Fabel

PAK BADAK INGIN JADI GURU BALET


       Siang hari di musim kemarau  udara sangat panas. Tahun ini musim kemarau memang terasa sangat panjang. Banyak pohon-pohon di hutan yang mulai mengering. Sungai-sungai  tidak mengalirkan air lagi, sehingga air danau di sekitar hutan juga semakin menipis. Air adalah kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di dunia ini. Tanpa air maka kelangsungan hidup akan berhenti. Begitu juga bagi hewan dan makhluk hidup di sekitar hutan ini
       Akibat kemarau panjang ini, banyak hewan dan tumbuhan yang mati kekurangan air.Hutan-hutan juga banyak yang sudah ludes terbakar dilahap si jago merah. Sehingga kondisi ini membuat resah bagi hewan-hewan yang masih bisa bertahan hidup walau dengan kondisi yang mengenaskan. Mereka berjuang mengatasi rasa lapar karena banyak bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan  yang mati karena kekeringan. Selain itu, mereka juga berjuang bertahan mengatasi rasa haus karena banyak aliran air sungai ataupun air danau yang kering.
       “Hu..hu..hu…huuuu, bagaimana ini? Aku sudah tidak sanggup bertahan hidup kalau setiap hari harus menahan rasa lapar dan haus….huu..huuu..huuuuuuuu,” demikian rintih Pak Badak kepada teman-temannya yang kebetulan juga ikut berjalan mondar-mandir  di tepi hutan untuk mencari makanan dan minuman.
       “Iya, Pak Badak…kami juga merasakan penderitaan ini…perut tiap hari keroncongan dan tenggorokan rasanya panas mengering karena kurang minum,” sela hewan-hewan yang lain membenarkan rintihan Pak Badak. “Inilah akibat ulah para manusia itu ya, Pak Badak?”
       “Maksudmu?
       “Iya, Pak Badak. Manusia seenaknya sendiri saja menebang hutan. Pohon-pohon besar dibabat habis dengan alasan mau meningkatkan taraf ekonomi negara. Mau meningkatkan pendapatan negara. Mau terkenal bahwa merekalah satu-satunya negara yang memiliki kekayaan hutan tiada duanya di dunia ini. Namun dibalik nama besar itu mereka tak menyadari akan akibatnya bagi perubahan iklim negeri ini.”
       “Hush, kamu kok menyalahkan manusia? Bukankah mereka telah menanami pohon lagi sebagai ganti pohon yang ditebang itu?”
       “Haaalah, Pak Badak. Berapa usia pohon yang ditanam itu dibandingkan dengan usia pohon yang telah mereka tebang?  Belum lagi kalau pohon yang ditanam itu tidak dirawat ! Uhhh….gawat! Bisa mampus semua hewan-hewan di hutan ini. Karena akar pohon yang menahan air telah musnah dan hutan menjadi gundul. Bila musim penghujan tiba maka air tidak ada yang menahannya maka terjadi banjir bandanglah”
       “Wah, benar juga katamu, Kancil!” jawab Pak Badak.
       “Itulah, Pak. Manusia sekarang memang tidak memikirkan akibat jangka panjangnya….”
       “Iya, Cil….ya sudahlah,” kata Pak Badak. “Itulah makanya, Cil. Bapak sudah punya keinginan untuk bisa keluar dari permasalahan kita ini. Bapak ingin segera bisa mendapatkan makanan dan minuman dengan cara yang lain. Bapak tidak ingin lagi bergantung pada makanan di hutan lagi…”
       “Wuahhhhh….bagus sekali cita-cita itu, Pak Badak,” kata Kancil.

       “Nanti, setelah Bapak berhasil maka kalian semua juga tidak akan susah-susah mencari makanan dan minuman lagi. Semua akan Bapak sediakan gratis…tiiiss…tiisss…tiiiissss.”

