1.
Menafsirkan
Al Qur’an dengan pendapat para sahabat
Menafsirkan
Al Qur’an dengan pendapat para sahabat
Mengapa? Karena
mereka generasi terbaik yang hidup pada
masa Rasulullah, mengetahui dan belajar langsung dari Beliau, mereka juga
paling sedikit terdapat perbedaan ( ikhtilafat),
ilmu mereka lurus dan dalam, hati mereka bersih, adil dan selamat dari pengaruh
hawa nafsu, sehingga penafsiran mereka lebih utama sepeninggal Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam.
mereka generasi terbaik yang hidup pada
masa Rasulullah, mengetahui dan belajar langsung dari Beliau, mereka juga
paling sedikit terdapat perbedaan ( ikhtilafat),
ilmu mereka lurus dan dalam, hati mereka bersih, adil dan selamat dari pengaruh
hawa nafsu, sehingga penafsiran mereka lebih utama sepeninggal Rasulullah
Shallallahu alaihi wa Sallam.
Contoh dalam
bersuci:
bersuci:
Firman Allah:
وَإِنْ
كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
“ Adapun jika kalian sakit,atau dalam
perjalanan atau setelah buang hajat atau telah menyentuh wanita.. ( QS. An
Nisa:43)
perjalanan atau setelah buang hajat atau telah menyentuh wanita.. ( QS. An
Nisa:43)
Ibnu Abbas
Radhiyallahu Anhu menafsirkan firman Allah:
أَوْ لَامَسْتُمُ
النِّسَاءَ
Radhiyallahu Anhu menafsirkan firman Allah:
أَوْ لَامَسْتُمُ
النِّسَاءَ
Mulamasah
( menyentuh wanita ) bermakna jima’ ( berhubungan suami istri ) yang mewajibkan
bersuci ( Ibnu Abi Syaibah,1/192) (
Abdur Razaq fi Musanifihi, 1/134)
( menyentuh wanita ) bermakna jima’ ( berhubungan suami istri ) yang mewajibkan
bersuci ( Ibnu Abi Syaibah,1/192) (
Abdur Razaq fi Musanifihi, 1/134)
2.
Menafsirkan
Al Qur’an dengan pendapat para tabiin
Menafsirkan
Al Qur’an dengan pendapat para tabiin
Karena mereka
generasi terbaik setelah sahabat, mereka mengetahui dan mengalami masa
kemuliaan bersama para sahabat sehingga pendapat tabiin lebih utama diterima
dari yang lain pasca sahabat.
generasi terbaik setelah sahabat, mereka mengetahui dan mengalami masa
kemuliaan bersama para sahabat sehingga pendapat tabiin lebih utama diterima
dari yang lain pasca sahabat.
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata:
من عدل عن مذاهب الصحابة
و التابعين وتفسيرهم إلى مايخالف كان مخطأ في ذلك بل مبتدعا وإن كان مجتهدا مغفورا
له خطؤه
و التابعين وتفسيرهم إلى مايخالف كان مخطأ في ذلك بل مبتدعا وإن كان مجتهدا مغفورا
له خطؤه
Barang
siapa yang meninggalkan madzhab para sahabat dan tabi’in dalam penafsiran, lalu
beralih kepada penafsiran yang berbeda maka ia telah melakukan kesalahan bahkan
bid’ah, jika ia seorang mujtahid maka kesalahannya itu akan diampuna” ( Majmu’
Fatawa, 13/362)
siapa yang meninggalkan madzhab para sahabat dan tabi’in dalam penafsiran, lalu
beralih kepada penafsiran yang berbeda maka ia telah melakukan kesalahan bahkan
bid’ah, jika ia seorang mujtahid maka kesalahannya itu akan diampuna” ( Majmu’
Fatawa, 13/362)
3.
