BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan dan diterapkan sejak dasawarsa 1960-an, yaitu dalam rencana pemberdayaan lima tahun 1956-1960 atau dikenal dengan nama Rencana Juanda yang disusun oleh Biro Perancang Negara (Zamhariri, 2008).Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan sejak tahun 1954 telah menggunakan istilah sebagai suatu penggunaan berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat setempat sebagai kesatuan tindakan dan mengutamakan perpaduan antara bantuan yang berasal dari luar dengan keputusan dan upaya masyarakat yang terorganisasi. Program-program tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong prakarsa dan kepemimpinan setempat sebagai sarana perubahan sesungguhnya. Di negara-negara berkembang, program ini memberikan perhatian utama pada kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga masyarakat, termasuk di dalamnya pemenuhan kebutuhan non-material (Mohd. Shukri Abdullah, 1994).
James Christenson dan Jerry Robinson tahun 1980 seperti dikutip oleh Lyon (1987) dalam Saharudin (2000) menyatakan bahwa dalam konsep pemberdayaan masyarakat, komunitas digambarkan sebagai elemen-elemen pokok masyarakat yang ada dalam batas geografis tertentu dimana mereka dapat mengembangkan interaksi sosial dengan ikatan-ikatan psikologi satu sama lain dan dengan tempat tinggal mereka. Selanjutnya James Christensen mengidentifikasi tiga pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu menolong diri sendiri (self-help), pendekatan konflik, dan pendampingan teknik (technical assistance).
Pengembangan masyarakat dengan demikian merupakan suatu aktivitas
pemberdayaan yang berorientasi pada kerakyatan. Syarat pemberdayaan kerakyatan menurut Corten (1990) adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti itu maka pemberdayaan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat di bawah. Pemberdayaan adalah proses di mana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka dalam memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri.
pemberdayaan yang berorientasi pada kerakyatan. Syarat pemberdayaan kerakyatan menurut Corten (1990) adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti itu maka pemberdayaan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat di bawah. Pemberdayaan adalah proses di mana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka dalam memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri.
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pemberdayaan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pemberdayaan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty” (Kartasasmita, Ginanjar 1996).
Kaitan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat diuraikan dengan sangat baik oleh Adi Fahrudin yang mengatakan bahwa pengembangan masyarakat harus didasarkan pada asumsi, nilai, dan prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya dapat memberdayakan masyarakat berdasarkan inisiatif, kemampuan, dan partisipasi mereka sendiri. Dengan demikian, konsep pengembangan masyarakat yang di dalamnya terkandung makna partisipatif harus benar-benar dapat memberdayakan masyarakat yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka menolong diri mereka sendiri (self-help) dan dapat bersaing secara efektif dengan kelompok masyarakat lainnya.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Mengetahui tentang pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tentang pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat
b. Mengidentifikasi tentang strategi dalam pemberdayaan masyarakat
C. MANFAAT PENULISAN
Memahami dan mengerti tentang pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Istilah pemberdayaan (empowerment) bukanlah istilah baru di kalangan LSM, akademisi, organisasi sosial kemasyarakatan, bahkan pemerintah seklipun. Ia muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran akan perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Diasumsikan bahwa kegiatan pembangunan itu mestinya mampu merangsang proses pemandirian masyarakat (self sustaining process). Dan ada hipotesis bahwa tanpa partisipasi masyarakat niscaya tidak akan diperoleh kemajuan yang berarti dalam proses pemandirian tersebut.
Adanya gagasan bahwa partisipasi masyarakat itu seyogyanya merefleksikan pemandirian bukanlah tanpa alasan. Diasumsikan tanpa adanya pemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat itu tidak lain adalah proses mobilisasi belaka.
Dalam tataran konseptual istilah pemberdayaan itu nampaknya tidak ada persoalan untuk dapat dicerna. Ia berkait erat dengan proses transformasi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Per definisi, pemberdayaan ialah proses penumbuhan kekuasaan dan kemampuan diri dari kelompok masyarakat yang miskin/lemah, terpinggirkan, dan tertindas. Melalui proses pemberdayaan diasumsikan bahwa kelompok masyarakat dari strata sosial terendah sekali pun bisa saja terangkat dan muncul menjadi bagian dari lapisan masyarakat menengah dan atas. Ini akan terjadi bila mereka bukan saja diberi kesempatan akan tetapi mendapatkan bantuan atau terfasilitasi pihak lain yang memiliki komitmen untuk itu. Kelompok miskin di pedesaan misalnya, niscaya tidak akan mampu melakukan proses pemberdayaan sendiri tanpa bantuan atau fasilitasi pihak lain. Harus ada sekelompok orang atau suatu institusi yang bertindak sebagai pemicu keberdayaan (enabler) bagi mereka.
Pemberdayaan Masyarakat dengan demikian sama sekali berbeda dengan apa yang biasa disebut dengan pendekatan karitatif(memberi bantuan dengan dasar belas kasihan) dan pengembangan masyarakat (community development) yang biasanya berisi pembinaan, penyuluhan, bantuan teknis dan menejemen serta mendorong keswadayaan. Dua pendekatan ini biasanya berupa intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat ‘diikutkan’ sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai pembina, penyuluh, pembimbing dan pemberi bantuan.
Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana masyarakat didampingi/difasilitasi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya. Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator.
Memahami konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan rakyat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pemberdayaan masyarakat sebenarnya bukan saja berupa tuntutan atas pembagian secara adil aset ekonomi tetapi juga merupakan keniscayaan ideologis dengan semangat meruntuhkan dominasi-dominasi birokrasi dalam mengatur dan menentukan berbagai bidang kehidupan rakyat.
Pemberdayaan masyarakat dimasa sekarang mempunyai kendala yang sangat komplek karena “rejim pertumbuhan” ala orde baru telah banyak menyisakan rancang bangun yang tidak ramah terhadap rakyat banyak disamping menimbulkan kerusakan yang dahsyat terhadap sumberdaya alam. Kesukaran lain yang juga akan dihadapi adalah menyangkut kesiapan teknis dari berbagai pihak terutama birokrasi/pemerintah dan legislatif karena mau atau tidak mau gagasan pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif. (Adi Sasono, 1998).
Berangkat dari pengertian diatas, dapatlah dimengerti bahwa hakikat pemberdeayaan adalah upaya melepaskan berbagai bentuk dominasi budaya, tekanan politik, eksploitasi ekonomi, yang menghalangi upaya masyarakat menentukan masalahnya sendiri serta upaya-upaya mengatasinya.
B. Pendekatan dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat
1. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip pemberdayaan ditekankan akan adanya pola kesinambungan antara program yang dijalankan dengan hasil yang didapat. Nantinya akan terlihat perubahan dalam wujud indikator-indikator yang bisa dinilai dan dievaluasi untuk pengembangan pemberdayaan selanjutnya. Pola pemetaan dalam kebutuhan masyarakat diperlukan sebagai acuan untuk tindak apa yang bisa dilakukan dalam proses pemberdayaan ini. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:
a. Proses Pemberdayaan Masyarakat yang Terarah
Ini berhubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang harus dilakukan dengan program yang simultan dan jelas antara input, pemberdayaan, dan output. Masyarakat menjadi bagian dari pemberdayaan dengan pelibatan langsung untuk ikut serta memikirkan bagaimana kelanjutan dan hasil yang diharapkan. Masyarakat bukan sebagai objek semata, mereka adalah bagian terintegrasi yang harus mendapatkan dampak langsung dari program pemberdayaan. Ini menuntut adanya pola terarah dengan program-program dan rumusan pelaksanaan di lapangan yang mengarah pada aspek kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Adanya pelibatan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Dengan demikian, ada proses pembelajaran manajemen dari masyarakat sendiri. Nantinya akan didapatkan simpul-simpul jaringan pemberdayaan yang timbul dari faktor internal.
b. Adanya Konsep Pendekatan Kelompok dalam Pemberdayaan
Masyakat adalah bagian dari struktur paguyuban yang notabene tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, kerja sama di antara mereka amat diperlukan demi membangun konsolidasi baik di dalam masyarakat itu sendiri maupun para pemangku kepentingan (stakeholder). Konsep pendekatan kelompok sangat diperlukan agar masyarakat dapat saling berbagai dalam upaya memahami dan menjalani. Selain itu, itu kemitraan usaha antara kelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara saling menguntungkan dan memajukan.
Dalam upaya ini diperlukan perencanaan berjangka, serta pengerahan sumber daya yang tersedia dan pengembangan potensi yang ada secara nasional, yang mencakup seluruh masyarakat. Selanjutnya, perlu dilibatkan semua lapisan masyarakat, baik pemerintah maupun dunia usaha dan lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh dan individu-individu yang mempunyai kemampuan untuk membantu.
Perubahan yang diharapkan juga tidak selalu harus terjadi secara cepat dan bersamaan dalam langkah yang sama. Kemajuan dapat dicapai secara bertahap, langkah demi langkah, mungkin kemajuan-kemajuan kecil, juga tidak selalu merata. Pada satu sektor dengan sektor lainnya dapat berbeda percepatannya, demikian pula antara satu wilayah dengan wilayah lain, atau suatu kondisi dengan kondisi lainnya. Dalam pendekatan ini, maka desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan teramat penting. Tingkat pengambilan keputusan haruslah didekatkan sedekat mungkin kepada masyarakat.
2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan jalan yang panjang dan penuh tantangan baik internal maupun eksternal. Hanya dengan komitmen yang kuat dan keberpihakan terhadap rakyat yang tulus serta upaya yang sungguh-sungguh pemberdayaan masyarakat dapat dikembangkan.
