Uncategorized

Dibalik Perjalanan Menemukan Sang Kekasih


 

Jumat (29/7) kemarin saya ke Gontor Putri 1 Mantingan, Ngawi. Tujuannya satu namun memiliki dua cabang, Yaitu menemui Bapak Pengasuh GP 1, Pak Mujib Abdurrahman dengan maksud bersilaturrahmi sekaligus menanyakan salah satu ustadzah yang ingin saya persunting. 

Sebelum menuju obrolan antara kami, saya ingin bercerita sedikit bagaimana perjalanan membawaku bertemu dengannya.

Saya ditawarkan oleh seorang kawan dengan sejumlah bidadari Gontor Putri 1. Diantara banyaknya perempuan itu perempuan inilah –sebut saja bidadari– yang saya pilih.  Sebagaimana dalam sebuah syair: 

ميزتها من بين ألف جميلة # البدر بدر والنجوم سواء

“Diantara ribuan wanita cantik, dialah yang kupilih, sebab rembulan tetaplah rembulan bagaimanapun indahnya bintang”

Tanpa panjang Kalam saya tanya nama, daerah dan angkatannya. Ternyata gadis ini angkatan 2018 dan berasal dari Ponorogo. Dalam hati saya ngebatin, “muka nya kok gak ada bentuk Ponorogo-nya ya.. mungkin alamat aslinya di kayangan, sebab mana ada bidadari lahir di ponorogo…” 

Karena dikenalkan dengan sebuah foto, saya berusaha untuk mengenal kepribadiannya lewat teman terdekatnya. Apa boleh buat, mungkin itulah ikhtiar dan usaha yang saya bisa lakukan. Mau chat pribadi via wa, dia juga masih ngabdi. 

Seperti kail pancing yang langsung disambut dengan ikan besar, saya pun seketika mendapat jalan untuk mengenal sang bidadari, yaitu lewat “bestie” nya. Dia adik kelas saya di Kairo yang pernah satu kamar pengabdian dengan sang bidadari. Cukup dekat dan tau sedikit seluk beluk bidadari. Pada intinya, menurut kawannya ini, ia cantik luar dalam, sangat menjaga Izzah dirinya sebagai perempuan, dan punya dedikasi tinggi dalam tugas.  

Komentar ini juga dikuatkan dengan tanggapan adik sepupu saya, yang merupakan kakak kelasnya dipondok. Ia memberikan testimoni yang jelas dan konkrit Yang pada intinya, dia anak yang baik, cantik dan loyal. 

Saya pun berfikir, kalau sudah lengkap semua apalagi yang ditunggu. Alasan apa lagi yang harus saya cari untuk tidak menyegerakan niat baik ini. Saya pun menyampaikan hal ini ke orang tua dan mendapat respon baik. Saya sebatas memperlihatkan akun IG nya yang tidak banyak fotonya, serta sedikit latar belakang. Kata umi, “yasudah, kalau sudah yakin, bismillah kamu temui mudir GP nya dlu”

Niat saya begini, saya temui mudir GP, lihat anaknya sekilas, kalau sudah “klik” saya akan proses ke jenjang selanjutnya yaitu nemui bapak dan ibunya, serta meminta persetujuan dari anaknya. Sebab kadang, bapak ibunya setuju, eh anaknya gak mau, kan repot. Tapi biasanya anak ngikut orang tuanya. Biasanya lo ya. 

Niat baik ini saya sampaikan ke salah satu senior saya, Ustadz Haris Susmana yg merupakan alumni Gontor 1998. Nah beliaulah yang sedikit mewanti saya soal kunjungan ke GP. Mewanti dalam arti coba kamu kontak dan pastikan dlu yang kamu temui disana. Takutnya nanti kamu malah tidak dikasih lihat calonnya. Yang sudah-sudah sih biasanya dipanggilkan, tapi ga tau ya kalo sekarang, kan mudirnya baru. 

Saya tidak begitu menggubris nasehat ini. Sebab saya sering dapat cerita, katanya kalau ada yang datang ke GP biasanya mudirnya tanggap. Tanggap dalam arti calon yang diincar itu nanti dipanggil ke Rumah BPK Pengasuh dengan berbagai alasan, yang pada intinya agar laki-laki ini melihat calonnya secara sekilas. Nasihat ini saya dengar, namun tidak terlalu saya hiraukan sebab bagi saya, ah masa mudir GP ga peka sih masalah beginian, pasti bisa lah. 

Oke kembali lagi ke kunjungan saya ke GP 1. 

