Jurnalisme Juga Seni
“Menurut teori, jurnalisme tak semata suatu keterampilan. Jurnalisme sekaligus juga seni. Pada seni, terkandung proses kreatif yang amat pekat.” –AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2014, h. 158.
#######
“Di dua universitas Australia, aku diangkat jadi professor. Di negeri itu gak ada yang nyapa ‘prof’ di luar (up)acara resmi. Di kampus, para mahasiswa panggil aku ‘Hai, Ariel’. Tapi temen2 Indonesia umumnya nyapa aku ‘prof’. Juga di berbagai forum tak resmi, termasuk medsos. Iih, geli. Kayak ada yang mengkili2 ketiak.” (Fb Ariel Heryanto)
####
“Kebanyakan dari kita lebih suka hancur karena pujian daripada diselamatkan oleh kritikan.” –Norman Vincent Peale
“Sains dibentuk oleh pengetahuan. Kebijaksanaan dibentuk oleh kehidupan.” (Immanuel Kant, 1724 – 1804)
“Pemerintah, bahkan dalam keadaan terbaiknya,” kata Thomas Paine, “hanyalah kejahatan yang diperlukan; dalam keadaan terburuknya, yang tidak dapat ditoleransi.” Thomas Paine adalah seorang revolusioner dan intelektual Inggris.
“Orang merdeka itu membela ide yang benar, dari siapa pun. Sedang budak itu membela tuannya, apa pun idenya.” –Ibnu Khaldun, seorang sejarawan muslim dari Tunisia. Sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, dan dihormati.
“Politik adalah satu-satunya profesi di mana Anda dapat mencuri, berbohong, menipu, tapi masih tetap dihormati; politics is the only profession where you can steal, lie, cheat, and still be respected.” –Mark Twain
“Jika kamu selalu berusaha untuk menjadi normal, kamu tidak akan pernah tahu betapa luar biasanya dirimu,” kata Maya Angelou, penulis Amerika. Menjadi normal artinya menyerahkan diri pada pendapat umum. Padahal, bisa jadi tren umum itu tak sesuai potensi dirimu atau bakatmu. Misalnya, karena melukis dianggap bukan pekerjaan layak, seorang anak yang memiliki bakat di seni melukis, terpaksa menjadi normal dengan menjadi aparat karena desakan keluarga.
Kata-kata Angelou bernuansa eksistensialis. Eksistensialisme: intinya, menjadi “otentik”. Tak mengekor saja. Dia memiliki pendapat sendiri. Tak membeo saja. Tak merupakan salinan orang lain. Ia berpikir bebas dan mandiri. Ia berbuat baik karena hal itu memang baik, bukan karena alasan yang dipengaruhi dari luar (budaya, trend, pendapat massa, dsb). Seorang eksistensialis terlepas dari inotentisitas. Kehidupannya tak dijalankan oleh orang atau instansi lain. (K. Bertens, Etika, h. 89-92)
“Politik itu komunikasi. Bunuh diri dalam politik adalah tidak berkomunikasi. Maka banyaklah berkomunikasi: menelepon, menyapa, bersilaturahmi, dsb.”
