Dalam kehidupan
sosial budaya, ternyata melalui tulisannya banyak para ahli sejarah
menyebut-nyebut Magetan. Demikian pula dalam kenyataanya, di Magetan tidak
sedikit dijumpai peninggalan-peninggalan pada jaman dahulu kala, misalnya di
desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan, di desa Cepoko Kecamatan Panekan. Di
makam Sonokeling desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan terdapat sebuah makam
yang membujur kearah utara selatan. Batu nisan sebelah berukuran lebar 34 cm,
tebal 26 cm, tinggi 66 cm yang bahannya terbuat dari batu andezit dimana bentuk
tulisannya diperkirakan berasal dari sekitar abad 9.
sosial budaya, ternyata melalui tulisannya banyak para ahli sejarah
menyebut-nyebut Magetan. Demikian pula dalam kenyataanya, di Magetan tidak
sedikit dijumpai peninggalan-peninggalan pada jaman dahulu kala, misalnya di
desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan, di desa Cepoko Kecamatan Panekan. Di
makam Sonokeling desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan terdapat sebuah makam
yang membujur kearah utara selatan. Batu nisan sebelah berukuran lebar 34 cm,
tebal 26 cm, tinggi 66 cm yang bahannya terbuat dari batu andezit dimana bentuk
tulisannya diperkirakan berasal dari sekitar abad 9.
Di dukuh Sadon
desa Cepoko kecamatan Panekan terdapat Kalamakara dengan reruntuhan batu
lainnya yang bahannya juga dari batu andezit. Berdasarkan hal tersebut terdapat
kemungkinan dipersiapkannya pendirian bangunan candi. Pada reruntuhan batu yang
terletak dibawah makara terdapat tulisan yang tidak terbaca karena sudah rusak,
dari bentuk tulisannya dapat diperkirakan bahwa peninggalan tersebut dari jaman
Erlangga (Kediri). Reruntuhan tersebut oleh masyarakat sekitar dikenal dengan
nama Dadung Awuk.
desa Cepoko kecamatan Panekan terdapat Kalamakara dengan reruntuhan batu
lainnya yang bahannya juga dari batu andezit. Berdasarkan hal tersebut terdapat
kemungkinan dipersiapkannya pendirian bangunan candi. Pada reruntuhan batu yang
terletak dibawah makara terdapat tulisan yang tidak terbaca karena sudah rusak,
dari bentuk tulisannya dapat diperkirakan bahwa peninggalan tersebut dari jaman
Erlangga (Kediri). Reruntuhan tersebut oleh masyarakat sekitar dikenal dengan
nama Dadung Awuk.
Ditempat lain
juga terdapat peninggalan-peninggalan yang lain seperti di puncak gunung Lawu
wilayah kabupaten Magetan yaitu peninggalan yang berbentuk Pawon Sewu (candi
pawon) atau punden berundak yang diperkirakan sebagai hasil budaya jaman
Majapahit. Demikia juga di lereng gunung Lawu terdapat peninggalan candi Sukuh
dan candi Ceto. Adanya peninggalan-peninggalan tersebut sesuai dengan
perkembangan di akhir kerajaan Majapahit, dimana waktu itu banyak rakyat dan
kalangan keraton yang meninggalkan pusat kerajaan dan pergi ke gunung-gunung
dalam usaha mempertahankan kebudayaan dan agama Hindu termasuk gunung Lawu
kabupaten Magetan.
juga terdapat peninggalan-peninggalan yang lain seperti di puncak gunung Lawu
wilayah kabupaten Magetan yaitu peninggalan yang berbentuk Pawon Sewu (candi
pawon) atau punden berundak yang diperkirakan sebagai hasil budaya jaman
Majapahit. Demikia juga di lereng gunung Lawu terdapat peninggalan candi Sukuh
dan candi Ceto. Adanya peninggalan-peninggalan tersebut sesuai dengan
perkembangan di akhir kerajaan Majapahit, dimana waktu itu banyak rakyat dan
kalangan keraton yang meninggalkan pusat kerajaan dan pergi ke gunung-gunung
dalam usaha mempertahankan kebudayaan dan agama Hindu termasuk gunung Lawu
kabupaten Magetan.
