Others

Sekapur Sirih


Globalisasi hubungan internasional dewasa ini telah
semakin meningkatkan persentuhan dan interaksi antara Hukum Internasional dan
Hukum Nasional di Indonesia. Interaksi kedua bidang hukum ini semakin
mempertajam pertanyaan tentang arti lembaga “pengesahan” (ratifikasi, aksesi,
penerimaan, persetujuan) dalam kaitannya dengan status Perjanjian Internasional
dalam Hukum Nasional RI.

Perdebatan akademis dengan para praktisi tentang permasalahan dimaksud mulai
digulirkan oleh Departemen Luar Negeri dalam beberapa forum akademis dan jika
diidentifikasi dan dipetakan maka secara garis besar setidak-tidaknya terdapat
dua pandangan yang secara dinamis hidup dalam dunia akademis dan praktisi
tentang arti pengesahan, yaitu:

a. Pertama, pandangan yang menilai Undang-Undang/Perpres yang mengesahkan suatu
Perjanjian Internasional adalah produk Hukum Nasional yang mentransformasikan
materi Perjanjian Internasional ke dalam Hukum Nasional sehingga status
Perjanjian Internasional berubah menjadi Hukum Nasional. Undang-Undang/Perpres
ini telah memiliki efek normatif. Norma yang diaplikasikan dalam Hukum Nasional
adalah dalam karakternya dan formatnya sebagai materi Undang-Undang/Perpres dan
bukan dalam karakternya sebagai norma Perjanjian internasional. Kelompok ini
menilai tidak perlu lagi ada legislasi baru untuk memberlakukan norma
Perjanjian Internasional kedalam Hukum Nasional (dualisme?).

b. Kedua, pandangan yang menilai Undang-Undang/Perpres yang mengesahkan suatu
Perjanjian Internasional adalah bersifat prosedural yaitu hanya merupakan
persetujuan DPR/Presiden dalam jubah Undang-Undang/Perpres.
Undang-Undang/Perpres ini tidak memiliki efek normatif karena hanya bersifat
penetapan bukan pengaturan. Pandangan ini pada tahap selanjutnya akan terbagi
dua, yaitu:
· Pertama, pandangan yang menganggap Undang-Undang/Perpres yang mengesahkan
suatu Perjanjian Internasional adalah “menginkorporasi” Perjanjian
Internasional tersebut kedalam sistem Hukum Nasional. Dengan inkorporasi ini
maka Perjanjian Internasional dalam karakternya sebagai norma Hukum
Internasional telah memiliki efek normatif dan mengikat di dalam Hukum
Nasional. Keterikatan penegak hukum terhadap norma yang dihasilkan adalah
bersumber dari Perjanjian Internasional itu sendiri dan bukan dari
Undang-Undang/Perpres yang mengesahkan (monisme?).
· Kedua, pandangan yang menganggap Undang-Undang/Perpres yang mengesahkan suatu
Perjanjian Internasional hanya sekedar jubah persetujuan DPR/Presiden kepada
Pemerintah RI untuk mengikatkan diri pada tataran Internasional dan belum
mengikat pada tataran Hukum Nasional. Untuk itu masih dibutuhkan legislasi
nasional tersendiri untuk mengkonversikan materi Perjanjian Internasional
menjadi materi Hukum Nasional. Tanpa legislasi nasional ini maka Indonesia
sebagai subjek Hukum Internasional hanya terikat pada tataran Internasional,
sedangkan warganegaranya tidak terikat (dualisme?).

Pandangan-pandangan tersebut diatas tampaknya tidak selalu kaku dan terdapat
ruang untuk adanya variasi yang menggabungkan elemen masing-masing pendekatan.
Selain itu, tidak tertutup adanya pandangan lain yang mungkin belum terdeteksi
dan masih dikembangkan dalam dunia akademisi.

Apa pun pandangan yang hendak dianut oleh Indonesia hendaknya dapat ditegaskan
dalam sistem hukum Indonesia baik dalam suatu doktrin maupun aturan
konstitusi/legislasi guna menciptakan kepastian hukum serta prinsip
“predictability” baik kalangan akademisi khususnya praktisi seperti diplomat.
Sehubungan dengan itu maka sudah waktunya untuk mewacanakan suatu politik hukum
tentang hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional yang dapat menjawab
tentang arti dan fungsi pengesahan khususnya terhadap status hukum dari
Perjanjian Internasional dalam Hukum Nasional.

Kompilasi ini merupakan kumpulan buah pikiran para akademisi dan praktisi hukum
di Indonesia yang memaparkan pandangannya terhadap permasalahan yang terkait
dengan status Perjanjian Internasional dalam tata perundang-undangan nasional.
Pandangan dimaksud telah didiskusikan bersama pada saat Direktorat Perjanjian
Ekososbud menyelenggarakan Focussed Group Discussion yang khusus membahas
mengenai Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
beserta permasalahan pengesahan Perjanjian Internasional di Indonesia.

Dengan diterbitkannya kompilasi ini diharapkan dapat menjadi guidelines dalam
menanggapi pertanyaan tentang status Perjanjian Internasional dalam Tata
Perundang-undangan Nasional.

Jakarta, Januari 2009

Damos Dumoli Agusman


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top