Desman Kogoya

Papua : Dari Berantas Buta Huruf hingga BAP PAUD PNF


Peningkatan Mutu Paud Dikmas di Papua
Di antara sekian banyak provinsi
di wilayah Indonesia, angka prosentase buta huruf yang cukup tinggi di
antaranya kerap diraih oleh Provinsi Papua. Banyak faktor yang menjadikan masih
banyak masyarakat Papua yang belum tersentuh oleh kemampuan membaca dan menulis.
Beberapa orang tinggal di wilayah lembah, beberapa orang lagi tinggal di
wilayah pegunungan, dan masih banyak lagi yang tinggal di wilayah sulit
dijangkau. Papua, meski sangat kaya akan sumber daya alam, namun juga
menyajikan tantangan tersendiri untuk menaklukkannya. Butuh biaya yang sangat
mahal untuk transportasi; untuk menjangkau wilayah satu dengan wilayah lain
dibutuhkan kapal laut hingga pesawat; dan belum lagi dengan biaya hidup yang
sangat tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah pun memiliki pekerjaan besar dalam
memecahkan masalah infrastruktur demi keterjangkauan Papua pada modernisasi dan
akses kesejahteraan.

Di sisi lain, masyarakat Papua
pun memerlukan akses pendidikan yang layak. Namun sulitnya medan yang harus
ditempuh untuk memberikan akses pendidikan menjadikan Papua sedikit lebih
tertinggal. Tak heran, jika prosentase angka melek huruf pun tak sebesar
provinsi lainnya, terutama dari wilayah barat. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Papua, pada tahun 1996, angka melek huruf di Papua
hanya 67,47 persen. Pada tahun 2007, angka melek huruf mengalami peningkatan,
yakni sebesar 75,41 persen.

Kabar baik ini pun menjadi
motivasi Provinsi Papua untuk lebih meningkatkan angka melek huruf. Berbagai
cara telah ditempuh, hingga pada tahun 2016, angka buta huruf di Papua hanya
tinggal 28,61 persen saja, yang
tersebar di 14 kabupaten wilayah pegunungan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, Elias Wonda
menyebutkan, 14 kabupaten ini merupakan hasil pemekaran baru yang memiliki
kinerja kurang dari setengah rata-rata angka melek huruf di Papua. Sementara
untuk pencapaian pemberantasan buta aksara di kabupaten induk telah mencapai
angka di atas 80 persen, sehingga cukup rumit untuk melakukan peningkatan
secara signifikan.

Di Provinsi yang memiliki 28 kabupaten ini, beberapa kabupaten yang
sudah tergolong cukup maju antara lain Jayapura, Merauke, Biak, dan Yapen.
Sedangkan kabupaten yang masih memerlukan banyak sentuhan perbaikan antara lain
Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan jaya, Kabupaten Puncak Jaya. Terutama
kabupatena yang merupakan daerah pemekaran dan sangat sulit dijangkau.

Program Gubernur Papua, Lukas Enembe,
S.IP, MH,
untuk meningkatkan pendidikan di Provinsi Papua adalah dengan
memberikan 80 persen ABPD Provinsi Papua untuk dana otonomi khusus yang yang
langsung disalurkan ke kabupaten/kota. Di masing-masing kabupaten, dana
tersebut dibagi, antara lain 30 persen untuk pendidikan. Dana 30 persen
tersebut didistribusikan untuk antara lain 5 persen untuk Paud Dikmas,
10 persen untuk pemberantasan buta aksara, 5 persen untuk jenjang SMP/SMA/SMK,
dan 5 persen untuk jenjang SD.
Program KKN Berantas Buta
Huruf
Salah satu langkah Pemerintah Provinsi Papua dalam pemberantasan buta
huruf adalah memberikan  dukungan
peningkatan angka melek huruf yang terfokus pada kabupaten yang berkinerja
sangat rendah. Ia menambahkan, sejauh ini telah ada beberapa program
pengentasan buta aksara yang dilakukan. Sejauh ini, telah ada beberapa program,
salah satunya adalah Gerakan Indonesia Membaca (GIM), yang bertujuan untuk
meningkatkan pendidikan dan pemberantasan buta huruf di Papua. “Pada tahun ini,
program  keaksaraan tidak hanya menyangkut baca, tulis, dan
berhitung.“Namun, perlu pula diperkuat dengan peningkatan budaya, sosial, dan
ekonomi guna,” kata Elias Wonda.

Kepala Bidang Paud dan Dikmas Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Desman
Kogoya, S.Sos., M.Si. mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi Papua
memiliki suatu program untuk menuntaskan buta aksara, terlebih di wilayah-wilayah
terpencil atau susah terjangkau, yakni bekerja sama dengan lima sekolah tinggi
teologi dan tiga Kolase Guru
Khas Papua (KPG) yang ada di
Papua dalam hal pelaksanaan kegiatan KKN Tematik. Nantinya, para mahasiswa dari
universitas sersebut yang melaksanakan kegiatan KKN akan diterjunkan langsung
ke daerah-daerah yang memang membutuhkan sentuhan, terutama untuk memberantas
buta aksara. Untuk program ini, Pemerintah Provinsi Papua telah menganggarkan
dana sebesar sekitar 7 miliar rupiah. “Kami sudah melaksanakan MoU, dan
para mahasiswa itu sudah diterjunkan. Rencananya pada Januari mendatang kami
akan turun untuk evaluasi hasilnya,” kata Desman.