Hal ini telah
disebut pula dalam babad Demak antara lain sebagai berikut : bahwa pangeran
Gugur putera Brawijaya Pamungkas yang oleh masyarakat Magetan disebut sunan
Lawu, bermukim diwilayah gunung Lawu yang batasnya sebelah selatan Pacitan,
sebelah timur bengawan Magetan dan sebelah utara bengawan (Solo, Ngawi,
Bojonegoro).
disebut pula dalam babad Demak antara lain sebagai berikut : bahwa pangeran
Gugur putera Brawijaya Pamungkas yang oleh masyarakat Magetan disebut sunan
Lawu, bermukim diwilayah gunung Lawu yang batasnya sebelah selatan Pacitan,
sebelah timur bengawan Magetan dan sebelah utara bengawan (Solo, Ngawi,
Bojonegoro).
Dalam babad Tanah Jawi terdapat
bait-bait sebagai berikut :
bait-bait sebagai berikut :
Pupuh 3 :
Anging arine raneki
Sang dipati tan purun ngalihno
Dene patedan Sang Raji
Pandji sureng raneku
Duk sang nata aneng samawis
Mangkana Kartojudo
Ing raka tinuduh
Anggetjah mantjanegoro ponorogo,
madiun lan saesragi
madiun lan saesragi
Kaduwang ka magetan
Pupuh 5 :
Saking nagari ing Surawesti
Wus sijaga sedja magut ing prang
Mring demang Kartojudone
Ing pranaraga ngumpul
Ka Magetan kaduwung sami
Tuwin ing Jagaraga
Pepak neng Madiun
Sampun ageng barisira
Sira demang Kartojudo budal saking
Caruban saha bala
Pupuh 8 :
Sira demang Kartojudo aglis
Budal saking Madiun negara
Mring Jagaraga kersane
Dene ingkang tinuduh
Mring kaduwang mantri kekalih
Ngabehi Tambakbojo
Lawan Wirantanu
Angirid prajurit samas
Mantri kalih ing kaduwang sampun
prapti
prapti
Mandek barisira
Pupuh 9 :
Nahan gantija kawuwusa
Sri Narendra gja wagunen ing galih
Denja mijarsa warta
………………………………………………..
Pupuh 10 :
Pambalike wong Mantjanegoro
Geger tepis iring Kartosuro
………………………………………….
Dari tulisan
tersebut diatas yang teruntai dalam bentuk tembang dandang gulo dapat diambil
kesimpulan bahwa :
tersebut diatas yang teruntai dalam bentuk tembang dandang gulo dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Pertama :
Magetan benar-benar merupakan daerah Mancanegoro Mataram (daerah takluk
kerajaan Mataram)
Magetan benar-benar merupakan daerah Mancanegoro Mataram (daerah takluk
kerajaan Mataram)
Kedua : Magetan
adalah tempat berkumpulnya prajurit Mancanegoro untuk menyerang pusat
pemerintahan Mataram yang pada saat itu berada dibawah pengaruh kekuasaan kompeni
belanda
adalah tempat berkumpulnya prajurit Mancanegoro untuk menyerang pusat
pemerintahan Mataram yang pada saat itu berada dibawah pengaruh kekuasaan kompeni
belanda
Ketiga :
Kekacauan terus menerus yang dialami oleh pusat pemerintahan
Kekacauan terus menerus yang dialami oleh pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram
yang lazim disebut sebagai perang mahkota (didalangi oleh kompeni belanda) maka
Magetan sebagai daerah mancanegoro mendapat pengaruh langsung dari perang mahkota
itu. Akibat perang tersebut banyak leluhur Mataram yang wafat dan dimakamkan di
daerah Magetan.
yang lazim disebut sebagai perang mahkota (didalangi oleh kompeni belanda) maka
Magetan sebagai daerah mancanegoro mendapat pengaruh langsung dari perang mahkota
itu. Akibat perang tersebut banyak leluhur Mataram yang wafat dan dimakamkan di
daerah Magetan.
Dengan data-data
tersebut diatas penting sekali bahwa warisan-warisan leluhur dan latar belakang
sejarah Kabupaten Magetan itu terus dipepetri sehingga tetap mempunyai nilai,
arti dan jiwa pendorong semangat demi suksesnya pembangunan yang semakin
berkembang.
tersebut diatas penting sekali bahwa warisan-warisan leluhur dan latar belakang
sejarah Kabupaten Magetan itu terus dipepetri sehingga tetap mempunyai nilai,
arti dan jiwa pendorong semangat demi suksesnya pembangunan yang semakin
berkembang.
