Suatu hari, kerajaan Binatang mengadakan sayembara. Sayembaranya yaitu siapa saja yang bisa masuk paling cepat ke Pintu Gerbang Kerajaan Tua maka dia akan diangkat sebagai Sang Pangeran. Dan dia berhak mewarisi Kerajaan Tua. Sayembara itu terbuka untuk umum.
Sejak dibukanya pendaftaran sayembara itu, ternyata peserta yang mendaftar sangat banyak. Ada kancil, monyet, kelinci, gajah, harimau, singa, ular, badak, tupai, gorilla, komodo, buaya dan beberapa hewan lainnya. Semua bersemangat ingin memenangkan lomba. Mereka menginginkan menjadi Sang Pangeran. Untuk itu, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatunya agar dalam menempuh perjalanan bisa secepat kilat. Harapannya, agar salah satu dari mereka memenangkan sayembara tersebut.
Ketika pelaksanaan sayembara akan dimulai, tiba-tiba datanglah seekor kuda liar. Dia bergegas hendak mendaftarkan diri sebagai peserta juga. Dan niat sang kuda liar tersebut mendapat tanggapan yang beragam dari peserta lainnya.
“Tidak setuju….sayembara sudah akan dimulai.”
“Iya…tidak setuju sebab pendaftaran telah ditutup,” teriak kelinci.
“Datangmu terlambat sih…jadi kita tidak setuju kamu ikut lomba,” seru yang lain
Namun, sang kuda liar mencoba untuk merengek kepada Sang Raja agar dia diperkenankan ikut sayembara. Kuda liar sepertinya agak jengkel kepada teman-temannya. Mereka berusaha mencegah agar dirinya tidak bisa ikut sayembara. “Ini tidak adil,” pikir si kuda liar. Kemudian kuda liar memperhatikan satu persatu teman-temannya dengan perasaan congkak dan sombong. Kuda liar semakin memandang rendah teman-temannya.
“Memangnya, siapa pemilik kerajaannya ini?” kata sang kuda liar. “Apakah kalian pemiliknya? Bukankah sayembara ini terbuka untuk umum? Bukankah pelaksanaan sayembara belum dimulai? Sang Raja saja belum memberi keputusan tentang boleh tidaknya aku ikut sayembara ini. Atau…jangan-jangan kalian khawatir kalah ya melawan aku?”
“Yaaa….tidak begitu, kawan,” kata si monyet membela diri. Sebenarnya si monyet membenarkan ucapan si kuda liar. Mereka takut kalah. “Tapiiii….kamu khan…..”
“Hohohoho….tuhkan kalian tidak bisa menjawab pertanyaanku. Jadi, aku boleh ikut sayembara….hehehehe…hohoho…huhuhu…hahaha,” teriak kuda liar sambil menari-nari di hadapan teman-temannya.
Mendengar keributan di halaman kerajaan, membuat sang raja segera keluar. Dia mencoba untuk menenangkan mereka.
“Ada apa ini? kok kalian saling bertengkar ?” kata sang raja.
“Wahai, raja…'” kata Kuda Liar. “Aku tadi hendak mendaftarkan diri menjadi peserta, namun dihalang-halangi oleh mereka. Bukankah sayembara ini terbuka untuk umum? Jadi rasanya tidak adil dong kalau aku dilarang mengikutinya.”
Sang Raja hanya manggut-manggut saja mendengar penuturan Kuda Liar. Kemudian dia berkata :
“Memang sayembara ini terbuka untuk umum, tidak peduli siapa saja boleh mengikutinya.”
“Horreeeeeee……horeeee….horeeee….aku boleh ikut….aku boleh ikut…terima kasih Raja,” teriak Kuda Liar.
Kegembiraan si Kuda Liar ternyata tidak diikuti hewan-hewan yang lain. Seluruh hewan nampak kecewa, sedih dan saling menggerutu. Bahkan, nyali mereka menjadi ciut. Mereka sadar bahwa kekuatan lari sang kuda liar tidak ada yang bisa menandingi. Kekuatan lari sang kuda liar secepat kilat. Seluruh hewan berpikir bahwa sia-sia saja mereka mengikuti sayembara. Tidak ada gunanya mereka berpayah-payah mengikutinya. Buang-buang tenaga dan waktu saja. Sebab, sudah dapat dipastikan bahwa si Kuda Liarlah yang akan memenagkan sayembara itu. Si kuda liar memiliki tenaga dan bisa lari secepat kilat dibandingkan mereka.
“Sang Raja, saya mengundurkan diri mengikuti sayembara ini.”
“Saya juga mengundurkan diri”
“Saya juga….saya juga…saya juga….saya juga” seru hewan-hewan yang lain.
