Kata
pengantar
pengantar
Segala
puji bagi Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang dan maha pemberi
hidayah dan petunjuk serta pertolongan kepada siapapun hambanya yang di
kehendaki.
puji bagi Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang dan maha pemberi
hidayah dan petunjuk serta pertolongan kepada siapapun hambanya yang di
kehendaki.
Shalawat
serta salam yang seindah-indahnya semoga tetap terlimpah ruah kepada Nabi agung
beliau Nabi Muhammad SAW,sebanyak naik turunya nafas serta sebnyak daun yang
berguguran pada bumi.
serta salam yang seindah-indahnya semoga tetap terlimpah ruah kepada Nabi agung
beliau Nabi Muhammad SAW,sebanyak naik turunya nafas serta sebnyak daun yang
berguguran pada bumi.
Salam
ta’dzim dan mahabbah semoga selalu keharibaan Ghutsu Hadzaz Zaman RA,besar
harapan saya semoga sebatas tulisan ini mampu menjadikan diri kita generasi
pemuda yang lebih untuk mengangkat derajat bangsa yang saat ini dalam ambang
kebodohan.semoga tulisan ini mampu menjadikan kita semakin bertambahnya
pengetahuan kita.Aminnn…
ta’dzim dan mahabbah semoga selalu keharibaan Ghutsu Hadzaz Zaman RA,besar
harapan saya semoga sebatas tulisan ini mampu menjadikan diri kita generasi
pemuda yang lebih untuk mengangkat derajat bangsa yang saat ini dalam ambang
kebodohan.semoga tulisan ini mampu menjadikan kita semakin bertambahnya
pengetahuan kita.Aminnn…
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Permasalahan
Belakang Permasalahan
Dalam Negara Hukum Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keadilan, ketertiban,
kebenaran dan kepastian hokum dalam sistem dan penyelenggaraan hukum merupakan
hal pokok yang sangat penting dalam usaha mewujudkan suasana perikehidupan yang
aman, tentram dan tertib seperti yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal-hal tersebut dibutuhkan
adanya lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna
menegakan hukum dan keadilan dengan baik. Salah satu lembaga untuk menegakan
hukum dalam mencapai keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum adalah
badan-badan peradilan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang masing-masing mempunyai lingkup
kewenangan mengadili perkara atas sengketa dibidang tertentu.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keadilan, ketertiban,
kebenaran dan kepastian hokum dalam sistem dan penyelenggaraan hukum merupakan
hal pokok yang sangat penting dalam usaha mewujudkan suasana perikehidupan yang
aman, tentram dan tertib seperti yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal-hal tersebut dibutuhkan
adanya lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna
menegakan hukum dan keadilan dengan baik. Salah satu lembaga untuk menegakan
hukum dalam mencapai keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum adalah
badan-badan peradilan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang masing-masing mempunyai lingkup
kewenangan mengadili perkara atas sengketa dibidang tertentu.
Peradilan
adalah salah satu dari ruang lingkungan peradilan Negara yang dijamin
kemerdekaannya dalam menjalankan tugasnya sebagaimana daitur dalam
Undang-undang tentang kekuasaan kehakiman.Peradilan yang kewenangannya
mengadili perkara-perkara tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu yaitu
mereka yang bernegara, sejajar dengan peradilan yang lain.
adalah salah satu dari ruang lingkungan peradilan Negara yang dijamin
kemerdekaannya dalam menjalankan tugasnya sebagaimana daitur dalam
Undang-undang tentang kekuasaan kehakiman.Peradilan yang kewenangannya
mengadili perkara-perkara tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu yaitu
mereka yang bernegara, sejajar dengan peradilan yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mahkamah
Agung
Agung
Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi
yang memegang kekuasaan kehakiman di dalam negara Republik Indonesia. Dalam
trias politika, MA mewakili kekuasan yudikatif. Sesuai dengan UUD 1945
(Perubahan Ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
yang memegang kekuasaan kehakiman di dalam negara Republik Indonesia. Dalam
trias politika, MA mewakili kekuasan yudikatif. Sesuai dengan UUD 1945
(Perubahan Ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Tugas dan Wewenang
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan
Wewenang MA adalah:
Wewenang MA adalah:
a.
Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
- Mengajukan tiga orang anggota Hakim Konstitusi
- Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member
grasi dan rehabilitasi
Peradilan Umum
1.Pengadilan
Tinggi
Tinggi
Pengadilan
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap
perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi selaku
salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilam Umum,
dalam pasal 51 menyatakan :
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap
perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi selaku
salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilam Umum,
dalam pasal 51 menyatakan :
a. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan
perkara perdata di Tingkat Banding.
perkara perdata di Tingkat Banding.
b. Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat
Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya.
Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya.
Disamping tugas dan kewenangan sebagaimana tersebut diatas pengadilan juga
dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum kepada
Instansi Pemerintah di daerahnya apabila diminta (pasal 52 ayat 1 UU No. 8
Tahun 2004). Dan selain tugas dan kewenangan diatas pengadilan dapat diserahi
tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang (pasal 52 ayat 2
UU No. 8 Tahun 2004). Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan
Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi
terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim
Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
2.Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya.
Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN),
Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita.
Bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara
perdata di tingkat pertama. (Psl 50 UU No.2/1986)
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara
perdata di tingkat pertama. (Psl 50 UU No.2/1986)
Pengadilan
Negeri dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang.
(Psl 52 ayat 2 Bab Kekuasaan Pengadilan UU No.2/1986)
Negeri dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang.
(Psl 52 ayat 2 Bab Kekuasaan Pengadilan UU No.2/1986)
Ketua
Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri
Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah
laku hakim, panitera, sekretaris, dan jurusita di daerah hukumnya. (Psl 53 ayat
1 Bab Kekuasaan Pengadilan UU No.2/1986)
laku hakim, panitera, sekretaris, dan jurusita di daerah hukumnya. (Psl 53 ayat
1 Bab Kekuasaan Pengadilan UU No.2/1986)
Ketua
Pengadilan mengatur pembagian tugas para hakim.
Pengadilan mengatur pembagian tugas para hakim.
Ketua
Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lainnya yang
berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakin
untuk diselesaikan.
Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lainnya yang
berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakin
untuk diselesaikan.
Ketua
Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, tetapi
apabila terdapat perkara tertentu karena menyangkut kepentingan umum harus
segera diadili, maka perkara itu didahulukan[1]
Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, tetapi
apabila terdapat perkara tertentu karena menyangkut kepentingan umum harus
segera diadili, maka perkara itu didahulukan[1]
Ketua
Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah
hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi,
Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
jabatan notaris. (Psl 54 ayat 1 UU No.8/2004)
Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah
hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi,
Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
jabatan notaris. (Psl 54 ayat 1 UU No.8/2004)
Ketua
Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut,
kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu:
korupsi, terorisme, narkotika/psikotropika,pencucian uang, perkara tindak
pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang terdakwanya
berada di dalam Rumah Tahanan Negara. (Psl 57 UU No.8/2004)[2]
Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut,
kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu:
korupsi, terorisme, narkotika/psikotropika,pencucian uang, perkara tindak
pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang terdakwanya
berada di dalam Rumah Tahanan Negara. (Psl 57 UU No.8/2004)[2]
3. Pengadilan Khusus
Pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum yaitu:
lingkungan peradilan umum yaitu:
1. Pengadilan
anak ( UU no.3 tahun 1997)
anak ( UU no.3 tahun 1997)
2. Pengadilan
niaga ( UU no. 37 tahun 2004)
niaga ( UU no. 37 tahun 2004)
3. Pengadilan
HAM ( UU no. 26 tahun 2000)
HAM ( UU no. 26 tahun 2000)
4. Pengadilan
tindak pidana korupsi ( UU no. 30 tahun 2002)
tindak pidana korupsi ( UU no. 30 tahun 2002)
5. Pengadilan
hubungan industrial ( UU no. 2 tahun 2004)
hubungan industrial ( UU no. 2 tahun 2004)
6. Pengadilan
pajak ( UU no.14 tahun 2002)
pajak ( UU no.14 tahun 2002)
D. Peradilan Agama
1. Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan
Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk
mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili
di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
Agama di daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui
Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan
Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris
Jadi tugas dan wewenang
pengadilan tinggi agama adalah :
pengadilan tinggi agama adalah :
a. Mengadili
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
- Mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama
di daerah hukumnya.
2. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan
Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang:
a. perkawinan
b. warisan, wasiat, dan
hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
c. wakaf dan shadaqah
d. ekonomi syari’ah
Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi
wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan
(Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru
Sita.