“(Protes) memberi kita jaminan untuk menjaga kebebasan individu, ini adalah salah satu cara yang aman yang akan membuat seluruh masyarakat dapat memastikan bahwa ia tidak terperosok ke dalam penyalahgunaan kekuasaan yg menyeramkan.” — Howard Zinn (Dalam buku” Ketidakpatuhan dan Demokrasi: Sembilan Kekeliruan tentang Hukum dan Aturan”
“Ketika seseorang lebih peduli untuk mempertahankan kekuasaan daripada memperjuangkan kebenaran, maka ia telah menjadi musuh rakyat.” — Thomas Paine
Pemerintah, bahkan dalam keadaan terbaiknya, hanyalah kejahatan yang diperlukan; dalam keadaan terburuknya, yang tidak dapat ditoleransi.— Thomas Paine
“One idiot is one idiot. Two idiots are two idiots. Ten thousand idiots are a political party. Seorang idiot adalah seorang idiot. Dua idiot adalah dua idiot. Sepuluh ribu orang idiot berarti sebuah partai politik.” –Franz Kafka
A slave is one who waits for someone to come and free him. Seorang budak adalah orang yang menunggu seseorang datang dan membebaskannya. –Ezra Pound
“One day, in retrospect, the years of struggle will strike you as the most beautiful. Suatu hari nanti, jika dipikir-pikir lagi, tahun-tahun perjuangan akan terasa paling indah bagi Anda.” –Sigmund Freud
“Sastra kontekstual intinya mengatakan bahwa tiap karya sastra ada konteksnya. Tidak ada karya sastra yang bisa berlaku sepanjang waktu dan untuk segala tempat.” ― Arief Budiman
“Pemikir terkuat sering kali adalah mereka yang paling sedikit didengar oleh dunia bising,” kata William Wordsworth. Kalimat ini mengandung makna bahwa orang-orang yang memiliki pemikiran mendalam dan kuat sering kali tidak mendapat perhatian atau pengakuan yang layak di tengah hiruk-pikuk dunia yang ramai dan berisik. Ini bisa terjadi karena suara mereka tenggelam di antara kebisingan informasi atau karena pandangan mereka yang mungkin tidak sejalan dengan main stream atau arus utama. (Sumber: https://www.facebook.com/share/p/Y9AzXpYUPP2Jagog/?mibextid=oFDknk).
“Berdebat dengan orang yang tidak menggunakan akal budi ibarat memberikan obat kepada orang mati.” — Thomas Paine
“Ingatlah selalu bahwa ketenangan Anda saat diserang adalah pertahanan terbaik dalam argumen atau diskusi apa pun.” — Robert Greene
Jurnalism is printing what somebody else doesn’t want printed. Everything else is public relations. –George Orwell
“Kita dapat menilai hati seseorang dari perlakuannya terhadap hewan.” — Immanuel Kant
“Orang optimis dan pesimis sama-sama dibutuhkan. Orang optimis menciptakan pesawat terbang, orang pesimis menciptakan pelampung di dalamnya.” (Sebuah kata bijak yang pernah dikutip Karni Ilyas dalam ILC). “Pengandaiannya adalah begini: orang-orang yang optimis adalah yang membuat pesawat terbang, mereka berpikir maju. Sedangkan orang-orang pesimis membuat pelampung, mereka selalu memikirkan risiko,” kata Karni Ilyas.
“Jika kita bertemu dengan seorang pria dengan kecerdasan yang langka, kita harus menanyakan buku apa yang dia baca.” ― Ralph Waldo Emerson.
“Poverty is the parent of revolution and crime.” –Aristotle
Buku harus dijadikan kapak untuk mencairkan lautan beku dalam diri kita. – Franz Kafka
“The world is like a book and those who do not travel read only one page. Dunia ini ibarat sebuah buku dan siapa yang tidak melakukan perjalanan hanya membaca satu halaman.” –Agustinus
“Jika Anda tidak mengharapkan apa pun dari siapa pun, Anda tidak akan pernah kecewa.” — Sylvia Plath
“In university they don’t tell you that the greater part of the law is learning to tolerate fools. Di universitas, mereka tidak memberi tahu Anda bahwa sebagian besar hukum adalah pembelajaran untuk menoleransi orang bodoh.” – Doris Lessing
“Know all the theories, master all the techniques, but as touch a human soul be just another human soul.” –Carl Jung
Tiga pemikir berikut seperti senada atau satu pemikiran tentang hal di bawah ini. Siapa saja dan apa saja kata tiga orang pemikir itu? Berikut katanya:
“Kita punya dua telinga dan satu mulut. Jadi, kita harus mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara.” —Epictetus, filosof Yunani
“Manusia memiliki dua telinga, dua mata, satu mulut dan dua tangan, maka sebagai manusia hendaknya kita banyak mendengar dan melihat, sedikit berbicara, dan banyak bekerja.” —Master Cheng Yen, biksuni dari Taiwan
“Orang memerlukan dua tahun untuk berbicara, tetapi lima puluh tahun untuk belajar tutup mulut.” —Ernest Hemingway, penulis Amerika
##########
Kata filsuf Seneca, “We suffer more often in imagination than in reality. Kita lebih sering menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan.”
