sumber: https://hasan4050.wordpress.com/ |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Latar Belakang
Teori
belajar kontekstual banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. Asumsi
penting dari konstruktivisme adalah situated cognition (kognisi yang
ditempatkan). Konsep ini mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan
atau disituasikan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran
seseorang. Pengetahuan diletakkan dan dihubungkan dengan konteks dimana
pengetahuan tersebut dikembangkan.
belajar kontekstual banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. Asumsi
penting dari konstruktivisme adalah situated cognition (kognisi yang
ditempatkan). Konsep ini mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan
atau disituasikan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran
seseorang. Pengetahuan diletakkan dan dihubungkan dengan konteks dimana
pengetahuan tersebut dikembangkan.
Pembelajaran
kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan sebutan yang berbeda.
Di Negara Belanda disebut dengan istilah RME (Realistic Mathematics
Education) yang menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika harus dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di Amerika disebut dengan istilah
CTL (Contextual Teaching and Learning) yang intinya membantu guru untuk
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik
untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari.[1]
kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan sebutan yang berbeda.
Di Negara Belanda disebut dengan istilah RME (Realistic Mathematics
Education) yang menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika harus dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di Amerika disebut dengan istilah
CTL (Contextual Teaching and Learning) yang intinya membantu guru untuk
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik
untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari.[1]
Munculnya pembelajaran kontekstual dilatar belakangi oleh
rendahnya mutu lulusan atau hasil pembelajaran yang ditandai dengan
ketidakmampuan sebagian besar siswa dalam hal menghubungkan materi yang
dipelajari dengan kehidupan nyata. Pendidikan saat ini seolah memisahkan diri dari
realitas sosial, sehingga berbagai problematika yang terjadi belum mendapatkan
titik temu penyelesaian. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang mapu
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, salah satunya
melalui penerapan teori pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).
rendahnya mutu lulusan atau hasil pembelajaran yang ditandai dengan
ketidakmampuan sebagian besar siswa dalam hal menghubungkan materi yang
dipelajari dengan kehidupan nyata. Pendidikan saat ini seolah memisahkan diri dari
realitas sosial, sehingga berbagai problematika yang terjadi belum mendapatkan
titik temu penyelesaian. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang mapu
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, salah satunya
melalui penerapan teori pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).
Dalam
pembelajaran kontekstual, belajar bukanlah menghafal, tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimilki oleh peserta
didik. Karena itulah, semakin banyak pengalaman, semakin banyak pula
pengetahuan yang akan diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki tersebut diharapkan
akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku, seperti pola berpikir, pola
bertindak serta kemampuan memecahkan persoalan.
pembelajaran kontekstual, belajar bukanlah menghafal, tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimilki oleh peserta
didik. Karena itulah, semakin banyak pengalaman, semakin banyak pula
pengetahuan yang akan diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki tersebut diharapkan
akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku, seperti pola berpikir, pola
bertindak serta kemampuan memecahkan persoalan.
Maka
dari itu, pembelajaran kontektual mengarahkan peserta didik pada proses
pemecahan masalah. Sebab, kemampuan memecahkan masalah akan menjadikan peserta
didik berkembang secara utuh baik dari segi intektual maupun mental dan
emosionalnya.[2]
Belajar kontekstual adalah belajar bagaimana peserta didik mengahadapi masalah.
Belajar merupakan proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap
dari yang sederhana menuju sesuatu yang kompleks. Sehingga, pembelajaran kontekstual sangat
berperan penting dalam rangka memperkenalkan peserta didik pada kehidupan
sosial sekitarnya.
dari itu, pembelajaran kontektual mengarahkan peserta didik pada proses
pemecahan masalah. Sebab, kemampuan memecahkan masalah akan menjadikan peserta
didik berkembang secara utuh baik dari segi intektual maupun mental dan
emosionalnya.[2]
Belajar kontekstual adalah belajar bagaimana peserta didik mengahadapi masalah.
