ahmad djuhara.

Rumah Baja Sugiharto – Sebuah Eksperimentasi Tesis Arsitek Ahmad Djuhara


Rumah Baja Sugiharto, Ahmad Djuhara, 2004
Rumah ini mewakili sebuah tesis yang mau dibuktikan si arsitek, yakni Ahmad Djuhara. Tesis itu berupa ide yang  harus dibuktikan melalui sekian banyak level, dari level tentang detail; bagaimana pertemuan bahan, bagaimana pengaturan ruang, sampai kaitannya dengan perkotaan. Meskipun rumah ini cuma berada di perumahan atau permukiman yang lingkungannya mewakili kebanyakan perumahan di Jakarta dan mewakili kelas sosial tertentu (menengah).
Awalnya klien membeli sebuah rumah kemudian mengajak si arsitek yang masih keponakannya itu untuk melihatnya karena mau direnovasi. Tapi kata si arsitek “dirubuhkan saja”, dengan alasan, daripada renovasi lebih baik dibangun dari awal karena harganya lebih terdeteksi dan hasilnya juga memuaskan.
Rumah ini lebarnya 9 meter, yang menurut Djuhara sedikit lebih ‘mewah’ karena kalau dibandingkan dengan kavling lainnya rata-rata lebarnya kebanyakan 6 meter. Rumah ini didesain dengan modular. Baja dan besi memiliki modul yang membawa logika sendiri tentang dimensi. Bagaimana kita bisa membagi dimensi material yang standar itu terbagi habis. Seperti bermain puzzle. Kalau diperhatikan material di rumah ini adalah barang bekas, namun semua pekerjaan diperhatikan dengan teliti; seperti keramik, garis nat lantai harus tetap lurus. Jarak lantai ke lantai (floor to floor) rumah ini adalah 2,4 meter. Awalnya ukuran itu dianggap ideal namun belakangan si arsitek berpikir harusnya dilebihkan 15 centimeter karena modul multiplek dengan ketinggian lantai 2,4 meter harus dipotong lagi 15 sentimeter. Menurut pemilik, material di rumah ini sederhana semua, tidak ada yang dibeli baru dari toko. Di lain sisi, si arsitek ingin membuktikan banyak hal berdasarkan rumus-rumus yang ada di kepalanya, meskipun di lapangan banyak pula yang meleset.
Rumah ini tidak menggunakan paham-paham tradisional seperti di Bali dengan kosala-kosali atau di Jawa yang menggunakan ukuran tubuh manusia. Namun selaras dengan itu, Djuhara yakin bahwa tubuh manusia ini adalah penggaris sekaligus termometer sebagai dasar ukuran. Dibandingkan semua material industri, badan kita sudah menjadi ukuran sendiri. Dengan manusia sebagai ukuran, si arsitek merancang rumah yang nyaman secara suhu. Menurut pengakuna pemilik, di rumah baja ini kalau panas tidak perlu bantuan alat pendingin, cukup buka jendela saja, karena tiga sisi rumah dapat dibuka; sisi selatan, sisi timur ada pintu, dan sisi utara ada jendela dan pintu, sehingga sirkulasi udaranya cukup. Ketika malam sedang mati listrik, ruang di dalam masih terang oleh cahaya langit yang masuk dari jendela kaca yang lebar. 
Eksperimen lain yang dilakukan Djuhara adalah membuat ruang yang lega di lahan yang sempit. Area terbatas bukan menjadi hambatan membangun rumah tinggal. Ketimbang menjejerkan kamar-kamar ke samping, si arsitek justru menumpuknya ke atas. Dibandingkan rumah-rumah sekitar, ruang-ruang di dalam rumah ini lebih banyak; kamar tidur anak tiga walaupun ukurannya kecil-kecil. Apalagi ruang tidur utama yang punya walking closet sendiri dan ruang yang lebih lega. Kalau kamar-kamar ini dijejer kesamping tentu tidak muat kecuali dengan ditumpuk ke atas. Faktor yang mempengaruhi lainnya adalah tangga yang ukurannya diatur supaya tidak memakan ruang yang banyak. Semua ini merupakan rangkaian ‘konstelasi’ ruang yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat optimal di lahan kecil.