Kumpulan Sejarah {http://juragansejarah.blogspot.com}
Proses Berdirinya Kabupaten Magetan
Kabupaten Magetan Pada zaman Belanda
Kabupaten
Magetan dibawah pimpinan Bupati Yoso Negoro mengalami kehidupan yang tenang,
semakin lama semakin ramai dan berkembang. Beliau sangat bijaksana dan
berpandangan jauh. Mataram sebagai tanah kelahirannya tidak rela dijajah oleh
kompeni Belanda. Beliau banyak mencurahkan perhatiannya pada kesejahteraan
rakyat dan keamanan daerah Magetan. Beberapa tahun kemudian Magetan
dilanda bencana alam kekurangan bahan makanan. Sehingga banyak timbul
perampokan-perampokan. Kerena meluasnya berandal yang sulit diatasi, maka
beliau memberanikan diri mohon bantuan ke pusat pemerintahan Mataram. Dari
bantuan Mataram ini akhirnya situasi bisa diatasi dan keamanan daerah pulih
kembali. Tidak lama kemudian beliau wafat, beliau beserta istrinya dimakamkan
di makam Setono Gedong di desa Tambran Kecamatan Magetan.
Magetan dibawah pimpinan Bupati Yoso Negoro mengalami kehidupan yang tenang,
semakin lama semakin ramai dan berkembang. Beliau sangat bijaksana dan
berpandangan jauh. Mataram sebagai tanah kelahirannya tidak rela dijajah oleh
kompeni Belanda. Beliau banyak mencurahkan perhatiannya pada kesejahteraan
rakyat dan keamanan daerah Magetan. Beberapa tahun kemudian Magetan
dilanda bencana alam kekurangan bahan makanan. Sehingga banyak timbul
perampokan-perampokan. Kerena meluasnya berandal yang sulit diatasi, maka
beliau memberanikan diri mohon bantuan ke pusat pemerintahan Mataram. Dari
bantuan Mataram ini akhirnya situasi bisa diatasi dan keamanan daerah pulih
kembali. Tidak lama kemudian beliau wafat, beliau beserta istrinya dimakamkan
di makam Setono Gedong di desa Tambran Kecamatan Magetan.
Setelah Bupati
Yosonegoro wafat pada tahun 1703, beliau digantikan oleh Raden Ronggo Galih
Tirtokusumo. Setelah wafat beliau dimakamkan di Durenan Kecamatan Plaosan.
Setelah Ronggo Galih maka bupati berikutnya adalah Raden Tumenggung Mangunrana.
Beliau menjadi Bupati dan berakhir pada tahun 1730. Dan setelah wafat
dimakamkan di Pacalan. Bupati selanjutnya adalah Raden Tumenggung Citradiwirya.
Beliau menjabat Bupati di Magetan selama 13 tahun dan berakhir pada tahun 1743.
Setelah R.T. Citradiwirya sebagai Bupati, penggantinya adalah Raden Arya
Sumaningrat. Beliau menjabat Bupati di magetan selama 12 tahun, yaitu dari
tahun 1743 sampai 1755.
Yosonegoro wafat pada tahun 1703, beliau digantikan oleh Raden Ronggo Galih
Tirtokusumo. Setelah wafat beliau dimakamkan di Durenan Kecamatan Plaosan.
Setelah Ronggo Galih maka bupati berikutnya adalah Raden Tumenggung Mangunrana.
Beliau menjadi Bupati dan berakhir pada tahun 1730. Dan setelah wafat
dimakamkan di Pacalan. Bupati selanjutnya adalah Raden Tumenggung Citradiwirya.
Beliau menjabat Bupati di Magetan selama 13 tahun dan berakhir pada tahun 1743.
Setelah R.T. Citradiwirya sebagai Bupati, penggantinya adalah Raden Arya
Sumaningrat. Beliau menjabat Bupati di magetan selama 12 tahun, yaitu dari
tahun 1743 sampai 1755.
Telah diuraikan
di muka, bahwa dengan semakin berkobarnya pemberontakan Trunojoyo yang didukung
oleh orang-orang Makasar dan pengikut Sunan Gir. Satu demi satu daerah Mataram
jatuh ketangan Trunojoyo, mulai dari Madura, Suropringgo (Surabaya) dan
seterusnya seluruh pesisir utara pulau Jawa. Dalam waktu singkat pusat
pemerintahan Mataram di Pleret (sebelah selatan Yogyakarta) jatuh ke tangan
Trunojoyo pada tanggal 2 Juli 1677. Sultan Amangkurat I melarikan diri dan
wafat di Tegalwangi (Kabupaten Tegal Jawa Tengah).