Belajar merupakan proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap
dari yang sederhana menuju sesuatu yang kompleks. Sehingga, pembelajaran kontekstual sangat
berperan penting dalam rangka memperkenalkan peserta didik pada kehidupan
sosial sekitarnya.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah
1. Apa definisi belajar
kontekstual?
kontekstual?
2. Bagaimana ruang
lingkup dan karakteristik belajar kontekstual?
lingkup dan karakteristik belajar kontekstual?
3. Apa saja fungsi dan tujuan
belajar kontekstual?
belajar kontekstual?
4. Bagaimana prosedur
pembelajaran Kontekstual?
pembelajaran Kontekstual?
5. Bagaimana aplikasi
pembelajaran kontekstual dalam materi PAI?
pembelajaran kontekstual dalam materi PAI?
6. Apa saja kelebihan dan
kelemahan teori belajar kontekstual?
kelemahan teori belajar kontekstual?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi
belajar kontekstual.
belajar kontekstual.
2. Untuk mengetahui ruang
lingkup dan karakteristik belajar kontekstual.
lingkup dan karakteristik belajar kontekstual.
3. Untuk mengetahui fungsi
dan tujuan belajar kontekstual.
dan tujuan belajar kontekstual.
4. Untuk mengetahui prosedur
pembelajaran Kontekstual.
pembelajaran Kontekstual.
5. Untuk mengetahui aplikasi
pembelajaran kontekstual dalam materi PAI.
pembelajaran kontekstual dalam materi PAI.
6. Untuk mengetahui kelebihan
dan kelemahan teori belajar kontekstual.
dan kelemahan teori belajar kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Belajar Kontekstual
Definisi
Belajar Kontekstual
Belajar
merupakan proses perubahan perilaku tetap dari yang belum tahu menjadi tahu,
dari yang tidak paham menjadi paham, dari yang kurang terampil menjadi lebih
terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru serta bermanfaat bagi
masyarakat, lingkungan maupun individu itu sendiri.[3]
Sedangkan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan peserta didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan
dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.[4]
merupakan proses perubahan perilaku tetap dari yang belum tahu menjadi tahu,
dari yang tidak paham menjadi paham, dari yang kurang terampil menjadi lebih
terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru serta bermanfaat bagi
masyarakat, lingkungan maupun individu itu sendiri.[3]
Sedangkan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan peserta didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan
dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.[4]
Pada
dasarnya pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yaitu: Pertama, pembelajaran
sebagai suatu sistem, yakni terdiri dari sejumplah komponen yang terorganisasi,
seperti tujuan, materi, strategi / metode, media dan lain lain. Kedua,
sebagai suatu proses yakni serangian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar. Proses ini meliputi: persiapan, melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan menindaklanjuti pembelajaran.
dasarnya pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yaitu: Pertama, pembelajaran
sebagai suatu sistem, yakni terdiri dari sejumplah komponen yang terorganisasi,
seperti tujuan, materi, strategi / metode, media dan lain lain. Kedua,
sebagai suatu proses yakni serangian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar. Proses ini meliputi: persiapan, melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan menindaklanjuti pembelajaran.
Teori
belajar kontekstual dikenal juga dengan sebutan CTL (Contextual Teaching and
Learning). Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang
holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut terhadap konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari
satu permasalahan ke permasalahan lainnya.[5]
belajar kontekstual dikenal juga dengan sebutan CTL (Contextual Teaching and
Learning). Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang
holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut terhadap konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari
satu permasalahan ke permasalahan lainnya.[5]
Menurut Nurhadi yang dikutip oleh Rusman menyatakan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[6]
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[6]
Selanjutnya
Johnson sebagaimana yang dikutip oleh Kokom Komalasari mendefinisikan bahwa:
contextual teaching and learning anables student to connect to content of
academic subject with the immediate context of their daily lives to discover
meaning. Hal ini berarti pembelajarn kontekstual memungkinkan siswa
menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan
makna.[7]
Johnson sebagaimana yang dikutip oleh Kokom Komalasari mendefinisikan bahwa:
contextual teaching and learning anables student to connect to content of
academic subject with the immediate context of their daily lives to discover
meaning. Hal ini berarti pembelajarn kontekstual memungkinkan siswa
menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan
makna.[7]
Agus
Suprijono memberikan definisi pembelajaran kontekstual sebagai pembelajaran autentik
(real world learning) dalam arti bukan artifisial, pembelajaran aktif,
pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi, pembelajaran
yang memusatkan pada proses dan hasil dan pembelajaran distribusi.[8]
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar siswa,
sehingga guru bisa menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar.[9]
Hal ini jelas berbeda dengan pembelajaran konvensional yakni proses
pembelajaran sebagai proses pemaksaan kehendak.
