Resensi

RAPIJALI 1: Mencari


 

Menulis merupakan suatu upaya menuangkan isi pikiran dalam bentuk bahasa
atau kata-kata. Isi pikiran itu berupa data yang diperlukan dalam
melahirkan suatu karya. Karena faktor utama yang menentukan kualitas
tulisan ialah kelengkapan data, kemudian penghayatan penulis dan
kemampuan menarasikannya secara sistematis. 

Itulah
sebabnya, Dee Lestari dalam menulis ulang novel ini melakukan riset
terlebih dahulu ke beberapa tempat, seperti Batu Karas, Cijulang, Green
Canyon, Batu Nunggal, Pantai Madasari, termasuk SMA 1 Parigi. Karena
penulis tidak serta merta melanjutkan cerbung Planet Ping menjadi
Rapijali, tetapi ia memulai dari nol dan menyesuaikannya dengan realita
kekinian. 
Musik adalah tema utama dalam novel
Rapijali ini. Sebelum dikenal sebagai penulis, Dee Lestari adalah musisi
yang memiliki konsentrasi dalam dunia musik yang dimulai sejak masih
sekolah. Kecintaannya terhadap seni musik diaktualisasikan dalam novel
ini dengan alur cerita yang menarik, konflik yang menukik serta daya
imajinasinya yang kuat dan memikat.  
Pada usia
tujuh belas tahun (1993), Dee Lestari menulis cerbung dengan judul
Planet Ping. Kemudian, naskah cerbung itu mati suri selama dua puluh
tujuh tahun. Dalam rentang waktu itu, lahir dua novel spektakuler, yaitu
Perahu Kertas dan Aroma Karsa. Dengan beberapa pertimbangan tertentu,
terpaksa cerbung Planet Ping harus mengalah dan baru terbangun dari
tidur panjangnya di awal 2021 ini.
Lovinka
sebagai tokoh utama, yang lebih akrab dengan panggilan Ping adalah sosok
anak yang mempunyai bakat musik warisan kakeknya yang bernama Yuda
Alexander. D’Breho adalah grup band ternama di Batu Karas yang dipimpin
oleh Yuda. Hampir tiap hari personel grup band tersebut berkumpul di
rumahnya, dan Ping menjadikan kesempatan itu untuk mengasah
kemampuannya. Ping juga menjadi bagian D’Breho menggantikan salah satu
personelnya yang meninggal.
Kecintaannya
terhadap musik membuatnya ingin masuk sekolah musik. Bersama Oding
sabahat karibnya sejak kecil, Ping selalu bermain dan Oding setia
mendampingi. Namun, kebersamaan itu tidak berlangsung hingga lulus SMA.
Saat Yuda meninggal, Ping dijemput oleh ayah kandungnya dan dibawa
tinggal bersama di ibu kota. Melalui asisten pribadinya, Dahlia, Ping
meninggalkan Batu Karas dan melanjutkan cita-citanya di Jakarta.
Berhubung Guntur, ayah Ping, aktif di dunia politik dan menjadi Wali
Kota Jakarta Selatan, ia harus menyembunyikan identitas Ping sebagai
anak kandungnya dan memposisikannya sebagai anak angkat.
Meski
Ping bersedia ikut, tetapi hatinya sangat berat meninggalkan Batu Karas
dan Sungai Cijulang. Baginya tempat kelahirannya itu menyimpan banyak
kenangan bersama Yuda, D’Breho dan tentunya Oding. Ping yang memahami
dirinya sebagai anak angkat Guntur, bersikap sebagaimana anak ajudan
yang bekerja di rumah besar itu. 
Pradipa
Bangsa adalah sekolah Ping yang baru. Mula-mula ia kesulitan mendapat
teman. Situasinya sangat berbeda dengan Batu Karas. Bahkan Lovardi, anak
Guntur, yang sebenarnya saudara Ping, enggan menerima keberadaannya.
Bahkan di sekolah, berbagai kesulitan yang dialami Ping, Ardi tidak
peduli, apalagi sudi membantunya. 
Namun, Batu
Karas dan sungai Cijulang telah menjadikan Ping sosok perempuan yang
kuat. Ia tidak mudah rapuh dengan berbagai penolakan di tempatnya yang
baru. Hingga pada akhirnya, ia menemukan kawan yang dapat mengisi
kekosongannya, yaitu Inggil, teman sekelas yang punya ambisi tinggi
dalam mempertahankan prestasi akademik. Di Pradipa Bangsa ada satu
tempat yang sering dikunjungi Ping pada jam istirahat, yaitu Music Room.
Seiring
berjalannya waktu, Ping mulai bisa beradaptasi dengan kehidupan kota di
Jakarta. Dalam mewujudkan mimpinya, Ping dan beberapa temannya
membentuk grup band untuk mengikuti lomba yang akan disiarkan langsung
di TVRI. Perjalanan yang sedikit terjal mengajarkan bahwa untuk sampai
pada tujuan, harus berani meniti di atas batu cadas, sebagai ujian
kesungguhan dan kesemangatan mereka dalam meraih mimpi.
Problem
utama dalam pembentukan grup band ialah kekurangan personel. Teman Ping
masih terbatas dan kemampuan dalam dunia musik masih tergolong minim.
Awalnya, Jemi sebagai vokalis dengan modal vokal yang sangat pas-pasan.
Setiap kali latihan, Jemi belum pernah membawakan lagu dengan nada yang
tepat. Sehingga, mereka berinisiatif mencari dan kemudian bertemu dengan
Lodeh, seorang pengamen, yang memiliki suara bagus.  
Vokal
Lodeh patut diacungi jempol. tidak menjadi soal dia bukan siswa Pradipa
Bangsa yang penting kualitas vokalnya lebih menjanjikan untuk bisa
tampil live di TVRI dalam ajang lomba tersebut. Pembagian tugas telah
diatur dan disepakati serta latihan terus dilakukan dengan baik. 
Selama
latihan, semangat mereka tidak pernah surut. Target yang sudah dipegang
terus diupayakan agar bisa terwujud. Rapijali adalah nama grup bandnya
yang merupakan akronim dari nama-nama mereka, yaitu Rakai, Ping, Jemi,
Andre, Lodeh dan Inggil. Selain itu, Rapijali juga jawaban dari proses
pencarian selama ini masih belum jelas arahnya. 
Sebagai
penulis yang hanyut dalam dunia musik, tidak heran jika seluk beluk
tentang musik dipaparkan secara detail dalam novel ini. Dua puluh tujuh
tahun naskahnya membeku dalam peti es. Rapijali memecahkan rekor sebagai
karya terlama yang lahir dari kepekaan dan kegigihannya untuk
membangkitkan kembali dan mencari titik relevansinya dengan zaman
sekarang ini. Sebagai serial pertama, pembaca masih terus diburu
penasaran pada kisah Rapijali selanjutnya: Menjadi

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top