Kelima sekolah tinggi tersebut
antara lain Kolase Pendidikan Guru (KPG) Merauke
yang menggarap Kabupaten Asmat, Boven Digoel, dan Kabupaten Mappi, Kolase
Pendidikan Guru (KPG) Mimika yang menggarap Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten
Puncak, dan Kabupaten Nduga, Kolase Pendidikan Guru (KPG) Nabire yang menggarap
Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Deiai, STKIP Yayasan Kristen Wamena (YKW) yang
menggarap Kabupaten Yahokimo, Lanny Jaya, dan Yalimo, Sekolah Tinggi Theologi
(STT) GIDI yang menggarap Kabupaten Mamb. Tengah, Pegunungan Bintang, Yahukimo,
dan Tolikara, Sekolah Tinggi Theologi (STT) Wolter Post yang menggarap
Kabupaten Yahukimo, Nduga, Puncak, dan Daiai, Sekolah Tinggi Theologi (STT) GKI
yang menggarap Kabupaten Yahokimo dan Mamb. Raya, serta Sekolah Tinggi Theologi
(STT) Baptis yang menggarap Kabupaten Lanny Jaya dan Pegunungan Bintang. Target sasaran
warga belajar adalah sebanyak 7.150 warga belajar, yang tersebar pada 14 titik
Kabupaten dengan kantong buta aksara terbesar.

Selain itu, para mahasiswa yang
turun langsung ke lapangan juga diharapkan dapat sekaligus mengambil data yang menyangkut
PAUD maupun buta aksara. “Kami memfasilitasi mereka, dan tugas mereka disana
antara lain mengajarkan membaca dan menulis,” jelas Desman.  Diharapkan dengan adanya program
kerjasama antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi pada program percepatan
tuntas buta aksara melalui KKN tematik diharapkan dapat membantu menurunkan
angka melek huruf di Papua.
Aktifkan
Bunda PAUD
Untuk meningkatkan pelayanan PAUD
dan Dikmas, menurut Desman, Pemerintah Provinsi Papua pun bekerja sama dengan
PKK Provinsi Papua. Selain itu, bunda PAUD, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota pun memiliki peran yang sangat besar.  Para Bunda PAUD diharapkan setidaknya
memiliki program untuk membangun PAUD Percontohan di masing-masing
kota/kabupaten.  Saat ini, PKK Provinsi
Papua pun sedang membangun PAUD Percontohan di Sentani, Jayapura. Nantinya,
PAUD Percontohan ini akan terintegrasi dengan Posyandu dan SD Kecil.

Para Bunda PAUD juga diharapkan berupaya dapat menggandeng gereja maupun Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dalam menjalankan berbagai program yang diembannya, terutama dalam rangka
pemberantasan Buta Aksara sejak usia dini. Selama ini, banyak PAUD di Papua
lebih banyak didirikan dan dikelola oleh yayasan gereja maupun LSM dengan
tujuan benar-benar ingin memberikan akses pendidikan yang layak bagi masyarakat.
“Peran tempat ibadah sangat luar biasa, terutama di daerah-daerah
pedalaman yang sulit dijangkau. Para hamba-hamba Tuhan banyak yang mendirikan
PAUD, menjadi guru PAUD atau tutor, meski beberapa dari mereka memiliki
kompetensi yang terbatas. Namun mereka siap mengabdi dengan ikhlas. Hanya saja,
kendala yang mereka hadapi antara lain tentang pengesahan PAUD mereka supaya
dapat diakui Pemerintah. Ada beberapa syarat yang sulit mereka penuhi, misalnya
tentang adanya sertifikat atau notaris. Di pedalaman yang sulit dijangkau dan
jauh dari mana-mana, untuk mendapatkan notaris itu sangat sulit dan mahal,
karena tidak ada notaris yang tinggal di pedalaman. Untuk ke kota, mereka harus
merogoh ongkos yang tidak sedikit,” kata Desman.

Di sisi
lain, ada pula kabupaten yang banyak mendirikan PAUD hanya karena tergiur oleh dana
PAUD yang disediakan pemerintah pusat. Ketika dana telah ada di rekening,
ternyata tidak dipergunakan untuk pengelolaan PAUD. Acapkali meskipun ada surat
pendirian PAUD dan laporan administrasi lengkap, namun di lapangan tidak ada
aktifitas belajar mengajar. Namun dengan adanya Bunda PAUD, permasalahan
seperti ini dapat terminimalisir karena Bunda PAUD baik di tingkat Provinsi
hingga Kabupaten/Kota dapat mengakomodir para tenaga pendamping/tutor dari PAUD
gereja maupun LSM yang sudah ada.