Suprijono memberikan definisi pembelajaran kontekstual sebagai pembelajaran autentik
(real world learning) dalam arti bukan artifisial, pembelajaran aktif,
pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi, pembelajaran
yang memusatkan pada proses dan hasil dan pembelajaran distribusi.[8]
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar siswa,
sehingga guru bisa menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar.[9]
Hal ini jelas berbeda dengan pembelajaran konvensional yakni proses
pembelajaran sebagai proses pemaksaan kehendak.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat
penulis simpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai
bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran
bagi kehidupannya.
penulis simpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai
bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran
bagi kehidupannya.
B.
Ruang
Lingkup dan Karakteristik Belajar Kontekstual
Ruang
Lingkup dan Karakteristik Belajar Kontekstual
Ruang
lingkup dalam pembelajaran kontekstual ialah mengkontekstualisasikan /
merealisasikan materi pelajaran yang disampaikan di kelas dengan kehidupan
nyata siswa. Sehingga antara materi
dengan realitas sosial menjadi satu kesatuan yang sejatinya saling berhubungan.
Maka, pendekatan pembelajaran dalam hal ini ialah Student Center Approach.
lingkup dalam pembelajaran kontekstual ialah mengkontekstualisasikan /
merealisasikan materi pelajaran yang disampaikan di kelas dengan kehidupan
nyata siswa. Sehingga antara materi
dengan realitas sosial menjadi satu kesatuan yang sejatinya saling berhubungan.
Maka, pendekatan pembelajaran dalam hal ini ialah Student Center Approach.
Sedangkan mengenai karakteristik dari pembelajaran
kontekstual, Aris Shoimin menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran
kontekstual (CTL) ialah sebagai berikut:
kontekstual, Aris Shoimin menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran
kontekstual (CTL) ialah sebagai berikut:
1.
Keja sama
Keja sama
2.
Saling menunjang
Saling menunjang
3.
Menyenangkan, tidak
mebosankan
Menyenangkan, tidak
mebosankan
4.
Belajar dengan bergairah
Belajar dengan bergairah
5.
Pembelajaran terintegrasi
Pembelajaran terintegrasi
6.
Menggunakan berbagai sumber
Menggunakan berbagai sumber
7.
Siswa aktif
Siswa aktif
8.
Sharing dengan
teman
Sharing dengan
teman
9.
Siswa kritis guru kreatif
Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding
kelas penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
kelas penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
11. Laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dan lain-lain.[10]
kepada orang tua bukan hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dan lain-lain.[10]
C.
Fungsi
dan Tujuan Belajar Kontekstual
Fungsi
dan Tujuan Belajar Kontekstual
Dalam
pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah mengarahkan atau memberikan
kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan
sumber belajar yang memadai. Mulyasa yang menyatakan bahwa guru bukan hanya
menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.[11]
pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah mengarahkan atau memberikan
kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan
sumber belajar yang memadai. Mulyasa yang menyatakan bahwa guru bukan hanya
menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.[11]
Sementara pembelajaran kontekstual memiliki fungsi sebagai
strategi atau metode pembelajaran yang komplek, karena dalam pelaksanaannya
memerlukan kompetensi seorang guru yang benar-benar mumpuni dalam
menerapkannya. Sedangkan tujuannya yaitu agar proses
pembelajaran lebih produktif dan bermakna.[12]
Melalui pembelajaran kontekstual, siswa melakukan proses belajar dan
mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Penemuan makna merupakan tujuan dan
cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna sering diartikan sebagai arti
penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang diterima.