Patio di halaman belakang sisi selatan.
Hal tak lazim dari sebuah rumah yang dieksekusi si arsitek adalah menempatkan ruang servis di depan, yakni ruang jemur namun tidak kelihatan dari luar. Atap tempat jemur diatur supaya tidak lebih tinggi dari pagar rumah-rumah sebelah, lantainya diturunkan dengan ketentuan levelnya tidak lebih rendah dari saluran got, supaya aliran air got tidak masuk ke dalam. Orientasi rumah ini diatur sedemikian rupa yang secara given site hanya mengahadap utara dan selatan. Dinding barat yang dibangun dari bata adalah bagian terpaan matahari paling panas. Kalau sore walking closet panas, pakaian di dalam jadi garing. Yang kedua terpanas adalah timur. Ketika rumah tetangga disamping belum tinggi, area timur akan panas sekali. Sehingga kedua sisi ini diberi treatment; sisi barat dengan bata yang sisi timur dengan glass wall dan ditambah gypsum lagi. Yang ketiga terpanas adalah sisi utara; karena lokasi di selatan khatulistiwa bagian ini terkena sinar matahari terus sepanjang hari tapi tidak pernah tegak lurus. Sementara di sisi selatan tidak pernah terkena sinar matahari.
Mengenai komposisi ruang. Pada kamar anak ada bentuk segitiga yang menonjol keluar, berfungsi sebagai meja, sikulasi udara ke bawah dan jendela ke arah enterance. Bahkan sebelumnya dari jendela ini bisa melihat ujung jalan sebelum viewnya terlindung oleh rumah tetangga. Sebagai pembuktian tesis si arsitek, di dalam ruang kecil penghuni dapat ruang yang dibutuhkan; ada tempat tidur, ada ruang belajar, sirkulasi udara, ada lemari secukupnya dan ruang di depan kamar untuk bermain, belajar dan segala macam. Detail jendela merupakan bagian yang dikejar si arsitek meskipun tidak sempurna karena air hujan masih masuk tampias. Namun sebagai ‘mainan’ detail, bagian ini sangat menyenangkan. Pada bagian dapur, istri pemilik sempat protes supaya dapur jangan di depan karena kalau kotor akan terlihat. Cara berpikir ini yang dibalik Djuhara; agar tidak kelihatan kotor dapur harus selalu dibersihkan hingga akhirnya posisi dapur tetap bisa diposisi depan. Hal-hal seperti itu membuahkan ruang yang jadinya lebih kompak. Orang tidak perlu menyekat dapur atau membagi ruang sehingga rumah menjadi sempit.
Bentuk fasad menonjol di kamar tidur utama menciptakan celah yang didetail sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebagai jendela yang memungkinkan pemilik melihat dan mengontrol enterance dan ruang servis di bawah. Namun fasad diatur sedemikian rupa agar orang dari luar tidak bisa melihat ke dalam. Jadi komponen yang ada di fasad tidak hanya cantik komposisinya saja tapi juga fungsional. Balkon dirancang dengan detail lantai kayu yang tidak memakai paku, dan hanya memakai kayu bekas yang tinggal diangkat kalau sudah lapuk. Kayu yang diganti adalah kayu murah, tidak mahal dan lapuknya tidak sekaligus. Di sini prinsip sustainable Djuhara agak berbeda dengan prinsip yang mengatakan bahwa material sustainable itu harus tahan lama. Baginya prinsip sustainable itu adalah; kita paham material apa yang kita pakai, tahannya berapa lama, tahu cara gantinya, susah apa tidak, mahal atau tidak.
Menurut si arsitek kalau barang murah tapi skill pekerjaannya baik dan rapi akan kelihatan mewah. Barang mewah tapi dikerjakan sembrono jadi kelihatan murah. Lalu bagaimana membuat detail-detail itu bisa menua dengan baik. Sebagaimana si arsitek contohkan yang ada di Jakarta kota, detailnya benar tahan terhadap jaman. Semakin tua semakin bagus dan memiliki kharisma. Banyak yang Djuhara pelajari dari proyek ini karena banyak pula kesalahan yang dilakukan.
