Bismillahirrahmanirrahim
Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang memperingatkan kita
terhadap jebakan-jebakan kehidupan duniawi. Salah satunya menegaskan bahwa
kehidupan dunia adalah kesenangan yang melalaikan (mata’ul ghurur), dan menyebutnya
sebagai sekedar permainan, senda gurau, perhiasan, adu gengsi, dan berbangga
dengan banyaknya harta serta anak (Qs. al-Hadid: 20). Akan tetapi, bukankah
kita ditakdirkan oleh Allah terlahir ke dunia ini, dan hanya dengan beramal di
dunia ini sajalah kita dimungkinkan untuk kembali kepada-Nya dengan selamat?
Lalu, apa masalahnya dengan kehidupan dunia ini?
terhadap jebakan-jebakan kehidupan duniawi. Salah satunya menegaskan bahwa
kehidupan dunia adalah kesenangan yang melalaikan (mata’ul ghurur), dan menyebutnya
sebagai sekedar permainan, senda gurau, perhiasan, adu gengsi, dan berbangga
dengan banyaknya harta serta anak (Qs. al-Hadid: 20). Akan tetapi, bukankah
kita ditakdirkan oleh Allah terlahir ke dunia ini, dan hanya dengan beramal di
dunia ini sajalah kita dimungkinkan untuk kembali kepada-Nya dengan selamat?
Lalu, apa masalahnya dengan kehidupan dunia ini?
Al-Hafizh Ibnul Jauzi berkata dalam kitab Shaydhul
Khathir, “Jika kami membicarakan dunia, maka kami melihat bahwa bumi yang
terbentang luas yang dijadikan sebagai kediaman makhluk ini, ternyata darinya
keluar bahan-bahan pangan untuk mereka, dan padanya pula orang-orang yang sudah
mati diantara mereka dikuburkan. Yang seperti ini tidak pantas dicela, karena
adanya kemaslahatan padanya. Kami melihat air yang ada diatasnya, juga tanaman
dan binatang, semuanya diperuntukkan bagi kemaslahatan manusia. Di dalamnya
pula terdapat pemeliharaan bagi eksistensi mereka. Kami melihat bahwa
keberlangsungan eksistensi manusia merupakan penyebab untuk mengenal Tuhannya,
menaati-Nya, dan berkhidmat kepada-Nya. Sesuatu yang menjadi penyebab
keberlangsungan eksistensi seorang ‘arif (orang yang mengenal Tuhannya) dan
‘abid (orang yang tekun beribadah), maka harus dipuji, bukan dicela.
Menjadi jelas bagi kami bahwa celaan itu hanya ditujukan kepada perbuatan
orang-orang bodoh, atau orang yang suka bermaksiat di dunia. Sebab, jika dia
meraup harta yang mubah dan menunaikan zakatnya, maka tidak dicela.”
Khathir, “Jika kami membicarakan dunia, maka kami melihat bahwa bumi yang
terbentang luas yang dijadikan sebagai kediaman makhluk ini, ternyata darinya
keluar bahan-bahan pangan untuk mereka, dan padanya pula orang-orang yang sudah
mati diantara mereka dikuburkan. Yang seperti ini tidak pantas dicela, karena
adanya kemaslahatan padanya. Kami melihat air yang ada diatasnya, juga tanaman
dan binatang, semuanya diperuntukkan bagi kemaslahatan manusia. Di dalamnya
pula terdapat pemeliharaan bagi eksistensi mereka. Kami melihat bahwa
keberlangsungan eksistensi manusia merupakan penyebab untuk mengenal Tuhannya,
menaati-Nya, dan berkhidmat kepada-Nya. Sesuatu yang menjadi penyebab
keberlangsungan eksistensi seorang ‘arif (orang yang mengenal Tuhannya) dan
‘abid (orang yang tekun beribadah), maka harus dipuji, bukan dicela.
Menjadi jelas bagi kami bahwa celaan itu hanya ditujukan kepada perbuatan
orang-orang bodoh, atau orang yang suka bermaksiat di dunia. Sebab, jika dia
meraup harta yang mubah dan menunaikan zakatnya, maka tidak dicela.”