“We suffer more often in imagination than in reality. Kita lebih sering menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan.” –Seneca
Makin aku banyak membaca, makin aku banyak berpikir; makin aku banyak belajar, makin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun.— Voltaire
“Ketertarikan yang besar terhadap hal-hal yang dangkal merupakan ciri khas kebudayaan yang mengalami kemunduran.” — Martin Amis
“Inti dari kebebasan bukanlah memilih antara hitam atau putih, tetapi kebebasan untuk menolak pilihan-pilihan yang sudah ditentukan.” — Theodor Adorno
“Lebih mudah untuk membodohi orang daripada meyakinkan bahwa mereka telah tertipu.” –Mark Twain
“Dalam dunia di mana dusta mendunia, berkata jujur adalah tindakan revolusioner.” —George Orwell
“Kita memiliki dua telinga dan satu mulut. Karena itu, kita bisa mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara.” –Epictetus, filsuf Yunani kuno
“Orang yang tidak membaca tidak mempunyai kelebihan dibandingkan orang yang tidak bisa membaca.” — Mark Twain
Hiasan diri seseorang ada 3 hal: Menyembunyikan kefakirannya, hingga orang mengira ia berkecukupan; Menyembunyikan amarahnya, hingga orang mengira ia ridha; Menyembunyikan kesusahannya, hingga orang mengira ia dalam kemudahan. –Imam Syafi’i~
“Segala sesuatu yang benar-benar jahat seringkali dimulai dari kepolosan.” — Ernest Hemingway. Kata-kata ini mengingatkan kami dengan sosok pemimpin di negeri nan jauh di sana: dulu dianggap lugu dan polos, ternyata mengerikan dan bengis.
Agar Cinta itu tumbuh, seseorang harus aktif bertindak, harus menunjukkan Cintanya. –Erich Fromm
“Cara pertama untuk memperkirakan kecerdasan seorang penguasa adalah dengan melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya.” — Niccolo Machiavelli
“Kebijaksanaan sejati bukanlah pengetahuan tentang segala sesuatu, melainkan pengetahuan tentang hal-hal mana saja yang perlu dalam hidup, mana yang kurang perlu, dan mana yang sama sekali tidak perlu diketahui.” —Leo Tolstoy (1828-1910)
“Ayam bagak butali ijuk, beruk makan di tengah laman; Uhang bujuang jangan pumajuk, uhang pumajuk dihilang suhang.” —Pantun kuno Kerinci
“Keberuntungan itu tidak jatuh dari langit, tapi hasil dari persiapan yang bertemu dengan kesempatan.” — Seneca
“Wealth is like sea water; the more we drink, the thirstier we become; and the same is true of fame. Kekayaan itu seperti air laut; semakin banyak kita minum, kita akan semakin haus; dan hal yang sama juga berlaku pada ketenaran.” -Arthur Schopenhauer
“Tujuan pendidikan,” kata Tan Malaka, “mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan.”