strategi atau metode pembelajaran yang komplek, karena dalam pelaksanaannya
memerlukan kompetensi seorang guru yang benar-benar mumpuni dalam
menerapkannya. Sedangkan tujuannya yaitu agar proses
pembelajaran lebih produktif dan bermakna.[12]
Melalui pembelajaran kontekstual, siswa melakukan proses belajar dan
mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Penemuan makna merupakan tujuan dan
cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna sering diartikan sebagai arti
penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang diterima.
D.
Prosedur
Belajar Kontekstual
Prosedur
Belajar Kontekstual
Prosedur
pembelajaran kontekstual merupakan langkah-langkah praktis atau strategi yang
harus dilalui dalam proses belajar mengajar agar mencapai suatu tujuan yang
diinginkan. Secara sederhana, strategi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.[13] Pada
dasarnya, langkah-langkan yang yang harus ditempuh oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran berbasis kontekstual agar tujuan untuk mencapai kompetensi dapat
terwujud ialah sebagai berikut:
pembelajaran kontekstual merupakan langkah-langkah praktis atau strategi yang
harus dilalui dalam proses belajar mengajar agar mencapai suatu tujuan yang
diinginkan. Secara sederhana, strategi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.[13] Pada
dasarnya, langkah-langkan yang yang harus ditempuh oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran berbasis kontekstual agar tujuan untuk mencapai kompetensi dapat
terwujud ialah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
a. Guru
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran serta
pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran serta
pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b. Guru
menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual.
menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual.
c. Guru
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2. Inti
penutup
penutup
Siswa
didampingi oleh guru melakukan proses pembelajaran, tugas guru hanya sebagai
fasilitator yakni mendampingi siswa dalam pemecahan masalah.
didampingi oleh guru melakukan proses pembelajaran, tugas guru hanya sebagai
fasilitator yakni mendampingi siswa dalam pemecahan masalah.
3. Penutup
Siswa menyimpulkan materi pelajaran yang telah
dipelajari pada satu pertemuan serta untuk lebih memantapkan hasil pengetahuan
yang didapat guru memberikan tugas lanjutan kepada semua siswa.[14]
dipelajari pada satu pertemuan serta untuk lebih memantapkan hasil pengetahuan
yang didapat guru memberikan tugas lanjutan kepada semua siswa.[14]
Aris
Shoimin memberikan prosedur atau langkah-langkah yang cukup detail pembelajaran
kontekstual (CTL), yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir, hal
tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
Shoimin memberikan prosedur atau langkah-langkah yang cukup detail pembelajaran
kontekstual (CTL), yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir, hal
tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1. Kegiatan
awal
awal
a. Guru
menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b. Apresiasi
sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
c. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
d. Penjelasan
tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
2. Kegiatan
inti
inti
a. Siswa
bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru.
bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru.
b. Siswa wakil
kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban
permasalahan yang diajukan guru.
kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban
permasalahan yang diajukan guru.
c. Siswa
wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain
menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain
menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
d. Melalui
tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.
tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.
e. Guru
mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang
dirasakan siswa.
mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang
dirasakan siswa.
3. Kegiatan
akhir
akhir
a. Guru dan
siswa membuat kesimpulan tentang masalah yang dibahas.
siswa membuat kesimpulan tentang masalah yang dibahas.
b. Siswa
mengerjakan lembar siswa
mengerjakan lembar siswa
c. Siswa
menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain.
[15]
menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain.
[15]
E.
