Sosial

PERILAKU MENYIMPANG DAN PENGENDALIAN SOSIAL


 

PERILAKU MENYIMPANG DAN
PENGENDALIAN SOSIAL

A.   
Pengertian
Perilaku Menyimpang

    Perilaku
menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama 
penyimpangan
sosial
 adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan (
agama), secara individu, maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial
.

            Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia
, perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan, yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang
ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan 
masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan
berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun
demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada
masyarakat, misalnya seorang 
siswa menyontek pada saat ulangan,
berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain. Berikut beberapa definisi dari
perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli 
sosiologi :




1.  Menurut James Worker Van der Zaden, penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal
yang 
tercela
dan di luar batas toleransi.

2.  Menurut Robert Muhamad Zaenal Lawang, penyimpangan sosial adalah semua tindakan
yang menyimpang dari 
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan
usaha dari yang berwenang dalam 
sistem itu untuk memperbaiki
perilaku menyimpang tersebut.

3.  Menurut Paul
Band Horton
, penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

         Penyimpangan
terhadap 
norma-norma atau nilai-nilai masyarakat     disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan
disebut devian (deviant).
Kebalikan dari perilaku menyimpang    adalah
perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan 
konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi
sosial
 yang
di dalamnya seseorang
berperilaku sesuai dengan harapan 
kelompok.

B.    
Penyebab
Terjadinya Perilaku  Menyimpang

   Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan
dibagi menjadi dua, yaitu faktor subjwktif dan faktor objektif. Faktor 
subjektif adalah faktor yang berasal
dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir), sedangkan
faktor 
objektif adalah faktor yang berasal
dari luar (
lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga,
seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak 
serasi. Secara rinci beberapa
faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang bagi seorang individu atau
kelompok individu dalam masyarakat sebagai berikut :

a)      Proses Sosialisasi Yang Tidak Sempurna

     Perilaku menyimpang dapat terjadinya karena
proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya seseorang dapat mencapai
keberhasilan dapat diperoleh melalui suatu perjuangan dan doa yang gigih.
Sementara orang yang melakukan sosialisasi terhadap hal tersebut hanya
memandang sebelah mata saja, yaitu sisi keberhasilannya saja yang dipandang
menyenangkan dan pantas untuk dibanggakan tanpa menyinggung perjuangan dan doa
yang dilakukannya dengan sangat gigih, ulet, serta waktu yang panjang. Dari
kejadian ini orang ingin meniru keberhasilan dengan jalan pintas, yaitu jalan-jalan
yang tidak sesuai dengan prosedur ataupun tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perilaku menyimpang karena proses sosialisasi yang tidak sempurna.

b)      Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan

     Hal ini terjadi jika seorang individu tidak
mampu membedakan perilaku yang pantas dan tidak pantas. Ini dapat terjadi
karena seseorang menjalani proses sosialisasi yang tidak sempurna. Kasus ini
tampak pada seseorang yang berasal dari keluarga berantakan. Biasanya jika anak
ini terjun ke masyarakat yang lebih luas maka ia cenderung tidak sanggup
menjalankan perannya sesuai dengan perilaku yang pantas menurut ukuran
masyarakat.

c)      Penyerapan Subkebudayaan Menyimpang

     Mekanisme proses belajar perilaku
menyimpang sama dengan proses belajar lain. Proses belajar ini terjadi melalui
interaksi sosial dengan orang lain khususnya orang-orang berperilaku menyimpang
yang sudah berpengalaman.

d)     Ketegangan Antara Kebudayaan dan Struktur Sosial

     Setiap masyarakat tidak hanya memiliki
tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaan, tetapi juga cara-cara yang
diperkenankan oleh kebudayaan tersebut untuk mencapai tujuan. Apabila seseorang
tidak diberi peluang untuk memilih, maka cara-cara ini dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang.

e)      Ikatan Sosial Yang Berlainan

     Setiap orang biasanya berhubungan dengan
kelompok yang berlainan. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut cenderung
mengindentifikasi dirinya dengan kelompok yang paling dihargai. Melalui hubungan
ini akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku kelompoknya. Jika pergaulan
ini memiliki pola sikap dan perilaku menyimpang maka kemungkinan besar juga
akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang.