Sang raja terkejut mendengar seluruh hewan mengunduran diri mengikuti sayembara.Sang raja amat kecewa. Namun dia tidak bisa memaksakan kehendak kepada mereka. Dia tidak bisa menghalang-halangi mereka mengundurkan diri mengikuti sayembara.
“Hohohohoho…baguslah kalau kalian tahu diri….” kata kuda liar dengan nada mengejek “Kalian memang tidak sederajat dengan aku. Kalian memang pecundang. Kalian memang pengecut semua. Tenaga kalian memang payaaaaahhhhhh….Capek dech!”
Sang raja masih terdiam. “Kalau sudah begini, lalu apa gunanya diadakan sayembara lagi?” kata sang raja dalam hati. ” Nggak lucu, apabila si kuda liar harus berlomba sendirian. Harusnya dia segera dinobatkan saja sebagai pemenang tunggal bila tidak ada penantangnya” pikir sang raja.
“Baiklah rakyatku, karena kalian telah mengundurkan diri, maka si kuda liar menjadi peserta tunggalnya. Dan menurut peraturan sayembara, apabila dia menjadi peserta tunggal, maka langsung ditetapkan sebagai pemenangnya. Bagaimana?”
Seluruh peserta nampak kecewa mendengarkan keputusan raja. “Semua ini gara-gara si kuda liar sialan itu,” gumam mereka penuh kejengkelan. Memang, seluruh hewan merasa tidak suka dengan kedatangan kuda liar.Akibatnya, mereka gagal total meraih predikat sang Pangeran.
“Baiklah, aku hitung sampai angka tiga. Apabila tidak ada yang berani menantang si Kuda Liar maka dia akan ditetapkan sebagai sang Pangeran Kerajaan. Satuuuu……duaaaaaa…..tiiiiiiiig………..”
“Tunggu sebentarr sang Rajaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..!!!” teriak seekor hewan yang berada di bawah rerimbunan pohon.
Seluruh hewan terkejut dan menoleh ke arah suara tadi. Namun, mereka keheranan dan saling pandang. Ternyata Si Siput yang berteriak sambil berjalan menuju ke podium raja.
“Aku mendaftarkan diri menjadi peserta sayembara, paduka raja” kata si siput.
Hampir semua hewan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan si siput. Cacian dan umpatan dilontarkan kepadanya. Semua hewan memandang rendah si siput. Tidak terkecuali si kuda liar. Si kuda liar hanya bisa memicingkan satu matanya melihat si siput.Dia meremehkannya. Bahkan sesekali lidah si kuda liar dijulurkan ke badan si siput. Hal ini membuat si siput terguling-guling di tanah karena cangkangnya oleng dan badannya ikut terpelanting ke tanah. Namun, si siput berusaha berdiri lagi. Meskipun dengan perjuangan yang tidak mudah, ia terus berusaha membalikkan cangkangnya.Ulah si siput menjadi tontonan bagi mereka.
“Jangan bermimpi terlalu tinggi, Siput,” teriak teman-temannya.
“Kami saja mengundurkan diri menghadapi si kuda liar, apalagi kamu”
“Iya….impianmu benar-benar tidak realistis.”
“Mana mungkin kamu sanggup melawan si kuda liar?”
“Sudahlah…urungkan saja niatmu, Put!”
“Sekali injak saja tubuhmu bisa lumat, Put….urungkan saja niatmu mengikuti sayembara ini.”
Demikian celotehan, makian, hinaan, cercaan kepada si siput. Namun, si siput tetap pada pendiriannya. Pendiriannya sekokoh batu karang di lautan. Meskipun diterpa angin, air, badai dan halilintar dia tetap tegar memegang pendiriannya. Dia tidak akan mundur selangkahpun menghadapi si kuda liar. “BELUM MENCOBA KOK SUDAH MENGUNDURKAN DIRI. BELUM BERTANDING KOK SUDAH BERKATA KALAH. PECUNDANG ITU NAMANYA,” pikir si siput.
“Baiklah kalau begitu,” kata sang Raja. “Aku tidak membedakan siapapun yang mengikuti sayembara ini. Peraturannya tetap sama. Siapa yang terlebih dahulu memasuki pintu gerbang maka dia diangkat sebagai Pangeran.”
“Oke, ayo siap-siap berlomba : Satuuu….duaa….tiigaaaa….” demikian sang raja memberi aba-aba tanda pertandingan dimulai.
Ketika sampai pada hitungan ketiga, sang kuda liar langsung berlari sekencang-kencangnya. Dan dalam sekejap, dia hilang dari pandangan mata sang raja serta teman-temannya. Tetapi sebaliknya dengan si siput, ia mulai berjalan pelan menyusuri jalanan. Tanpa ekspresi apapun dia terus berusaha menyusuri jalanan. Seluruh hewan tertawa terbahak-bahak melihat si siput berjalan. Ada yang terus melontarkan makian. Ada yang berusaha membujuknya agar menghentikan mengikuti sayembara. Bahkan ada yang berusaha melempari tubuhnya dengan air, agar si siput tergelincir dan gagal meneruskan perjalanan.
