Dalam pencariannya, dia menemukan sebuah peti yang terkunci. Dengan susah payah akhirnya peti itu berhasil ia buka. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah jala peninggalan ayahnya. Dengan melihat jala itu, dia akhirnya sadar bahwa semasa muda, ayahnya adalah seorang nelayan. Lalu dia mengambil jala itu keluar dan pergi ke laut untuk menangkap ikan. Karena kurang terlatih, dia hanya dapat menangkap beberapa ekor ikan saja, beberapa dari hasil tangkapanya dia jualnya untuk membeli makanan dan keperluan dapur. Dia masih menyimpan beberapa ekor ikan di dalam rumah, rencananya untuk dimasak sebagai lauk makan malam nanti.
Suatu malam Parta berniat melaut untuk mencari ikan. Dengan perahu sederhana peninggalan sang ayah di mulai mendayung ke tengah lautan. Sesampainya di tengah laut dia mulai menebar jala. Tampaknya malam itu sangat sulit untuk mendapatkan ikan, lama Parta menebar jala dan berpindah-pindah namun tidak satu pun ikan yang masuk ke dalam Jala miliknya. Hingga suatu ketika, dia berhasil menangkap seekor ikan yang sangat indah warnanya, diamatinya ikan itu penuh keheranan. baru kali ini ia melihat ikan memiliki warna seindah itu. Dia tidak rela untuk menjual atau memakannya sendiri. Dia lalu membawanya pulang ke rumah, menggali sebuah sumur kecil, dan menempatkan ikan tersebut disana. Kemudian dia tertidur karena kelelahan dan kelaparan. Dia berharap bahwa keesokan harinya dia dapat bangun lebih pagi dan menangkap ikan yang lebih banyak, esok dia berencana akan melaut pagi hari.
Keesokan harinya Parta berangkat melaut dengan harapan mendapat banyak ikan, dan memang benar, hari itu dia dapat menagkap banyak ikan dalam waktu singkat dan dia bisa cepat pulang. Alangkah terkejutnya Parta ketika dia pulang mendapati rumahnya menjadi sangat bersih dan seolah telah di sapu orang. Dia menyangka bahwa tetangganya datang dan membersihkan rumahnya, dan atas kebaikan tetangganya membersihkan rumahnya, dia berdoa agar tetangganya tersebut mendapat berkah dari Tuhan.
Pagi-pagi sekali Parta sudah bangun, dengan gembira dia menengok ikannya yang ada di sumur kecil yang ada di dapur. Tampak ikan itu berenang kesana kemari dengan riang. Melihat ikannya masih hidup dan sehat, Parta kemudian pergi untuk bekerja melaut lagi. Pada saat pulang di malam hari, dia kembali menemukan bahwa rumahnya menjadi bersih dan rapih. Kemudian dia menghibur dirinya sendiri dengan memandangi ikannya. Parta duduk termenung dan berpikir, siapa kira-kira yang telah merapihkan rumahnya. Untuk mengetahui itu Parta pun mempunyai akal, esok dia pura-pura akan keluar bekerja dan dia akan bersembunyi mengawasi siapa yang akan datang kerumahnya untuk bersih-bersih.
Keesokan paginya, rencana itu pun dilakukan. Dia membuka pintu dan menutupnya kembali, kemudian dia bersembunyi di dalam rumah. Alangkah terkejutnya Parta, ketika ia melihat ikannya meloncat keluar dari sumur dan menggoyangkan dirinya, berubah menjadi besar dan akhirnya kulit ikan menjadi terkelupas dan menjelma menjadi seorang wanita yang sangat cantik jelita. Dengan cepat Parta mengambil kulit ikan yang terkelupas tadi dan membuangnya ke dalam perapian. Ikan Ajaib itu terkejut melihat Parta yang tiba-tiba datang. Ikan yang sudah berubah menjadi manusia itu pun berkata “Kamu seharusnya tidak melakukan hal itu, Tapi apa boleh buat, yang terjadi biarlah terjadi”.
Sejak saat itu mereka berdua tinggal serumah. Dan untuk menghindari pergunjingan dan fitnah, wanita tersebut dilamar oleh si Parta dan wanita tersebut menyetujui lamarannya. Kabar adanya pemuda nelayan yang meminang putri cantik pun segera menyebar ke penjuru kampung. Hampir semua yang melihat wanita itu menjadi kagum dan terpana oleh kecantikannya dan mereka berbisik-bisik bahwa wanita tersebut lebih pantas menjadi pengantin seorang saudagar kaya. Kabar ini dengan cepat menyebar ke telinga seorang saudagar kaya raya dari Desa Karanggintung bernama Regen, lalu ia memerintahkan agar wanita tersebut di bawa ke hadapannya. Saat saudagar melihat wanita yang sangat cantik jelita itu, dia langsung jatuh cinta, dan bertujuan untuk menikahinya.