       “Horreeeee…..horeee….horeeee....” teriak hewan-hewan lain yang senasib menahan lapar dan haus. Seolah-olah keinginan Pak Badak menjadi sebuah titik terang akan kelangsungan hidup mereka di kemudian hari. Mereka akan mendapatkan makanan dan miniman gratis dari Pak Badak. “Uenak tenannn...kalau semua menjadi kenyataan”, gumam mereka.
       “Tapi, Pak Badak. Kira-kira apa yang akan Bapak lakukan untuk mewujudkan semua cita-cita ini?” tanya di Kancil keheranan.
       “Bapak ingin menjadiguruBalet.”
       Mendengar penuturan Pak Badak, hampir semua hewan yang mendengarkannya seketika itu juga tidak bisa menahan tawa.                                                                                                     “Wuua…haaahahahahahahahahahahahahahhahahahahhahahahahahh…..wuaahuahahahahhahhahaha…..huahahahhhaha” Mereka tertawa terpingkal-pingkal.Ada yang tertawa sambil berjumpalitan. Ada yang tertawa sambil memegangi perutnya. Seketika itu juga rasa lapar dan haus mereka hilang berganti dengan canda tawa..
       “Pak Badak ingin menjadi guru balet? huhahahahhhaha…huahahaha….huuuuuuhahahaaaa”
       “Lhooo…memangnya ada yang salah dengan keinginan saya?”
       “Dengan tubuh sebesar itu Bapak mau jadi guru Balet? huuuahahahaha….Bapak Lucu
       “Apanya yang lucu, Kancil?”
       “Pak….Seorang penari balet itu biasanya tubuhnya langsing, kecil, mungil dan yang penting bisa berdiri di atas ujung jari kakinya….lalu…kalau tubuh Pak Badak kan besar seperti itu…lalu…bagaimana bisa mengajar balet?”
       “Heiiii…kalian jangan meremehkan Bapak, ya!” kata Pak Badak. “Cita-cita bapak mulia…seharusnya kalian semua mendukungnya…bukan malah meremehkannya.”
       “Kami tidak meremehkan, Bapak…tapiiii….kalau memiliki cita-cita itu harus yang realistis dan sesuai kondisi kita…”
       “Sudah…sudah…sudah….saya tidak akan dengar ucapan kalian,” kata Pak Badak lalu pergi pulang.
       Melihat kepergian Pak Badak sambil menahan kekecewaan membuat seluruh hewan merasa menyesal. Tidak seharusnya mereka mengolok-olok keinginan Pak Badak tersebut. Seharusnya mereka cuma bisa melihat sejauh mana Pak Badak bisa membuktikan kata-katanya. Meskipun cita-cita menjadi guru balet sangat mustahil dilakukan oleh Pak Badak yang bertubuh besar tidak sepantasnya mereka mengolok-olok di hadapan umum. Setelah Pak Badak tidak kelihatan lagi, lalu hewan-hewan itu membubarkan diri.