Namun, pendirian si siput tetap kokoh. Meskipun mendapat cacian, hinaan, cercaan dari teman-temannya tidak mengecilkan niatnya untuk memenangkan lomba yang diikutinya. Dia terus berjalan. Berjalan. Dan berjalan setapak demi setapak menuju pintu gerbang Kerajaan Tua. Rintangan demi rintangan ia singkirkan demi melangkah ke tahap selanjutnya.
Lain si siput, lain pula dengan si kuda liar. Dia kini sudah jauh meninggalkan si siput. Si kuda liar merasa senang, sebab sebentar lagi pasti dialah yang akan menjadi pemenangnya. Sebentar lagi dia akan dinobatkan menjadi Sang Pangeran. Namun, terkadang ia terlihat takabur. Terlalu percaya diri dengan kekuatannya sehingga meremehkan kekuatan lawan. “Hewan jalannya lelet begitu mau menantang aku….ya tidak ada seujung kuku kekuatannya. Seluruh teman-temannya takut menghadapiku, apalagi dengan si kupret kecil itu. Pyuuuuuhhhh….hewan payaaahhhh….hewan leleeeettt,” demikian ejek demi ejekan si kuda liar kepada si siput yang masih jauh berjalan di belakangnnya.
Tiba-tiba, kegembiraan si kuda liar sirna seketika. Ia begitu cemas melihat jalan di depannya. Untuk menuju pintu gerbang kerajaan ternyata dihubungkan dengan sebuah jembatan yang membentang di atas jurang yang dalam. Jembatan itu nampak sudah tua. Banyak bagian jembatan yang sudah rusak. Saat si kuda liar berusaha menginjak jembatan, ternyata bagian yang diinjaknya patah dan jatuh ke dalam jurang. Sehingga dia takut untuk meneruskan langkah menyeberanginya. “Aduuuuuh bagaimana ini? Padahal tinggal selangkah lagi ! Aduuuhhhh….gimana ini,” kata si kuda liar sambil mondar mandir ke sana. Dia mencoba mencari cara untuk bisa melewati jembatan di hadapannya. Namun semakin dia berpikir semakin membuatnya cemas. Dia mau minta bantuan teman, namun teman-temannya sudah membencinya. Akhirnya, dia hanya bisa menangis karena tidak bisa menyeberangi jembatan yang ada di depannya.
Saat hari menjelang gelap, di kejauhan nampak si siput sudah mencapai jembatan juga. Si siput kaget melihat si kuda liar menangis di sisi jembatan.
“Hai, kenapa kamu menangis, teman?” sapa si siput.
Kuda liar tidak menjawab. Bahkan tangisannya semakin keras. Si siput enggan bertanya lagi kepadanya. Ia terus melangkahkan kakinya. Sesampainya di jembatan, ia melangkah penuh kehati-hatian. Dia mencari bagian jembatan yang masih kuat menahan tubuhnya. Dan, dalam langkah ke sembilan puluh sembilan, si siput berhasil menginjakkan kakinya di pintu gerbang kerajaan tua.
“Alhamdulillah….horeeeee…..horeeee….horeeeeee……yess!! yess!! yess!!” teriak si siput kegirangan.
Di pintu gerbang kerajaan tua, ternyata ia telah disambut oleh sang raja. Rupanya sang raja memiliki jalan pintas untuk bisa cepat sampai di sana. Raja amat gembira karena Si siput telah memenangkan sayembara. Lalu, sang Raja segera memasang sebuah Mahkota di kepala si siput. Kini Si Siput dinobatkan sebagai Sang Pangeran. Seluruh hewan yang menyaksikan penobatan si Siput hanya bisa terdiam. Mereka merasa malu telah menghina, mencerca dan meremehkan si Siput. Mereka merasa menyesal dengan sikapnya. Tidak seharusnya mereka meremehkan kemampuan teman.Sebuah prestasi hidup tidak ditentukan oleh kondisi tubuh. Siapapun yang telah diciptakan Allah SWT di dunia ini berhak memenangkan persaingan hidup.Ternyata kekuatan impian bisa diwujudkan dengan kerja keras setahap demi setahap. Jangan takut untuk bermimpi. Wujudkan mimpi kita dengan bekerja setahap demi setahap penuh kesabaran menjalani proses pencapaiannya.
selesai
sumenep, 20 oktober 2012
moral cerita : Jangan takut bermimpi. Jangan pedulikan orang yang menghina, mencerca dan meremehkan
kita yang telah melangkah setahap demi setahap berusaha mewujudkan impian kita.
Kesuksesan adalah saat dimana kita bisa menyelesaikan tahapan demi tahapan perjalanan
kita menuju pencapaian cita-cita.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.