Karena itu dia menemui anak nelayan tersebut dan berkata “Jika dalam sepuluh hari kamu bisa membangunkan saya istana dari emas dan permata di tengah-tengah lautan, saya tidak akan mengambil wanita yang akan kamu nikahi itu, tetapi apabila kamu gagal, saya akan mengambilnya dan membawanya pergi.” Lalu anak nelayan itu pulang ke rumah dengan hati sedih dan menangis. “Mengapa kamu menangis kang?” tanya wanita yang merupakan peri ikan itu. Parta lalu menceritakan apa yang diperintahkan oleh saudagar kaya, tetapi wanita itu berkata dengan gembira: “Jangan menangis, kita pasti bisa menyelesaikannya. Pergilah ke tempat dimana kamu pernah menangkapku semasa menjadi ikan dan lemparkan sebuah batu ke tempat itu. Sesosok jin akan muncul dan mengucapkan kata ‘apa perintahmu?’ Katakan bahwa seorang wanita mengirimkan salam untuknya dan meminta sebuah bantal guling. Dia akan memberikannya dan lemparkan bantal guling tersebut ke tengah laut dimana saudagar kaya menginginkan istananya di bangun. Kemudian kembalilah ke rumah menemuiku.”
Parta mengikuti semua petunjuk, dan singkat cerita dia telah bertemu dengan Jin dan mendapatkan bantal guling seperti yang diminta tunanganya. Ia segera melemparkan bantal guling tersebut ke tengah laut. Seketika itu juga, dia melihat sebuah istana yang lebih indah dari apa yang saudagar kaya itu gambarkan dan minta. Dengan gembira mereka cepat-cepat menyampaikan ke saudagar tamak itu bahwa tempat tersebut telah di bangun.
Saudagar menjadi terkejut, tetapi karena tujuan utamanya bukanlah istana itu melainkan untuk memisahkan Parta dengan wanita yang diidam-idamkannya, Ia lalu memberi perintah lain pada Parta untuk membuatkan jembatan dari Emas menuju ke rumahnya. Selanjutnya Parta pulang dan menangis sedih kembali. Saat wanita yang sebenarnya adalah Peri Ikan tersebut melihatnya bersedih dan mendengarkan keluhan dari anak nelayan tersebut, dia berkata: “Pergilah ke tempat sesosok jin seperti sebelumnya, dan mintalah padanya sebuah bantal, Ketika kamu sudah mendapatkannya, buanglah ke tempat dimana istana itu berada.” Kemudian anak nelayan tersebut melakukan apa yang disuruhkan oleh calon istrinya dan begitu berbalik, dia melihat sebuah jembatan yang indah dari emas berkilauan. Dia kemudian menemui saudagar serakah dan memberitahu bahwa tugasnya telah selesai.
Saudagar Tamak itu merasa tidak puas kemudian memerintahkan anak nelayan itu menyiapkan perjamuan yang besar hingga seluruh penduduk dapat makan disana dan harus masih ada makanan yang tersisa. Seperti sebelumnya, anak nelayan itu pulang dan menceritakan hal itu kepada calon istrinya. Mendengar perintah dari saudagar kaya kepada Parta, dia berkata “Pergilah kembali ke tempat sesosok jin tadi, dan mintalah nampan berisi delapan piring beras dari dia, tetapi hati-hatilah agar jangan sampai menumpahkannya dalam perjalanan.” Anak nelayan itu kemudian berhasil mengambil nampan berisi beras dari jin tanpa mengalami kesulitan. Tetapi saat membawanya pulang, dengan ceroboh dia menumpahkannya, hingga tujuh dari delapan piring terjatuh keluar dari nampan. Dia lalu memungutnya dan membawanya pulang.
Pada hari yang telah ditentukan, semua penduduk datang memenuhi undangan dari saudagar kaya yang tamak dan licik itu, mereka beramai-ramai menuju ke rumah Parta dan mengambil bagian dalam perjamuan besar tersebut. Walaupun semua tamu dapat makan sekenyang-kenyangnya, masih juga banyak makanan yang tersisa. Parta berhasil memenuhi tugasnya kembali.