di muka, bahwa dengan semakin berkobarnya pemberontakan Trunojoyo yang didukung
oleh orang-orang Makasar dan pengikut Sunan Gir. Satu demi satu daerah Mataram
jatuh ketangan Trunojoyo, mulai dari Madura, Suropringgo (Surabaya) dan
seterusnya seluruh pesisir utara pulau Jawa. Dalam waktu singkat pusat
pemerintahan Mataram di Pleret (sebelah selatan Yogyakarta) jatuh ke tangan
Trunojoyo pada tanggal 2 Juli 1677. Sultan Amangkurat I melarikan diri dan
wafat di Tegalwangi (Kabupaten Tegal Jawa Tengah).
Seluruh
benda-benda penting (alat upacara kerajaan) diboyong ke Jawa Timur. Pusat
kerajaan Mataram dipindahkan ke Kediri dibawah kekuasaan Trunojoyo. Selanjutnya
Sultan Amangkurat I digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat II.
Dengan bantuan kompeni Belanda beliau berhasil memadamkan pemberontakan
Trunojoyo.Trunojoyo berhasil ditangkap dan dibunuh. Pusat keraton Mataram
pindah ke Kartosuro pada tahun 1681. Keadaan dalam negeri Mataram dan pusat
pemerintahan Mataram belum benar-benar tenteram. Pada situasi ini terjadilah
pemberontakan Untung Suropati terhadap Mataram (tahun 1684) yang memusatkan
tentaranya di Pasuruan.
benda-benda penting (alat upacara kerajaan) diboyong ke Jawa Timur. Pusat
kerajaan Mataram dipindahkan ke Kediri dibawah kekuasaan Trunojoyo. Selanjutnya
Sultan Amangkurat I digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat II.
Dengan bantuan kompeni Belanda beliau berhasil memadamkan pemberontakan
Trunojoyo.Trunojoyo berhasil ditangkap dan dibunuh. Pusat keraton Mataram
pindah ke Kartosuro pada tahun 1681. Keadaan dalam negeri Mataram dan pusat
pemerintahan Mataram belum benar-benar tenteram. Pada situasi ini terjadilah
pemberontakan Untung Suropati terhadap Mataram (tahun 1684) yang memusatkan
tentaranya di Pasuruan.
Pemberontakan
terhadap Mataram tersebut disebabkan oleh sikap Sunan Mas (Sultan Amangkurat
III) yang sangat radikal anti kepada kompeni Belanda yang pada waktu itu sangat
besar kekuasaannya di pemerintahan Mataram. Sikap Sunan Mas yang demikian
menyebabkan beberapa bangsawan keraton Mataram lebih setuju untuk mengangkat
Pangeran Puger (Paman Sunan Mas) sebagai raja Mataram. Niat ini dilaksanakan
dengan meminta bantuan Belanda di Semarang. Belanda menyanggupkan bantuan asal
Cilacap dan Madura sebelah Timur (daerah mancanegara Mataram) diserahkan kepada
Belanda. Pusat pemerintahan Mataram diserang oleh Belanda bersama tentara
Pangeran Puger. Sunan Mas (Amangkurat III) melarikan diri dari Kartosuro ke
Pasuruan Jawa Timur dan bergabung dengan Untung Suropati.
terhadap Mataram tersebut disebabkan oleh sikap Sunan Mas (Sultan Amangkurat
III) yang sangat radikal anti kepada kompeni Belanda yang pada waktu itu sangat
besar kekuasaannya di pemerintahan Mataram. Sikap Sunan Mas yang demikian
menyebabkan beberapa bangsawan keraton Mataram lebih setuju untuk mengangkat
Pangeran Puger (Paman Sunan Mas) sebagai raja Mataram. Niat ini dilaksanakan
dengan meminta bantuan Belanda di Semarang. Belanda menyanggupkan bantuan asal
Cilacap dan Madura sebelah Timur (daerah mancanegara Mataram) diserahkan kepada
Belanda. Pusat pemerintahan Mataram diserang oleh Belanda bersama tentara
Pangeran Puger. Sunan Mas (Amangkurat III) melarikan diri dari Kartosuro ke
Pasuruan Jawa Timur dan bergabung dengan Untung Suropati.