Kekuasaan ataw kewenangan Peradilan Agama
Kewenangan disebut juga kekuasaan atau kompetensi, kompetensi berasal
dari bahasa Latin competo, kewenangan yang diberikan undang-undang
mengenai batas untuk melaksanakan sesuatu tugas; wewenang mengadili. Kompetensi
dalam bahasa Belanda disebut competentie, kekuasaan (akan) mengadili;
kompetensi. Kompetensi disebut juga kekuasaan atau kewenangan mengadili yang
berkaitan dengan perkara yang diperiksa di pengadilan atau pengadilan mana yang
berhak memeriksa perkara tersebut. Ada dua macam kompetensi atau kekuasaan/kewenangan
mengadili, yaitu kewenangan relatif dan kewenangan absolut.
dari bahasa Latin competo, kewenangan yang diberikan undang-undang
mengenai batas untuk melaksanakan sesuatu tugas; wewenang mengadili. Kompetensi
dalam bahasa Belanda disebut competentie, kekuasaan (akan) mengadili;
kompetensi. Kompetensi disebut juga kekuasaan atau kewenangan mengadili yang
berkaitan dengan perkara yang diperiksa di pengadilan atau pengadilan mana yang
berhak memeriksa perkara tersebut. Ada dua macam kompetensi atau kekuasaan/kewenangan
mengadili, yaitu kewenangan relatif dan kewenangan absolut.
1.
Kewenangan Relatif
Peradilan Agama
Kewenangan Relatif
Peradilan Agama
Yang
dimaksud dengan kekuasaan relatif (relative competentie) adalah
pembagian kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Negeri. Atau
dengan kata lain Pengadilan Negeri mana yang berwenang memeriksa dan memutus
perkara. Pengertian lain dari kewenangan relatif adalah kekuasaan peradilan
yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan
pengadilan yang sama jenis dan tingkatan. Misalnya antara Pengadilan Negeri
Padang dan Pengadilan Negeri Solok, Dari pengertian di atas maka pengertian
kewenangan relatif adalah kekuasaan atau wewenang yang diberikan kepada
pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama jenis dan tingkatan yang
berhubungan dengan wilayah hukum Pengadilan dan wilayah tempat tinggal/tempat
kediaman atau domisili pihak yang berperkara.
dimaksud dengan kekuasaan relatif (relative competentie) adalah
pembagian kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Negeri. Atau
dengan kata lain Pengadilan Negeri mana yang berwenang memeriksa dan memutus
perkara. Pengertian lain dari kewenangan relatif adalah kekuasaan peradilan
yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan
pengadilan yang sama jenis dan tingkatan. Misalnya antara Pengadilan Negeri
Padang dan Pengadilan Negeri Solok, Dari pengertian di atas maka pengertian
kewenangan relatif adalah kekuasaan atau wewenang yang diberikan kepada
pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama jenis dan tingkatan yang
berhubungan dengan wilayah hukum Pengadilan dan wilayah tempat tinggal/tempat
kediaman atau domisili pihak yang berperkara.
a. Kewenangan Relatif Perkara Gugatan
Pada dasarnya setiap gugatan diajukan ke Pengadilan yang wilayah hukumnya
meliputi:
meliputi:
- Gugatan diajukan kepada
pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kediaman tergugat.
Apabila tidak diketahui tempat kediamannya maka pengadilan di mana
tergugat bertempat tinggal. - Apabila tergugat lebih
dari satu orang maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang wilayah
hukumnya meliputi wilayah salah satu kediaman tergugat. - Apabila
tempat kediaman tergugat tidak diketahui atau tempat tinggalnya tidak
diketahui atau jika tergugat tidak dikenal (tidak diketahui) maka gugatan
diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
penggugat. - Apabila objek perkara
adalah benda tidak bergerak, gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang
wilayah hukumnya meliputi letak benda tidak bergerak. - Apabila dalam suatu
akta tertulis ditentukan domisili pilihan, gugatan diajukan kepada
pengadilan yang domisilinya dipilih.
b.
Kewenangan Relatif
Perkara Permohonan
Kewenangan Relatif
Perkara Permohonan
Untuk
menentukan kekuasaan relatif Pengadilan Agama dalam perkara permohonan adalah
diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
Namun dalam Pengadilan Agama telah ditentukan mengenai kewenangan relatif dalam
perkara-perkara tertentu, perkara-perkara tersebut adalah sebagai sebagai
berikut.
menentukan kekuasaan relatif Pengadilan Agama dalam perkara permohonan adalah
diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
Namun dalam Pengadilan Agama telah ditentukan mengenai kewenangan relatif dalam
perkara-perkara tertentu, perkara-perkara tersebut adalah sebagai sebagai
berikut.
v
Permohonan ijin poligami diajukan ke Pengadilan
Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
Permohonan ijin poligami diajukan ke Pengadilan
Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediaman pemohon.
v
Permohonan
dispensasi perkawinan bagi calon suami atau istri yang belum mencapai umur
perkawinan (19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan) diajukan oleh
orang tuanya yang bersangkutan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya
meliputi kediaman pemohon.