f)      
Akibat Proses Sosialisasi Nilai-nilai
Subkebudayaan Menyimpang

     Proses sosialisasi dapat terjadi secara
sengaja maupun tidak sengaja. Perilaku menyimpang seringkali merupakan akibat
sosialisasi yang sengaja maupun tidak sengaja. Perilaku menyimpang sebagai
hasil sosialisasi yang sengaja dapat terjadi melalui kelompok-kelompok gelap
yang tujuannya benar-benar mengajarkan penyimpangan. Mereka membentuk
subkebudayaan yang berbeda dari kebuayaan umumnya.

g)      Sikap Mental Yang Tidak Sehat

     Hal ini dapat terjadi karena orang yang
melakukan perilaku menyimpang tidak merasa bersalah atau menyesal bahkan merasa
senang.

h)      Dorongan Kebutuhan Ekonomi

     Seseorang yang terdesak kebutuhan
ekonominya jika tidak memiliki iman yang kuat atau tidak dapat mengendalikan
diri serta tidak mau bekerja keras dapat terdorong menjadi penjahat.

i)       
Pelampiasan Rasa Kecewa

     Seseorang yang mengalami rasa kecewa atau
kepahitan hidup dapat melakukan perilaku menyimpang sebagai usaha pelarian atau
pelampiasan terhadap rasa kecewanya atau kesulitannya itu.

j)       
Keinginan Untuk Dipuji atau Gaya-gayaan

     Perilaku menyimpang kadang-kadang dilakukan
sekedar untuk gaya atau keinginan untuk dipuji, misalnya berkelahi, mabuk-mabukan,
penyalahgunaan narkotika, dilakukan agar dianggap hebat, jagoan, dan lainnya.

C.    Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang

1.     
Penyimpangan Primer

            Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat
temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang.
Ciri-ciri penyimpangan primer adalah bersifat sementara, gaya hidupnya tidak
didominasi oleh perilaku menyimpang, dan masyarakat masih
mentolerir/menerimanya.

            Contoh
penyimpangan primer antara lain pegawai yang kadang membolos kerja, banyak
minum alkohol pada waktu pesta, siswa yang menbolos atau mencontek saat ujian,
memalsukan pembukuan, dan melanggar peraturan lalu lintas.

2.     
Penyimpangan sekunder

       Penyimpangan
sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara jelas memperlihatkan perilaku
penyimpangan  dan secara umum dikenal
sebagai orang yang menyimpang, karena sering melakukan tindakan yang meresahkan
orang lain. Penyimpangan ini juga disebut penyimpangan berat. Ciri-ciri
penyimpangan sekunder adalah gaya hidup yang didominasi oleh perilaku
menyimpang, serta mesyarakat tidak bisa mentolerir perilaku tersebut.

        Bentuk
penyimpangan ini mengarah pada tindak kriminal,
seperti pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan pencurian. Penyimpangan jenis ini
sangat merugikan orang lain, sehingga
 pelakunya
dapat dikenai sanksi hukum atau pidana.

3.     
Penyimpangan Individu

            Penyimpangan individu adalah
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan tindakan-tindakan
yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dan secara nyata menolak  norma-norma tersebut.  Penyimpangan ini dapat menyebabkan pelakunya
mendapat sebutan seperti pembandel, pembangkang, pelanggar, bahkan penjahat.
Contoh dari penyimpangan individu adalah pejabat yang korupsi secara sendiri,
atau pencurian secara sendiri.

4.     
Penyimpangan Kelompok

            Penyimpangan
kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan secara bersama-sama dengan cara
melakukan kegiatan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat yang berlaku. penyimpangan
kelompok biasanya sulit untuk dikendalikan, karena kelompok-kelompok tersebut
umumnya memiliki nilai-nilai serta kaidah kaidah tersendiri yang berlaku bagi
semua anggota kelompoknya. Sikap fanatik yang
dimiliki setiap anggota terhadap kelompoknya menyebabkan mereka merasa tidak
melakukan perilaku yang menyimpang. Hal tersebut menyebabkan penyimpangan
kelompok lebih berbahaya daripada penyimpangan individu. Contoh penyimpangan
kelompok adalah geng kejahatan atau mafia, serta pemberontakan.

5.     
Penyimpangan campuran

            Penyimpangan campuran diawali dari penyimpangan
individu. Akan tetapi, seiring dengan
berjalannya waktu, pelaku penyimpangan
dapat memengaruhi orang
lain, sehingga ikut melakukan tindakan menyimpang seperti halnya dirinya. Contoh
penyimpangan campuran adalah sindikat narkoba, sindikat uang palsu, ataupun
demonstrasi yang berkembang menjadi amuk massa.

