Berkah itu misteri. Ada yang khidmah kepada umat dengan ikhlas, lalu keberkahan menyelimuti dirinya, kemudian merembesi putra putrinya. Ini yang setidaknya beberapa kali saya jumpai. Seorang muadzin di kota kecil di Jawa Tengah saban hari menempuh jarak berkilo meter guna melantunkan adzan 5 waktu. Dia niat mengabdi sebagai takmir. Tanpa gaji, tentu saja. Keberkahan meluberi putra putrinya yang tumbuh tanpa kebanyakan polah tingkah dan punya raihan prestasi dengan bukti sederet piala yang berjejer di rak. Keluarga kecil yang harmonis dan tenteram dengan putra putri yang manut.
Di Jombang, kalau tak salah ingat, ada seorang muadzin langgar kecil dengan cirikhas beduknya yang nyaris lapuk. Dia selama bertahun-tahun disiplin dengan jadwal adzannya, tak pernah telat lebih dari lima menit. Istiqamah. Begitu disiplinnya, masyarakat belum berani berbuka puasa, kecuali setelah mendengar kumandang adzannya terlebih dulu, sungguhpun di masjid desa sayup-sayup terdengar suara adzan. Ketika muadzin langgar ini wafat, putranya masih kecil. Di kemudian hari putranya terluberi keberkahan khidmah ayahnya, dia bisa menghafal al-Qur’an tidak lebih dari tiga bulan.
Di Situbondo, seorang ibu mengabdikan diri sebagai abdi ndalem di rumah ulama besar. Kabarnya, sambil memasak buat keluarga kiai tersebut, ibu ini mengkredit hafalan al-Qur’annya. Berkat keikhlasannya berkhidmah dan kecintaannya terhadap al-Qur’an, sang putra di kemudian hari menjadi salah seorang pakar ushul fiqh yang sangat dihormati.
Di Pati, ada seorang kiai kampung yang mengikuti lelaku mursyidnya, KH. Arwani Amin, Kudus. Laku yang cukup berat. Yaitu setiap jumat dia berkeliling ke desa-desa pelosok, berganti-ganti desa. Tujuannya mengecek kondisi masjid di pelosok, apakah masyarakatnya masih istiqamah berahlussunnah wal jamaah, bagaimana tajwid imamnya, dan bagaimana amaliahnya. Kalau masih ada yang kurang beres, dia mendampingi masyarakatnya, mengajari mereka mengaji, menjelaskan pasal-pasal thaharah, fiqhus shalat, fiqhun nisa’, dan fiqh terapan lain yang praktis. Kiai berpenampilan sederhana ini konsisten menjalani lelakunya, menjelajah pelosok saban jumat. Selama berpuluh tahun dia menjalaninya dengan ikhlas. Dalam kondisi sakitpun, dia terkadang memaksa diri berangkat meninjau santri-santrinya di pelosok. Bahkan manakala sepeda motor bututnya rusak, dia memilih ngojek. Istrinya, yang juga aktivis Muslimat NU, pernah mengingatkan agar mengurangi jadwal “jelajah jum’at”. Tapi dia hanya terkekeh, lalu kembali berangkat. Baginya, santri-santri dusun–yang notabene seusia dirinya–lebih dia rindukan untuk dibimbing. Safinatun Najah adalah kitab favorit yang dia gunakan untuk mengajari santri-santri yang tersebar di berbagai desa. Sebuah kitab kecil dengan manfaat besar. Beliau memang tidak punya pesantren, tapi santrinya ada di berbagai desa.
Putri pertamanya hafal al-Qur’an, lulusan Institut Ilmu al-Qur’an Wonosobo. Sekarang merintis pesantren di pelosok Kalimantan bersama suaminya yang juga penghafal al-Qur’an, dan aktif menjadi penggerak Fatayat NU di sana. Putranya nomor dua menjadi PNS di sebuah perguruan tinggu bergengsi, menjadi aktivis NU dan saat ini sedang menempuh S3 di salah satu kampus Islam besar. Si bungsu, perempuan, juga menghafalkan al-Qur’an dan menjadi lulusan terbaik Universitas Sains al-Qur’an Wonosobo. Saya yakin, ketiga buah hati pejuang Islam di pelosok ini sekarang sedang senyum-senyum membaca postingan saya ini, sebab saya bersahabat dengan mereka di FB dan ketiganya sering njempal njempol di lapak saya. Hahahaha.
Anda bisa mengagumi mereka ini, bisa juga tidak. Tapi saya angkat topi buat mereka, khususnya ayah ibunya. Jika boleh menilai, keberhasilan anaknya di bidang masing-masing antara lain karena efek lelaku khidmah yang dijalani kedua orangtuanya yang menjadi teladan bagi putra-putrinya. Saya banyak menjumpai potret keluarga seperti mereka. Bapak ibunya hanya orang “biasa”, tapi putra putrinya terberkahi keistiqomahan dan lelaku orangtuanya. Ini, saya anggap, barokah.
Sebagaimana dulu Sayyidina Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu yang dianugerahi usia panjang dan berkah berikut keturunannya yang berlimpah, karena pengabdiannya sebagai abdi ndalem di keluarga Rasulullah, serta Sayyidina Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu yang selain memori otaknya yang luar biasa merekam ucapan, perilaku dan keputusan Rasulullah, juga memiliki menantu keren yang menjadi penghulu ulama di zamannya, Imam Said ibn Musayyib. Ada juga Imam Nafi’, bekas budak Sayyidina Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma yang memilih menjadi abdi ndalem beliau sekaligus menjadi murid kinasihnya. Keberkahan meluberi beliau-beliau. Khidmah yang melahirkah berkah.
Wallahu A’lam bisshawab
ditulis oleh Rijal Mumazziq Z
Posted by Penerbit imtiyaz,http://imtiyaz-publisher.blogspot.com/
Penerbit Buku Buku Islam.
Oleh: Rijal Mumazziq Z
(Ketua Lembaga Ta’lif wa Nasyr PCNU Kota Surabaya)
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.