah kalau masih cinta dengan harga diri. Makanya Makruf al-Karkhi
membuat rekayasa agar dirinya disebut orang jahat.
Setelah itu Makruf
Al-Karkhi diuji Allah masih suka apa tidak jika dihormati oleh orang. Suatu
ketika tetangganya punya gawe. Makruf al-Karkhi diundang dan yang mengundang adalah
anaknya, dengan berkata, “Pak Makruf Jenengan diundang Bapak, ini Bapak akan
punya acara”. Makruf menjawab, “Ya, InsyaAllah aku datang”.
Ketika Makruf al-Karkhi datang dan bertemu yang punya khajat, ditanya oleh yang
punya rumah, “Pak Makruf ada apa kok kesini?”. Makruf menjawab,
“Katanya saya diundang?”. Yang punya khajat berkata, “Kata
siapa?”. Makruf menjawab “Kata putramu”. Kemudian yang punya
rumah berkata “Mboten, saya tidak mengundang Jenengan, saya memang punya
khajat dan tetangga-tetangga saya undang tapi Jenengan tidak saya undang, Pun
Sampean balik mawon”. Andaikan kita diperlakukan seperti itu bagaimana
ya?.
Kemudian Makruf
al-Karkhi kembali ke rumah. Sampai di rumah anak yang punya gawe datang lagi ke
rumah untuk yang kedua. Mengundang lagi. Kemudian datang lagi. Bertemu dengan
yang punya lagi. Ditanya oleh yang punya rumah, “Pak Makruf kok kesini
lagi?”. Makruf menjawab, “Kata putra Anda saya diundang”. Yang
punya khajat menjawab “Mboten, Kulo mboten ngundang, yang saya undang
tetangga, Sampean tidak, Sampean pulang saja.”. Hal yang seperti itu
terjadi sampai 4 kali. Sampai 4 kali Syekh Makruf tetap datang. Akhirnya yang
punya gawe tanya kepada Syekh Makruf, “Syekh Makruf jenengan saya undang,
saya usir, saya undang saya usir, sampai 4 x kok tidak malu?. Kok masih datang
saja!”. Syekh Makruf menjawab, “Tidak, Aku tidak malu, aku ini kirek,
jadi saya ini seperti anjing, anjing itu kalau diiming-iming daging pasti
datang, setelah dekat pentunglah dengan tongkat pasti lari, setelah itu
iming-iming lagi dengan daging datang lagi, itu anjing. Jadi saya seperti
anjing itu tadi”.
Kemudian Makruf
al-Karkhi diuji oleh Allah dilihatkan dengan bidadari. Jadi kalau orang masih
suka Bidadari belum sampai mahabah Illa Allah. Makruf al-Karkhi
dilihatkan Bidadari 40 terbang. Kemudian didawuhi lewat “hatif”
liatlah makruf ada 40 bidadari. Tapi saat Makruf melihat bidadari drajatnya
jatuh mlorot. Untuk kembali naik itu berat. Jadi ujian mahabah sampai pada
ditampakkan bidadari.
Kita katanya cinta
Allah. Ngaji katanya cinta Allah, shalat jamaah katanya cinta Allah. Tapi pada
hakikatnya sebenarnya belum cinta Allah. Tapi karena suka dengan pahalanya.
Kita belum sampai cinta Allah. Masih minta Surga. Ketika Makruf
al-Karkhi sampai lagi di derajat Mahabah. Tapi belum sempurna. Kemudian
dilihatkan lagi bidadri 80. Diawuhi lagi lewat hatif, “Makruf itu bidadari
lihatlah”. Kemudain beliau menjawab, “Mboten”. Beliau diuji
bidadari 80 sudah tidak tertarik. Itulah ujian orang yang sampai Mahabatillah.
