Uncategorized

Kepekaan guru terhadap kondisi muridnya – Serial Kutipan Indah (11)





Bismillahirrahmanirrahim

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ : لاَ تُمِلُّوا النَّاسَ
1 – ‘Abdullah bin Mas’ud berkata,
“Jangan
kau buat orang-orang menjadi bosan.”[1]
عَنْ
عِكْرِمَةَ : عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : حَدِّثِ النَّاسَ كُلَّ جُمُعَةٍ مَرَّةً
، فَإِنْ أَبَيْتَ فَمَرَّتَيْنِ ، فَإِنَّ أَكْثَرْتَ فَثَلاَثَ مِرَارٍ وَلاَ تُمِلَّ
النَّاسَ هَذَا الْقُرْآنَ ، وَلاَ أُلْفِيَنَّكَ تَأْتِى الْقَوْمَ وَهُمْ فِى حَدِيثٍ
مِنْ حَدِيثِهِمْ فَتَقُصُّ عَلَيْهِمْ ، فَتَقْطَعُ عَلَيْهِمْ حَدِيثَهُمْ فَتُمِلُّهُمْ
، وَلَكِنْ أَنْصِتْ ، فَإِذَا أَمَرُوكَ فَحَدِّثْهُمْ وَهُمْ يَشْتَهُونَهُ ، فَانْظُرِ
السَّجْعَ مِنَ الدُّعَاءِ فَاجْتَنِبْهُ ، فَإِنِّى عَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم وَأَصْحَابَهُ لاَ يَفْعَلُونَ إِلاَّ ذَلِكَ . يَعْنِى لاَ يَفْعَلُونَ
إِلاَّ ذَلِكَ الاِجْتِنَابَ
2 – Dari ‘Ikrimah: dari Ibnu ‘Abbas, berliau
berkata, “Sampaikan hadits
yakni, ceramah –
kepada manusia sekali dalam sepekan. Jika engkau tidak mau, maka
dua kali. Jika engkau ingin mempersering, maka tiga kali saja. Jangan kaubuat
orang menjadi bosan terhadap Al-Qur’an ini. Jangan sampai aku mendapatimu
mendatangi suatu kaum sementara mereka tengah tenggelam dalam perbincangan
mereka, lalu engkau menceramahi mereka dan memotong perbincangan mereka
sehingga mereka menjadi bosan kepadamu. Akan tetapi, diamlah, lalu jika mereka
memintamu maka sampaikanlah hadits pada mereka pada saat mereka
menginginkannya. Perhatikanlah sajak-sajak dalam doa, lalu jauhilah. Sebab,
saya memperhatikan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Sahabatnya
tidak melalukan selain hal itu.” – yakni,
tidak melakukan selain menjauhi (kata-kata bersajak dalam berdoa).[2]
عَنِ
الأَعْمَش : أَنَّ بْنَ مَسْعُوْدٍ مَرَّ بِرَجُلٍ يُذَكِّرُ قَوْمًا فَقَالَ : يَا
مُذَكِّرُ لاَ تُقْنِطِ النَّاسَ
3 – Diriwayatkan dari al-A’masy: bahwa Ibnu Mas’ud menjumpai seseorang yang tengah menasihati
suatu kaum, maka beliau berkata, “Wahai pemberi peringatan, jangan kau
buat manusia berputus asa!”[3]
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ : إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً
وَإِنَّ لَهَا تَوْلِيَةً وَإِدْبَارًا فَحَدِّثُوا النَّاسَ مَا أَقْبَلُوْا عَلَيْكُمْ
4 – Ibnu Mas’ud berkata, “Sungguh hati itu
mempunyai (saat) penuh semangat dan bergairah, dan ia pun mempunyai (saat)
keberpalingan dan berbalik menjauh, maka berbicaralah kepada manusia selama
mereka bersemangat untuk (mendengarkan) kalian.”