            Menurut sifatnya, perilaku
menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a)     
Penyimpangan Positif

           Penyimpangan
positif yaitu penyimpangan yang mempunyai dampak positif karena mengandung
unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif. Jadi, penyimpangan positif
merupakan penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang didambakan
meskipun cara yang dilakukan tampaknya menyimpang dari norma yang berlaku.
Contoh penyimpangan positif, misalnya  pada masyarakat yang masih tradisional,
perempuan yang melakukan aktivitas atau menjalin profesi yang umum dilakukan
oleh laki-laki seperti berkarir di bidang politik, menjadi pesepak bola, sopir
taksi, anggota militer dan lain-lain oleh sebagian orang masih dianggap tabu.
Namun hal tersebut mempunyai dampak positif, yaitu emansipasi wanita.

b)      Penyimpangan
Negatif

           Penyimpangan negatif yaitu
penyimpangan yang cenderung bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang
rendah dan berakibat buruk. Dalam penyimpangan negatif, tindakan yang dilakukan
akan dicela oleh masyarakat dan pelakunya tidak dapat ditolerir oleh
masyarakat. Contohnya pembunuhan dan pemerkosaan.
 

D.    Dampak Perilaku Menyimpang

            Berbagai
bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan membawa dampak bagi
pelaku maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, berikut dampak dari
perilaku menyimpang :

1)     
Dampak perilaku
menyimpang bagi individu

Berbagai bentuk perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh seorang individu akan memberikan dampak bagi pelakunya,
yaitu :

·  memberikan pengaruh
psikologis atau penderitaan kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku,
karena akan dikucilkan oleh masyarakat atau dijauhi dari pergaulan

·        dapat menghancurkan masa
depan pelaku penyimpangan

·        dapat menjauhkan pelaku
dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa

·        perbuatan yang dilakukan
dapat mencelakakan dirinya

2)     
Dampak perilaku
menyimpang bagi orang lain/kehidupan masyarakat

Perilaku
penyimpangan juga membawa dampak bagi orang lain atau kehidupan masyarakat pada
umumnya. Beberapa di antaranya adalah meliputi hal-hal berikut :

·  Dapat mengganggu keamanan, ketertiban, dan ketidakharmonisan dalam
masyarakat.

·        nilai, norma, dan berbagai
pranata sosial yang berlaku di masyarakat.

·        
Menimbulkan beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga
pelaku.

·    Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur
perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.

3)     
Dampak positif yang ditimbulkan akibat perilaku menyimpang

Menurut
pandangan umum, perilaku menyimpang dianggap merugikan
masyarakat baik terhadap pelaku maupun terhadap orang lain, pada
umumnya adalah bersifat negatif. Akan tetapi, menurut Emile Durkheim, perilaku
menyimpang juga memilikikontribusi positif bagi kehidupan masyarakat. Beberapa
kontribusi penting dari perilaku menyimpang yang bersifat positif bagi
masyarakat yaitu :

a.     Perilaku menyimpang memperkokoh nilai-nilai dan norma dalam
masyarakat. Bahwa setiap perbuatan baik merupakan lawan dari perbuatan yang
tidak baik. Dapat dikatakan bahwa tidak akan ada kebaikan tanpa ada
ketidak-baikan. Oleh karena itu perilaku penyimpangan diperlukan untuk semakin
menguatkan moral masyarakat.

b.  Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan memperjelas batas
moral. Dengan dikatakan seseorang berperilaku menyimpang, berarti masyarakat
mengetahui kejelasan mengenai apa yang dianggap benar dan apa yang dianggap
salah.

c. Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menumbuhkan kesatuan
masyarakat. Setiap ada perilaku penyimpangan masyarakat pada umumnya secara
bersama-sama akan menindak para pelaku penyimpangan. Hal tersebut menegaskan
bahwa ikatan moral akan mempersatukan masyarakat.

d.  Perilaku menyimpang mendorong terjadinya perubahan sosial. Para
pelaku penyimpangan senantiasa menekan batas moral masyarakat, berusaha
memberikan alternatif baru terhadap kondisi masyarakat dan mendorong
berlangsungnya perubahan.

E.    
Pengertian Pengendalian Sosial

  Perlu diketahui bahwa setia masyarakat
menginginkan kehidupan yang tentram, damai, dan teratur. Dengan itulah
masyarakat perlu suatu sistem untuk mengatur semua perilaku yang menjadi tujuan
tersebut. Dalam hal ini, masyarakat perlu ada pengendalian sosial. Pengendalian
sosial sering diartikan sebagai proses pengawasan dari suatu kelompok terhadap
kelompok lain dan mengajarkan, membujuk, atau memaksa individu maupun kelompok
sebagai bagian dari masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan harapan
masyarakat. Berikut pengertian pengendalian sosial menurut para ahli, antara
lain :

1)     
Menurut Peter L Berger, Pengendalian
sosial adalah
berbagai cara yang digunakan masyarakat
untuk menertibkan anggotanya yang menyimpang.