Di dalam kitab Ummul
Barahin diceritakan seorang yang bernama Syekh Makinuddin al Asmar. Ketika
mau naik ke maqam mahabatillah, Beliau diuji oleh Allah dengan bidadari. Saat wiridan tiba-tiba
bidadari turun dari surga dan meminta dipangku di paha sebelah kiri. Kemudian keduanya ngobrol. “Kamu
siapa?”. Tanya Syekh Makinuddin. Dijawab, “Aku adalah Bidadari Khaura’
Syekh makin”. Ditanya kembali, “Tempatmu dimana?”. Bidadari menjawab,
“Di surga”. Syekh Makin bertanya lagi, “Kamu sudah
bersuami?”. Bidadari menjawab, “belum”. Syekh Makin bertanya, “Kalau tak lamar mau?”. Bidadari menjawab,
“Mau Ya Syekh”. Syekh Makin kemudian bertanya, “Mas Kawinya apa?”.
Bidadari menjawab,”Shalatul Lail”. Syekh Makin “Tak lamar
mau?”. Bidadari “mau”. Syekh Makin “mas kawinnya
apa?”. Bidadari “Shalatul lail”. Kemudian Syekh Makin menyuruh
bidadari itu kembali ke surga. Beliau mengerti bahwa itu ujian dari Allah.
Hati Syekh Makinuddin
tidak terpengaruh sama sekali. Beliau memang dianugrahi Allah derajat
mahabatillah. Tapi walaupun hati dan jiwanya tidak terpengaruh. Tapi fisiknya
terpengaruh. Bidadari itu ketika bicara dengan Syekh Makinuddin suaranya merdu,
aromanya harum. Itu mempengaruhi fisiknya. Terbukti ketika beliau ngobrol
dengan istrinya yang bau mulutnya lain, aromanya beda, suaranya beda. Ketika
bicara dengan istrinya, saking tidak enaknya bau mulut, aroma dan suara
istrinya karena telah berbicara dengan bidadari, Syek Makin muntah-muntah
sampai 2 bulan. Ini juga bentuk ujian sebelum sampai ke maqam mahabatillah.
Di dalam kitab
“Ruhul Yakin wa Rukyah fi Rabbil Alamin” ditulis Syekh Wa’il Muhammad
Romadhan Abu Aibah ar Rifai. Dan Saya Salin dalam halaman 126 dakam kitab Syiir
Jawi. Orang kalau mahabah kepada Allah itu kalau melihat apa-apa yang diingat
Allah. Melihat hewan ingat dan cinta Allah. Lihat tumbuhan, ingat-cinta Allah,
melihat pantai ingat Allah-cinta Allah. Sampai pun ketika masak, membuat bumbu
melihat lombok merah yang diingat dan dicintai adalah Allah. Mereka tidak
pernah lupa kepada Allah. Sampai dalam impian pun mimpinya adalah Allah. Allah
kalau mahabah mimpinya adalah Allah, karena Syauk rindu kepada Allah.
Al-Imam al-Rabbani,
al-Alamah, al-Wali Muhammad bin Ali al-Hakim at-Turmudzi. Kalau anda baca
Hadist Rowahu Turmudzi, itu muhadist yang hebat. Nama panjangnya Muhammad bin
Ali al-Hakim at-Turmudzi, beliau dawuh, saking mahabahnya kepada Allah, yaitu
mahabah kepada Allah yang dipicu dari mahabah dari hadist-hadist nabi,
mengumpulkan-mengumpulkan hadist nabi, kemudian timbulah mahabah nabi, kemudian
mahabah Allah. Karena nabi adalah perantara. Kemudian karena mahabah Allah,
melihat apa-apa yang dilihat adalah Allah, sampai bermimpi selama hidupnya 1001
kali mimpi Allah.
Kita mimpi bertemu
Kiai saja jarang. Apalagi mimpi bertemu Sunan Bonang nggak pernah sama sekali,
mimpi bertemu Sunan Ampel tidak pernah sama sekali, Apalagi bertemu Kanjeng
Nabi. Lah ini Imam At Turmudzi kok bisa bertemu Allah 1001 kali. Itu hebat,
nama panjangnya Al-Imam al-Rabbani al Alamah al Wali Muhammad bin Ali al Hakim
al-Turmudzi.
Imam al Robbani
Qutbul at tab, Sayid Ahmad al-Rifai Abi al ilmaini. Imam al-Rabbani, disebut
Qulbul at-Tab atau kutubnya kutub. Disebut juga Al-Ilmaini, bapaknya dua Ilmu,
yaitu ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Karena telah memadukan Ilmu syariat dan imu
tasawuf, maka berarti beliau sudah bergelar Ahli Tahqiq (seperti yang
didawuhkan oleh Imam Malik). Beliau Imam al-Rifai dawuh, sungguh aku bermimpi
bertemu Allah di dalam mimpi 114 kali. Berarti masih di bawah Imam At Turmudzi.