Pemberdayaan masyarakat membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, legislatif, para pelaku ekonomi, rakyat, lembaga-lembaga pendidikan serta organisasi-organisasi non pemerintah. Cara kerja yang langsung berhubungan dengan masyarakat dilapis bawah memberikan peluang yang luas untuk menggerakkan dan melancarkan proses belajar masyarakat dalam membangun kehidupannya melalui kerja-kerja konkrit dan melalui uji coba-uji coba dalam skala mikro, kecil dan menengah. Dalam kaitan ini fasilitator pemberdayaan masayarakat memiliki peran penting dan strategis. Fasilitator bukanlah pekerja ansih yang bekerja dengan model “tukang” tetapi mereka adalah aktivis yang bekerja penuh komitmen dan kreativitas serta memiliki semangat tinggi membantu masyarakat belajar membebasakan dirinya dari segala bentuk dominasi yang memiskinan dan dan membodohkan.
Tugas utama fasilitator pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan pembelajaran bagi masyarakat lokal untuk membangun tingkat kemandirian dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Bersamaan dengan itu, membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap berbagai format ekonomi-politik yang berlangsung secara mapan dibarengi dengan memperkuat kemampuan masyarakat untuk berdialog sehingga mempunyai kapasitas transaksional dan diharapkan bisa mengambil posisi tawar yang kuat dengan kekuatan lain. Upaya-upaya itu harus disertai dengan menggalang kemampuan untuk membetuk aliansi strategis dengan kekuatan-kekuatan lain agar mampu mempengaruhi perubahan-perubahan kebijakan yang lebih menguntungkan bagi kehidupan mereka.
Berdasar uraian tersebut, maka upaya pemberdayaan masyarakat haruslah melibatkan beberapa dan strategi sebagai berikut:
a. Memulai dengan tindakan mikro. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro – makro harus terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sebagai unsur utama pemberdayaan sehingga memiliki dampak yang lebih luas.
b. Membangun kembali kelembagaan rakyat.Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat. Peran serta masyarakat secara teknis membutuhkan munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.
c. Pengembangan kesadaran rakyat. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Yang diperlukan adalah tindakan politik yang berasis pada kesadaran rakyat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Pendidikan alternatif dan kritis merupakan pendekatan yang sangat penting sebagai upaya membangun kesadaran rakyat.
d. Redistribusi sumberdaya ekonomi merupakan syarat pokok pemberdayaan rakyat. Redistribusi aset bukanlah sejenis hibah. Tapi merupakan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya ekonomi nasional serta pendayagunaannya dengan segala resiko dan keuntungan yang akan dihadapi.
e. Menerapkan model pembangunan berkelanjutan. Sudah tidak jamannya lagi mempertentangkan pendekatan ekonomi dan lingkungan. Memperpanjang perdebatan masalah ini akan memperpanjang deretan kerusakan sumberdaya lingkungan yang mengancam terhadap proses pembangunan itu sendiri. Yang harus diwujudkan adalah setiap peristiwa pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonservasi daya dukung lingkungan. Dengan demikian daya dukung lingkungan akan dapat dipertahankan untuk mendukung pembangunan.
f. Kontrol kebijakan dan advokasi. Upaya menciptakan sistem ekonomi modern dan meninggalkan sistem ekonomi primitif (primitive capitalisme) haruslah didukung oleh berbagai kebijakan politik yang memadai oleh pemerintah. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung terhadap upaya pemberdayaan rakyat maka kekuasaan pemerintahan harus dikontrol. Setiap kebijakan yang bertentangan dengan upaya pemberdayaan rakyat haruslah diadvokasi. Untuk ini sangatlah penting munculnya kelompok penekan yang melakukan peran kontrol terhadap kebijakan.
g. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Ini merupakan upaya untuk menggeret gerbong ekonomi agar ekonomi rakyat kembali bergerak. Yang dimaksud produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat laku di pasaran, tetapi juga unggul dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi.
h. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masayarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya. Lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.
i. Mengembangkan penguasaan pengetahuan taknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan rakyat pada imput luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Pendidikan alternatif yang mampu mengembalikan kepercayaan diri rakyat serta dapat menggerakkan proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka sangat penting untuk dikembangkan.
j. Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan ekonomi strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Disamping itu jaringan strategis juga akan berfungsi sebagai media pembelajaran rakyat dalam berbagai aspek dan advokasi.
BAB III
Kesimpulan
A. Kesimpulan
Setiap pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan kuat dengan dimana masyarakat menjadi saubjek penggerak. Pencapaian suatu program pemberdayaan merupakan hasil interaksi elemen-elemen pemberdayaan sebagai strategi pemberdayaan yang diterapkan. Upaya dan strategi pemberdayaan merupakan suatu pendulum antara paradigma evolusi dan paradigma revolusi, namun tidak berarti bahwa setiap paradigma akan muncul secara mutlak. Kedua paradigma tersebut merupakan suatu gradasi dengan proporsi yang sesuai dengan kebutuhan pemberdayaan .
Implikasi kebijakan pembahasan fungsi dan peran masyarakat dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat hendaknya mencakup seluruh elemen yang terdapat dalam setiap kelompok masyarakat. Konsekuensinya penerapan kebijakan pemberdayaan memerlukan strategi pendekatan yang mampu memfasilitasi aspirasi sosial budaya dan aspirasi teknis masyarakat setempat. Penerapan pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakt hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan situasi.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.