Bunda PAUD
pun diharapkan senantiasa melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan baik di
tingkat Provinsi hingga kabupaten/kota untuk melakukan pendataan dan pengecekan
tentang keberadaan PAUD di Papua. Diharapkan ke depan PAUD bisa berada di
masing-masing kampung di daerah.

Sejauh
ini, salah satu kabupaten yang cukup berhasil memajukan pendidikan PAUD adalah
Kabupaten Lanny Jaya. Bahkan pada akhir 2014 lalu, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Yohana Yembise meresmikan ratusan taman
kanak-kanak (TK) dan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Kabupaten Lanny Jaya.
Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendy, ketika melawat ke
tanah Papua, pun menyempatkan diri untuk mengunjungi salah satu PAUD di
Kabupaten Lanny Jaya. Bahkan beliau pun secara simbolik juga memberikan bantuan dana penuntasan
keaksaraan sebesar 3,18 miliar rupiah kepada Bupati Lanny Jaya, Befa Yigibalom.
Terbentuknya BAP PAUD dan Dikmas
Guna meningkatkan mutu pelayanan pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
Pendidikan Masyarakat di Tanah Papua, Pemerintah Provinsi Papua pun membentuk Badan
Akreditasi Provinsi (BAP) PAUD dan PNF Papua pada Juli 2016 lalu. Kehadiran BAP
PAUD dan PNF ini menjadi penjamin mutu pendidikan PAUD dan PNF di Papua,
sehingga diharapkan lembaga-lembaga pendidikan di Papua dapat benar-benar
mengawal generasi dan masyarakat untuk menjadi lebih baik. Sebelumnya, sistem
akreditasi lembaga-lembaga pendidikan di Papua ternyata banyak yang tidak
sesuai aturan karena untuk mendapatkan akreditasi, mereka hanya mengisi
instrumen saja. Namun dengan adanya BAP PAUD dan PNF, banyak lembaga pendidikan
yang semakin berbenah untuk menjadi lembaga yang lebih baik, terlebih karena
nantinya, lembaga PAUD yang tidak terakreditasi tidak diperbolehkan untuk
memberikan surat kelulusan pada siswa-siswanya.

Pembentukan lembaga ini mengacu pada pedoman BAN dan PNF, dimana tahap awal
dimulai dengan pengumuman terbuka melalui Mas Media, dilanjutkan dengan seleksi
portofolio hingga tes wawancara sehingga menetapkan 13 orang angora BAP PAUD
dan PNF Papua. Pelantikan ini tertuang dalam SK Gubernur No 188.4/183/2016.

Lembaga pendidikan nonformal di Papua mulai terasa dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk, terlebih perkembangan demografi Papua yang cukup
luas. Untuk menjaga mutu dan pelayanan lembaga-lembaga tersebut, maka peran BAP
sangat penting dan strategis. Namun demikian, menurut Desman, jumlah lembaga pendidikan
nonformal atau pendidikan masyarakat di Papua masih terbatas sehingga menjadi
kendala dalam pelaksanaan program keaksaraan maupun menjaga mutu Lembaganya.

Kurangnya tutor terlatih menjadikan pendidikan keaksaraan hanya menjadi
kegiatan yang bernuansa lokal karena pelakunya adalah para pendidik formal yang
dinilai sedikit menggunakan fungsionalisasi khas Papua. Selain itu kondisi
pemukiman warga belajar yang berada di kawasan pegunungan atau daerah sulit
akses menyebabkan sulitnya pendekatan kelompok, kecuali melalui jalur gereja.

Biasanya, para hamba Tuhan dari gereja memiki cara tersendiri dalam
mendekati kelompok atau masyarakat yang menjadi sasaran/target belajar.
Terlebih yang memudahkan mereka antara lain adalah karena mereka adakalanya
masih sesama suku atau golongan, sehingga komunikasi menjadi lebih mudah. Dalam
pembelajaran, mereka pun kerap menggunakan bahasa ibu dengan alasan karena
pembelajaran dengan menggunakan bahasa ibu justru lebih efektif dan terlihat
hasilnya. Di pedalaman Papua yang masih sulit dijangkau, masih banyak
masyarakat yang tidak memahami Bahasa Indonesia.

Pemerintah Provinsi Papua sendiri
sejauh ini telah bekerja sama dengan mitra untuk membuat kamus bahasa ibu
masing-masing kabupaten di Papua. Dengan adanya kamus tersebut, hal itu akan
membantu siapapun yang terjun mendidik dan bersosialisasi dengan masyarakat
Papua. “Di tingkat PAUD hingga SD kelas 3, mereka dapat belajar dengan
menggunakan bahasa pengantar bahasa ibu, karena banyak dari mereka yang kurang
mengenal Bahasa Indonesia. Dengan penggunaan bahasa ibu, mereka menjadi lebih
paham dengan apa yang mereka pelajari di sekolah,” jelas Desman.

Provinsi Papua optimis, ke depan
pendidikan Papua akan semakin baik. Terlebih Pemerintah Provinsi Papua memberi
dukungan penuh untuk peningkatan pendidikan di Papua secara merata. ***


Ditulis tahun 2016
Diterbitkan di Majalah MISI (Kemendikbud)

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top