belajar fikih

Safinah – bag 22: Cara Mensucikan Najis



(فَصْلٌ ) الْمُغَلَّظَةُ
: تَطْهُرُ بِسَبْعِ غَسَلَاتٍ بَعْدَ إِزَالَةِ عَيْنِهَا ،إِحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ
. وَالْمُخَفَّفَةُ : تَطْهُرُ بِرَشِّ الْمَاءِ عَلَيْهَا مَعَ الْغَلَبَةِ وَ إِزَالَةِ
عَيْنِهَا . وَالْمُتَوَسِّطَةُ تَنْقَسِمُ إِلَى قِسْمَيْنِ: عَيْنِيَةٌ وَحُكْمِيَةٌ
. الْعَيْنِيَةُ
  : الَّتِي لَهَا لَوْنٌ وَرِيْحٌ
وَطَعْمٌ فَلَا بُدَّ مِنْ إِزَالَةِ لَوْنِهَا وَ رِيْحِهَا وَ طَعْمِهَا . وَالْحُكْمِيَةُ
: الَّتِي لَا لَوْنَ لَهَا وَ لَا رِيْحَ وَ لَا طَعْمَ لَهَا يَكْفِيْكَ جَرْيُ
الْمَاءِ عَلَيْهَا .

Najis mugholadhoh bisa suci dengan tujuh basuan setelah
menghilangkan najisnya, salah satu tujuh basuhan tersebut adalah dengan debu.

Najis mukhoffafah bisa suci dengan mencipratkan air diatas
najis melebihi dari ukuran najis dan menghilangkan najisnya.

Najis mutawassithoh terbagi menjadi dua, yaitu: najis
‘ainiyah dan najis hukmiyah. Najis ‘ainiyah adalah najis yang terdapat warna,
bau dan rasa. Maka harus menghilangkan warna, bau dan rasa najisnya. Adapun
najis hukmiyah adalah najis yang tidak terdapat warna, bau dan rasa. Kamu cukup
mengalirkan air diatas najis tersebut.
Pembahasan

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa najis
terbagi menjadi tiga; najis mugholadhoh, najis mukhoffafah dan najis
mutawassithoh. Masing-masing dari setiap najis tersebut memiliki tata-cara
untuk mensucikannya. Sehingga antara satu dan yang lainnya berbeda dalam
mensucikannya. Adapun cara mensucikan najis adalah sebagai berikut: 

1.     
Najis mugoladhoh


Najis mugholadhoh adalah najis yang sangat berat
dibandingkan dengan najis-najis yang lainnya. Sehingga cara mensucikan
benda-benda yang terkena najis mugholadhoh juga lebih berat.
Sesuatu benda yang terkena najis mugholadhoh bisa suci
dengan tujuh kali basuhan. Dan salah satunya adalah dengan debu yang sah untuk
bertayammum. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Jika anjing menjilat dalam wadah, maka basuhlah sebanyak
tujuh kali, salah satunya dengan debu.”

Diperbolehkan meletakan basuhan dengan debu pada basuhan ke
berapa saja; pertama, tengah atau terakhir. Namun lebih utama meletakannya pada
basuhan yang pertama. Hal ini supaya ketika ada bagian yang menyiprat mengenai
benda lain tidak perlu membasuh menggunakan debu lagi, tetapi hanya perlu
membasuh sebanyak basuhan yang tersisa dari basuhan najis mugholadhoh yang
pertama.
Akan tetapi, jika ada bagian najis yang menciprat mengenai
benda yang lain sebelum dibasuh dengan debu, maka diperlukan membasuh dengan
debu juga pada bagian yang terkena cipratan najis mugholadhoh tersebut.

Contoh: Tangan seseorang terkena najis mugholadhoh,
kemudian ketika sedang membersihkan najis tersebut ada bagian air basuhan yang
mengenai kaki, misalnya. Maka dikarenakan najis mugholadhoh yang berada di
tangan belum dibasuh dengan debu, sehingga wajib juga membasuh dengan debu pada
kaki yang terkena cipratan najis mugholadhoh.
Seandainya tangan tersebut sebelumnya telah dibasuh dengan
debu kemudian ada bagian air basuhan yang menciprat ke kaki, maka kaki tidak
perlu membasuh dengan debu lagi. Yang wajib hanya membasuh sebanyak sisa
basuhan pada tangan.

