Resensi

Resensi Buku Kumpulan Cerpen Lukisan Kaligrafi


Ceritanya
asik, menarik, dan penuh makna, begitulah kesan yang saya rasakan saat selesai
membaca kumpulan cerpennya Gus Mus ini. Di dalamnya memuat lima belas cerpen
yang sebagian besar diambil dari beberapa media, yaitu Kompas, Suara Merdeka,
Media Indonesia dan Jawa Pos. Lima belas cerpen ini ditulis kisaran tahun 2002
sampai 2003. Meskipun
demikian, pesan
yang terkandung dalam cerpen-cerpennya masih relevan dengan kondisi zaman saat
ini, dan mungkin juga yang akan datang. Salah satunya dapat dipahami dari
kupitan berikut:

“….
Dimana saja ada pengajian, di kota kecamatan ataupun di desa-desa, dia pasti
mendengar dan datang menghadirinya. Aku tak tahu apa saja yang diperolehnya
dari pengajian-pengajian yang begitu rajin ia ikuti itu. Nyatanya kelakuannya
seperti kebanyakan warga kampung yang lain, dari dulu tidak berubah.
Kesukaannya menggunjing orang ya tidak berkurang. Hobinya bohong juga
berlanjut. Kesenangannya pada duit malah bertambah-tambah….
” (Mubalig Kondang, hal. 103).

Cerpen pertama berjudul Gus
Jakfar
. Cerita tentang seorang putra kiai yang memiliki keistimewaan dan
ketenaran dari pada saudara-saudaranya yang lain. Keistimewaan itu ialah dapat
membaca tanda-tanda yang ada pada seseorang. Namun kemudian pribadi Gus Jakfar,
putra kiai itu, berubah setelah menghilang selama berminggu-minggu. Perubahan
sikapnya terjadi setelah bertemu dengan Kiai Tawakkal, yang di kalangannya
lebih dikenal dengan sebutan Mbah Jogo. Gus Jakfar mendapatkan sebuah wejangan
bahwa cobaan terberat orang yang memiliki kemampuan dan kelebihan adalah
takabbur. Dari situlah ia mendapatkan pemahaman dan memilih tidak lagi
menampakkan kelebihan yang dimiliki.

Dilanjutkan dengan cerpen kedua
berjudul Gus Muslih. Ia adalah sosok kiai yang cerdas dan kritis dalam
melihat realita. Karena sikap cerdas dan kritis itulah kemudian ia kurang
disukai oleh sebagian kelompok masyarakat di sekitarnya. Apalagi saat diketahui
Gus Muslih memelihara anjing, yang sebenarnya ia ambil di tengah jalan dalam
keadaan basah kuyup dan luka di bagian tubuhnya. Dalam cerita ini, penulis
menyiratkan sebuah pesan bahwa posisi manusia sebagai khalifah bertugas
memimpin dan menebar cinta kasih kepada seluruh makhluk hidup di muka bumi ini,
termasuk hewan.

Cerpen berikutnya Amplop Abu-abu.
Di dalamnya berkisah tentang kiai dengan profesinya sebagai mubalig. Setiap
kali ceramah selalu mendapatkan banyak amplop yang berisi sejumlah uang. Namun
dari sekian banyak amplop yang diperoleh, ada satu amplop misterus berwarna
abu-abu. Dari lima pengajian yang diisi, ada lima amplop abu-abu yang yang
terkumpul dan jumlah uangnya sama. Uniknya dari empat amplop ada pesan-pesan
tertentu yang ditujukan khusus kepada si mubalig tersebut lengkap dengan
tanggal, bulan dan tahun amplop itu diberikan. Salah satunya pesannya, “Setelah
anda menasihati orang lain, sudahkah anda menasihati diri anda sendiri?” Di
amplop yang kelima, baru sang kiai tahu siapa pemberinya, karena di dalamnya
tertera nama dan tanda tangan; Hamba Allah, Khidir.

Cerpen berjudul Bidadari Itu
Dibawa Jibril
, memuat kisah tentang sosok muslimah yang taat dan akhirnya
keluar dari Islam. Kemudian cerpen Ning Ummi, yaitu perempuan cantik dan
cerdas serta menjadi kebanggaan di lingkungan pesantren yang ending ceritanya
kawin dengan kiai tua dan dijadikan istri keempat. Judul cerpen Iseng,
penulisnya berberita tentang bertemunya sosok pria yang menaruh kagum cukup
besar pada seorang wanita. Namun mereka terpisah sudah tiga puluh tahun
lamanya. Dalam satu acara yang sama-sama hadir sebagai penceramah, si pria
dibuat terkejut dengan perubahan fisik wanita yang awalnya begitu dikagumi.
Saya pribadi kurang tahu, kenapa penulis memilih kata Iseng sebagai
judul cerpennya.

Selanjutnya, Lebaran Tinggal Satu
Hari Lagi
. Gus Mus menghadirkan cerita tentang kegundahan hati seorang
istri saat menunggu suaminya pulang merantau. Cerpen Lukisan Kaligrafi
yang dijadikan judul utama dalam buku ini, menurut saya adalah ruh dari
cerpen-cerpen yang lain. Kang Amin adalah judul cerpen dengan kisah
pengabdian seorang ndalem keluarga Kiai Nur. Dari pergulatan cinta
kepada anak sang kiai yang tak terwujud, akhirnya ia menikah dengan Nyai
Jamilah, mengganti posisi Kiai Nur yang sudah meninggal. Beda dengan cerpen Kang
Kasanun
, sosok yang dikagumi karena memiliki ilmu halimunan atau ilmu agar
bisa menghilang.

Tak kalah menariknya cerpen Ndara
Mat Amit,
yaitu seorang penyamar untuk menutupi status dirinya di
kalangan masyarakat. Ia tampil seperti orang gila, tetapi kemudian kedok itu terungkap
oleh sosok penyamar juga yang bernama Kang Min. Sedangkan cerpen Mbah Sidiq
mengungkap tentang penyesalan Nasrul kepada Mbah Sidiq yang awalnya dikagumi
sebagai sosok hebat dengan keistimewaan tertentu. Mubalig Kondang adalah
sebuah kritik pada orang-orang yang suka datang ke pengajian, tetapi seolah
terbentang jarak antara isi pengajian dengan perilaku hidup sehari-harinya. Ngelmu
Sigar Raga
berkisah tentang seorang wakil rakyat yang sukses, tetapi justru
seperti kehilangan ruang di rumahnya sendiri. Cerpen terakhir adalah Mbok
Yem,
kisah cinta kakek-nenek, berlatar di tanah suci, karena sedang
melaksanakan ibadah haji.     

Cerpen dengan nuansa religi yang
tinggi dan beberapa di antaranya berlatar pesantren, memberikan daya pikat
tersendiri. Tidak hanya karena temanya yang menarik, tetapi alur ceritanya disajikan
dengan sangat apik dan menggelitik. Beberapa konflik di dalamnya mengaduk-aduk
pikiran dan emosi pembaca. Apa yang saya tulis di atas hanyalah gambaran
singkat yang saya tangkap dari semua cerpen di buku ini. Selebihnya, bisa baca
sendiri.



Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top