Aplikasi
Pembelajaran Kontekstual dalam Materi PAI
Aplikasi
Pembelajaran Kontekstual dalam Materi PAI
Pengembangan
materi merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Pendekatan
kontekstual menghendaki materi pembelajaran tidak semata-mata dikembangkan dari
buku teks, tetapi dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa
sehari-hari. Sedangkan aplikasi pembelajaran kontekstual dalam dunia pendidikan
khususnya pada materi Pendidikan Agama Islam (PAI), tidak terlepas dari komponen-komponen
yang mendasari teori belajar kontekstual, yaitu:
materi merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Pendekatan
kontekstual menghendaki materi pembelajaran tidak semata-mata dikembangkan dari
buku teks, tetapi dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa
sehari-hari. Sedangkan aplikasi pembelajaran kontekstual dalam dunia pendidikan
khususnya pada materi Pendidikan Agama Islam (PAI), tidak terlepas dari komponen-komponen
yang mendasari teori belajar kontekstual, yaitu:
1. Konstruktivisme
(constructivism)
(constructivism)
2. Bertanya
(questioning)
(questioning)
3. Menemukan
(inquiry)
(inquiry)
4. Masyarakat
belajar (learning community)
belajar (learning community)
5. Pemodelan
(modeling)
(modeling)
6. Refleksi
(reflection)
(reflection)
7. Penilaian
sebenarnya (authentic assessment)[16]
sebenarnya (authentic assessment)[16]
Penerapan teori belajar kontekstual dalam
lembaga pendidikan cukup mudah dengan tetap mengacu pada tujuh komponen di atas
yang dapat penulis uraikan langkah-langkah sistematisnya sebagai berikut: mengembangkan
pikiran peserta didik bahwa ia akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya, menerapkan inkuiri pada semua topik yang disampaikan,
mengembangkan sifat ingin tahu dari peserta didik dengan bertanya, menciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), menghadirkan model
sebagai contoh pemeblajaran, melalkukan refleksi di akhir pertemuan serta
melakukan penilaian secara autentik dengan berbagai cara.
lembaga pendidikan cukup mudah dengan tetap mengacu pada tujuh komponen di atas
yang dapat penulis uraikan langkah-langkah sistematisnya sebagai berikut: mengembangkan
pikiran peserta didik bahwa ia akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya, menerapkan inkuiri pada semua topik yang disampaikan,
mengembangkan sifat ingin tahu dari peserta didik dengan bertanya, menciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), menghadirkan model
sebagai contoh pemeblajaran, melalkukan refleksi di akhir pertemuan serta
melakukan penilaian secara autentik dengan berbagai cara.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, pada kelas yang bagaimanapun keadaannya, serta
pada materi apa saja termasuk di dalamnya mata pelajaran PAI. Maka
dari itu, penulis ingin memberikan satu contoh materi PAI dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dalam proses pembelajarannya. Misalnya, materi ‘shalat’.
Sesuai dengan tujuh komponen di atas, maka langkah pertama yang harus dilakukan
oleh seorang guru ialah: seorang guru harus mengajak siswa untuk berpikir
sendiri tentang ‘shalat’, sehingga ia mampu memberikan pemahaman pokok
materi yang diajarkan.
diterapkan dalam kurikulum apa saja, pada kelas yang bagaimanapun keadaannya, serta
pada materi apa saja termasuk di dalamnya mata pelajaran PAI. Maka
dari itu, penulis ingin memberikan satu contoh materi PAI dengan menggunakan
pendekatan kontekstual dalam proses pembelajarannya. Misalnya, materi ‘shalat’.
Sesuai dengan tujuh komponen di atas, maka langkah pertama yang harus dilakukan
oleh seorang guru ialah: seorang guru harus mengajak siswa untuk berpikir
sendiri tentang ‘shalat’, sehingga ia mampu memberikan pemahaman pokok
materi yang diajarkan.