Setibanya di sana saya langsung dipersilahkan masuk dan menuju rumah Pengasuh. Di teras rumah beliau, saya dan beserta kawan saya, Nurman Haris,  mengobrol banyak hal. Dari suasana Gontor Putri, pengalaman kuliah beliau di Kairo, PKU dan lain sebagainya. 

Setelah kurnag lebih 1 jama ngobrol, Nurman mencoba masuk untuk menyinggung ke arah “sana”. Jadi gini ustadz. ujar Nurman. Selain silaturahmi, Niat Bana ke sini juga ingin mempersunting salah satu ustadzah Yanga ada di sini. Silakan ban, sampaikan! Ujar Nurman. 

Dengan gaya bicara yang –sepertinya– saya buat malu malu Saya pun sampaikan itu semua. Pak Mujib pun meresponnya. 

Namun ada yang membuat saya aneh. Disitu saya merasa kaget sebab respon beliau agak beda. Saya pun agak bertanya tanya Kenapa pembicaraan di topik ini tidak selancar dan mengalir ditopik sebelumnya. Jawaban beliau seperti masih menyisakan ruang pertanyaan untuk saya. 

Salah satunya –bahkan ini yg saya tunggu tunggu– adalah dipertemukan dengan si bidadari. Saya bertanya-tanya kenapa beliau tidak berusaha memanggil anak ini sebagai bentuk respon dari niat baik saya padahal itulah momennya. Saya mau liat bagaimana bentuk bidadari yang menjelma jadi manusia walaupun sekilas. Dan gak mungkin dong saya yang minta ke beliau untuk dipanggilkan, mau ditaruh mana muka saya kalau saya berani ngomong itu. 

Akhirnya saya berprasangka baik, mungkin ini aturan baru atau ada hal seperti ini kurang etis dilakukan. Walhasil anak itu tidak dipanggilkan, dan karena infonya dia sudah dipersunting beliau akan berusaha memastikan info itu benar atau tidak, dan beliau juga menunggu profil saya. 

Oiya ada satu hal juga. Yang saya dengar, katanya yang ingin mengambil ustadzah yang sedang ngabdi, dan memotong pengabdiannya itu sah sah saja dan boleh kapanpun. Artinya dia tidak terikat dengan dengan pengabdian selama mudir mengizinkan. Namun kemarin beliau menyampaikan, sekalipun bisa mengambil bidadari ini, saya harus menunggu sampai selesai pengabdian, yaitu di Ramadhan. Dalam hati saya, menunggu itu berat, saya ga akan kuat. Kenapa harus seberat ini?

Azan ashar pun berkumandang di Pondok Gontor Putri 1. Kami pun izin pamit ke beliau dan mengabadikan beberapa momen. Tak lupa saya berikan buku Capita Selecta saya. Itung-itung sebagai “pelicin” untuk mendapatkan anak beliau. Tak lupa juga kami berfoto ria di Gerbang Gontor Putri. Selain menjadi bukti pernah ke GP, juga untuk  nakut-nakutin mantan ketika melihat postingan saya. Haha. Canda canda. 

Apakah ceritanya sampai disini? 

Tidak! 

Jadi, sebelum keberangkatan ke Ngawi, saya dapat kabar sang bidadari ini –sebagaimana kata kawannya dichat– ia sudah ada calon. Sudah ada di sini bukan ada yang khitbah atau datang ke rumah. Agaknya –agaknya Lo ya– calonnya itu adalah lelaki yang disiapkan oleh orangtuanya karena kedekatan orang tuanya atau hal lain. Sebab dia pun belum pernah bertemu dengan laki laki ini apalagi dilamar. Itulah mengapa saya masih yakin untuk bisa mendapatkan bidadari ini. Bagi saya itu hanya sekat kecil yang mudah untuk di dobrak. 

Dengan berani saya pun menanyakan nomor orang tua sekaligus alamatnya lewat kawannya itu. Niatnya, saya ingin langsung bertemu orang tuanya dan mengenalkan diri. Urusan diterima atau tidak itu belakangan, yang penting ada jawaban yang membuat saya lega hingga harus mundur –meskipun tidak Alon Alon. 

Dan ternyata tidak semudah itu. Si Bidadari tidak memberikan nomor orangtua dan alamatnya. Namun jalannya tidak ditutup habis, sebab ia memberikan nomor kakaknya. Dalam hati saya, ketika sdh memberikan nomor kakaknya itu artinya dia masih memberikan peluang. Sebab, yang saya tau ayahnya sudah wafat, jadi mungkin kakak nyalaah yang mengatur semuanya. Ok tanpa pikir panjang saya chat kakaknya. 