Pada saat-saat
transisi di pemerintahan Mataram inilah, Magetan sebagai daerah mancanegara
Mataram yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, berada dibawah
perintah seorang penguasa daerah yang bergelar Adipati, yakni Kanjeng Kyai
Adipati Purwodiningrat. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat adalah putra dari
Raden Tumenggung Sasrawinata yaitu bupati Pasuruan yang wafat di Pasuruan dan
keturunan dari Panembahan Cakraningrat I yang wafat pada tahun 1630 di Kamal
yang kemudian dimakamkan di Astana Hermata Madura. Tugas beliau yang pertama
adalah mengamankan daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih tepatnya
daerah Magetan jangan sampai terkena kekacauan akibat perang saudara di pusat
pemerintahan Mataram. Sebelum menjabat Bupati Magetan beliau adalah seorang
Tumenggung yang menjabat Bupati di Kertosono.
transisi di pemerintahan Mataram inilah, Magetan sebagai daerah mancanegara
Mataram yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, berada dibawah
perintah seorang penguasa daerah yang bergelar Adipati, yakni Kanjeng Kyai
Adipati Purwodiningrat. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat adalah putra dari
Raden Tumenggung Sasrawinata yaitu bupati Pasuruan yang wafat di Pasuruan dan
keturunan dari Panembahan Cakraningrat I yang wafat pada tahun 1630 di Kamal
yang kemudian dimakamkan di Astana Hermata Madura. Tugas beliau yang pertama
adalah mengamankan daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, lebih tepatnya
daerah Magetan jangan sampai terkena kekacauan akibat perang saudara di pusat
pemerintahan Mataram. Sebelum menjabat Bupati Magetan beliau adalah seorang
Tumenggung yang menjabat Bupati di Kertosono.
Pemerintahan
Kabupaten Magetan dibawah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menjadi tentram
dan wilayah pemerintahan menjadi daerah mancanegara dari Mataram. Beliau
berkesimpulan bahwa para raja Mataram didalam batinnya tidak senang kepada
Belanda, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Kebencian terhadap kompeni dikaitkan
dengan pemberontakan terus menerus terhadap pusat pemerintahan yang berada
dibawah pengaruh Belanda. Beliau anti kepada Belanda, namun mengingat kemempuan
yang ada dan melihat kejadian-kejadian yang dialami pemerintahan Mataram, maka
beliau lebih memusatkan perhatian kepada kesejahteraan rakyat Magetan. Sampai
beliau wafat, Magetan dalam keadaan aman. Kehidupan rakyat tentram walaupun
Mataram mengalami kekisruhan akibat perang saudara yang disebut sebagai suksesi
oorlog oleh para ahli sejarah. Jenazah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat
dimakamkan di tanah bekas perdikan desa Pacalan Kecamatan Plaosan. Sedangkan
makam Nyai Mas Purwodiningrat terletak di bekas perdikan desa Pakuncen wilayah
Kertosono. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menurunkan dua orang putri yaitu
:
Kabupaten Magetan dibawah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menjadi tentram
dan wilayah pemerintahan menjadi daerah mancanegara dari Mataram. Beliau
berkesimpulan bahwa para raja Mataram didalam batinnya tidak senang kepada
Belanda, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Kebencian terhadap kompeni dikaitkan
dengan pemberontakan terus menerus terhadap pusat pemerintahan yang berada
dibawah pengaruh Belanda. Beliau anti kepada Belanda, namun mengingat kemempuan
yang ada dan melihat kejadian-kejadian yang dialami pemerintahan Mataram, maka
beliau lebih memusatkan perhatian kepada kesejahteraan rakyat Magetan. Sampai
beliau wafat, Magetan dalam keadaan aman. Kehidupan rakyat tentram walaupun
Mataram mengalami kekisruhan akibat perang saudara yang disebut sebagai suksesi
oorlog oleh para ahli sejarah. Jenazah Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat
dimakamkan di tanah bekas perdikan desa Pacalan Kecamatan Plaosan. Sedangkan
makam Nyai Mas Purwodiningrat terletak di bekas perdikan desa Pakuncen wilayah
Kertosono. Kanjeng Kyai Adipati Purwodiningrat menurunkan dua orang putri yaitu
:
·
Pertama, Putri Sepuh Gusti Kanjeng
Ratu Kedaton garwo dalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II.
Pertama, Putri Sepuh Gusti Kanjeng
Ratu Kedaton garwo dalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwono II.
·
Kedua, Putri Anom Gusti Kanjeng
Ratu Anom, garwo dalem Pangeran Paku Alam yang kemudian disebut Gusti Kanjeng
Paku Alam I.