Langkah kedua ialah mengajak siswa untuk
mengetahui secara mendalam materi ‘shalat’ dengan bertanya sebagai salah
satu wujud dari inkuiri. Langkah ketiga, untuk memperoleh pengetahuan tentang ‘shalat’,
bisa juga dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok belajar, sehingga dengan
begitu siswa bisa memperoleh pengetahuan lebih luas dengan adanya tukar
pendapat dari individu-individu dalam kelompoknya. Langkah keempat ialah seorang
guru hendaknya menunjuk salah satu siswa untuk memberikan contoh tata cara
‘shalat’ yang benar sebagaimana aturan dalam Islam.
mengetahui secara mendalam materi ‘shalat’ dengan bertanya sebagai salah
satu wujud dari inkuiri. Langkah ketiga, untuk memperoleh pengetahuan tentang ‘shalat’,
bisa juga dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok belajar, sehingga dengan
begitu siswa bisa memperoleh pengetahuan lebih luas dengan adanya tukar
pendapat dari individu-individu dalam kelompoknya. Langkah keempat ialah seorang
guru hendaknya menunjuk salah satu siswa untuk memberikan contoh tata cara
‘shalat’ yang benar sebagaimana aturan dalam Islam.
Selanjutnya ialah refleksi yaitu respon
terhadap kejadian atau pengetahuan baru yang diterimanya.[17] Penerapan
dalam materi ‘shalat’ ialah seorang guru memberikan arahan tentang tata
cara shalat yang benar agar shalat yang dilaksanakan memberikan fungsi bagi
kehidupannya baik secara vertikal maupun horizontal. Namun sesuai prosedur
sebelumnya, siswa memainkan peran penting dalam mencari sendiri pemahaman
tentang shalat. Selain itu, guru juga mengajak siswa untuk berpikir ke belakang
tentang apa yang dilakukannya di masa lalu. Hal ini dapat dipahami bahwa kesalahan-kesalahan
siswa dalam melaksanakan shalat dapat dijadikan pelajaran agar tidak terulang
kembali setelah mengetahui tata cara shalat yang benar dalam perpektif Islam.
terhadap kejadian atau pengetahuan baru yang diterimanya.[17] Penerapan
dalam materi ‘shalat’ ialah seorang guru memberikan arahan tentang tata
cara shalat yang benar agar shalat yang dilaksanakan memberikan fungsi bagi
kehidupannya baik secara vertikal maupun horizontal. Namun sesuai prosedur
sebelumnya, siswa memainkan peran penting dalam mencari sendiri pemahaman
tentang shalat. Selain itu, guru juga mengajak siswa untuk berpikir ke belakang
tentang apa yang dilakukannya di masa lalu. Hal ini dapat dipahami bahwa kesalahan-kesalahan
siswa dalam melaksanakan shalat dapat dijadikan pelajaran agar tidak terulang
kembali setelah mengetahui tata cara shalat yang benar dalam perpektif Islam.
Langkah terakhir ialah penilaian autentik yakni
penilaian terhadap perkembangan belajar siswa. Penilaian ini tidak dilakukan
diakhir periode seperti pada saat kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi
dilakukan bersama secara integrasi dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan
penilaian mengenai ‘shalat’ dapat dilakukan oleh guru dengan melihat
secara nyata praktek shalat siswa pada
saat pembelajaran serta pada kehidupan sehari-harinya. Sehingga kemajuan
belajar dalam teori ini dinilai dari proses bukan melalui hasil serta yang
berhak menilai bukan hanya guru, tetapi bisa juga teman, keluarga ataupun orang
lain.
penilaian terhadap perkembangan belajar siswa. Penilaian ini tidak dilakukan
diakhir periode seperti pada saat kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi
dilakukan bersama secara integrasi dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan
penilaian mengenai ‘shalat’ dapat dilakukan oleh guru dengan melihat
secara nyata praktek shalat siswa pada
saat pembelajaran serta pada kehidupan sehari-harinya. Sehingga kemajuan
belajar dalam teori ini dinilai dari proses bukan melalui hasil serta yang
berhak menilai bukan hanya guru, tetapi bisa juga teman, keluarga ataupun orang
lain.