Tujuh basuhan ini dihitung setelah basuhan pertama
menghilangkan najis dan sifat-sifat najis. Jika basuhan pertama atau berikutnya
belum menghilangkan najis dan sifat-sifatnya, maka belum dihitung satu meskipun
basuhan telah mencapai tujuh kali siraman. Ketika basuhan ke berapapun dapat
menghilangkan najis, maka basuhan tersebut baru dihitung satu basuhan dan
tinggal menambahi enam basuhan lagi.

Tambahan

Cara-cara mensucikan najis mugholadhoh: 
1.     
Mencampur air dengan debu
sampai air berubah menjadi keruh, kemudian digunakan untuk membasuh benda yang
terkena najis mugholadhoh hingga tujuh kali. Dan basuhan ini adalah basuhan
yang paling utama dalam mensucikan najis mugholadhoh. 
2.     
Meletakan debu diatas benda
yang terkena najis mugholadhoh, kemudian menuangkan air diatasnya hingga tujuh
kali. 
3.     
Menuangkan air diatas benda
yang terkena najis, kemudian meletakan debu diatas temapt yang terkena najis.

Permasalahan

Jika tanah atau debu terkena najis mugholadhoh, perlukan
menambah debu untuk mensucikannya?
Jawab: tidak diperlukan tambahan debu untuk
mensucikannya. 

2.     
Najis mukhoffafah


Cara mensucikan tempat atau benda yang terkena najis
mukhoffafah adalah dengan menyiramkan air diatasnya dengan syarat air lebih
banyak dari najis mukhoffafah tersebut, sekiranya semua najis tersebut tersiram
oleh air.
Tetapi sebelum najis disiram dengan air, najis dan
sifat-sifatnya harus dihilangkan terlebih dahulu. Dengan cara diperas atau
dikeringkan sehingga tidak ada najis yang menetes.

Dalam hadist yang diriwayatkan dari Ummu Qais bahwa Ummu
Qais datang membawa bayi laki-lakinya yang belum memakan makanan. Maka
Rasulullah mendudukannya dipangkuan beliau, kemudian bayi tersebut kencing.
Maka Rasulullah meminta air dan mencipratkannya diatas najis dan tidak
membasuhnya. 

3.     
Najis mutawassithah


Najis mutawassithah terbagi menjadi dua, yaitu najis
‘ainiyah dan najis hukmiyah. Najis ‘ainiyah adalah najis yang bisa
dirasakan keberadaanya dengan menyentuh, melihat (warnanya), merasakan
(rasanya), mencium (baunya). Sedang najis hukmiyah adalah najis yang
tidak bisa diketahui sifat-sifatnya, tidak berwarna, berbau dan berasa.

Sesuatu yang terkena najis ‘ainiyah, maka bisa suci dengan menghilangkan
semua sifat-sifatnya (bau, warna dan rasa). Jika sifat-sifat tersebut belum
hilang, maka masih dihukumi najis.
Tetapi ketika sulit untuk menghilangkan warna atau bau,
sekiranya bau atau warna tersebut tidak bisa hilang setelah membasuhnya hingga
tiga kali dengan dikucek, diperas dan dengan sabun, maka hukumnya telah suci.

Namun, jika masih tersisa rasa atau masih ada dua sifat
najis yaitu warna dan bau, maka tetap wajib dibersihkan sekiranya sampai
batasan tidak bisa hilang kecuali dengan dipotong. Jika demikian maka hukumnya
dimaafkan. Ketika suatu saatmampu menghilangkannya maka wajib untuk
menghilangkannya kembali. hanya saja shalat yang dikerjakan dengannya tidak
wajib diulangi.
Adapun benda yang terkena najis hukmiyah maka cara
mensucikannya adalah dengan mengalirkan air diatasnya sekali saja.

Tambahan 

1.     
Dalam membersihkan najis
‘ainiyah, jika najis bisa hilang dengan dengan satu kali basuhan, maka dianggap
cukup tetapi disunnahkan untuk menambahi basuhan yang kedua dan ketiga. 

2.     
Ketika mensucikan najis
dibantu dengan sabun, namun setelah semua sifat najis hilang ternyata masih
tersisa bau sabun. Maka menurut sebagian ulama, tempat yang terkena najis dan
telah dibasuh tersebut telah suci. Akan tetapi menurut ulama’ yang lain
mengatakan bahwa tempat yang terkena najis dan masih terdapat bau sabun belum
dihukumi suci, sehingga perlu dibasuh kembali sampai hilang bau sabunnya.

و الله اعلم

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top