Menafsirkan
Al Qur’an dengan Bahasa Arab
Menafsirkan
Al Qur’an dengan Bahasa Arab
Karena Al Quran
diturunkan dalam Bahasa Arab, maka penafsiran yang sesuai adalah dengan merujuk
kepada bahasa Arab.
diturunkan dalam Bahasa Arab, maka penafsiran yang sesuai adalah dengan merujuk
kepada bahasa Arab.
Firman Allah:
إِنَّا
جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون
جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam
Bahasa Arab agar kalian mengerti”. (
QS. Az Zukhruf:3 )
Bahasa Arab agar kalian mengerti”. (
QS. Az Zukhruf:3 )
Jika terdapat
perbedaan makna secara bahasa ( lughawi ) dan makna secara Syar’i ( istilah), maka yang diambil adalah makna
syar’i karena Al Qur’an diturunkan untuk menjelaskan syariat bukan untuk
menjelaskan bahasa. (Syekh Utsaimin, Ushul fi Tafsir, 27 )
perbedaan makna secara bahasa ( lughawi ) dan makna secara Syar’i ( istilah), maka yang diambil adalah makna
syar’i karena Al Qur’an diturunkan untuk menjelaskan syariat bukan untuk
menjelaskan bahasa. (Syekh Utsaimin, Ushul fi Tafsir, 27 )
Contoh makna
syar’i didahulukan:
syar’i didahulukan:
وَلَا
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ
“ Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan
shalat untuk seseorang yang mati
diantara mereka ( orang-orang munafik).. ( QS. At Taubah:83)
shalat untuk seseorang yang mati
diantara mereka ( orang-orang munafik).. ( QS. At Taubah:83)
Secara bahasa
shalat bermakna doa, sedangkan makna syar’ishalat disini adalah menyolatkan gembong
munafik Madinah yaitu Abdullah Bin Ubay. Makna syar’i dalam ayat ini
didahulukan dari pada makna secara bahasa.
shalat bermakna doa, sedangkan makna syar’ishalat disini adalah menyolatkan gembong
munafik Madinah yaitu Abdullah Bin Ubay. Makna syar’i dalam ayat ini
didahulukan dari pada makna secara bahasa.
Namun ada
kalanya makna secara bahasa Arab didahulukan dari makna secara syar’i
kalanya makna secara bahasa Arab didahulukan dari makna secara syar’i
Contoh:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah Zakat
dari harta mereka guna membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka sesungguhnya doamu itu menumbuhkan
ketentraman jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui ( QS. At
Taubah:103 )
dari harta mereka guna membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka sesungguhnya doamu itu menumbuhkan
ketentraman jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui ( QS. At
Taubah:103 )
Makna shalat
disini adalah doa. Sesuai dengan hadits yang bersumber dari Abu Aufa
diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa sanya Rasulullah bersabda,”
disini adalah doa. Sesuai dengan hadits yang bersumber dari Abu Aufa
diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa sanya Rasulullah bersabda,”
كان النبي صلى الله
عليه وسلم إذا أتي بصدقة قوم صل عليهم . فأتاه أبي بصدقة فقال: اللهم صل على ال أبي
أوفى
عليه وسلم إذا أتي بصدقة قوم صل عليهم . فأتاه أبي بصدقة فقال: اللهم صل على ال أبي
أوفى
“Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wasallam jika menerima orang
yang membayar zakat Beliau mendoakan mereka, lalu datanglah ayahku membayar
zakat, maka Nabi Berdoa,” Ya Allah berilah kesejahteraan kepada keluarga Abu
Aufa. (HR.Muslim,1078, Bukhari, 1497, 4166)
yang membayar zakat Beliau mendoakan mereka, lalu datanglah ayahku membayar
zakat, maka Nabi Berdoa,” Ya Allah berilah kesejahteraan kepada keluarga Abu
Aufa. (HR.Muslim,1078, Bukhari, 1497, 4166)
A.