Permohonan
dispensasi perkawinan bagi calon suami atau istri yang belum mencapai umur
perkawinan (19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan) diajukan oleh
orang tuanya yang bersangkutan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya
meliputi kediaman pemohon.
v
Permohonan pencegahan perkawinan diajukan ke
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat pelaksanaan perkawinan.
Permohonan pencegahan perkawinan diajukan ke
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat pelaksanaan perkawinan.
vPermohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
pernikahan atau tempat tinggal suami atau istri.
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
pernikahan atau tempat tinggal suami atau istri.
2. Kewenangan Absolut Peradilan Agama
Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu,
yaitu orang-orang yang beragama Islam.
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu,
yaitu orang-orang yang beragama Islam.
Kewenangan Absolut Sebelum
Kemerdekaan:
Kemerdekaan:
ü
Staatsblaad
1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan
bahwa wewenang PA itu berdasarkan kebiasaan dan biasanya menjadi ruang lingkup
wewenang PA adalah: hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, talak, rujuk,
wakaf, warisan.
Staatsblaad
1882 No. 152 tidak disebutkan secara tegas kewenangan PA, hanya disebutkan
bahwa wewenang PA itu berdasarkan kebiasaan dan biasanya menjadi ruang lingkup
wewenang PA adalah: hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, talak, rujuk,
wakaf, warisan.
ü
Staatsblaad
1937 No. 116 (Jawa dan Madura) : “PA hanya berwenang memeriksa perselisihan
antara suami istri yang beragama Islam dan perkara-perkara lain yang berkenaan
dengan nikah, talak dan rujuk.
Staatsblaad
1937 No. 116 (Jawa dan Madura) : “PA hanya berwenang memeriksa perselisihan
antara suami istri yang beragama Islam dan perkara-perkara lain yang berkenaan
dengan nikah, talak dan rujuk.
Pada masa
ini wakaf, tuntutan nafkah, hadhanah, pemecatan wali nikah, perkara kewarisan,
hibah wasiat, sadakah bukan kewenangan PA.
ini wakaf, tuntutan nafkah, hadhanah, pemecatan wali nikah, perkara kewarisan,
hibah wasiat, sadakah bukan kewenangan PA.
Kewenangan
Absolut Setelah Kemerdekaan:
Absolut Setelah Kemerdekaan:
PP No. 45 Tahun 1957: PA
berwenang mengadili perkara nikah, talak, rujuk, fasakh, nafkah, mahar, maskan
(tempat kediaman), mut’ah, hadanah, waris, wakaf, hibah, sadakah, baitul maal.
SK. Menag No. 6 Tahun 1980: Nama untuk peradilan tingkat pertama yaitu
Pengadilan Agama. Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Agama.
berwenang mengadili perkara nikah, talak, rujuk, fasakh, nafkah, mahar, maskan
(tempat kediaman), mut’ah, hadanah, waris, wakaf, hibah, sadakah, baitul maal.
SK. Menag No. 6 Tahun 1980: Nama untuk peradilan tingkat pertama yaitu
Pengadilan Agama. Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Agama.
Pasal 49 s/d 53 UU No. 7
Tahun 1989: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta wakaf dan sadakah.
Tahun 1989: “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta wakaf dan sadakah.
Kewenangan
PA saat ini:
PA saat ini:
Kekuasaan absolut Pengadilan
Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada
pokoknya adalah sebagai berikut:
Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada
pokoknya adalah sebagai berikut:
perkawinan
waris
wasiat
hibah
wakaf
zakat
infaq
shadaqah
ekonomi
syari’ah.
syari’ah.
Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang:
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang:
1. Perkawinan
Dalam
bidang perkawinan meliputi hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan
undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah,
antara lain:
bidang perkawinan meliputi hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan
undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah,
antara lain:
- izin beristri lebih dari seorang;
- izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam hal orang tua atau wali atau
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; - dispensasi kawin;
- pencegahan perkawinan;
- penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat
Nikah; - pembatalan perkawinan;
- gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau
istri; - perceraian karena talak;
- gugatan perceraian;
- penyelesian harta bersama;
- penguasaan anak-anak;
- ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan bilamana bapak yang seharusnya bertangung jawab tidak
memenuhinya; - penentuan kewajiban memberi biaya peng-hidupan
oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas
istri; - putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
- putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
- pencabutan kekuasaan wali;
- penunjukkan orang lain sebagai wali oleh
pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; - menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak
yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang
tuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orang tuanya; - pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap
wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya; - penetapan asal usul seorang anak;
- putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan
untuk melakukan perkawinan campuran; - pernyataan tentang sahnya perkawinan yang
terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain.Dalam Kompilasi Hukum Islam juga
ada pasal-pasal memberikan kewenangan Peradilan Agama untuk memeriksa
perkara perkawinan, yaitu: - Penetapan Wali Adlal;
- Perselisihan penggantian mahar yang hilang
sebelum diserahkan.
2. Waris
Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta
penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta
penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
3. Wasiat
Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku
setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku
setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
4. Hibah
Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk dimiliki.
dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk dimiliki.
5. Wakaf
Yang
dimaksud dengan “wakaf’ adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang
(wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah.
dimaksud dengan “wakaf’ adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang
(wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah.
6. Zakat
Yang
dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim
atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
7. Infaq
Yang
dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada
orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan,
memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.
dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada
orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan,
memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.
8.
Shodaqoh
Shodaqoh
Yang
dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada
orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi
oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala
dan pahala semata.
dimaksud dengan “shadaqah” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada
orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi
oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala
dan pahala semata.
9. Ekonomi
Syari’ah
Syari’ah
Yang
dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
bank syari’ah;
dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
bank syari’ah;
lembaga keuangan mikro
syari’ah.
lembaga keuangan mikro
syari’ah.
asuransi syari’ah
asuransi syari’ah
reksa dana syari’ah
reksa dana syari’ah
obligasi syari’ah dan
surat berharga berjangka menengah syari’ah
obligasi syari’ah dan
surat berharga berjangka menengah syari’ah
sekuritas
syari’ah
syari’ah
pembiayaan
syari’ah
syari’ah
pegadaian
syari’ah
syari’ah
dana pensiun lembaga
keuangan syari’ah
dana pensiun lembaga
keuangan syari’ah
bisnis syari’ah.
bisnis syari’ah.
E. Peradilan Militer
1. Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di
bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit
yang berpangkat Mayor ke atas. Selain itu, Pengadilan Militer Tinggi juga
memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus
oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
Pengadilan Militer Tinggi juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan
terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah
hukumnya.
2. Pengadilan Militer
Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah
Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus
pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang
berpangkat Kapten ke bawah.
Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum Pengadilan Militer ditetapkan melalui
Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dapat bersidang di luar
tempat kedudukannya bahkan di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan
Militer Utama.
KEKUASAAN
DAN KEWENANGAN PERADILAN MILITER
DAN KEWENANGAN PERADILAN MILITER
Pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud diatas berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
Negara Tertinggi.
dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud diatas berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan
Negara Tertinggi.
Menurut
Pasal 9 yang berbunyi:
Pasal 9 yang berbunyi:
Pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
- Mengadili
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan
tindak pidana adalah:
a.
Prajurit
Prajurit
b. yang
berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
c.
anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau
dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau
dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d.
seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi
atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh
suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi
atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh
suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
- Memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. - Menggabungkan
perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas
permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh
tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua
perkara tersebut dalam satu putusan.
FUNGSI
PERADILAN MILITER
PERADILAN MILITER
Fungsi
peradilan militer yang ada di Indonesia diantaranya ialah:
peradilan militer yang ada di Indonesia diantaranya ialah:
Pengadilan
militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.
Pengadilan
militer tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira sampai
dengan pangkat kolonel.
militer tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira sampai
dengan pangkat kolonel.
Pengadilan
militer utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat jendral
militer utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat jendral
Pengadilan
militer pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.
militer pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.
F. Peradilan Tata Usaha
Negara
Negara
1. Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara
Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi.
Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara di tingkat banding.
Selain itu,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk memeriksa
dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi
wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari
Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan
Sekretaris
2. Pengadilan Tata Usaha
Negara
Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata
Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah
hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha
Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris
SUSUNAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
Susunan
Peradilan Tata Usaha Negara sama halnya dengan Peradilan Umum, menuru Pasal 8
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, terdiri dari dua tingkat peradilan,
yaitu :
Peradilan Tata Usaha Negara sama halnya dengan Peradilan Umum, menuru Pasal 8
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, terdiri dari dua tingkat peradilan,
yaitu :
- Pengadilan Tata Usaha
Negara, yang merupakan Peradilan Tingkat Pertama - Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara, yang merupakan Peradilan Tingkat Banding.