                                                                       ***

      Gedebuk…gedebuk…gedebuk….gedebuk….gedebuk……demikian terdengar suara seperti ada benda besar yang jatuh di tengah hutan. Rupanya suara benda jatuh itu berasal dari halaman rumah Pak Badak. Dan rupanya Pak Badak sedang berlatih menjadi guru balet dengan berdiri di atas tubuhnya yang bertumpu pada ujung jarinya. Berkali-kali dan bahkan berhari-hari latihan itu dia lakukan tapi tidak berhasil juga. Ketika dia mulai bisa mengangkat tubuh dengan satu kakinya tiba-tiba tidak berapa lama tubuhnya terpental jatuh ke tanah.Tetapi Pak Badak tidak putus asa. Latihan itu dilakukan terus sejak pagi hingga malam. “Bila aku sampai gagal maka aku malu kepada teman-temanku,” kata Pak Badak dalam hati.
Dia mencoba lagi berdiri di atas satu kaki. Gedebuuukkk…tubuhnya jatuh. Dia mengulanginya lagi…Gedebuukkk…tubuhnya jatuh lagi……demikian seterusnya dia selalu mengalami kegagalan.
      “Huuu….huuu…huuuu sialan…kenapa latihanku selalu gagal? Uuuuuhhh…kenapa tubuhku harus sebesar ini? Kenapa tubuhku harus gemuk begini? Andai saja…tubuhku langsing dan kurus…tentu tidak seperti ini kejadiannya..“,kata Pak Badak mulai merasa putus asa dan menyesali kondisi tubuh yang dia miliki.
      Ternyata setiap kali Pak Badak latihan balet rupanya si Kancil senantiasa memperhatikannya dari jauh. Si kancil ingin mengetahui seberapa jauh Pak Badak bisa mewujudkan keinginannya menjadi guru balet. Namun, ketika melihat bahwa Pak Badak selalu gagal berlatih membuatnya merasa kasihan. Sebenarnya si Kancil mau menolongnya namun dia segan dan tidak mau mengganggu Pak Badak dalam berlatih. Tetapi begitu Pak Badak sudah mulai putus ada dan menyesali hidupnya maka secepatnya dia menemui Pak Badak.
       “Kenapa harus begini jadinya, Pak Badak?” kata si Kancil “Mengapa Pak Badak harus menyesali diri dengan segala kondisi tubuh yang ada? Kenapa harus menyalahkan pemberian Allah SWT bila  kita gagal mewujudkan cita-cita?”
       “O, kamu, Kancil?” jawab Pak Badak keheranan melihat kedatangan si Kancil di rumahnya. Karena Pak Badak merasa selama ini hanya sendirian berlatih di tengah hutan.

       “Bapak tidak seharusnya menyesali semua pemberian Allah swt. Tidak sepantasnya kondisi tubuh pemberian Allah swt kita jadikan alasan penyebab kegagalan meraih cita-cita. Seharusnya kita bersyukur dengan semua pemberian-Nya dan berusaha menggunakan semua potensi yang ada sesuai dengan porsi dan hukum alam. Seperti pemberian tubuh yang besar seperti Bapak…yaa…tidak sepantasnya apabila harus memaksakan diri menjadi penari balet. Ikan yang hidup di air tidak sepantasnya bercita-cita menjadi penerbang pesawat angkasa luar. Sang Rajawali yang perkasa tidak sepantasnya bercita-cita menyelami tujuh dasar samudra di dunia. Semua cita-cita kita harus realistis dan sesuai hukum alam yang ada.”

        Mendengar penuturan si Kancil membuat Pak Badak sadar bahwa selama ini dia telah salah dalam melangkah mewujudkan keinginannya.Dia sadar bahwa dirinya kurang mensyukuri terhadap segala pemberian Allah swt yang ada pada kondisi tubuhnya. “Ternyata cita-citanya tidak sejalan dengan hukum alam”, pikir Pak Badak. Bercita-cita tetapi sesuai dengan sunatullah.
        “lAlhamdulillah, kamu memang sahabat terbaikku, Kancil” kata Pak Badak. “Aku memang telah salah langkah. Tolong sampaikan permohonan maafku pada seluruh teman-teman karena aku khilaf mengeluarkan kata-kata hina kepada mereka. Aku khilaf dengan segala tindakanku tempo hari.”
        “Sama-sama Pak Badak…Kami senang Bapak menyadari kekhilafan yang dilakukan selama ini. Sudahlah…kita lupakan saja kejadian tempo hari, Pak. Sekarang, marilah  kita berkumpul lagi dengan teman-teman. Mari kita bergembira lagi. Okeee?!”
        “Oke…., Cil!! Let’s go join with them again!”
        Kemudian Si Kancil dan Pak Badak beserta anaknya berjalan beriringan menuju tempat berkumpulnya hewan-hewan hutan yang sedang menantikan turunnya air hujan.

selesai…

Sumenep,7 Oktober 2012

moral cerita : Bersyukurlah terhadap setiap pemberian Allah swt dan gunakan potensi yang ada untuk      
                     melakukan hal terbaik mewujudkan cita-cita kita. Jangan berusaha untuk menjadi orang
                     lain. Tapi jadilah diri sendiri dengan segala potensimu.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top