Jadi, masalahnya ada pada sikap dan perilaku kita
sendiri. Sesungguhnya dunia ini adalah cobaan, sehingga ia pun sekedar menjadi
sarana untuk menyeleksi siapa diantara kita yang layak lulus dan meraih
keridhaan-Nya. Dunia bukan tujuan. Dunia akan bernilai kebaikan, jika berada di
tangan orang-orang yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Sebaik-baik harta yang baik adalah yang berada di tangan
seseorang yang shalih.” (Riwayat Ahmad. Isnad-nya shahih ‘ala
syarthi muslim). Sebab, harta itu dikumpulkan dari jalan yang benar dan
dibelanjakan ke jalan yang benar pula.
sendiri. Sesungguhnya dunia ini adalah cobaan, sehingga ia pun sekedar menjadi
sarana untuk menyeleksi siapa diantara kita yang layak lulus dan meraih
keridhaan-Nya. Dunia bukan tujuan. Dunia akan bernilai kebaikan, jika berada di
tangan orang-orang yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Sebaik-baik harta yang baik adalah yang berada di tangan
seseorang yang shalih.” (Riwayat Ahmad. Isnad-nya shahih ‘ala
syarthi muslim). Sebab, harta itu dikumpulkan dari jalan yang benar dan
dibelanjakan ke jalan yang benar pula.
Akan tetapi, di tangan orang-orang kafir dan durjana,
maka apa saja bagian dari dunia ini akan menjadi modal menantang Allah dan
memusuhi agama-Nya, sebagaimana firman-Nya, “Sestngguhnya orang-orang yang
kafir membelanjakan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah.
Mereka akan membelanjakan harta itu, kemudian menjadi bahan sesalan bagi
mereka, dan mereka akan dikalahkan. Ke dalam Jahannam-lah orang-orang yang
kafir itu kelak dikumpulkan.” (Qs. al-Anfal: 36)
maka apa saja bagian dari dunia ini akan menjadi modal menantang Allah dan
memusuhi agama-Nya, sebagaimana firman-Nya, “Sestngguhnya orang-orang yang
kafir membelanjakan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah.
Mereka akan membelanjakan harta itu, kemudian menjadi bahan sesalan bagi
mereka, dan mereka akan dikalahkan. Ke dalam Jahannam-lah orang-orang yang
kafir itu kelak dikumpulkan.” (Qs. al-Anfal: 36)
Sudah terlalu banyak contoh nyata. Fir’aun menggunakan
seluruh kekuasaan dan balatentaranya untuk menghalangi dakwah Nabi Musa dan
Harun, ‘alaihima as-salam. Abu Jahal mengerahkan segenap hartanya untuk
membiayai pasukan Quraisy, demi menyerbu Madinah. Sekarang pun hal yang sama
terulang kembali, dalam tampilan-tampilan yang lebih spektakuler dan menyentuh
seluruh aspek kehidupan.
seluruh kekuasaan dan balatentaranya untuk menghalangi dakwah Nabi Musa dan
Harun, ‘alaihima as-salam. Abu Jahal mengerahkan segenap hartanya untuk
membiayai pasukan Quraisy, demi menyerbu Madinah. Sekarang pun hal yang sama
terulang kembali, dalam tampilan-tampilan yang lebih spektakuler dan menyentuh
seluruh aspek kehidupan.
Sebaliknya, bagi seorang mukmin, hakikat kehidupan
dunia adalah tempat mencari bekal untuk kelak kembali menghadap Allah. Sungguh,
rugilah orang yang menjadikan dunia ini sebagai tujuannya, dimana ia
mengerahkan seluruh potensi yang ia miliki untuk menjayakannya, seolah-olah ia
akan hidup abadi di dalamnya, tanpa terpikir bahwa kelak ia akan menghadap
Allah dan dimintai pertanggungjawaban. Orang-orang ini pasti telah berpaling
dari-Nya, dan kelak hanya akan menuai penyesalan tak bertepi. Allah mengecam
kelalaian mereka dalam firman-Nya, “Maka berpalinglah engkau (hai Muhammad)
dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali
kehidupan duniawi. Itulah batas terjauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Qs.