Sama
halnya dengan ketiga peradilan lain, Peradilan Tata Usaha Negara juga berpuncak
pada Mahkamah Agung, sebagai peradilan negara tertinggi yang berfungsi sebagai
peradilan Tingkat Kasasi.
halnya dengan ketiga peradilan lain, Peradilan Tata Usaha Negara juga berpuncak
pada Mahkamah Agung, sebagai peradilan negara tertinggi yang berfungsi sebagai
peradilan Tingkat Kasasi.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 11 UPTUN) terdiri atas :
- Pimpinan
- Hakim Anggota
- Panitera
- Sekertaris
Dari keempat susunan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pimpinan
Pimpinan terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua, baik Pengadilan
Tata Usaha Negara, maupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 14
ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, untuk dapat diangkat menjadi ketua
dan wakil ketua diperlukan pengalaman selama 10 tahun sebagai Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara, sedang dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986, untuk dapat diangkat menjadi ketua Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara atau sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bagi yang pernah menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara, sedang untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 8
tahun sebagai Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atau sekurang-kurangnya 3
tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bagi yang pernah
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Khusus mengenai
syarat pengalaman kerja ini, untuk pertama kali dibentuk Pengadilan Tata Usaha
Negara tidak mungkin dapat dipenuhi, oleh karena itu melalui Ketentuan
Peralihan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, telah memberikan suatu pengecualian.
Untuk pertama kali pada saat undang-undang ini diterapkan, Menteri Kehakiman
setelah mendengar pendnapat dari Ketua Mahkamah Agung mengatur pengisian
jabatan Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera, dan Sekertaris pada Pengadilan
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, menyimpang dari persaratan yang
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Ketua dan Wakil Ketua pada lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah
Agung (Pasal 16 ayat (2)UPTUN).
Sebelum memangku jabatannya Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan dilingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara mengucapkan sumpah menurut agama dan kepercayaannya
masing-masing (Pasal 17 UPTUN).
Ketua dan Wakil Ketua dapat diberhentikan dengan hormat dan tidak hormat dari
jabatannya. Pemberhentian dengan hormat dari jabatannya dapat dilakukan karena (Pasal
19 UPTUN) :
- Permintaan sendiri
- Sakit rohani dan
jasmani terus-menerus - Telah berumur 60 tahun
bagi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan 63 tahun
bagai Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara - Dinyatakan tidak cakap
di dalam menjalankan tugasnya
Sedang pemberhentian dengan
tidak hormat dari jabatannya dapat dilakukan karena (Pasal 20 UPTUN) :
tidak hormat dari jabatannya dapat dilakukan karena (Pasal 20 UPTUN) :
- Dipidana karena
bersalah melakukan tindak pidana kejahatan - Melakukan perbuatan
tercela - Terus-menerus
melalaikan kewaiban di dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
2. Hakim
Seorang Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara disebut “Hakim”, dan seorang Hakim
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara disebut “ Hakim Tinggi “. Hakim
pada pengadilan dilingkunagan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan seorang
pejabat yang berfungsi sebagai pelaksana tugas dibidang kekuasaan kehakiman
(yudikatfi).
Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor Tahun 1986 pembinaan dan pengawasan umum
terhadap Hakim sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Kehakiman, sedang
pembinaan dan pengawasan dibidang teknis peradilan dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tata Usaha
Negara (Pasal 14 UPTUN), adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa - Setia pada Pancasila
dan UUD 1945 - Bukan bekas anggota
organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang
yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam gerakan Kontra
Revolusi G.30 S/PKI atau organisasi terlarang lainnya. - Pegawai Negeri
- Sarjana Hukum atau
sarjana lain yang memiliki keahlian dibidang Tata Usaha Negara - Berumur
serendah-rendahnya 25 tahun - Berwibawa, jujur, adil,
dan berkelakuan tidak tercela
Sedang
syarat untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada umumnya
sama dengan syarat untuk menjadi Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali
umur serendah-rendahnya 40 tahun ditambah dengan pengalaman sekurang-kurangnya
5 tahun sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara atau
sekurang-kurangnya 15 tahun sebagai hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
syarat untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada umumnya
sama dengan syarat untuk menjadi Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali
umur serendah-rendahnya 40 tahun ditambah dengan pengalaman sekurang-kurangnya
5 tahun sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara atau
sekurang-kurangnya 15 tahun sebagai hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala negara atas usul Menteri
Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung (Pasal 16 UPTUN).