Imam al Wara’ Ahmad
Ibnu Hambal, Shahibul Madzhab al-Hambali, Ahmad Ibnu Hambal, kalau ada orang
membaca hadist rowahu Ahmad. Itu berarti Ahmad Ibnu Hambal. Beliau adalah
Muhadist. Orang dapat gelar Muhadist itu harus hafal 1 juta Hadist, Hafal
matanya, hafal rowi-rowinya, hafal sifat-sifat Rowi, dan hafal sanadnya. Jadi
Imam Ahmad Ibnu Hambal termasuk Muhadist, Beliau mengaku bertemu Allah 99 kali.
Al Imam Al-Amah Al
Alusi, yang punya kitab tafsir Ruhul Maani. Beliau mengaku bertemu Allah hanya
3 kali. Kalau di rangking yang paling banyak bertemu Allah di dalam mimpi
seperti yang di tulis dalam “Ruhul Yakin wa Rukyah fi Rabbil Alamin”
adalah Imam At Turmudzi. Jadi orang kalau mencintai Allah itu mimpinya adalah
mimpi bertemu Allah.
Orang yang mengaku
mencintai Allah itu banyak. Syekh Junaid al-Bagdadi, julukannya Abu Al-Qasyim
al-Jubaid al-Bagdadi (W. 297 H) masih pada abad ke-3. Punya guru namanya Syekh
Siri al-Sibti (W. 251 H). Syekh Junaid bercerita
bahwa suatu malam beliau tidur di samping Syekh al-Sibti RA, ini dua orang
murid dan guru yang berdekatan. Ketika itu Syekh Junaid berguru kepada Syekh
Siri al-Sibti bersama dengan 2 orang lain yaitu Ibrahim Al Khawas (W 291 H) dan
Husain al nawuri (W. 295 H).
Suatu malam Syekh
Junaid dan Syekh Siri al-Sibti baru saja melakukan shalatul lail. Syekh Junaid
tidur dan Syekh Sirri tidur. Kemudian aku dibangunkan beliau Syekh Siri
al-Sibti dan beliau dawuh, “Ya Junaid, aku baru saja bermimpi bertemu Rabby.
Seolah-olah aku “sebo” di depan Tuhanku. Allah dawuh, Hai Sirri, aku
membuat makhluk, Manusia, mereka semua mengakui mencintai kepadaku. Kemudian
aku uji cinta mereka, aku membuat dunia. Kalau aku membuat dunia apakah mereka
tetap mencintai aku?. Setelah aku membuat dunia, makhlukku mengetahui dunia,
kemudian mereka lari mencintai dunia, padahal katanya mereka cinta Aku, tapi
lari dariku jumlahnya 90% dari keseluruhan. Yang tersisa hanya 10 %. Kemudian Aku
menciptakan surga, ternyata dari 10% tadi lari lagi 90% nya. Kemudian Aku membuat
neraka, mereka lari lagi 90 % nya karena mencintai selamat dari neraka.
Kemudian aku membuat ujian-ujian sepeti kesulitan, penyakit, dan musibah, lari
lagi mereka 90% nya”.
Pernyataan Syekh
Sirri tersebut jika dibuat contoh seperti hitungan 100.000, (makhluk Allah
jumlanya ribuan milyar). Berarti yang lari karena Allah menciptakan dunia
jumlahnya 90.000 (90% dari 100.000) sisa 10.000. Kemudian Allah menciptakan
surga. Lari lagi beralih mencintai surga 90 % nya yaitu 9.000 sisa 1.000.
Kemudian Allah mencipatakan cobaan berupa keselamatan dari api neraka, lalu
lari 90% nya berarti 900 sisa 100. Lalu aku membaut ujian berupa kesulitan dan
lari lagi 90% nya yaitu 90 karena cinta selamat dari ujian kesulitan. Tersisa
hanya 10. Jumlah Ini apabila menggunakan contoh jumlah keseluruhan manusia
adalah 100.000.