Kata demi kata saya rangkai agar bisa melahirkan kalimat yang ringkas, padat dan berbau romantis. Saya tulis dalam 4-5 paragraf, kemudian saya kirim ke mas nya. 

Kalian tau apa jawaban mas nya, yang  tidak sampai 3 baris itu? “nggih mas, kalau boleh tau Niatan baik nya apa ya?” Ada dua kawan saya yang sudah baca chat ini, dan mereka ketawa terbahak bahak. Kok bisa sih masih nanya pertanyaan seperti itu. Kok bisa menanyakan apa niatan baik saya. Yaa jelas dong.

Tapi saya tidak terlalu memperdulikan itu. Saya anggap ini sebagai ujian bagi saya. Ibarat mau dapetin emas, masa kesandung batu doang udah nyerah. Saya perjelas lagi maksud dan tujuan saya yang memang mau serius ke jenjang pernikahan. Saya sempat berpikir, ya ampun hidup kok serius banget ya… dan sepertinya itulah satu²nya momen saya yang benar² serius, sebab hidup saya isinya guyon semua. 

Singkatnya, masnya mengabarkan bahwa adiknya sudah ada calon. Kata “sudah ada” ini pun sebagaimana yang saya bilang di atas masih ambigu. Sudah ada apa ni? Yang khitbah, yang booking atau yang apa. Tapi pada intinya saya hargai jawaban itu, dan saya tidak menyerah begitu saja. Saya meminta untuk bertemu dengan dirinya Jumat malam sepulang saya dari GP. ia pun mengiyakannya. 

Sepulangnya dari GP, saat saya konfirmasi lagi, ternyata Mase ada acara dan tidak bisa menemui saya. Saya bilang ke Nurman ini mas nya maunya apa sih, udh jawab nya lama terus tiba tiba cancel janjinya. Disitulah saya mulai bertanya-tanya, apa ini pertanda kalau ini bukan jodoh saya ya. Sebab kata orang, kalau jodoh itu insyaallah jalannya mudah. Ini kok kenapa sulit sekali. 

Saya pun balik dan melanjutkan perjalanan lain. Setidaknya ada empat hal yang menghambat saya . Pertama dari pihak Mudir GP yang tidak benar-benar memastikan. Kedua dari pihak perempuan yang katanya sudah ada. Ketiga dari pihak kakaknya yang –agaknya– menghalangi saya untuk menemuinya. Keempat –dan ini baru saya temui hari ini– sang bidadari ternyata memiliki penyakit yang kompleks dan sering izin karena sakit. Tentu ini menjadi pertimbangan, sebab saya akan hidup dalam lingkungan pondok yang dinamikanya tidak pernah berhenti. Bukannya saya tidak mau ngurusi istri, namun porsi saya ke pondok harus berimbang. Saya minimal bisa berkolaborasi, baik tenaga, pemikiran, dll-nya untuk pondok. Kalau sering sakit sepertinya  fokus saya akan pecah. 

APA HIKMAHNYA?

Namun saya tidak mau mencoba menebak rahasia dibalik setiap takdir Allah. Cukup jalani, nikmati dan syukuri. Saya tidak mau bilang perjalanan ini sia-sia. Sebab diperjalanan ini saya bertemu dengan banyak kawan yang memberikan nasehat dan masukan. Saya juga tidak mau bilang dia tidak layak buat saya karena ini, itu dan sebagainya. Sebab boleh jadi ternyata setelah ini jalannya malah terbuka dan Allah menakdirkan dialah jodoh saya 

Yang saya pegang hanya satu. Perjalanan ini adalah satu diantara wasilah Allah untuk mengantarkan pada sebuah tujuan. Dalam hadis dikatakan “bekerjalah, sebab setiap orang akan dimudahkan kemana arah tujuannya”. Kalau memang nanti Allah takdirkan saya berjodoh dengan seseorang, boleh jadi perjalanan ini adalah wasilah  saya mendapatkan jodoh itu, mungkin bisa karena link temen yang saya temui di perjalanan, tawaran mudir GP, kenalan kawan saya atau yang lainnya. Intinya saya ingin ini semua dijalani, dinikmati dan disyukuri. 

Percayalah tidak ada yang sia sia di dunia ini. Tugas kita hanya berusaha. Allah punya rencana indah buat hamba-Nya. Sekian perjalanan saya selama dua hari ini. Semoga bisa diambil manfaatnya. 

Yogyakarta,

Ahad, 31 Juli 2022


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top