blog

Mengintip program UNICEF di Ternate & Tidore


Winda – UNICEF Indonesia Fundraiser

Ternate, kota yang terletak di ujung barat Sulawesi ini memiliki berbagai macam hal yang dapat membuat kita berdecak kagum, baik dari keindahan alamnya, makanan khasnya, penduduknya dan masih banyak hal lainnya yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kota Ternate adalah sebuah kota kecil yang berada di bawah kaki gunung api Gamalama di Provinsi Maluku Utara, memiliki luas sekitar 547.736 Km2 kota Ternate sudah menjadi kota otonom semenjak 4 Agustus 2010 sedangkan  Kota Tidore memiliki luas wilayah 9.564,7 km² dan berpenduduk sebanyak 98.025 jiwa.

Dibalik keindahan alam dan kekayaan sumber daya alamnya yang luar biasa, kota ini menyimpan sebuah masalah pelik yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Salah satu masalah yang cukup serius dari kota Ternate & Tidore adalah masalah kesehatan, kurangnya pengetahuan umum mengenai pentingnya kesehatan dan kurangnya sarana dan prasarana yang memadai menjadi sumber masalah yang terjadi di kota ini. Oleh karena itu UNICEF dan pemerintah setempat bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dengan bersama-sama membangun Puskesmas-Puskesmas yang didanai oleh UNICEF dibantu oleh pemerintah setempat.

Pada tanggal 18 – 20 Maret lalu kami perwakilan dari UNICEF berkesempatan untuk mengunjungi beberapa Puskesmas yang dibangun UNICEF bersama pemerintah setempat. Puskesmas pertama yang kami kunjungi adalah Puskesmas Rawat Jalan Rum Balibunga (Tidore) yang didirikan pada tanggal 20 Januari 2014. Menurut data yang kami kumpulkan di Puskesmas ini umur pernikahan yang sering terjadi di Tidore adalah pada umur 15 -18 tahun, selama tahun 2014 lalu ada 18 kasus ibu muda, yang semestinya 1 : 1000 pada tempat dengan 8.000 penduduk hanya ada 8 kasus ibu muda.


Penyebab utama bertambah banyaknya kasus ibu muda di kota Tidore adalah MBA (Married By Accident). Kurangnya pengetahuan dan informasi yang minim mengenai kehamilan menyebabkan kehamilan muda sulit untuk ditangani, dan juga pandangan masyarakat sekitar yang beranggapan pergi rutin ke Puskesmas kurang baik. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah setempat dan Puskesmas adalah bermitra dengan dukun beranak, dukun beranak setempat diminta untuk memberikan undangan untuk ibu-ibu hamil agar mendapatkan penyuluhan dan informasi mengenai kehamilan. Dukun beranak hanya bertugas untuk mendampingi dan menghubungi bidan jika ada ibu hamil yang siap untuk melahirkan, dan bukanlah tugas dukun beranak untuk menangani proses kelahiran. Selama beberapa tahun terakhir sudah terjadi 3 kasus ibu melahirkan di rumah, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya memeriksakan keadaan kandungan secara berkala.

Tantangan yang sulit dalam menangani kehamilan muda dikarenakan ibu muda malu untuk memeriksakan kandungannya ke Puskesmas, dan rasa malu apabila ada orang yang mengetahui bahwa ia tengah hamil dan belum menikah. Hal tersebut dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi anak yang dikandungnya karena minimnya pengetahuan ibu muda tentang kehamilan. Tantangan lainnya adalah tingkat kehamilan di masyarakat setempat yang sangat tinggi, sehingga dibutuhkan kerja sama antara pemerintah setempat dengan ibu PKK dengan cara mendatangi & mendata rumah-rumah ibu melahirkan. Hal yang membuat sulit penanganan ibu hamil adalah banyaknya kasus ibu hamil yang menyembunyikan waktu kehamilannya, karena mereka khawatir akan direkomendasikan ke Puskesmas untuk melahirkan di sana & akan membutuhkan waktu yang lama, sehingga mereka menunggu hingga terjadi kontraksi yang dikhawatirkan terlambat untuk mendapatkan pertolongan medis. Jarak rumah dengan Puskesmas yang jauh juga menjadi kendala ibu hamil untuk memeriksakan kandungannya, seperti pada kasus di Desa Talaga, desa terjauh yang biasanya ibu hamil di sana turun gunung pada umur kandungan 7 bulan untuk memeriksakan kandungannya ke Puskesmas.