Kedua, Putri Anom Gusti Kanjeng
Ratu Anom, garwo dalem Pangeran Paku Alam yang kemudian disebut Gusti Kanjeng
Paku Alam I.
Bupati Magetan
berikutnya setelah wafatnya Bupati Kanjeng Kyai Purwodiningrat ialah Bupati
Raden Tumenggung Sasradipura. Beliau wafat pada tahun 1825. Bupati selanjutnya
adalah Raden Tumenggung Sasrawinata. Pada masa pemerintahan Bupati Raden
Tumenggung Sasrawinata ini terdapat peristiwa-peristiwa penting, yaitu :
berikutnya setelah wafatnya Bupati Kanjeng Kyai Purwodiningrat ialah Bupati
Raden Tumenggung Sasradipura. Beliau wafat pada tahun 1825. Bupati selanjutnya
adalah Raden Tumenggung Sasrawinata. Pada masa pemerintahan Bupati Raden
Tumenggung Sasrawinata ini terdapat peristiwa-peristiwa penting, yaitu :
·
Pada tanggal 4 Juli 1830 atau 3
Sura tahun Je 1758, Belanda mengadakan konferensi di desa Sepreh (Ngawi),
dengan mengundang semua Bupati Mancanegara wetan. Ketetapan konferensi itu
bahwa semua Bupati Mancanegara wetan harus menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta
dan Susuhunan Surakarta dan mulai saat itu harus tunduk kepada Belanda di
Batavia.
Pada tanggal 4 Juli 1830 atau 3
Sura tahun Je 1758, Belanda mengadakan konferensi di desa Sepreh (Ngawi),
dengan mengundang semua Bupati Mancanegara wetan. Ketetapan konferensi itu
bahwa semua Bupati Mancanegara wetan harus menolak kekuasaan Sultan Yogyakarta
dan Susuhunan Surakarta dan mulai saat itu harus tunduk kepada Belanda di
Batavia.
Sejak tahun 1830
Kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda. Pada masa itu yang menjabat
Bupati Magetan adalah R.T. Sasrawinata (wafat tahun 1837). Kabupaten Magetan
dipecah menjadi 7 daerah Kabupaten , yaitu :
Kabupaten Magetan menjadi daerah jajahan Belanda. Pada masa itu yang menjabat
Bupati Magetan adalah R.T. Sasrawinata (wafat tahun 1837). Kabupaten Magetan
dipecah menjadi 7 daerah Kabupaten , yaitu :
1. Kabupaten Magetan I (kota) dengan Bupati R.T. Sasrawinata
2. Kabupaten Magetan II (Plaosan) dengan Bupati R.T. Purwawinata
3. Kabupaten Magetan III (Panekan) dengan Bupati R.T. Sastradipura
4. Kabupaten Magetan IV (Goranggareng Genengan) dengan Bupati R.T.
Sasraprawiro yang berasal dari Madura.
Sasraprawiro yang berasal dari Madura.
5. Kabupaten Magetan V (Goranggareng Ngadirejo) dengan Bupati R.T.
Sastradirya
Sastradirya
6. Kabupaten Maospati (setelah ditinggalkan oleh Bupati wedana R. Ronggo
Prawiradirja), Bupatinya R.T. Yudaprawiro.
Prawiradirja), Bupatinya R.T. Yudaprawiro.
7. Kabupaten Purwodadi, Bupatinya R. Ngabehi Mangunprawiro (sejak tahun
1825 disebut R. Ngabehi Mangunnagara).
1825 disebut R. Ngabehi Mangunnagara).
Pada tahun 1837
Kabupaten Magetan II dan Magetan III dihapuskan dan dijadikan satu dengan
Kabupaten Magetan I. Pada tahun 1866 Kabupaten Goranggareng dihapuskan. Pada
tahun 1870 kabupaten Purwodadi dihapuskan. Berturut-turut yang menjabat Bupati
di Purwodadi adalah :
Kabupaten Magetan II dan Magetan III dihapuskan dan dijadikan satu dengan
Kabupaten Magetan I. Pada tahun 1866 Kabupaten Goranggareng dihapuskan. Pada
tahun 1870 kabupaten Purwodadi dihapuskan. Berturut-turut yang menjabat Bupati
di Purwodadi adalah :
·
R. Ng. Mangunprawiro alias
R. Ng. Mangunnagara
R. Ng. Mangunprawiro alias
R. Ng. Mangunnagara
·
R. T. Ranadirja
R. T. Ranadirja
·
R. T. Sumodilaga
R. T. Sumodilaga
·
R. T. Surakusumo
R. T. Surakusumo
·
R. M. T. Sasranegara (1856-1870)
R. M. T. Sasranegara (1856-1870)
Pada tahun 1880
Kabupaten Maospati dihapuskan.