2)     
Menurut Joseph Stabey Roucek,
Pengendalian sosial adalah
suatu istilah kolektif
yang mengacu pada proses terencana yang didalamnya individu diajarkan, dibujuk,
ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
kelompok.

3)     
Menurut Horton dan Hunt,
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh
sekelompok orang tua atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak
sesuai harapan kelompok atau masyarakat
.

4)     
Menurut Bruce J Cohen,
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong
seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak-kehendak kelompok atau
masyarakat tertentu.
 

F.    
Bentuk-bentuk
Pengendalian Sosial

Dalam penerapannya,
pengendalian sosial mempunyai beberapa bentuk, seperti gosip, teguran, hukuman
atau sanksi, serta pendidikan dan agama. Berikut ini uraian singkat mengenai bentuk-bentuk
pengendalian sosial:

1.     
Gosip

Gosip adalah kabar yang tidak
berlandaskan fakta. Gosip disebut juga kabar burung atau desas-desus. Suatu
gosip tersebar di masyarakat jika pernyataan secara terbuka tidak dapat
dilontarkan secara langsung atau belum menemukan bukti-bukti yang sah. Pada
umumnya, gosip merupakan kritik tertutup yang ditujukan pada seseorang atau
lembaga yang melakukan 
penyimpangan
sosial
. Dalam hal ini, orang atau lembaga yang
terkena gosip akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya, jika tidak, maka orang
atau lembaga tersebut akan dicemooh, dikucilkan, dan merasa terisolir dalam
kehidupan bermasyarakat.

2.     
Teguran

Teguran adalah
kritik sosial yang bersifat terbuka, baik lisan ataupun tertulis, terhadap
orang atau lembaga yang melakukan tindak 
penyimpangan sosial. Teguran
dilakukan secara langsung kepada pelaku
 tindak
penyimpangan
 agar pelaku tindak penyimpangan tersebut menyadari
perbuatannya dan dapat segera menghentikan tingkah laku menyimpangnya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

3.      Sanksi atau Hukuman

Sanksi atau hukuman merupakan tindakan tegas yang diambil
jika teguran tidak lagi diindahkan oleh pelaku tindak 
penyimpangan. Sanksi atau hukuman merupakan bentuk
pengendalian sosial yang efektif karena pelaku tindak penyimpangan akan
mengalami kerugian atau penderitaan, misalnya didenda, diskors, atau mengalami
hukuman fisik. Dalam hal ini, sanksi atau hukuman hanya dapat diberikan oleh
pihak yang memiliki kekuatan hukum atau resmi berdasarkan peraturan yang
berlaku.

            Dalam
pelaksanaannya, sanksi atau hukuman berfungsi untuk memberikan efek jera kepada
pelaku penyimpangan dan memberikan contoh kepada pihak lain agar tidak ikut
melakukan perbuatan menyimpang (schock
theraphy
).

4.      Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi
seseorang atau sekelompok orang agar mencapai taraf kedewasaan. Melalui
pendidikanlah seseorang mengetahui, memahami, dan sekaligus mempraktekkan
sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

            Pendidikan, baik formal ataupun
nonformal, merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial yang telah
melembaga. Pendidikan dapat berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk sikap
mental anak didik sesuai dengan kaidah dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Pendidikan memberi pengertian akan hal yang baik dan hal yang buruk
melalui pendekatan ilmiah dan logika.

5.      Agama

Agama mengajarkan kepada seluruh
umat manusia untuk menjaga hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia,
antara manusia dengan makhluk lain, dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Hubungan yang baik dapat dibina dengan cara menjalankan segala perintah
Tuhan dan sekaligus menjauhi segala larangan-Nya. Melalui agama ditanamkan
keyakinan bahwa melaksanakan perintah Tuhan merupakan perbuatan baik yang akan
mendatangkan pahala. Sebaliknya, melanggar larangan Tuhan merupakan perbuatan
dosa yang akan mendatangkan siksa. Dengan keyakinan seperti ini, maka agama
memegang peranan yang sangat penting dalam mengontrol perilaku kehidupan
manusia. Dalam
ajaran agama, manusia dituntut untuk mampu menjalin hubungan baik dengan Tuhan,
menjalin hubungan baik antarmanusia, dan menjalin hubungan baik dengan alam
lingkungannya. Agama merupakan bentuk 
pengendalian sosial yang tumbuh dari hati nurani berdasarkan kesadaran dan
tingkat keimanan seseorang sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianutnya.
 

