Artikel

Perceraian dan Masa Depan Bangsa


Angka perceraian meningkat 52 persen selama lima tahun terakhir,
2010-2014 (Kompas, 30/06/2015). Ini adalah berita penting sekaligus
mengkhawatirkan. Mengapa? Karena sangat berhubungan dengan keluarga. Keluarga adalah
lingkungan pertama dan utama seorang anak mendapat pendidikan.  Ketidaksiapan menikah yang ditandai
dengan rumah tangga tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, persoalan
ekonomi, dan kehadiran pihak ketiga
merupakan penyebab perceraian. Dari berbagai
penyebab tersebut, penyebab utama ada dua: ketidakharmonisan yakni kekurangan
nafkah lahir dan batin. Tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan tidak mampu
memahami pasangan.
Budaya Popular 
Menurut kepala puslitbang kehidupan
keagamaan kemenag, Muharam Marzuki, ada kecenderungan menikah usia muda yang
merupakan pengaruh budaya popular. Tontonan di film ataupun sinetron
menunjukkan para pemain film yang berusia belia sudah menikah
.
“Penelitian menunjukkan
pasangan muda tak mengerti bahwa menikah berarti tanggung jawab terhadap sesama
dan juga keluarga suami atau istri,” kata Muharam. Oleh karena itu,
masalah paling sering terjadi ialah komunikasi yang buruk antara suami dan
istri, orangtua, mertua, dan ipar. Bahkan, persepsi tentang pernikahan
disamakan dengan pacaran, yaitu jika tak cocok, boleh putus hubungan

(Kompas).
Saya tidak sepenuhnya sependapat
dengan pandangan kepala puslitbang tersebut. Alasannya, zaman dahulu – zaman kakek/nenek,
banyak pasangan menikah muda dan bisa awet hingga usia lanjut. Perbedaannya adalah
zaman dahulu menikah usia muda berarti hidup mandiri. Lepas dari tanggungan
orang tua. Pasangan muda dituntut bekerja. Masa kanak-kanak hingga  remaja mereka diisi dengan membantu orang tua
bekerja. Sehingga meskipun tidak bersekolah, mereka bisa bekerja.
Kalau masa kini? orang menikah usia
muda tetapi tidak bisa bekerja alias belum mandiri. Karena generasi sekarang
pada masa kanak-kanaknya hingga remaja tidak bekerja membantu orang tua,
melainkan pergi sekolah, menuntut ilmu. Di sinilah masalahnya.
Apa yang didapatkan anak-anak di
sekolah adalah ilmu pengetahuan. Keterampilan untuk hidup tidak diperoleh,
kecuali sekolah kejuruan. Jangankan murid SMA, lulusan perguruan tinggi pun
banyak yang tidak bisa langsung bekerja. Itu karena ilmu yang diperoleh sangat
berbeda dengan kenyataan di lapangan. Generasi yang seperti inilah jika menikah
akan susah hidupnya seperti yang dikatakan di awal: tidak mampu memenuhi nafkah
lahir dan batin, lalu berujung perceraian.
Memang mungkin ada pengaruh film
atau sinetron yang mempertontonkan pasangan-pasangan remaja yang pacaran
kemudian menikah. Lalu pasangan muda itu mempertontonkan kehidupan pacaran
(atau berkeluarga) yang ‘ideal’: menyenangkan dan penuh dengan cinta. Sehingga opini
remaja yang menonton film atau sinetron tersebut mulai terbentuk atau
setidaknya terpengaruh. Padahal kenyataannya, kehidupan berkeluarga penuh
dengan masalah yang kompleks.
Perceraian dan Masa Depan Bangsa
Dampak perceraian bisa memengaruhi
masa depan bangsa. Bangsa ini akan melahirkan generasi yang tidak peduli dengan
keluarga. Karena telah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari
keluarganya sendiri. Banyak anak trauma, kejiwaan mereka terganggu, hubungan sosial
dengan teman sebaya terganggu karena perceraian orang tua mereka. Akibatnya,
anak-anak korban perceraian lebih suka menyendiri, pasif, atau sebaliknya
berbuat usil untuk mendapat perhatian orang lain – yang tidak didapatnya dari
keluarga sendiri.
Generasi yang tidak peduli dengan
keluarga merupakan ancaman bagi perkembangan bangsa dan negara. Mengapa? Karena
keluarga adalah tempat membentuk kepribadian seseorang. Kalau seseorang
terlahir dalam keluarga yang bercerai, maka kepribadiannya tidak terbentuk
secara utuh. Ia kehilangan figur seorang ibu atau ayah, atau bahkan figur kedua
orang tuanya karena diasuh oleh sang nenek. Pribadi yang seperti ini apakah
bisa memajukan bangsa dan negara? Sejarah membuktikan banyak penguasa otoriter,
diktator, yang menindas rakyatnya terlahir dari keluarga yang tidak harmonis
atau bercerai. Banyak filsuf ateis kehilangan figur ayah saat masa kecilnya. Dan
masih banyak contoh lain betapa buruknya perceraian.

Saya kira penting sekali untuk menghayati kalimat ini: apa yang
dipersatukan oleh Tuhan, tidak boleh diceraikan oleh manusia. Pernikahan adalah
hal yang sakral. Diberkati oleh Tuhan. Karena itu, sebelum menikah perlu
dipertimbangkan secara matang.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top