Kabupaten Maospati dihapuskan.
Sesudah Kanjeng
Kyai Adipati Purwodiningrat, yang menjabat Bupati Magetan di antaranya adalah
Raden Tumenggung Sasradipura, masih kerabat Sultan Hamengkubuwono II dan
ketentraman Magetan semakin terganggu akibat perang saudara di pusat
pemerintahan Mataram. Dan pada tahun 1742 Raden Mas Garendi (cucu Sunan Mas)
menyerbu keraton Kartosuro sehingga Paku Buwono II meloloskan diri ke Magetan
lewat Tawangmangu dan menuju Ponorogo (Jawa Timur).
Kyai Adipati Purwodiningrat, yang menjabat Bupati Magetan di antaranya adalah
Raden Tumenggung Sasradipura, masih kerabat Sultan Hamengkubuwono II dan
ketentraman Magetan semakin terganggu akibat perang saudara di pusat
pemerintahan Mataram. Dan pada tahun 1742 Raden Mas Garendi (cucu Sunan Mas)
menyerbu keraton Kartosuro sehingga Paku Buwono II meloloskan diri ke Magetan
lewat Tawangmangu dan menuju Ponorogo (Jawa Timur).
Pada masa
pangeran Mangku Bumi (saudara dari Paku Buwono II) memberontak pemerintahan
Mataram di bawah Paku Buwono II, maka dengan campur tangan kompeni Belanda,
perselisihan ini diakhiri dengan diadakannya perjanjian Gianti pada tanggal 13
Desember 1755. Adapun hasil dari perjanjian Gianti adalah Kerajaan Mataram
dibagi menjadi dua bagian yaitu :
pangeran Mangku Bumi (saudara dari Paku Buwono II) memberontak pemerintahan
Mataram di bawah Paku Buwono II, maka dengan campur tangan kompeni Belanda,
perselisihan ini diakhiri dengan diadakannya perjanjian Gianti pada tanggal 13
Desember 1755. Adapun hasil dari perjanjian Gianti adalah Kerajaan Mataram
dibagi menjadi dua bagian yaitu :
·
Mataram dengan ibu kota
Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi, menyatakan diri sebagai
Susuhunan Ing Mataram, bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 11
Desember 1749. Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasultanan.
Mataram dengan ibu kota
Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi, menyatakan diri sebagai
Susuhunan Ing Mataram, bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 11
Desember 1749. Dan selanjutnya daerah ini disebut Kasultanan.
·
Mataram dengan ibu kota Surakarta
di bawah Paku Buwono III (putra Paku Buwono II). Dan selanjutnya daerah ini
disebut Kasunanan.
Mataram dengan ibu kota Surakarta
di bawah Paku Buwono III (putra Paku Buwono II). Dan selanjutnya daerah ini
disebut Kasunanan.
Sebagai akibat
perpecahan wilayah kerajaan Mataram tersebut perlu diuraikan tentang pembagian
dan susunan Mataram. Kerajaan atau negara terdiri atas tiga bagian yaitu :
perpecahan wilayah kerajaan Mataram tersebut perlu diuraikan tentang pembagian
dan susunan Mataram. Kerajaan atau negara terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Nagara yaitu kota atau tempat kedudukan raja.
2. Nagara Agung yaitu daerah-daerah disekitar kota tempat kedudukan raja.
3. Mancanegara yaitu daerah-daerah diluar Nagara dan Nagara Agung.
Bupati
Mancanegara tersebut dikepalai oleh seorang Bupati Wedana (Bupati Kepala).
Daerah-daerah Mancanegara Yogyakarta dan Surakarta meliputi daerah-daerah
berikut :
Mancanegara tersebut dikepalai oleh seorang Bupati Wedana (Bupati Kepala).
Daerah-daerah Mancanegara Yogyakarta dan Surakarta meliputi daerah-daerah
berikut :
Mancanegara
Yogyakarta: Maduin, Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertosono, Kalangbret,
Ngrawa (Tulungagung), Japan (Mojokerto), Bojonegoro, Gerobogan.
Yogyakarta: Maduin, Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertosono, Kalangbret,
Ngrawa (Tulungagung), Japan (Mojokerto), Bojonegoro, Gerobogan.