an-Najm: 29-30)
dunia adalah tempat mencari bekal untuk kelak kembali menghadap Allah. Sungguh,
rugilah orang yang menjadikan dunia ini sebagai tujuannya, dimana ia
mengerahkan seluruh potensi yang ia miliki untuk menjayakannya, seolah-olah ia
akan hidup abadi di dalamnya, tanpa terpikir bahwa kelak ia akan menghadap
Allah dan dimintai pertanggungjawaban. Orang-orang ini pasti telah berpaling
dari-Nya, dan kelak hanya akan menuai penyesalan tak bertepi. Allah mengecam
kelalaian mereka dalam firman-Nya, “Maka berpalinglah engkau (hai Muhammad)
dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali
kehidupan duniawi. Itulah batas terjauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Qs.
an-Najm: 29-30)
Oleh karenanya, yang dikehendaki dari seorang muslim
adalah meluruskan niat dan menjaga keistiqamahan amalnya. Jangan sampai kita bekerja
keras meraih harta dunia, namun tidak memperhatikan tujuan penggunaannya.
Carilah harta dunia sebagai bekal beribadah, menolong sesama hamba Allah, dan
menegakkan agama-Nya. Jangan menumpuknya untuk kesenangan pribadi dan
menyebarkan kemunkaran di muka bumi. Jangan mencarinya dengan melalaikan Allah,
tidak perduli halal-haram, dan menzhalimi sesama. Jangan sampai pula kebakhilan
menghalangi kita dari bersedekah dan menunaikan zakatnya. Sungguh, kelak Allah
akan bertanya kepada kita tentang semua itu!
adalah meluruskan niat dan menjaga keistiqamahan amalnya. Jangan sampai kita bekerja
keras meraih harta dunia, namun tidak memperhatikan tujuan penggunaannya.
Carilah harta dunia sebagai bekal beribadah, menolong sesama hamba Allah, dan
menegakkan agama-Nya. Jangan menumpuknya untuk kesenangan pribadi dan
menyebarkan kemunkaran di muka bumi. Jangan mencarinya dengan melalaikan Allah,
tidak perduli halal-haram, dan menzhalimi sesama. Jangan sampai pula kebakhilan
menghalangi kita dari bersedekah dan menunaikan zakatnya. Sungguh, kelak Allah
akan bertanya kepada kita tentang semua itu!
Dikisahkan bahwa suatu ketika di Kufah, ada seseorang yang berdiri di hadapan
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kemudian mencaci-maki dan mencerca dunia habis-habisan.
Mendengar ucapan orang tersebut, beliau pun berkata, “Sesungguhnya dunia adalah
tempat persinggahan yang benar bagi siapa saja yang benar memperlakukannya;
tempat berdiamnya keselamatan bagi siapa saja yang memahaminya; dan negeri
tempat kekayaan bagi siapa saja yang mengambil bekal darinya. Dunia adalah
masjid bagi kekasih-kekasih Allah, tempat shalat malaikat-Nya, tempat penurunan
wahyu-Nya, tempat berniaga para wali-Nya, dimana mereka meraih rahmat Allah di
dalamnya dan beruntung mendapatkan surga di dalamnya….” (Riwayat Ibnu Abi Dunia dalam Ishlahul Maal,
dan ad-Dinawari dalam al-Mujalasah).
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kemudian mencaci-maki dan mencerca dunia habis-habisan.
Mendengar ucapan orang tersebut, beliau pun berkata, “Sesungguhnya dunia adalah
tempat persinggahan yang benar bagi siapa saja yang benar memperlakukannya;
tempat berdiamnya keselamatan bagi siapa saja yang memahaminya; dan negeri
tempat kekayaan bagi siapa saja yang mengambil bekal darinya. Dunia adalah
masjid bagi kekasih-kekasih Allah, tempat shalat malaikat-Nya, tempat penurunan
wahyu-Nya, tempat berniaga para wali-Nya, dimana mereka meraih rahmat Allah di
dalamnya dan beruntung mendapatkan surga di dalamnya….” (Riwayat Ibnu Abi Dunia dalam Ishlahul Maal,
dan ad-Dinawari dalam al-Mujalasah).
Maka, mari bertanya pada diri sendiri: apakah sudah
seperti itu hakikat kehidupan dunia ini di mata kita? Wallahu a’lam.
seperti itu hakikat kehidupan dunia ini di mata kita? Wallahu a’lam.
[*]
Alimin Mukhtar, 18 Shafar 1433 H. Pernah dipublikasikan oleh Lembar Tausiyah BMH Malang.
Alimin Mukhtar, 18 Shafar 1433 H. Pernah dipublikasikan oleh Lembar Tausiyah BMH Malang.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.