Ahli
Tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Sahabat
Ahli
Tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Sahabat
As Suyuthi mengatakan bahwa ahli tafsir dikalangan sahabat adalah Khulafaur Rasyidin ( Abu Bakar, Umar
bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib), namun riwayat dari
mereka tergolong sedikit, kecuali Ali bin abi Thalib. Karena sedikitnya
penulisan tafsir, dan mayoritas para sahabat adalah orang-orang yang memahami
Al Qur’an.
bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib), namun riwayat dari
mereka tergolong sedikit, kecuali Ali bin abi Thalib. Karena sedikitnya
penulisan tafsir, dan mayoritas para sahabat adalah orang-orang yang memahami
Al Qur’an.
Diantara ahli tafsir yang terkenal dikalangan sahabat adalah:
1.
Ali
bin Abi Thalib
Ali
bin Abi Thalib
Ali bin Abi
Thalib adalah anak paman Nabi, Abu Thalib, sekaligus menantu, karena menikah
dengan Fatimah binti Muhammad. Ali masuk islam saat masih belia termasuk dalam
golongan assabiqunal awwalun, lahir tahun ke 10 sebelum kenabian, beliau
dipanggil sebagai Abul Hasan dan Abu Thurab. Terkenal dengan kecerdasan
dan kekuatan hafalannya serta
keberaniannya, sehingga Umar pun kagum terhadap kecerdasan Ali. Para Ulama
Nahwu mengibaratkan aka nada permasalahan nahwu jika Abul Hasan ( Ali bin Abi
Thalib ) tidak hadir di majelis.
Thalib adalah anak paman Nabi, Abu Thalib, sekaligus menantu, karena menikah
dengan Fatimah binti Muhammad. Ali masuk islam saat masih belia termasuk dalam
golongan assabiqunal awwalun, lahir tahun ke 10 sebelum kenabian, beliau
dipanggil sebagai Abul Hasan dan Abu Thurab. Terkenal dengan kecerdasan
dan kekuatan hafalannya serta
keberaniannya, sehingga Umar pun kagum terhadap kecerdasan Ali. Para Ulama
Nahwu mengibaratkan aka nada permasalahan nahwu jika Abul Hasan ( Ali bin Abi
Thalib ) tidak hadir di majelis.
Ali bin Abi
Thalib berkata:
Thalib berkata:
سلوني سلوني
سلوني عن كتاب الله تعالى فو الله ما من
أية إلأ وأنا أعلم أنزلت بليل ونهار
سلوني عن كتاب الله تعالى فو الله ما من
أية إلأ وأنا أعلم أنزلت بليل ونهار
Bertanyalah
kepadaku, Bertanyalah kepadaku, Bertanyalah kepadaku tentang Kitabullah, Demi
Alllah tak satupun ayat yang Allah turunkan di siang maupun malam. melainkan
aku mengetahuinya.” ( Ushulun fi Tafsir,34)
kepadaku, Bertanyalah kepadaku, Bertanyalah kepadaku tentang Kitabullah, Demi
Alllah tak satupun ayat yang Allah turunkan di siang maupun malam. melainkan
aku mengetahuinya.” ( Ushulun fi Tafsir,34)
2.
Abdullah
bin Mas’ud
Abdullah
bin Mas’ud
Beliau termasuk
yang awal dalam keislaman, Rasulullah pernah berkata kepadanya,”
yang awal dalam keislaman, Rasulullah pernah berkata kepadanya,”
إنك
لغلام معلم,
(engkau adalah anak yang pandai)” (HR. Ahmad, 1/379)
لغلام معلم,
(engkau adalah anak yang pandai)” (HR. Ahmad, 1/379)
Rasulullah juga
pernah bersabda,” Barangsiapa yang ingin mempelajari Al Qur’an seperti kondisi
diturunkan, maka belajarlah dari Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah Bin Mas’ud ) ( HR.
Ibnu Majah,139)
pernah bersabda,” Barangsiapa yang ingin mempelajari Al Qur’an seperti kondisi
diturunkan, maka belajarlah dari Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah Bin Mas’ud ) ( HR.