Alasa pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat Hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara sama dengan alas an pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua pengadilan,
ditambah dengan melanggar larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 18
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
- Merangkap menjadi
pelaksana putusan pengadilan - Merangkap menjadi wali,
pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
olehnya - Merangkap menjadi
pengusaha
3. Panitera
Pada lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat lembaga kepaniteraan yang
dipimpin oleh seorang Panitera. Dalam menjalankan tugasnya panitera dibantu
oleh seorang wakil penaitera, beberapa orang panitera muda dan panitera
pengganti (Pasal 27 UPTUN). Panitera diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Kehakiman.
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Panitera Penagadilan Tata Usaha Negara (Pasal
28 UPTUN) adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa - Setiap kepada Pancasila
dan UUD 1945 - Serendah-rendahnya berijazah
sarjana muda jurusan hukum - Berpengalaman
sekurang-kurangnya 4 tahun sebagai wakil panitera, atau 7 tahun sebagai
Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, atau menjabat sebagai wakil
Panitera di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Sedang syarat untuk dapat
diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Pasal
29 UPTUN) adalah :
diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Pasal
29 UPTUN) adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa - Setiap kepada Pancasila
dan UUD 1945 - Serendah-rendahnya
berijazah sarjana hukum - Berpengalaman
sekurang-kurangnya 4 tahun sebagai wakil panitera, atau 8 tahun sebagai
Panitera Muda Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, atau menjabat sebagai
wakil Panitera di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau 4 tahun sebagai
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
4. Sekertaris
Pada lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat lembaga keserkertariatan,
yang dipimpin oleh seorang sekertaris yang dirangkap oleh panitera dan
dibantu oleh seorang wakil sekertaris (Pasal 40 UPTUN. Wakil sekertaris
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman dengan syarat-syarat yang
diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekertaris Pengadilan Tata
Usaha Negara adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa - Setia kepada
Pancasila dan UUD 1945 - Serendah-rendahnya
berijazah Sarjana Muda Administrasi - Berpengalaman dibidang
administrasi pengadilan
Sedang syarat untuk menjadi wakil sekertaris Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (Pasal 43 UPTUN) adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa - Setia kepada
Pancasila dan UUD 1945 - Serendah-rendahnya
berijazah Sarjana Hukum atau Sarjana Adminstrasi, sekertaris
bertugas menyelenggarakan administrasi umum pengadilan, baik pada
Pengadilan Tata Usaha Negara maupun pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara.
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN
PENGADILAN
PENGADILAN
Menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Pengadilan bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara, antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud Keputusan
Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual,
dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
adalah sempit karena tidak semua perkara yang pokok sengketanya terletak di
lapangan hukum publik (Hukum Tata Usaha Negara) dapat diadili di Peradilan Tata
Usaha Negara. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) UPTUN Keputusan
Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara haruslah
memenuhi syarat-syarat :
a)
Bersifat tertulis, hal ini diperlukan untuk memudahkan pembuktian. Yang
dimaksud tertulis adalah :
Bersifat tertulis, hal ini diperlukan untuk memudahkan pembuktian. Yang
dimaksud tertulis adalah :
- Jelas Badan atau
Pejabat Tata Usaha yang mengeluarkannya - Jelas isi dan maksud
tulisan tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban - Jelas kepada siapa
tulisan itu ditujukan
Mengenai syarat-syarat ini ada pengecualinya sebagaimana diatur dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
1)
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal ini menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan,
sedangkan hal ini menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan
Keputusan Tata Usaha Negara.
2)
Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud
Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan
yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud
3)
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka
waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka
waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan
b)
Bersifat konkret, artinya objek yang diputus dalam Keputusan Tata Usaha Negara
itu berwujud tertentu atau dapat ditentukan
Bersifat konkret, artinya objek yang diputus dalam Keputusan Tata Usaha Negara
itu berwujud tertentu atau dapat ditentukan
c)
Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan
untuk orang-orang atau badan hukum perdata tertentu. Jadi tidak berupa suatu
peraturan yang berlaku umum
Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan
untuk orang-orang atau badan hukum perdata tertentu. Jadi tidak berupa suatu
peraturan yang berlaku umum
d)
Bersifat final, artinya sudah difinitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat
hukum, atau ketetapan yang tidak membutuhkan lagi persetujuan dari instansi
atasannya.