Jendela kamar tidur berbentuk zig-zag yang membuka ke arah utara.
Ikatan angin pada bangunan hanya dua sisi yang secara struktural menahan kekakuan di dua arah x dan y. Rumah ini menggunakan sistem light construction yang seringan mungkin. Sebenarnya bisa saja bajanya lebih besar namun dengan baja kecil dihitung lebih murah karena biaya pekerjaannya dihitung per kilogram. Material yang mahal pada rumah ini adalah kaca yang dibelain ada karena memberikan efek yang beda. Bagian kamar mandi juga mahal. Banyak rumus-rumus yang mau dibuktikan Djuhara. Ide-ide desain yang belum dicapai di rumah ini diaplikasikan Djuhara pada proyek berikutnya. 
Di awal proyek rumah baja klien mengatakan kalau untuk bangun baru dia tidak punya uang karena hanya tersisa 30 juta. Dengan yakin si arsitek kemudian meyakinkan klien. Klien ingin tinggal lama jadi berpesan ke arsitek jangan sampai yang asal-asalan. Belakangan si klien seperti ‘ditipu’ oleh si arsitek. Klien beli rumah 60 juta punya sisa uang 30 juta, lalu minta rumahnya direnovasi. Si arsitek bertanya ke klien apakah dia percaya dengannya, dan sudah berapa lama dia kenal si arsitek. Si klien berkata kalau si arsitek bagaimanapun adalah keponakannya dan kenal dari lahir, jadi tentunya percaya. Bisa dibayangkan baru beli rumah 60 juta punya sisa 30 juta lalu disuruh rubuhin, dan mau. Tentu membuat istrinya jadi stres. Si arsitek yakin dengan 30 juta rumah bisa dibangun. Tapi nyatanya si klien ‘ditipu’ rumah ini habisnya 75 juta. Mengapa? Karena rumah ini perjuangannya banyak sekali. Dan setelah jadi, tantenya stres lagi karena setelah dibangun rumahnya tidak seperti rumah. Ada tukang becak lewat bertanya; “ibu tinggalnya di sini, ini bukannya pabrik roti”. Bagi banyak orang Ini bukan rumah biasa, bukan lah rumah normal. Tapi setelah dibangun bisa juga ditinggali. 
Teman sejawat arsitek mengatakan ke Djuhara agar desain rumah ini dipatenkan saja. Tapi menurutnya justru kalau bisa banyak orang yang meniru caranya dan membuat sendiri. Menemukan sebuah karya baru lagi yang mungkin lebih menarik. Djuhara berharap banyak orang yang membangun rumah baja lagi supaya diskursus ini berkembang. Karena membuat rumah ini membutuhkan skill atau kemampuan yang tinggi. Namun kalau orang sudah mengerti, ini akan menjadi sebuah revolusi metode dalam membangun rumah karena orang sudah tidak menggunakan lagi material semen, bata, beton dan kayu terlalu banyak. Djuhara ingin kemampuan orang untuk memiliki rumah diberi jalan keluar oleh arsitek. Arsitek kemudian mencari cara atau model bagaimana membuat rumah lebih murah lagi, lebih baik dan sehat. Rumah sehat saja pun cukup, bagaimana rumah bisa dapat sinar matahari. Bagi Djuhara banyak yang tidak berhasil dari rumah baja ini, banyak yang salah dari rumah ini, tapi pelajarannya banyak sekali.
Ar. Ahmad Djuhara
(1966 – 2020)
———-
Rumah Baja Sugiharto, 2004
Dari berbagai sumber
Photo Courtesy: Gregorius Antar

Bacaan terkait:

  • Ridwan Kamil Bicara Tentang Merencanakan Sebuah Rumah Tinggal
  • Kisho Kurokawa: Desain Konsep Simbiosis Rumah Suku Badui
  • Gwathmey House: Hunian Kecil Tiga Lantai dengan Konsep Mezanin
  • Rumah Kontemporer
  • Rumah Lebar 7,5 Meter
  • Membangun Rumah Murah

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top