Beberapa teknik penanganan penyakit Jantung
Sumber gambar :http://www.med.umich.edu/opm/newspage/images/engineerheartlg.jpg
Metode yang dikembangkan Charles E. Murry
Sumber gambar :http://www.nature.com/nm/journal/v13/n8/images/nm0807-901-F1.gif
Topic : Academic, Government
By Irwan Julianto and Evy Rachmawati
Serangan jantung ibarat tamu tak diundang. Bila terkena serangan, jantung dapat terhenti mendadak yang berujung kematian. Kondisi itu bisa teratasi jika penderita segera ditangani dalam dua jam pertama sejak serangan. Sayangnya, pasien umumnya terlambat ditangani sehingga daerah yang terserang sudah telanjur rusak atau mati.
Pada pasien gagal jantung, kerusakan otot jantung cukup luas sehingga daya pompa jantung sangat menurun. Meski sudah berobat maksimal, banyak penderita gagal jantung lanjut tak kunjung membaik. Salah satu upaya pengobatannya adalah transplantasi jantung, tetapi tindakan ini terbentur banyak kendala, antara lain sulitnya donor, dan perlu pemberian obat imunosupresif untuk mencegah penolakan tubuh.
Sejak 10 tahun silam telah diteliti alternatif lain, yaitu pengobatan dengan sel punca. Terapi ini bertujuan memperbaiki dan meregenerasi jaringan yang rusak atau mati pada jantung. Jadi, bukan mengganti jantung yang rusak dengan jantung lain atau transplantasi, tetapi diciptakan otot jantung baru dan pembuluh darah jantung baru yang sehat di jantung yang sudah sakit.
Sel punca tidak punya struktur khusus untuk jaringan tubuh tertentu. Berbeda dengan sel dewasa seperti sel otot jantung dan sel darah merah yang terbatas dan tidak mampu memperbanyak diri, sel punca bisa tumbuh kembang jadi banyak lewat proses pembelahan sel untuk waktu lama dan dikembangbiakkan di laboratorium jadi jutaan sel.
Sel punca bisa berkembang menjadi jenis sel tertentu dengan fungsi khusus pada jaringan atau organ yang ditempatinya (transdiferensiasi). Karena itu, sel punca bisa memperbaiki atau membuat jaringan sehat baru (regenerasi) pada organ tubuh rusak. Hal ini berbeda dengan sel dewasa yang telah berdiferensiasi lanjut dengan sempurna di jaringan tubuh dan punya fungsi khusus.
Sel punca ini mampu mengembara menuju jaringan yang rusak dan bergabung dengan sel lain di jaringan itu. Jika disuntikkan ke jantung, sel ini dapat menuju ke jaringan rusak lalu berubah menjadi sel pembuluh darah jantung atau otot jantung baru dan bergabung dengan sel lain di tempat itu.
Karena pengobatan dengan sel induk umumnya bertujuan memperbaiki dan meregenerasi jaringan tubuh yang rusak, terapi itu tidak selalu bersifat kuratif total, apalagi jika dilakukan untuk penyakit degeneratif menahun. Karena itu, kadang diperlukan pemberian sel induk berulang disertai pemantauan ketat.
Sejauh ini, sel punca atau sel induk bisa didapat dari berbagai sumber, yaitu sel punca embrional yang diperoleh dari massa sel blastosis embrio yang mampu berkembang baik dan berdiferensiasi luar biasa atau sel punca dewasa.
Dari sumsum tulang
Untuk pengobatan penyakit jantung, sel punca diambil dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi darah tepi sehingga lebih mudah diambil setelah dirangsang dengan obat tertentu. Sel induk juga bisa diperoleh dari otot rangka, jaringan lemak, dan tali pusat. Manfaat pemakaian sel induk dari tubuh pasien sendiri antara lain tidak adanya problem penolakan tubuh terhadap sel itu.
Cara paling sering untuk memberikan sel punca adalah dengan menyuntikkan sel induk langsung ke dalam pembuluh darah koroner. Cara ini mudah, aman, relatif tidak mahal, dan baik untuk penderita pascaserangan infark jantung yang sudah mengalami intervensi koroner perkutan dan pemasangan stent pada pembuluh darah yang semula tertutup saat serangan.
Cara lain adalah menyuntikkan sel induk langsung ke otot jantung. Untuk ini, sel induk dapat disuntikkan dengan operasi terbuka. Cara ini amat invasif, mahal, berisiko tinggi, dan tidak semua daerah pada jantung dapat dicapai. Cara lain adalah menyuntikkan lewat kateter yang dimasukkan ke dalam bilik jantung.