Ibnu Majah,139)
Beliau
berkata,” Demi Allah yang tiada sesembahan selain-Nya, Tidaklah satu ayatpun
yang diturunkan Allah melainkan aku mengetahui dimana dan kepada siapa
turunnya, jika ada orang yang lebih mengetahui dariku tentang Al Qur’an meski
harus mengendarai unta, aku akan kesana”. ( HR.Bukhari, 5002, Muslim, 2463)
berkata,” Demi Allah yang tiada sesembahan selain-Nya, Tidaklah satu ayatpun
yang diturunkan Allah melainkan aku mengetahui dimana dan kepada siapa
turunnya, jika ada orang yang lebih mengetahui dariku tentang Al Qur’an meski
harus mengendarai unta, aku akan kesana”. ( HR.Bukhari, 5002, Muslim, 2463)
3.
Abdullah
bin Abbas
Abdullah
bin Abbas
Beliau adalah anak paman Rasulullah, Abbas bin
Abdul Muthalib. Terkenal dengan sebutan Turjumanul Qur’an ( Penafsir Al
Qur’an ). Rasulullah pernah mendoakan
Abdullah bin Abbas seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya:
Abdul Muthalib. Terkenal dengan sebutan Turjumanul Qur’an ( Penafsir Al
Qur’an ). Rasulullah pernah mendoakan
Abdullah bin Abbas seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya:
روى الإمام أحمد في مسنده مِن حَدِيثِ ابنِ
عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَضَعَ يَدَهُ
عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي،
ثُمَّ قَالَ: “اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيل
عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم وَضَعَ يَدَهُ
عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي،
ثُمَّ قَالَ: “اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيل
Imam Ahmad meriwayatkan dari
hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah meletakkan tangan di
pundak atau dibahuku, lalu berdoa,” Ya Allah berilah ia kepahaman didalam agama
dan ajarkan ia ta’wil ( tafsir )”. ( Ahmad,2/225, no.2397 )
hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah meletakkan tangan di
pundak atau dibahuku, lalu berdoa,” Ya Allah berilah ia kepahaman didalam agama
dan ajarkan ia ta’wil ( tafsir )”. ( Ahmad,2/225, no.2397 )
Kecerdasan Abdullah bin Abbas juga
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari:
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari:
روى البخاري في صحيحه مِن حَدِيثِ ابنِ
عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما قَالَ: “كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَكَأَنَّ
بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا
أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ
ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ
إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللهَ
وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ
يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لَا، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ
أَجَلُ رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم أَعْلَمَهُ لَهُ، قَالَ: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾، وَذَلِكَ عَلَامَةُ أَجَلِكَ، ﴿ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴾، فَقَالَ عُمَرُ: مَا أَعْلَمُ مِنْهَا
إِلَّا مَا تَقُولُ.
عَبَّاسٍ رضي اللهُ عنهما قَالَ: “كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَكَأَنَّ
بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ، فَقَالَ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا مَعَنَا وَلَنَا
أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّهُ مَنْ قَدْ عَلِمْتُمْ، فَدَعَاهُ
ذَاتَ يَوْمٍ، فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ، فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ
إِلَّا لِيُرِيَهُمْ، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللهَ
وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ
يَقُلْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ؟ فَقُلْتُ: لَا، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ
أَجَلُ رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم أَعْلَمَهُ لَهُ، قَالَ: ﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾، وَذَلِكَ عَلَامَةُ أَجَلِكَ، ﴿ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴾، فَقَالَ عُمَرُ: مَا أَعْلَمُ مِنْهَا
إِلَّا مَا تَقُولُ.
