L. Pancasila

Sejarah Lambang Garuda Pancasila


Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda
yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda),
perisai
berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada
leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. 

Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Sejarah
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan
terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk
Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi
Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga
yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi
Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca
ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali.
Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan,
kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu,
Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga
tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai
“Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja agung para burung”.
Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala,
paruh, sayap, dan cakar elang,
tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam
ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan
dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran
melawan Naga.
Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah
menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan
ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.
Sultan Hamid II
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia
Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Rancangan awal Garuda Pancasila
Merujuk keterangan Bung Hatta
dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang
Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua
rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M
Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka
bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”.Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara
yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi
untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap terlalu bersifat mitologis.



Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada
 
11 Februari 1950
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20
Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis
kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain
penambahan “jambul” pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan
Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu
mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan
bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran
dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila
terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas
yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.

Deskripsi


Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.

Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:

    • 17 helai bulu pada masing-masing sayap
    • 8 helai bulu pada ekor
    • 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
    • 45 helai bulu di leher

Perisai

  • Perisai
    adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban
    Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
    pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
  • Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa
    yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu
    negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke
    barat.
  • Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia “merah-putih“. Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
  • Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut:
  1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di
    bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar
    hitam;
  2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan
    tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai
    berlatar merah;
  3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih;
  4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
    dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah; dan
  5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
    dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai
    berlatar putih.

Pita  “Bhinneka Tunggal Ika”
  • Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” berwarna hitam.
  • Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
    Kata “bhinneka” berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata
    “tunggal” berarti satu, kata “ika” berarti itu. Secara harfiah Bhinneka
    Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun
    berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di
    antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini
    digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara
    Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
    bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Aturan Penggunaan

Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24
Tahun 2009
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara
diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Referensi:
www.wikipedia.org
www.youtube.com

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top