—–
Sebaiknya, uang yg masuk ke masjid jangan diatas-namakan wakaf atau
sedekah jariyah, sebab nanti alokasinya hanya akan kembali ke masjid
saja. Jika diatas-namakan wakaf atau jariyah, maka kas masjid akan
menumpuk karena tidak bisa dialokasikan ke yg lain. Uang masjid
diatas-namakan dana sosial saja, supaya pihak takmir lebih leluasa
mengelolanya dan bisa mengalokasikan labanya kepada selain masjid.
Melalui dana sosial yg terkumpul di masjid tersebut, buatlah
supermarket, toko kecil-kecilan, sampai bisa membeli lahan sawah atau
kebun. Tanamilah lahan itu dgn singkong atau padi. Hasil itu semua bisa
untuk kepentingan umum masyarakat, seperti membantu biaya pemakaman,
membelikan sarung untuk jama’ah masjid yg tidak punya sarung, membantu
modal usaha, dan lain-lain.
Jangan sampai dana masjid menumpuk
karena diatas-namakan wakaf, namun kaum fakir-miskin masyarakat setempat
tidak terurus. Nanti kalau ada misionaris masuk dgn membawa supermi,
beras dan lain-lain, baru geger. Bukannya kita ingin memanjakan kaum
fakir-miskin, tapi ingin memberdayakan mereka. Jangan beri mereka ikan,
tetapi berilah kail agar mereka bisa mencari ikan sendiri.
Silahkan juga dirikan bank tanpa riba. Mungkin dgn memberi pinjaman
tanpa meminta bunga lewat akad. Sifatnya murni menolong dan mengentaskan
kemiskinan. Jadi bank di sini bukan bank sesungguhnya (konvensional),
tetapi untuk mempermudah istilah saya saja.
NAMUN, untuk membahas
urusan ekonomi jangan di masjid, tetapi di tempat lain, karena masjid
bukan tempatnya membahas ekonomi. Mungkin di gedung yg dibangun di
samping masjid, yg khusus untuk membahas ekonomi.
Jika saya
memberi penjelasan lebih, mungkin sedikit akan menyinggung perasaan
sebagian orang. Mereka yg sering umroh, mungkin dalam setahun bisa 2
atau 3 kali, coba uangnya dialokasikan saja untuk kesejahteraan umat.
Taruhlah jika biaya umroh 1 kali adalah 20 juta, maka sudah berapa dana
yg akan terkumpul ? Itu baru 1 orang, bagaimana jika dari banyak orang ?
Kalau umroh mungkin hanya untuk mendapat nama saja, agar disebut mampu
umroh berkali-kali.
Biaya yg akan digunakan umroh tersebut bisa
digunakan untuk memberi pinjaman modal pada tetangganya yg kekurangan,
dgn tanpa bunga dan pengembaliannya dibebaskan kapan saja. Jangan sampai
bisa umroh berkali-kali namun tetangga kanan-kirinya kelaparan.
Tambahan Admin :
Agar dana masjid tidak berstatus wakaf atau amal jariyah, maka pihak
takmir masjid bisa mengumumkannya kepada masyarakat saat semua
berkumpul, mungkin sebelum sholat Jum’at, bahwa dana yg akan diserahkan
pd masjid dimohon diatas-namakan dana sosial saja. Papan pengumuman juga
ditulis pengumuman di atas. Demikian juga kotak-kotak amal jangan
ditulis wakaf atau amal jariyah, namun ditulisi “dana sosial”.
Dalam kesempatan lain, beliau juga mencontohkan agar ekonomi kemasjidan
tersebut bisa membantu biaya pendidikan masyarakat sekitar. Coba
bayangkan, jika masjid A bisa membiayai para mahasiswa sampai wisuda,
dapat membiayai anak mondok sampai lulus, dan seterusnya. Sangat
membanggakan kan ?
Marilah bangun kemandirian ekonomi kita
melalui komunitas terdekat kita. Bisa melalui ta’mir masjid atau
musholla, komunitas anak muda, komunitas Anshor atau IPNU, komunitas
jama’ah ngaji dll. Kelola dgn profesional, militan dan transparan.
Malam Ahad (bil ma’na), 23 Romadlon 1438 H./ 17 Juni 2017 M.
(FB TintaSantri)
ditulis oleh Rijal Mumazziq Z
Posted by Penerbit imtiyaz,http://penerbitimtiyaz.com/
Direktur Penerbit imtiyaz.
Oleh: Rijal Mumazziq Z
(Ketua Lembaga Ta’lif wa Nasyr PCNU Kota Surabaya)
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.