Al Bukhari
meriwayatkan dalam kitab Sahihnya dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma,
ia berkata,” Umar bin Khattab mengikutkanku bersama Ahli Badr, seolah-olah sebagian dari mereka ada yang sesuatu dalam
dirinya, dan berkata,” Mengapa engkau ( Umar )
mengikutkan anak ini bersama kami?, kamipun memiliki anak-anak
seusianya”. Umar menjawab,” Dia seperti yang sudah kalian tahu”. Pada suatu
hari Umar mengajaknya dan mengikutkan bersama mereka, hanya sekedar
memperkenalkan Ibnu Abbas dihadapan Ahli Badr. Lalu Umar bertanya,” Bagaimana
pendapat kalian tentang firman Allah:
meriwayatkan dalam kitab Sahihnya dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma,
ia berkata,” Umar bin Khattab mengikutkanku bersama Ahli Badr, seolah-olah sebagian dari mereka ada yang sesuatu dalam
dirinya, dan berkata,” Mengapa engkau ( Umar )
mengikutkan anak ini bersama kami?, kamipun memiliki anak-anak
seusianya”. Umar menjawab,” Dia seperti yang sudah kalian tahu”. Pada suatu
hari Umar mengajaknya dan mengikutkan bersama mereka, hanya sekedar
memperkenalkan Ibnu Abbas dihadapan Ahli Badr. Lalu Umar bertanya,” Bagaimana
pendapat kalian tentang firman Allah:
﴿ إِذَا جَاء نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾
“ Apabila datang pertolongan Allah dan
kemenangan”. (QS. An Nasr:1)
اللَّهِ وَالْفَتْح ﴾
“ Apabila datang pertolongan Allah dan
kemenangan”. (QS. An Nasr:1)
Mereka
menjawab,” Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan jika kita
memperoleh kemenangan, sebagian sahabat lagi terdiam tak berkata. Lalu Umar
bertanya kepadaku,”Apakah pendapatmu seperti mereka wahai Ibnu Abbas?, Aku
berkata, “Tidak! Itu adalah ajalnya Rasulullah yang Allah beritahukan
kepadanya. Ia (Ibnu Abbas)
menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai
Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon
ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat”. Umar berkata:
“Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau
jelaskan”. ( Sahih Bukhari: 4970)
menjawab,” Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan jika kita
memperoleh kemenangan, sebagian sahabat lagi terdiam tak berkata. Lalu Umar
bertanya kepadaku,”Apakah pendapatmu seperti mereka wahai Ibnu Abbas?, Aku
berkata, “Tidak! Itu adalah ajalnya Rasulullah yang Allah beritahukan
kepadanya. Ia (Ibnu Abbas)
menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai
Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon
ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat”. Umar berkata:
“Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau
jelaskan”. ( Sahih Bukhari: 4970)
B.
Ahli
tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Tabi’in
Ahli
tafsir (al mufassirun) Dari Kalangan Tabi’in
1.
Penduduk
Mekkah: mereka adalah murid-murid dari Ibnu Abbas yaitu: Mujahid, Ikrimah dan
Atha’ bin Abi Rabbah
Penduduk
Mekkah: mereka adalah murid-murid dari Ibnu Abbas yaitu: Mujahid, Ikrimah dan
Atha’ bin Abi Rabbah
2.
Penduduk
Madinah: mereka adalah murid-murid dari Ubay bin Ka’ab yaitu: Zaid bin Aslam,
Abu al Aliyah, Muhammad bin Ka’ab al Qurdzi.
Penduduk
Madinah: mereka adalah murid-murid dari Ubay bin Ka’ab yaitu: Zaid bin Aslam,
Abu al Aliyah, Muhammad bin Ka’ab al Qurdzi.
3.
Penduduk
Kuffah: mereka adalah murid dari Ibnu Mas’ud yaitu: Qatadah, Al Qamah dan Asy
Sya’bi.
Penduduk
Kuffah: mereka adalah murid dari Ibnu Mas’ud yaitu: Qatadah, Al Qamah dan Asy
Sya’bi.
Sejarah Ulama-Ulama Tafsir dan Kitab-kitabnya ( bersambung )
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.