nderekngaji.com – Dalam Risalah, Syekh Hasyim A’syari menyampaikan pemikirannya mengenai konsep
sunnah, bid’ah, kehidupan setelah mati, dan tanda-tanda zaman. Seperti yang
dijelaskan oleh Syekh Zaruq dalam Uddatul Murid, bid’ah diartikan sebagai
penciptaan elemen baru dalam konteks agama seakan-akan itu merupakan bagian
integral dari urusan agama, padahal sebenarnya tidak demikian, baik dari
perspektif visual maupun hakikatnya.
Imam Nawawi, dalam pandangannya, mendefinisikan bid’ah sebagai perbuatan yang
tidak pernah ada pada masa Rasulullah. Bid’ah dibagi menjadi dua jenis, yaitu
bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah qabihah (buruk). Imam Abdissalam ra. sendiri
menggambarkan bid’ah sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak pernah
dilakukan pada masa Rasulullah Saw.
Abdurrahman bin Abi Bakar Jalaluddin menyatakan bahwa bid’ah adalah istilah
untuk suatu perbuatan yang bertentangan dengan syariat atau tindakan yang
memerintahkan baik dengan menambah atau mengurangi. Ulama salaf mengajarkan
bahwa mereka tidak menyukai bid’ah dan menentang orang-orang yang melakukan
perbuatan bid’ah.
مَنْ أَحْدَثَ فِي اَمْرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: Barang siapa yang mengadakan suatu amalan baru dalam agama kami yang di luar syari’at kami, maka amalan tersebut tertolak.
مَنْ عَمِلَ عَمَالٌ لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم
Artinya: Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan syari’at kami, maka amalnya itu tertolak.
Selain menjelaskan definisinya, penting bagi kita untuk memahami berbagai jenis bid’ah dari beberapa perspektif ulama. Beberapa pandangan dari Imam Zaruq
Menurut Imam Zaruq, ada dua pembagian bid’ah:
- Bid’ah Sharihah: Merupakan suatu amalan yang ditetapkan tanpa dasar syar’i, baik dari segi kewajiban, sunnah, mubah, dan lainnya. Bid’ah ini dapat menghancurkan sunnah dan menyimpang dari kebenaran. Meskipun mungkin memiliki seribu sanad dari asal dan furu’, tetapi termasuk dalam kategori bid’ah yang sangat buruk.
- Bid’ah Khilafiyah: Merupakan bid’ah yang memiliki dua landasan utama yang argumentasinya sama-sama kuat. Dilihat dari satu aspek, bid’ah ini mungkin tampak sebagai bid’ah, sementara dari aspek lain, terlihat sebagai sesuatu yang sesuai dengan sunnah.
Syeikh Waliyuddin as-Syabsyiri berpendapat dalam kitab syarah Arbain al-Nawawi, menjelaskan hadis
فَمَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ
Artinya : barang siapa yang menciptakan perkara baru (dalam agama) atau membantu orang lain mencuptakan hal baru, maka ia akan mendapatkan laknat Allah.
Yang termasuk dalam kategori hadis yang mencakup akad fasid, yang hukumnya ditujukan kepada orang yang tidak berpengetahuan atau yang melakukan ketidakadilan, serta segala sesuatu yang tidak sejalan dengan syariat. Contohnya adalah masalah-masalah ijtihadiyyah yang berkaitan dengan penilaian mujtahid. Selain itu, artikel juga menyebutkan pandangan Syekh Ibnu Abdussalam terkait bid’ah dalam beberapa kategori:
- Bid’ah Wajib: Seperti mempelajari ilmu nahwu dan ilmu gharib dalam al-Qur’an dan sunnah yang dapat membantu pemahaman syariat agama.
- Bid’ah Haram: Seperti Madzhab Qadariyah, Jabriyah, dan Majusiyyah.
- Bid’ah Sunnah: Seperti membangun pesantren dan madrasah, serta melakukan segala hal baik yang belum pernah ada di masa generasi awal.
- Bid’ah Makruh: Seperti menghiasi masjid secara berlebihan dan menyobek-nyobek mushaf.
- Bid’ah Mubah: Seperti berjabat tangan setelah salat, melonggarkan baju, dan lain-lain.
Artikel juga menegaskan bahwa penggunaan alat tasbih, melafazkan niat shalat, tahlil bagi mayit, ziarah kubur, dan sejenisnya tidak termasuk dalam kategori bid’ah. Di sisi lain, pertunjukan pasar malam dan sepak bola dianggap sebagai bid’ah yang buruk atau sejelek-jelek bid’ah.
Baca juga : Dzikir Setelah Sholat itu Bid’ah?
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.