[4]
عَنْ
عَبْدِ اللهِ قَالَ : حَدِّثِ الْقَوْمَ مَا أَقْبَلَتْ عَلَيْكَ قُلُوْبُهُمْ فَإِذَا
انْصَرَفَتْ قُلُوْبُهُمْ فَلاَ تُحَدِّثْهُمْ قِيْلَ لَهُ : مَا عَلاَمَةُ ذَلِكَ؟
قَالَ : إِذَا حَدَقُوْكَ بِأَبْصَارِهِمْ فَإِذَا تَثَاءَبُوْا وَاتَّكَا بَعْضُهُمْ
عَلَى بَعْضٍ فَقَدْ انْصَرَفَتْ قُلُوْبُهُمْ فَلاَ تُحَدِّثْهُمْ
5 – Dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata, “Berbicaralah kepada manusia selama hati mereka masih
berfokus kepadamu, jika hati mereka telah berpaling maka jangan berbicara lagi
dengan mereka.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa pertandanya?” Beliau menjawab,
“Jika mereka menatapmu dengan biji mata mereka. Tetapi, jika mereka telah
menguap dan saling bersandar satu sama lain, berarti hati mereka telah
berpaling, maka jangan berbicara lagi kepada mereka.”
[5]
قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ : حَدِّثِ الْقَوْمَ مَا حَدَقُوْكَ بِأَبْصَارِهِمْ
فَإِذَا غَضُّوْا فَأَمْسِكْ
6 – Ibnu Mas’ud berkata, “Berbic`ralah kepada manusia selama mereka menatapmu dengan
biji mata
mereka. Jika
mereka telah memejamkan matanya, maka berhentilah.”
[6]
قَالَ عَبْدُ اللهِ : حَدِّثِ الْقَوْمَ مَا رَمَقُوْكَ بِأَبْصَارِهِمْ
فَإِذَا رَأَيْتَ مِنْهُمْ فَتْرَةً فَانْزَعْ
7 – ‘Abdullah (bin Mas’ud) berkata,
“Berbicaralah kepada manusia selama mereka menatapmu dengan tenang dan penuh
perhatian. Jika engkau telah melihat kebosanan
pada mereka, maka berhentilah.”[7]
الحَسَنُ يَقُوْلُ : كَانَ يُقَالُ حَدِّثِ الْقَوْمَ مَا أَقْبَلُوْا
عَلَيْكَ بِوُجُوْهِهِمْ فَإِذَا الْتَفَتُوْا فَاعْلَمْ أَنَّ لَهُمْ حَاجَاتٌ
8 AlHasan berkata,
“Bericaralah kepada suatu kaum selama mereka menghadapkan wajahnya kepada
mu. Jika mereka mulai menoleh, maka ketahuilah bahwa mereka
mempunyai
keperluan-keperluan (lain).”[8]
عَنْ
عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ قَالَ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
رضي الله عنه عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُوْلُ [ مِنْهَا ] : أَيُّهَا النَّاسُ لاَ تُبْغِضُوا
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى عِبَادِهِ ، قَالَ : فَقَالَ قَائِلٌ : وَكَيْفَ ذَلِكَ
أَصْلَحَكَ الله؟ قَالَ : يَجْلِسُ أَحَدُكُمْ قَاصًّا فَيُطَوِّلُ عَلَى النَّاسِ
حَتَّى يُبْغِضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ ، وَيَقُوْمُ أَحَدُكُمْ إِمَامًا فَيُطَوِّلُ
عَلَى النَّاسِ حَتَّى يُبْغِضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ
9 – Dari ‘Ubaidillah bin ‘Ady bin al-Khiyar, ia berkata: aku
mendengar
‘Umar bin al-Khaththab berkata diatas mimbar, (diantaranya): “Wahai manusia, jangan kalian membuat Allah dibenci oleh
hamba-hamba-Nya!” Ada
seseorang yang
bertanya, “Bagaimana caranya, semoga Allah membaikkan Anda?” Beliau menjawab,
“Salah seorang dari kalian duduk berceramah, lalu ia memperpanjangnya, sehingga
ia membuat
orang-orang marah
kepada aktifitas (mendengar ceramah) tersebut. Dan, salah seorang dari kalian
berdiri sebagai imam, lalu ia memperpanjangnya, sehingga ia membuat mereka
marah kepada aktifitas (shalat) tersebut.”