Ada sistem baru pemberian sel punca pada jantung, yaitu NOGA. Sistem itu memakai alat yang memetakan secara amat tepat daerah jantung yang butuh terapi sel punca sehingga kateter bisa diarahkan dengan tepat sehingga penyuntikan amat terarah ke lokasi target. Teknik ini dipakai untuk pengobatan jantung dengan kerusakan lanjut disertai gagal jantung atau angina (nyeri dada akibat penyempitan pembuluh koroner).
Di Indonesia, terapi sel punca pada jantung pertama kali dilakukan oleh tim gabungan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan RS Medistra Jakarta. Studi pendahuluan mulai September 2007 dan mengikutsertakan enam penderita serangan jantung akut.
Dalam uji coba klinik yang dipimpin ahli jantung dan pembuluh darah Prof Teguh Santoso dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSCM, enam pria penderita serangan jantung akut yang akan diterapi sel punca itu dipilih berusia 40-60 tahun, tidak punya faktor risiko seperti perokok dan peminum alkohol, daerah otot jantung yang mati cukup luas.
Keenam pasien dipasang stent disalut obat untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat. Seminggu setelah dipasang stent, sel punca diambil dari jaringan darah tepi pasien. ”Pemberian sel punca ke jantung dilakukan dengan penyuntikan lewat kateter,” kata ahli hematologi-onkologi dari FK UI-RSCM, Cosphiadi Irawan.
Tiga bulan setelah terapi, hasilnya sangat memuaskan. Daerah jantung keenam pasien yang semula mati dapat hidup lagi, memperoleh aliran daerah (perfusi) normal lagi dan dapat berfungsi normal di tempat itu ataupun keseluruhan jantung. Hal ini antara lain dilihat dari fungsi kontraktilitas bilik kiri (LVEF) yang meningkat dari 44 persen (rendah) menjadi 58 persen (normal).
Riset
Rencananya, tim gabungan itu akan melanjutkan uji coba klinik pengobatan infark jantung dengan sel punca kepada para pasien lain untuk menguji keamanan dan kemanjuran terapi itu. Sejak awal, percobaan klinik itu telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan (KNEPK) FK UI.
Menurut Teguh, amat banyak riset tentang terapi sel punca dan umumnya diperoleh hasil cukup baik dengan efek samping minimal. ”Hasil baik sangat tergantung dengan kondisi jantung sebelumnya. Jika kondisinya sudah terlalu jelek, tentu hasilnya tidak akan optimal,” ujarnya.
Di sisi lain, percobaan klinik yang baru dirintis itu menimbulkan pertentangan sikap dan pendapat di kalangan klinikus dan ilmuwan biomedik. Anggota KNEPK, Prof Dr AA Loedin, menyadari adanya perdebatan itu. Oleh karena itu, uji coba klinik sel punca pada infark jantung ditunda sampai ada dasar ilmiah yang kuat.
Hasil riset sel punca dan infark jantung pertama kali dipublikasikan di dunia tahun 2001. Dalam riset itu, Donald Orlic dan Piero Anversa, selaku peneliti, meniru infark jantung pada tikus dengan mengikat pembuluh darah jantung. Sel dilabel gen ubur-ubur yang memberi pertanda hijau fluoresent. Sembilan hari jantung penuh sel-sel hijau fluoresen. Fungsi pompa darah jantung bertambah baik.
Pada tahun 2001, Bobo Eckhard Stauer dari Heinrich Heine Universitat, Dussledorf, meneliti 10 pasien infark jantung yang diinfus dengan sel sumsum tulangnya. Tiga bulan kemudian, jantung berkontraksi dua kali lebih cepat dan memompa 20 persen lebih banyak darah daripada kelompok pembanding.
Charles E Murry dan beberapa peneliti lain pada tahun 2004 mengulangi percobaan anversa dengan rancangan lebih ketat. Hasilnya, tidak ditemukan transdiferensiasi sel sumsum tulang jadi kardiomiosit, ditemukan banyak sel hematopoitik, tetapi sesudah beberapa hari hampir hilang, dan sesudah enam minggu ada perbaikan fungsi jantung.
Kini telah rampung atau sedang berjalan puluhan percobaan klinik, melibatkan lebih dari 600 penderita. Dari semua percobaan itu belum ada kesimpulan karena jumlah pasien tiap percobaan klinik tidak mencukupi. Tujuan percobaan klinik dirancang lebih untuk menguji feasibility dan keamanan daripada efikasi. Pada uji coba klinik di Perancis timbul aritmia serius, dan percobaan klinik di Korea Selatan dihentikan karena terjadi penyempitan kembali arteri.
Apa pun kondisinya saat ini, riset penggunaan sel punca pada jantung merupakan terobosan dalam dunia kedokteran Indonesia. Perjalanan panjang masih harus ditempuh untuk menjamin keamanan dan kemanjuran terapi itu.
Sumber : Teropong, Rubrik Kesehatan, Kompas Jumat, 25 April 2008
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.