Bersifat final, artinya sudah difinitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat
hukum, atau ketetapan yang tidak membutuhkan lagi persetujuan dari instansi
atasannya.
Disamping itu menurut ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Pengadilan tidak berwenang mengadili suatu sengketa Tata Usaha Negara, dalam
hal keputusan Tata Usaha Negara itu dikeluarkan :
- Dalam waktu perang,
keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan yang membahayakan
berdasarkan keputusan peraturan perundang-undangan yang berlaku - Dalam keadaan mendesak
untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Dalam Pasal 2 UPTUN , ada beberapa keputusan yang tidak termasuk dalam
pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat dihadapan Pengadilan
Tata Usaha Negara, yaitu :
- Keputusan Tata Usaha
Negara yang merupakan perbuatan Hukum Perdata - Keputusan Tata Usaha
Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum - Keputusan Tata Usaha
Negara yang memerlukan persetujuan - Keputusan Tata Usaha
Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHAP atau peraturan
perundang undangan lain yang bersufat hukum pidana - Keputusan Tata Usaha
Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku - Keputusan Tata Usaha
Negara mengenai Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia - Keputusan Tata Usaha
Negara, baik dipusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum
Mengenai kompetensi ini ternyata Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 masih bersifat
mendua karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain (pengadilan
semu) diluar pengadilan yang ada di luar lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara tertentu.
Hal lain dapat dilihat dalam Pasal 48 UPTUN yang menyebutkan :
- Dalam hal suatu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata
Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia - Pengadilan baru
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jika seluruh upaya administrasi telah
diselesaikan
Yang dimaksud upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atau badan hukum perdata, apabila ia merasa tidak puas terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan
instansi yang bersangkutan.
Upaya administrasi tersebut
terdiri dari :
terdiri dari :
- Keberatan administrasi
diajukan kepada atasan pejabat yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan - Banding adminstrasi
dilakukan oleh instansi atasan instansi lain dari yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, seperti Majelis
Pertimbangan Pajak, Badan Pertimbangan Kepegawaian, Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan, Panitia Urusan Perumahan, DPRD bagi suatu
peraturan Daerah dan lain-lain
Hal ini dapat diketahui dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
Untuk sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud oleh Pasal 48
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang berwenang memriksa, memutus, dan
menyelesaikan pada tingkat pertama adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Sengketa tersebut baru dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
setelah menempuh semua upaya administratif yang dimungkinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dibuatnya Keputusan Tata Usaha Negara
yang bersangkutan. Seandainya para pihak masih merasa tidak puas atas putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut dapat diajukan ke Mahkamah Agung (Pasal
51 UPTUN).
Disamping mengadili pada tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Pengadilam Tinggi
Tata Usaha Negara juga berwenang (Pasal 51 UPTUN) :
- Memeriksa dan memutus
sengketa Tata Usaha Negara ditinkat banding - Memeriksa dan memutus
tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara
Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengadilan
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap
perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi selaku
salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilam Umum,
dalam pasal 51 menyatakan :
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap
perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi selaku
salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilam Umum,
dalam pasal 51 menyatakan :
a. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan
perkara perdata di Tingkat Banding.
perkara perdata di Tingkat Banding.
b. Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat
Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya.
Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di
daerah hukumnya.
Pengadilan Agama merupakan
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama
memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama
memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan
b. warisan, wasiat, dan
hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
c. wakaf dan shadaqah
d. ekonomi syari’ah
DAFTAR PUSTAKA
Diktat Hukum Acara Perdata Indonesia oleh Sri
Hartini, M.Hum
Hartini, M.Hum
http://www.bintorolawfirm.com/the-news/87-lembaga-peradilan-di- indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Agama
http://pa-lubukpakam.net/wewenang.htm
Hersoebeno.
Pemeriksaan Permulaan Dalam Sistem Peradilan Militer. Jakarta: Perguruan Tinggi
Hukum Militer, 1994.
Pemeriksaan Permulaan Dalam Sistem Peradilan Militer. Jakarta: Perguruan Tinggi
Hukum Militer, 1994.
Kasdiyanto.
Pemeriksaan In Absentia dalam Perkara Desersi di Lingkungan Peradilan Militer.
Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Militer, 1999.
Pemeriksaan In Absentia dalam Perkara Desersi di Lingkungan Peradilan Militer.
Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Militer, 1999.
Salam,
Faisal. Peradilan Militer Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1994.
Faisal. Peradilan Militer Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1994.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.