[9]
عَنْ
ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ : أَنَّ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ
: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوْا : عُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ فَقَالَتْ : أَعُمَيْرُ بْنُ قَتَادَةَ؟
قَالُوْا : نَعَمْ قَالَتْ : أَلَمْ أُحَدَّثْ أَنَّكَ تَجْلِسُ وَيَجْلِسُ إِلَيْكَ؟
قَالَ : بَلَى قَالَتْ : فَإِيَّاكَ وَإِمْلاَلَ النَّاسِ وَتَقْنِيْطَهُمْ
10 – Dari Ibnu Abi Mulaikah: bahwa ‘Ubaid bin ‘Umair masuk menemui
‘Aisyah, lalu beliau bertanya, “Siapa ini?” Mereka menjawab, “’Ubaid bin
‘Umair.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ‘Umair bin Qatadah?” Dijawab, “Ya.”
Beliau berkata, “Kalau tidak salah, saya diberitahu bahwa engkau duduk
(menyampaikan nasihat) dan (orang-orang) duduk mendengarkanmu?” Ia menjawab,
“Ya, benar.” Beliau berkata, “Berhati-hatilah, jangan sampai engkau membuat
manusia menjadi bosan dan putus asa.”
[10]
Al-Baghawi mengomentari riwayat ini dalam Syarh as-Sunnah, dan menyitir
teks
tambahan, “Berceramahlah sehari, dan
tinggalkan sehari lainnya. Jangan kaubuat manusia menjadi bosan.”
قَالَ
عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ : رَوِّحُوا الْقُلُوْبَ وَابْتَغُوا لَهَا طُرَفَ الْحِكْمَةِ
فَإِنَّهَا تَمَلُّ كَمَا تَمَلُّ الأَبْدَانُ
11 – ‘Ali bin Abi Thalib berkata, “Istirahatkanlah hati, dan carilah hikmah-hikmah
yang bagus
untuknya, sebab ia bisa merasa jenuh
sebagaimana
jenuhnya tubuh.”[11]
أَبُوْ
خَلْدَةَ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا الْعَالِيَةَ يَقُوْلُ : حَدِّثِ الْقَوْمَ مَا حَمَلُوْا
قَالَ : قُلْتُ : مَا مَا حَمَلُوْا؟ قَالَ : مَا نَشَطُوْا
12 – Abu Khaldah
berkata: aku mendengar Abul ‘Aliyah berkata, “Sampaikan kepada manusia apa-apa
yang mereka sanggup menanggungnya.” Saya bertanya, “Apa yang sanggup mereka
tanggung?” Beliau menjawab, “Apa saja yang mereka bersemangat
(terhadapnya).”[12]
قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ : مَا طَالَ مَجْلِسٌ قَطُّ إِلاَّ كَانَ
لِلشَّيْطَانِ فِيْهِ نَصِيْبٌ
13 – Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Tidaklah suatu majlis menjadi terlalu
panjang melainkan syetan pasti punya peluang (untuk bertingkah) di dalamnya.”
[13]
الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيْدِ بْنِ مَزِيْدَ الْبَيْرُوْتِيّ يَقُوْلُ
: سَمِعْتُ أَبِي يَقُوْلُ : الْمُسْتَمِعُ أَسْرَعُ مَلاَلاً مِنَ الْمُتَكَلِّمِ
14 – Al‘Abbas bin al-Walid
bin Mazid
al-Bairutiy berkata: saya mendengar ayah berkata, “Pendengar itu lebih cepat bosan dibanding pembicara.”[14]
الْجَاحِظُ
يَقُوْلُ : قَلِيْلُ الْمَوْعِظَةِ مَعَ نَشَاطِ الْمَوْعُوْظِ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ
وَافَقَ مِنَ الأَسْمَاعِ نُبُوَّةً وَمِنَ الْقُلُوْبِ مَلاَلَةً
15 – AlJahizh berkata,
“Sedikit nasihat disertai pendengar yang bersemangat itu lebih baik dibanding
banyak nasihat yang bertepatan dengan kebencian telinga dan kebosanan hati.”