Mancanegara
Surakarta : Jogorogo, Ponorogo, Separuh Pacitan, Kediri, Blitar, tambah
Srengat dan Lodoso, Pace (Nganjuk-Brebek), Wirosobo (Mojoagung), Blora,
Banyumas dan Keduwang.
Surakarta : Jogorogo, Ponorogo, Separuh Pacitan, Kediri, Blitar, tambah
Srengat dan Lodoso, Pace (Nganjuk-Brebek), Wirosobo (Mojoagung), Blora,
Banyumas dan Keduwang.
Sejas itu Bupati
yang memerintah Kabupaten Magetan berturut-turut sebagai berikut :
yang memerintah Kabupaten Magetan berturut-turut sebagai berikut :
·
Tahun 1837 : Raden Mas Arja
Kertonegoro
Tahun 1837 : Raden Mas Arja
Kertonegoro
Sebelumnya
menjabat Bupati Mojokerto. Tugas utamanya menentramkan masyarakat Magetan
dari insiden-insiden yang terjadi. Beliau hanya menurunkan seorang putri yang
menikah dengan Raden Mas Arya Surohadiningrat II Bupati Ponorogo yang
dimakamkan di Gondoloyo (Ponorogo).
menjabat Bupati Mojokerto. Tugas utamanya menentramkan masyarakat Magetan
dari insiden-insiden yang terjadi. Beliau hanya menurunkan seorang putri yang
menikah dengan Raden Mas Arya Surohadiningrat II Bupati Ponorogo yang
dimakamkan di Gondoloyo (Ponorogo).
·
Tahun 1862 : Raden Mas Arja
Hadipati Surohadiningrat
Tahun 1862 : Raden Mas Arja
Hadipati Surohadiningrat
Sebagai Bupati
Magetan menggantikan Raden Mas Arja Kertonagara
Magetan menggantikan Raden Mas Arja Kertonagara
·
Tahun 1887 : Raden Mas Arja Kerto
Hadinegoro
Tahun 1887 : Raden Mas Arja Kerto
Hadinegoro
Adalah putra
laki-laki dari Raden Mas Arya Surohadiningrat, oleh masyarakat Magetan dikenal
dengan sebutan Gusti Ridder.
laki-laki dari Raden Mas Arya Surohadiningrat, oleh masyarakat Magetan dikenal
dengan sebutan Gusti Ridder.
·
Tahun 1912 : Raden Mas Arya
Hadiwinoto
Tahun 1912 : Raden Mas Arya
Hadiwinoto
Beliau adalah
putra dari Raden Mas Arja Kerto Hadinegoro.
putra dari Raden Mas Arja Kerto Hadinegoro.
·
Tahun 1938 : Raden Mas Tumenggung
Surjo
Tahun 1938 : Raden Mas Tumenggung
Surjo
Beliau adalah
putra menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat Bupati Magetan beliau
menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943 dan Gubernur Republik Indonesia
pertama Jawa Timur mulai tahun 1945 sampai dengan tahun 1948. Beliau gugur pada
tanggal 13 Nopember 1948 waktu berkobarnya pemberontakan PKI Madiun dimana
dalam perjalanan beliau dari Yogyakarta ke Surabaya, ditengah perjalanan di
hutan jati Peleng Kecamatan Kedunggalar Kab. Ngawi dihadang dan dibunuh oleh
pemberontak PKI. Para Bupati tersebut diatas dimakamkan di makam Sasono Mulyo
Sawahan Magetan.
putra menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat Bupati Magetan beliau
menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943 dan Gubernur Republik Indonesia
pertama Jawa Timur mulai tahun 1945 sampai dengan tahun 1948. Beliau gugur pada
tanggal 13 Nopember 1948 waktu berkobarnya pemberontakan PKI Madiun dimana
dalam perjalanan beliau dari Yogyakarta ke Surabaya, ditengah perjalanan di
hutan jati Peleng Kecamatan Kedunggalar Kab. Ngawi dihadang dan dibunuh oleh
pemberontak PKI. Para Bupati tersebut diatas dimakamkan di makam Sasono Mulyo
Sawahan Magetan.
·
Tahun 1943 : Raden Mas Arja
Tjokrodiprojo
Tahun 1943 : Raden Mas Arja
Tjokrodiprojo
kumpulan Sejarah {http://juragansejarah.blogspot.com}
Kabupaten Magetan Pada zaman Penjajahan Jepang
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.