Karena keras kepala, Saudagar Licik memerintahkan Parta untuk menghasilkan seekor keledai dari sebuah telur. Parta sangat jengkel, namun ia tetap memberi tahu wanita calon istrinya itu, apa saja yang diperintahkan oleh Saudagar Licik, dan wanita tersebut memberi tahu dia bahwa dia harus memberikan tiga telur ke sosok Jin di tengah laut kemudian membawanya pulang kembali tanpa memecahkannya. Parta kemudian melakukan apa yang disuruhkan oleh wanita itu, tetapi di tengah jalan pulang, dia menjatuhkan satu biji telur dan memecahkannya. Dari telur tersebut, meloncatlah keluar seekor keledai besar, yang akhirnya lari dan menceburkan dirinya ke laut sampai tidak kelihatan lagi.
Anak nelayan tersebut tiba di rumah dengan aman dan membawa dua buah telur yang tersisa. “Mana yang ketiga?” tanya wanita itu kepadanya. “Pecah di perjalanan,” katanya. “Kamu seharusnya lebih berhati-hati,” kata wanita itu, “tapi apa yang telah terjadi, biarlah terjadi.” Kemudian Parta membawa telur-telur itu ke Saudagar Licik, dan meminta agar dia diijinkan naik ke atas sebuah bangku untuk melemparkan telur tersebut di lantai. Saudagar Licik mengijinkannya dan Parta lalu berdiri diatas bangku dan melemparkan telur ke lantai. Saat itu seekor keledai yang besar meloncat keluar dari telur yang pecah dan jatuh ke atas Saudagar Licik yang langsung mencoba menghindar untuk menyelamatkan diri. Melihat itu, Parta kemudian menyelamatkan Saudagar Licik dari bahaya, dan keledai yang tadi lalu berlari keluar ruangan. Saudagar Licik pun selamat, namun tidak ada ucapan terimakasih pun yang keluar dari mulutnya. Dia malah semakin merasa benci dengan Parta.
Dengan rasa putus asa, Saudagar Licik tadi mencari-cari hal yang mustahil dan yang tidak mungkin dapat di kerjakan oleh anak nelayan. Dia lalu meminta agar Parta tersebut membawakan dia anak bayi yang umurnya sehari tetapi sudah dapat berbicara dan berjalan. Wanita peri lagi-lagi menyuruh Parta untuk datang ke sesosok jin di tengah laut dan membawakan hadiah-hadiah dari wanita itu, dan memberitahunya bahwa dia berharap dapat melihat kemenakannya yang masih bayi. Parta kemudian pergi ke tengah laut dan memanggil sosok jin itu dan menyampaikan pesannya. Sosok Jin itu berkata, “Dia masih berumur beberapa jam, ibunya mungkin tidak mau memberikannya, tapi, tunggulah sebentar, saya akan mencoba menanyakannya”
Singkat kata, jin tersebut pergi dan segera muncul kembali dengan bayi yang baru lahir ditangannya. Ketika Parta melihat anak bayi itu, anak bayi itu berlari ke pangkuannya dan berkata “Kita akan ke bibi saya ya paman?” Anak nelayan mengiyakan dan membawa anak bayi itu ke rumah, dan ketika bayi tersebut melihat wanita itu, dia berteriak “Bibi!” dan memeluknya. Anak nelayan kemudian membawa bayi itu ke hadapan Saudagar Licik.
Saat bayi tersebut dibawa ke hadapan Saudagar Licik, bayi tersebut naik ke pangkuannya dan memukul wajahnya, dan berkata: “Bagaimana mungkin orang dapat membangun istana dari emas dan permata dalam sepuluh hari? membangun jembatan dari Emas juga dalam waktu yang sama? Bagaimana satu orang bisa memberi makan seluruh penduduk yang ada di kampung ini? Bagaimana mungkin keledai dapat dimunculkan dari sebuah telur?” setiap kalimat yang meluncur dari mulut sang bayi diiringi dengan tamparan keras ke wajah Saudagar Licik, hingga akhirnya Saudagar Licik berkata kepada Parta bahwa dia boleh menikahi wanita itu bila dia dapat menjauhkan dirinya dari bayi yang menampari wajahnya terus menerus. Parta kemudian pulang sambil menggendong bayi itu ke rumah, kemudian menikahi wanita itu dan mengadakan pesta selama empat puluh hari empat puluh malam. Sementara Saudagar Licik yang tidak kesampaian menikahi wanita itu akhirnya gila dan bunuh diri terjun ke laut.
Pesan Moral Cerita Dongeng Nelayan dan Peri Ikan adalah : Jangan suka memaksakan kehendak pada orang lain. Berusahalah menjadi orang yang bijak dan mampu melihat kebahagiaan orang lain. Orang yang tidak mampu melihat kebahagiaan orang lain adalah ciri orang yang iri dan dengki.