[15]
فَقَدْ
قَالَ أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيْدَ الْمُبَرَّدِ فِيْمَا بَلَغَنِي عَنْهُ
: مَنْ أَطَالَ الْحَدِيْثَ وَأَكْثَرَ الْقَوْلَ فَقَدْ عَرَضَ أَصْحَابَهُ لِلْمَلاَلِ
وَسُوْءِ الإِسْتِمَاعِ وَلأَنْ يَدَعَ مِنْ حَدِيْثِهِ فَضْلَةً يُعَادُ إِلَيْهَا
أَصْلَحُ مِنْ أَنْ يُفْضِلَ عَنْهُ مَا يُلْزِمُ الطَّالِبَ اسْتِمَاعَهُ مِنْ غَيْرِ
رَغْبَةٍ فِيْهِ وَلاَ نَشَاطٍ لَهُ
16 – Sungguh telah berkata Abul ‘Abbas Muhammad
bin Yazid al-
Mubarrad, menurut kabar yang sampai kepada saya dari beliau, “Siapa saja yang memperpanjang pembicaraan dan
memperbanyak perkataan
, maka ia telah
mendorong para pendengarnya ke dalam kebosanan dan perhatian yang buruk. Bila
saja ia meninggalkan
sebagian dari pembicaraannya
sebagai sisa yang bisa diulang
kembali (di lain waktu), itu lebih baik dibanding
bila ia melebihkan (perbicaraanya) yang mengharuskan pelajar untuk mendengarkannya tanpa keinginan maupun gairah.”[16]
[*] Bahan awal teks-teks diatas dikutip dari Sunan ad-Darimi (Darul Kitab al-‘Arabi,
Beirut, cet
. 1, 1407 H), bab ke-41 berjudul “Orang yang tidak
ingin membuat orang lain menjadi bosan”
. Bab ini hanya berisi tiga riwayat
saja, yaitu no. 447, 448, dan 449, dan dalam kutipan diatas ditempatkan pada
no. 1, 4 dan 8. Riwayat-riwayat lain yang kami sertakan dalam kutipan ini berasal
dari syarah-nya, yaitu Fath al-Mannan, III/219-224, karya
as-Sayyid Abu ‘Ashim
al-Ghamri
[cet. 1, 1419/1999, Dar
al-Basya’ir al-Islamiyah (Beirut) dan al-Maktabah al-Makkiyah (Makkah)
], yang kemudian kami rujukkan kepada
sumber-sumber aslinya sebagaimana diisyaratkan disana.



[1] Sunan
ad-Darimi
, no. 447. Menurut Husain Salim Asad, isnad-nya shahih.
[2] Shahih
al-Bukhari
, no. 6337, bab ma yukrahu min as-saj’i fi
ad-du’a’.
[3] Mushannaf
‘Abdurrazzaq
, no. 20558, bab ar-rukhash wa asy-syada’id.
[4] Sunan ad-Darimi, no. 448. Menurut Husain Salim Asad, isnad-nya dha’if karena faktor Asy’ats
bin Sawwar.
Namun, riwayat ini hasan karena diperkuat
sumber-sumber lainnya. Menurut Sayyid Abu ‘Ashim al-Ghamri, ini bagian dari
khutbah panjang yang isnad-nya shahih tetapi terputus.
Dikeluarkan pula oleh Abu Nu’aim dalam al-Hilyah
dengan sanad munqathi’, dan al-Khathib dalam al-Jami’.
[5] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’ li Akhlaqi ar-Rawi no. 740 (redaksi ini darinya), dan al-Madkhal
ila as-Sunan al-Kubra
no. 491.
[6] Riwayat Ramahurmuzi
dalam
al-Muhaddits al-Fashil no. 841.
[7] Riwayat al-Khathib
dalam al-Jami’ no. 739.
[8] Sunan
ad-Darimi
, no. 449. Menurut Husain Salim Asad, isnad-nya hasan sampai kepada al-Hasan.
[9] Riwayat al-Baihaqi
dalam
al-Madkhal, no. 489.
Menurut Sayyid Abu ‘Ashim al-Ghamri, para perawinya adalah perawi shahih.
Ini hanya dikutip sebagian dari khutbah khalifah ‘Umar.
[10] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1381.
Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal no. 602, dan ‘Abdurrazzaq
dalam al-Mushannaf.
[11] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1389.
[12] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 743.
[13] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1386.
Beliau juga mengutip pernyataan serupa dari az-Zuhri pada nomer sebelumnya
(1385).
[14] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1384.
[15] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1382.
[16] Riwayat al-Khathib
dalam
al-Jami’, no. 1379.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top