Si Buta sangat ramah dan baik hati, dan selalu percaya pada si Bungkuk teman karibnya. Sementara si Bungkuk sebenarnya sering menipu si Buta. Setiap ada undangan kenduri si Buta duduk berdampingan dengan si Bungkuk. Saat makan si Buta selalu mengeluh, “Pemilik rumah ini kikir ya,” bisiknya,
“masak tak ada dagingnya, lauknya cuma sayur dan kerupuk.”
Si Bungkuk hanya tersenyum karena diam-diam sudah mengambil daging dari piring si Buta. Si Bungkuk bahagia bersahabat dengan si Buta. Setiap ada kesempatan, ia manfaatkan kebutaan temannya itu untuk menguntungkan dirinya sendiri. Si Buta yang tidak mengetahui kelicikan dan kcurangan si Bungkuk juga merasa senang. Setiap saat si Bungkuk dapat jadi matanya dan bisa membantu kemanapun dia pergi.
Pada suatu hari si Bungkuk mengajak si Buta pergi ke hutan untuk berburu. Kebetulan tidak jauh dari kampungnya memang ada hutan lebat tempat bermacam binatang hidup. Pada waktu itu belum ada senapan untuk berburu. Penduduk yang ingin mendapatkan buruan biasa menggunakan jerat sebagai jebakan dan tombak, begitu juga si Bungkuk dan si Buta.
“Kalau nanti kita mendapat rusa atau hewan apa pun, pokoknya hasilnya kita bagi sama rata,” ujar si Bungkuk. Tentu saja si Buta sangat setuju dengan usul si Bungkuk. Sementara si Bungkuk sibuk menyiapkan jerat dan tombak sebagai senjatanya untuk berburu.
Rupanya hari itu mereka sangat beruntung. Seekor rusa yang cukup gemuk berhasil mereka tangkap. Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan jadi dua bagian, namun dengan licik ia mengatakan kalau rusa yang mereka tangkap adalah rusa kurus dan tua, si Bungkuk pun menyisihkan tulang-tulang dan sebagian kecil dagingnya untuk si Buta. Sementara daging yang besar dan empuk dia sisihkan untuk dirinya sendiri.
“Kita masak sendiri-sendiri saja ya, biar sesuai selera kita,” kata si Bungkuk sambil memberikan bagian Si Buta. Si Buta pun menurut saja, dan pergi ke rumah untuk mulai memasak. Walaupun tidak melihat, kemampuan si Buta dalam memasak tidak meragukan. Aromanya mengundang si Bungkuk untuk datang, dan mereka pun makan bersama-sama. Si Bungkuk makan daging empuk rusa, Si Buta makan tulang-tulang dan daging yang sangat sedikit bagiannya. “Nikmat sekali daging rusa ini!” kata si Bungkuk. “Iya, Sedaaaap sekali!” kata si Buta. “Tapi sayang ya, rusanya kurus!”
Si Bungkuk hanya tersenyum tanpa merasa bersalah. Sementara si Buta, karena merasa sayang tulang-tulangnya sudah dimasak dengan susah payah, ia memaksa menggigit tulang itu lagi. la mengerahkan segenap tenaga menggigit tulang sekuat-kuatnya hingga bola matanya melotot. Ajaib! Mata si Buta seketika itu bisa melihat lagi! “Aku bisa melihat!… Aku bisa melihat!!!! Bungkuk…. Aku bisa melihat sekarang!!!” teriaknya. Si Buta menatap sekeliling, dan dilihatnya tulang-tulang di piringnya dan daging-daging di piring si Bungkuk.
“Kurang ajar! Rupanya selama ini kau telah menipuku ya?!” katanya. Si Buta pun mengambil tulang rusa paling besar, menghajar si Bungkuk dengan tulang itu dengan beberapa pukulan. Badan si Bungkuk pun babak belur. Dan seperti si Buta, keajaiban pun terjadi ketika si bungkuk bangkit dari duduknya ternyata punggungnya tidak bungkuk lagi.
“Lihat !!!… Aku berdiri tegak! Punggungku tidak bungkuk lagi!” teriaknya girang. Mereka pun berpelukan dan bermaaf-maafan, seterusnya bersama-sama makan daging rusa yang masih ada. Sejak saat itu, mereka bersahabat baik kembali, si buta yang sudah bisa melihat tidak mengingat-ingat lagi kesalahan si bungkuk yang telah menipunya. Dan si bungkuk yang telah sembuh juga berjanji tidak akan berbuat licik dan tidak jujur kepada siapapun. Dia telah menyadari semua kesalahannya. Mereka pun kini hidup bahagia dengan kesempurnaan fisik mereka.
Pesan Moral Cerita Dongeng Si Bungkuk dan Si Buta adalah : Ternyata, dalam penderitaan hidup ada saja hikmah yang bisa kita peroleh. Dan satu lagi, janganlah berperilaku licik, tidak jujur apalagi oleh ketika kita dipercaya oleh orang lain.