“Semakin rendah kesadaran politik rakyat, semakin mudah mereka dimanipulasi oleh elit penguasa yang tidak ingin kehilangan kekuasaannya.” — Paulo Freire
“Ada tiga jenis kebohongan di dunia ini: bohong biasa, bohong besar, dan statistik.” – Benjamin Disraeli (negarawan Inggris)
“Yang pasti, bagaimanapun juga, bahwa ketidaktahuan yang bersekutu dengan kekuasaan adalah musuh yang paling ganas yang bisa dihadapi keadilan.” — James A. Baldwin
“Hanya ada satu kotoran yang sangat sulit dibersihkan dengan air suci, itu adalah kebencian dan fanatisme buta yang sudah melekat dalam ruh.” — Jalaluddin Rumi
“Manusia lebih senang hancur oleh sanjungan daripada terselamatkan oleh berbagai kritikan.” — Norman Vincent Peale
“Manusia terlahir dalam kondisi tidak tahu, bukan bodoh. Mereka dibuat menjadi bodoh oleh sistem pendidikan.” —Bertrand Russell
“Semua orang itu jenius. Tapi, jika kamu menilai ikan dari kemampuannya memanjat pohon, percayalah maka ia seumur hidup menjadi bodoh.” — Albert Einstein
Ketakutan adalah sumber utama takhayul dan salah satu sumber utama kekejaman. Menaklukkan rasa takut adalah awal dari kebijaksanaan. —Bertrand Russell
Menurut Ariel Heryanto, akademisi di Indonesia banyak diperlakukan sebagai bawahan negara dan terbiasa patuh pada negara. Pers tidak. Tapi, sebenarnya pers juga demikian, cuma bukan pada negara tapi pada perusahaan atau pengusaha media tempat ia bekerja. Jadi keduanya sama-sama mengalami pembatasan. Nah, untuk memajukan pendidikan, akademisi semestinya diberikan kebebasan. Bukan hanya dukungan dana. Di Indonesia terjadi kekeliruan pemahaman: bahwa bentuk dukungan negara dalam memajukan pendidikan itu selalu dihubungkan dengan dukungan dana atau anggaran. Padahal, yang lebih dibutuhkan itu adalah kebebasan akademis. Dari kebebasan berpikir dan kebebasan akademis itulah bisa diharapkan berkembangnya ilmu pengetahuan. (Lihat wawancara Ariel Heryanto di https://youtu.be/s1lxRoWT2Jk)
“….political language is designed to make lies sound truthful and murder respectable, and to give an appearance of solidity to pure wind….;….bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar benar dan pembunuhan dianggap terhormat, dan untuk memberikan kesan kokoh pada angin murni….” (George Orwell)
“Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu. Hilang anthusiasme para guruku dalam menyambut hari esok yang cerah bagi ummat manusia. Dan entah berapa kali lagi aku harus mengangkat sembah nanti. Sembah, pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.” ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana, setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya,” kata Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya Rumah Kaca.
“Setiap ketidakadilan harus dilawan, walaupun hanya dalam hati. (Pramoedya Ananta Toer)
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” –Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, h. 535
“Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.” –Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya. Tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini.” –Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Dengan melawan kita takkan sepenuhnya kalah.” –Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?” –Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya.”–Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Keadaan seluruh dunia berubah. Sekarang apa? Negara-negara komunis pun mengakomodasi kapitalisme. Perang Dingin tidak ada lagi. Saya sendiri tetap seperti dulu: menentang ketidakadilan dan penindasan. Bukan sekadar menentang, tetapi melawan! Melawan pelecehan kemanusiaan. Saya tidak berubah.” Pramoedya Ananta Toer
“Satu-satunya waktu di mana saya berhenti belajar adalah ketika saya sekolah,” kata George Bernard Shaw. Karena di sekolah kita nyaris tak belajar apa pun selain yang dipaksakan pihak lain. George Bernard Shaw adalah novelis, kritikus, esais, politikus, dan orator Irlandia yang menetap di Inggris. Ia menerima Nobel Kesusasteraan pada 1925.
“Kita tidak berhenti bermain karena kita bertambah tua, tapi kita bertambah tua karena kita berhenti bermain.” George Bernard Shaw
Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan. Pram, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu
Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan jaksanya sendiri pencuri?” Pram, Larasati,
Kalian pemuda, kalau kalian tak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri. ― Pramoedya Ananta Toer,
Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana.