Puskesmas ke-2 yang kami kunjungi adalah Puskesmas rawat inap PONED. Di Puskesmas ini kami bertemu dengan Dr. Nalar, dari percakapan yang kami lakukan dengan Dr. Nalar kami mendapatkan informasi tentang waktu-waktu yang disarankan untuk dilakukan rujukan ke Rumah Sakit, atau dapat juga ibu hamil ditangani dulu di Puskesmas ini lalu di rujuk ke Rumah Sakit atau bahkan dapat dirawat di Puskesmas ini tanpa dirujuk ke Rumah Sakit. Akan tetapi ibu hamil yang hipertensi dapat beresiko pada saat melahirkan, operasi caesar harus langsung dirujuk ke Rumah Sakit.
Kasus yang biasa terjadi di Puskesmas ini adalah rentang waktu melahirkan yang lama, distorsial bahu/sungsang, pendarahan pasca melahirkan, pre clumsy (hipertensi pada kehamilan), bayi lahir tidak menangis & tidak bernafas. Di Puskesmas PONED ini terdapat tim untuk menangani pasiennya yang terdiri dari 1 dokter, 2 bidan dan 2 perawat. Menurut Dr. Nalar Puskesmas memiliki 2 tugas utama, yakni:

  1. Promotif, yakni dengan memberikan penyuluhan, promosi dan pengenalan tentang berbagai informasi kesehatan kepada masyarakat.
  2. Preventif, yakni dengan melakukan pencegahan, dan melakukan pengobatan kepada masyarakat yang terserang penyakit.

Saat mendatangi Puskesmas PONED kami juga melakukan wawancara dengan seorang pasien Puskesmas yang bernama Ibu Ariyani (29 tahun), Ibu Ariyani menyatakan bahwa melahirkan di Puskesmas lebih nyaman dan setelah melahirkan ibu melahirkan dibantu untuk pembuatan akte kelahiran, karena jika ibu hamil melahirkan tidak di Puskesmas akan memerlukan waktu yang cukup lama dan membayarkan biaya administrasi untuk pengurusan akte kelahirannya. Selain banyak manfaat yang didapat dari melahirkan di Puskesmas, Ibu Ariyani juga merasa aman dan terjamin keselamatannya saat ia melahirkan di Puskesmas.

Akte kelahiran cukup penting untuk dimiliki oleh masyarakat karena akte diperlukan sebagai persyaratan anak untuk masuk sekolah dan juga sebagai status penanda orang tua yang sah dari anak tersebut.

Selain mengunjungi 2 Puskesmas di atas, kami juga mengunjungi Dinas Kesehatan Tidore untuk mengumpulkan informasi tentang peran aktif UNICEF dalam membantu pemerintah setempat mengatasi malasalah kesehatan di Ternate dan Tidore. UNICEF dan pemerintah setempat telah melakukan kerja sama dalam mengatasi masalah kesehatan sejak 10 tahun yang lalu atau pada tahun 2007.