Menurut Humaidi yang ditulis oleh Abdul Majid,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengimplementasikan pembelajaran kontekstual ialah sebagai berikut:
ada beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengimplementasikan pembelajaran kontekstual ialah sebagai berikut:
1. Pembelajaran
berbasis masalah
berbasis masalah
2. Memanfaatkan
lingkungan untuk memperoleh pengalaman belajar
lingkungan untuk memperoleh pengalaman belajar
3. Lingkungan
aktivitas kelompok
aktivitas kelompok
4. Membuat
aktivitas belajar mandiri
aktivitas belajar mandiri
5. Menyusun
refleksi[18]
refleksi[18]
F.
Kelebihan
dan Kelemahan Teori Belajar Kontekstual
Kelebihan
dan Kelemahan Teori Belajar Kontekstual
Kelebihan pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut:
sebagai berikut:
1. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil. Maksudnya, siswa mampu mengaitkan antara
materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Sehingga materi yang diterima
tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi berlanjut pada penerapan.
menjadi lebih bermakna dan riil. Maksudnya, siswa mampu mengaitkan antara
materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Sehingga materi yang diterima
tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi berlanjut pada penerapan.
2. Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa, karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme yakni siswa diharapkan belajar dengan ‘mengalami’ bukan
‘menghapal’.
lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa, karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme yakni siswa diharapkan belajar dengan ‘mengalami’ bukan
‘menghapal’.
3. Guru
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi, tetapi tugas guru ilah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang baru bagi siswa.
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi, tetapi tugas guru ilah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang baru bagi siswa.
4. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide serta
mengajak siswa agar menyadari bahwasanya mereka menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri dalam belajar.[19]
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide serta
mengajak siswa agar menyadari bahwasanya mereka menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri dalam belajar.[19]
Selain memiliki beberapa kelebihan yang cukup
menarik untuk diterapkan, di sisi lain pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan,
yaitu: penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks
dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran. Selain itu, waktu yang
dibutuhkan dalam proses pelaksanaan pembeljaran kontekstual relatif lama.[20]
menarik untuk diterapkan, di sisi lain pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan,
yaitu: penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks
dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran. Selain itu, waktu yang
dibutuhkan dalam proses pelaksanaan pembeljaran kontekstual relatif lama.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Simpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai
bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran
bagi kehidupannya. Sedangkan karakteristik pembelajaran
kontekstual diantaranya ialah: kerja sama, menyenangkan, saling menunjang dan
lain-lain.
mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai
bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran
bagi kehidupannya. Sedangkan karakteristik pembelajaran
kontekstual diantaranya ialah: kerja sama, menyenangkan, saling menunjang dan
lain-lain.
Fungsi
dan tujuan yaitu agar proses pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
Penemuan makna merupakan tujuan dan cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna
sering diartikan sebagai arti penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang
diterima. Hal itu dapat dicapai melalui prosedur pembelajaran yang tepat dan
sistematis sesuai dengan langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual. Sedangkan penerapan teori belajar kontekstual dapat
dilakukan dengan mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu:
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan
penilaian sebenarnya. Selain itu, teori ini sebagaimana teori-teori yang lain,
tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.
dan tujuan yaitu agar proses pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
Penemuan makna merupakan tujuan dan cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna
sering diartikan sebagai arti penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang
diterima. Hal itu dapat dicapai melalui prosedur pembelajaran yang tepat dan
sistematis sesuai dengan langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual. Sedangkan penerapan teori belajar kontekstual dapat
dilakukan dengan mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu:
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan
penilaian sebenarnya. Selain itu, teori ini sebagaimana teori-teori yang lain,
tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.
B.