Anak Semua Bangsa (1981) ― Pramoedya Ananta Toer,
“Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan gentar pada ketuaan, mereka dicengkam oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak bergayutan abadi pada kemudaan impian itu.” Pram
“Dalam pandangan mata-mata yang bekerja untuk kepentingan penguasa, revolusioner adalah pengkhianat.” Teopilus Tarigan, dalam ulasan tentang novel Pecundang di Kompasiana
Hidup harus berani. Menang kalah lain lagi. Cuma orang-orang yang berani yang bisa menaklukkan tiga perempat dunia.” –Soesilo Toer
Absurditas, menurut Albert Camus, adalah adanya ketidakpastian antara pikiran manusia dan realitas. Manusia selalu memikirkan konsep kehidupan, tapi konsep ini tak sesuai dengan realitas di luar. Perasaan absurd muncul karena manusia mencari pemahaman yang lengkap mengenai dunia yang tak dapat dipahami.
Tidak ada yang lebih hina daripada hormat didasarkan pada ketakutan. –Albert Camus
Jangan tangisi yang telah hilang, tapi syukuri yang masih ada.–Buya Hamka
“Sapere Aude!; Beranilah berpikir sendiri!” (Semboyan Pencerahan Barat)
“Kejahatan disebabkan oleh kebodohan, bukan kemiskinan.” –Max Havelaar, Multatuli
“Terkadang orang tidak mau mendengar kebenaran karena mereka tidak ingin ilusi mereka hancur.” –Nietzsche
“Berdebat yang baik, ialah menyampaikan argumen-argumen yang logis, bukan argumen yang menyudutkan.” –Seni menguasai lawan bicara
“Ini bagian dari perjalanan saya sebagai manusia politik sejak saya remaja. Mengalir bersama sejarah,” kata Budiman Sudjatmiko merespon pemecatan dirinya dari PDI-P. Budiman adalah salah seorang aktivis pergerakan yang berani menentang kekuasaan rezim Orde Baru. Ia mendirikan PRD (Partai Rakyat Demokratik). Partai yang disebut Soeharto sebagai jelmaan PKI. Bagi Budiman, pemecatan PDI-P terhadap dirinya menjadi akhir dari satu episode dalam hidupnya. Dan sekarang dia akan memulai episode berikutnya.
Jng kau kira cinta datang dr keakraban yg lama & pndekatan yg tekun. Cinta adalah akar kecocokan jiwa. Jk itu tdk prnah ada, cinta tdk akn prnh trcipta baik dlm hitungan tahun, bahkan milenium. –Kahlil Gibran
Perbedaan Komunikasi dalam kearifan lokal di Nusantara dengan Komunikasi dalam teori Habermas:
Dalam budaya Nusantara komunikasinya–dalam hal klaim kebenaran–bersifat feodalistik, paternalistik, kolektivistik. Sementara dalam teori Habermas bersifat konsensus rasional hasil perdebatan atau diskursus
Lihat https://youtu.be/bvu_kktTyAw (menit 34)
######*
“Adakah perbedaan kualitas bahasa di dunia ini? Jika inti bahasa terletak pada alam pikiran, maka yang menentukan mulia tidaknya, atau kualitas tinggi rendahnya sebuah bahasa adalah alam pikiran si pembicara, bukan bahasa yang digunakan.” (Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996, h. 35).
“Tindakan berbicara melibatkan penafsiran kehendak batin. Maka tak semua yang kita ucapkan selalu berhasil mewakili isi hati dan benak kita. Itulah sebabnya sehabis berpidato, misalnya, seringkali kita menyesal karena merasa tak pas menyampaikan apa yang sesungguhnya kita kehendaki. Contoh lain yang paling nyata adalah ketika kita menulis. Tidak jarang setelah menulis, lalu kita hapus dan ulangi lagi. Karena terdapat jarak antara intensi batin dan kemampuan mengekspresikan dalam tulisan. Maka tepat kata Heidegger, bahwa jarak antara bahasa dan pikiran menjadi sangat dekat ketika ketika seseorang merenung, berpikir, dan berbicara tanpa kata dan tanpa tulisan. Karena, di saat diam, yang aktif adalah bahasa pikiran.” (Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996, h. 43).