G.   
Mekanisme atau Cara
Pengendalian Sosial

1.      Dari Aspek Pelaksanaannya

a.       Cara Persuasif tanpa kekerasan

Cara persuasif lebih menekankan pada
usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan
menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan.
Contohnya Para tokoh masyarakat membina warganya dengan memberi nasehat kepada
warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati
peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya. Seorang guru membimbing dan
membina muridnya yang ketahuan merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh
kewibawaan dan kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak
kesehatan dan juga merugikan orang lain, selain itu juga merupakan pemborosan.

b.     
Cara kekerasan atau ancaman atau koersif

Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau
ancaman yang menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku
jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan
keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara
persuasif. Contohnya Agar para perampas sepeda motor jera akan perbuatannya,
maka ketika tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut
sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara
tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor
lainnya takut untuk berbuat serupa. Contoh yang lain Peraturan hukum dari
negara tertentu yang memberlakukan hukuman cambuk, rajam, bahkan hukuman mati
bagi pelaku kejahatan, agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat
jahat jera dan takut melakukan tindak kejahatan.

c.      
Cara Kompulsi

Cara kompulsi yaitu dengan menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap
atau perilaku yang negatif. Misalnya ada siswa yang enggan memakai dasi yang
sudah ditetapkan oleh sekolah. Supaya mereka patuh untuk memakai dasi waktu sekolah,
setiap ada siswa yang tidak memakai dasi (berarti pelanggaran) ditegur dan
dijelaskan sebab mereka harus memakai dasi.

d.     
Cara Pervasi

Cara ini dilakukan
dengan jalan norma atau nilai yang disampaikan secara berulang- ulang dan
terus-menerus dengan harapan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa seseorang
sehingga akan terbentuk sikap yang diharapkan. Misalnya, bahaya narkoba dapat
disampaikan pada siswa melalui media massa seperti media cetak dan media
elektronik secara berulang-ulang dan terus-menerus.

2.     
Dari
aspek jumlah cakupan yang terlibat

a.      
Pengawasan
dari individu terhadap individu lain

Pengawasan dari individu terhadap
individu lain ini, misalnya ada seorang ibu yang memperingatkan anaknya supaya
tidak mengambil mangga di halaman tetangganya tanpa izin, berarti ibu tadi
telah melakukan pengendalian sosial untuk tidak melanggar norma pada individu
lain yaitu anaknya.

b.     
Pengawasan
dari individu terhadap kelompok

Pengawasan dari individu terhadap kelompok
ini misalnya seorang polisi lalu lintas berjaga di perempatan jalan raya untuk
kelancaran lalu lintas dan keamanan pengguna jalan. Ini berarti pengendalian
sosial dari individu (polisi) terhadap kelompok (pengguna jalan).

c.      
Pengawasan
dari kelompok terhadap kelompok

Pengawasan
dari kelompok terhadap kelompok ini misalnya, menteri kehutanan beserta
jajarannya mencari jalan secara musyawarah bagaimana jalan terbaik untuk
mengatasi tindakan perambah hutan yang merugikan negara dan masyarakat. Ini
berarti pengendalian sosial dari kelompok (jajaran Menteri Kehutanan) terhadap
kelompok (para perambah hutan).

d.     
Pengawasan
dari kelompok terhadap individu

Pengawasan
dari kelompok terhadap individu ini misalnya sebuah organisasi olah raga
menindak salah satu anggotanya, bahkan sampai dikeluarkan dari perkumpulannya
karena telah melanggar ketentuan perkumpulan olah raga tersebut. Ini berarti
pengendalian sosial dari kelompok (organisasi olah raga) terhadap individu
(salah seorang anggota organisasi).

Selain cara di atas, menurut Koentjaraningrat,
pengendalian sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut ini.

·      Mempertebal
keyakinan para warga masyarakat akan kebaikan adat istiadat.

·    Memberi
ganjaran atau semacam penghargaan kepada warga masyarakat yang selalu taat
kepada adat istiadat.

·    Mengembangkan
rasa malu dalam jiwa warga masyarakat yang menyeleweng dari adat istiadat.

·     Mengembangkan
rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat
istiadat dengan ancaman dan kekerasan.




Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top