Kemudian aku (Allah)
bertanya kepada yang tersisa, “Waha Manusia Kamu tidak mengharap dunia, surga,
selamat neraka, dan tidak lari dari cobaan, sekarang yang kamu harapkan apa?”.
Mereka menjawab “Ya Allah, Jenengan pasti mengtahui apa yang kami
inginkan”. Lalu aku bertanya, “Apabila kamu memang mencintai aku,
maka aku akan mengujimu dengan ujian sebanyak nafasmu, yang gunung-gunung kokoh
tidak akan sanggup apa kamu sekalian sabar menerima ujianku?”. Kemudian oramg
pilihan yang tersisa menjawab, “Apabila Engkau mau menguji kami, maka sak
kerso Panjenengan”. Lalu Allah dawuh, “Mereka itulah hambaku yang
sesungguhnya”. Ini bisa dijadikan ukuran. Bahwa rata-rata orang beribadah
karena surga, ingin selamat neraka, lari dari ujian-ujian Allah. Ini terkadang
pun tidak kuat karena terpengaruh oleh dunia.
Ada wali yang matur
kepada Allah. Ya Rabby orang suka surga karena di sana memang tempatnya
kenikmatan. Tapi Aku juga suka dengan surga. Dan bukan karena semua kenikmatan
itu. Melainkan karena disana aku bisa bertemu Engkau. Sesuai dengan janji
Allah. Wajah-wajah orang Mukmin di hari kiamat bersinar, “illa rabiha
nadzirah” memandang kepada tuhan mereka. Ini berarti ingin surga bukan karena
kenikmatannya tapi karena Allah.
Diperkuat lagi oleh
hadist Nabi kamu sekalian akan memadang Allah seperti memandang bulan purnama.
Artinya adalah terlihat jelas. Bukan Allah bulat seperti rembulan. Jadi Para
Auliya’ Allah itu juga suka surga. Tapi bukan karena kenikmatan, melainkan
karena di surga akan memandang Allah. Maka
nabi berdoa, yang diajarkan kepada kita:
اللهم ارزقني حبك
وحب من احبك
وحب ما يقربني
الى حبك واجعل
حبك احب الي
من الماء البارد
Artinya : Wahai
Allah, berilah aku bisa mencintai kamu, dan mencintai seseorang yang mencintai
kamu, dan mencintai sesuatu yang dapat mendekatkan kepada cinta kepadamu,
jadikanlah cintaku kepadamu lebih aku cintai dari air yang dingin.
Ada seorang ‘Aroby
yang datang dan bertanya kepada Rasulluah, “Kapan kiamat?”. Nabi balik bertanya,
“Apa yang engkau persiapkan untuk menghadapai kiamat?”. Kemudian Aroby
menjawab, “Aku tidak mempersiapkan dengan banyaknya shalatku dan tidak
mempersiapkan dengan banyaknya puasaku, akan tetapi sungguh aku mencintai Allah
dan mencintai Rasullnya”.
Jadi mahabah itu
lebih bisa diharapkan. Kenapa?. Karena shalat dan puasa itu adalah amalan
lahir, sedangkan amalan lahir banyak penyakit. Penyakit riyak, ujub, takabur,
hubbudunya. Maka tidak jagakne puasa dan shalatnya. Sehingga tidak menyiapkan
banyaknya shalat dan banyaknya puasa. Tetapi sungguh aku mencintai Allah dan
mencintai Rasulnya. Lalu Nabi menjawab. “المرء مع
من احب“.
Sesorang akan
dikumpulkan dengan yang dicintainya. Kemudian Sahabat Anas dawuh, setelah orang
muslim mendengar kata-kata nabi bahwaالمرء مع
من احب. Orang muslim merasa
bergembira yang tidak pernah merasakan kegembiraan yang setara dengan setelah
mendengar kata-kata nabi bahwa “seseroang akan dikumpulkan dengan yang
dicintainya” tersebut. (*)
-Disarikan dari Ngaji Hikam setiap Malam Selasa oleh KH.
Mochammad Dajamaluddin Ahmad di Bumi Damail Al-Muhibin Tambakberas, 12 Maret 2018
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.