$##$##$##
“Tidak ada anak bodoh. Yang ada hanyalah mereka yang belum dapat kesempatan belajar dari guru yang kompeten dan metode yang efektif,” demikian prinsip fisikawan Indonesia, Yohanes Surya.
“Kehebatan manusia itu bukan terletak pada kekuasaannya, uangnya, keberhasilannya, melainkan pada kemerdekaan pribadinya. Dan, kebebasan utuh seorang manusia terletak pada pikirannya, yang tidak dikendalikan, dipenjara, atau diperbudak siapa pun dan apa pun. Ia milik si manusia itu sendiri. Barangkali masih relevan kata-kata Multatuli bahwa tugas manusia adalah menjadi manusia.” (Soesilo Toer)
Tugas seorang intelektual adalah berpikir, menulis, mempengaruhi orang lain lewat tulisan.” (Jean Paul Sartre, dalam A. Setyo Wibowo, Filsafat Eksistensialisme, h. 19)
“Bila seseorang itu tidak amanah dalam soal uang, dia tidak akan amanah dalam segala hal.” Drs. Mar’ie Muhammad, Menkeu Orde Baru
“Tragedi terbesar bukanlah kematian, melainkan kehidupan tanpa tujuan.” –(Rick Warren)
“Beda pejabat dulu dengan sekarang: pejabat dulu, berani mati takut malu. Kalau sekarang, berani malu, takut mati.” –Harmoko, Menpen Orde Baru.
Ingatlah bahwa rezeki dan jodohmu ada di dalam pergaulanmu. Maka jika engkau mengharapkan rezeki dan jodoh yang baik, pilihkanlah pergaulan yang baik untuk dirimu. –Mario Teguh
Kehidupan ini, bukan karena rezeki kita baik, lalu kita bergaul. Kita bergaul, baru rezeki kita membaik. –Mario Teguh
“Aku berjuang mengukir skenarioku. Akhirnya, skenario Tuhan juga yang harus aku jalani.” –Inu Kentjana
Sebaik-baik skenario manusia, masih lebih baik juga skenario Allah.
####$$
“Politik itu,” kata sastrawan besar Rusia, Maxim Gorky, “sesungguhnya memasuki dan menguasai segala bidang kehidupan, maka takut akan politik itu berarti lari dari hidup.” Ungkapan Gorky ini saya dapat dari buku Marxisme, Seni, Pembebasan karya Goenawan Mohamad (Jakarta: Tempo dan PT Grafiti, 2011, h. 29-31)
##$###
“Seseorang itu sukses kalau dia bangun tidur di pagi hari dan pergi tidur di malam hari dan di antara keduanya dia mengerjakan apa yang memang dia ingin kerjakan.” –Bob Dylan, penyanyi-penulis lagu asal AS. Peraih Nobel Sastra pada 2016.
“Sungguh disayangkan apabila jiwamu sudah lebih dulu menyerah, padahal ragamu masih mampu untuk berjuang.” — Marcus Aurelius
########
KENDALIKAN 10 M INI !!
1. Mouth (Mulut)
2. Mind (Pikiran)
3. Mood (Suasana Hati)
4. Manner (Tata Krama)
5. Money (Uang)
6. Motivation (Motivasi)
7. Movement (Aksi)
8. Mindset (Pola Pikir)
9. Mastery (Keahlian)
10. Moments (Momentum)
“Mencintai berarti merasa senang dengan kebahagiaan seseorang, atau merasakan kesenangan atas kebahagiaan orang lain. Saya mendefinisikan ini sebagai cinta sejati.” –Gottfried Leibniz (1646-1716)
“Mengetahui saja tidak cukup, kita harus mengaplikasikannya. Bersedia saja tidak cukup, kita harus melakukannya.” — Goethe
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.