Saran
Saran
Artikel ini ditulis secara sederhana agar lebih
komunikatif dan dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Akan tetapi, fokus utama
artikel ini lebih pada pembelajaran agama (PAI), karena ini salah satu tugas
kuliah yang mengharuskan contoh yang diungkapkan sinkron dengan prodi yang
penulis tekuni. Jadi, bagi pembaca yang budiman, tentu akan sangat kaya
pemahaman jika artikel ini dilengkapi dengan contoh konkrit dari seluruh mata
pelajaran.
komunikatif dan dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Akan tetapi, fokus utama
artikel ini lebih pada pembelajaran agama (PAI), karena ini salah satu tugas
kuliah yang mengharuskan contoh yang diungkapkan sinkron dengan prodi yang
penulis tekuni. Jadi, bagi pembaca yang budiman, tentu akan sangat kaya
pemahaman jika artikel ini dilengkapi dengan contoh konkrit dari seluruh mata
pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan,
dan Implementasi pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik integrative / KTI),
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan,
dan Implementasi pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik integrative / KTI),
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
Gurawan,
Heri. Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta,
2013.
Heri. Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta,
2013.
Hamdani. Strategi Pembelajaran, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2011.
2011.
Hamruni. Strategi Pembelajaran, Yogyakarta:
Insan Madani, 2012.
Insan Madani, 2012.
Komalasari,
Kokom. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2013.
Kokom. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2013.
Kunandar. Guru Profesional: Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Majid,
Abdul. Strategi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Abdul. Strategi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Mulyasa.
Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2015.
Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2015.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran:
Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang
Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2014.
Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang
Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2014.
Rusman. Model-model Pembelajaran:
Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013.
Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2011.
Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2011.
Shoimin,
Aris. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014.
Aris. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014.
Solichin, M. Muchlis. Psikologi Pendidikan
Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses Perkembangan dan Proses Belajar
disertai Model-Model Pembelajaran, Surabaya: Pustaka Radja, 2016.
Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses Perkembangan dan Proses Belajar
disertai Model-Model Pembelajaran, Surabaya: Pustaka Radja, 2016.
Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori
dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
[1] Kunandar, Guru
Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 310.
Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 310.
[2] Hamruni, Strategi
Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hlm. 135.
Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hlm. 135.
[3]Trianto Ibnu
Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum 2013
(Kurikulum Tematik integrative/KTI) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014),
19.
Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum 2013
(Kurikulum Tematik integrative/KTI) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014),
19.
[4]Kokom
Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2013), 3.
Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2013), 3.
[5] Abdul Majid, Strategi
Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 228.
Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 228.
[6] Rusman, Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2013), 189.
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2013), 189.
[7] Komalasari, Pembelajaran
Kontekstual, 6.
Kontekstual, 6.
[8] Agus
Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014), 82.
Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014), 82.
[9] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media,
2011), 262.
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media,
2011), 262.
[10] Aris Shoimin, 68
Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), 42.
Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), 42.
[11] Mulyasa, Guru
dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015),
50.
dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015),
50.
[12] Heri Gurawan, Kurikulum
dan Pembelajaran Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2013), 153.
dan Pembelajaran Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2013), 153.
[13] Hamdani, Strategi
Pembelajaran (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 18.
Pembelajaran (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 18.
[14] Majid, Belajar
dan Pembelajaran, 179.
dan Pembelajaran, 179.
[15] Shoimin, 68
Model Pembelajaran Inovatif, 43.
Model Pembelajaran Inovatif, 43.
[16] Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana,
2014), 168.
Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana,
2014), 168.
[17] Ibid., 174.
[18] Majid, Belajar
dan Pembelajaran, 172-173.
dan Pembelajaran, 172-173.
[19]M. Muchlis
Solichin, Psikologi Pendidikan Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses
Perkembangan dan Proses Belajar disertai Model-Model Pembelajaran
(Surabaya: Pustaka Radja, 2016), 225-226.
Solichin, Psikologi Pendidikan Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses
Perkembangan dan Proses Belajar disertai Model-Model Pembelajaran
(Surabaya: Pustaka Radja, 2016), 225-226.
[20]Shoimin, 68
Model Pembelajaran Inovatif, 44.
Model Pembelajaran Inovatif, 44.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.