Peran serta UNICEF dalam membangun “rumah tunggu” untuk ibu-ibu yang ingin melahirkan sangat diapresiasi pemerintah dan masyarakat setempat, karena “rumah tunggu” sangat membantu ibu yang mau melahirkan/melakukan operasi. Disamping mendirikan “rumah tunggu” tantangan yang muncul lainnya adalah mengatasi jumlah kematian ibu dan anak, karena tercatat pada tahun 2014 ada kematian ibu berjumlah 4 orang, penyebabnya diantaranya:

  1. Masih percayanya masyarakat setempat pada dukun beranak yang tidak memiliki ilmu medis dalam menangani pasiennya, sehingga kebanyakan pasien saat dirujuk ke Puskesmas sudah dalam keadaan kritis.
  2. Telatnya pemeriksaan kandungan yang dikarenakan kurangnya perhatian ibu hamil pada kandungannya.
  3. Letak geografis yang sulit.

Penanggulangan yang sudah dilakukan UNICEF dibantu pemerintah setempat adalah:

  1. Menyebarkan undangan kepada masyarakat untuk mengikuti penyuluhan.
  2. Membentuk kemitraan dukun beranak dengan bidan yang bermula di Takalar pada tahun 2008, dukun hanya menemani bidan dan memberikan informasi, dan yang melakukan pengecekan adalah bidan.
  3. Pengurusan pembuatan akte kelahiran apabila melakukan persalinan di Puskesmas dan semuanya diberikan secara gratis.
  4. Mendirikan fasilitas kesehatan, sampai saat ini ada 4 tempat yang memiliki team PONED.

Peran aktif UNICEF dan pemerintah setempat dalam menekan angka kematian di Ternate dan Tidore menunjukan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2013 terjadi 32 kasus kematian dan pada tahun 2014 terjadi penurunan menjadi 22 kasus kematian. UNICEF juga memiliki rencana-rencana lain dalam membantu pemerintah setempat dengan meningkatkan kualitas fasilitas dan SDM yang ada, juga dengan melakukan inovasi untuk mengoptimalkan program-program yang dijalankan dengan merencanakan penyediaan 100 bidan untuk 100.000 penduduk.

Pada tanggal 19 Maret 2015 kami tiba di Halmahera, pulau terbesar di kepulauan Maluku. Di Halmahera kami mengunjungi Puskesmas Akelamo. Di Puskesmas Akelamo terdapat “rumah tunggu”, yang berfungsi sebagai rumah singgah bagi ibu melahirkan yang sudah dekat waktu melahirkannya. “Rumah tunggu” di Puskesmas Akelamo sudah ada sejak Tahun 2014 awal, didirikan dengan dana pemerintah setempat. Biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah “rumah tunggu” sekitar Rp 271.000.000,- (hanya bangunan) yang terdiri dari 3 kamar tidur. Untuk mencapai Puskesmas Akelamo masyarakat setempat menyewa kendaraan, akan tetapi dalam keaadan genting/emergency warga dapat menggunakan ambulans Puskesmas.

“Rumah tunggu” dibangun tidak hanya untuk ibu hamil yang beresiko, tetapi juga untuk ibu hamil yang memiliki rumah yang jauh dari Puskesmas. Pemerintah menggalakkan persalinan di Puskesmas dikarenakan tingkat kematian ibu hamil yang meningkat setiap tahunnya, akan tetapi beberapa tahun belakangan ini dengan didirikannya “rumah tunggu”, tingkat kematian ibu melahirkan jauh berkurang. Pada tahun 2010 tercatat ada 7 kematian ibu dikarenakan ibu hamil melahirkan di rumah sehingga terjadi pendarahan dan telat mendapatkan perawatan. Pada 2011 tercatat ada 1 kematian ibu hamil akibat melahirkan di rumah dan terjadi pendarahan dan diharapkan ditahun-tahun berikutnya tingkat kematian ibu melahirkan dapat ditekan. Pemerintah juga memberlakukan Perda yakni masyarakat yang melahirkan di rumah akan dikenakan denda sebesar Rp 700.000,- hingga Rp 1.000.000,-.

Keterlambatan yang kerap terjadi pada penanggulangan masalah kesehatan adalah terlambat mengenali masalah, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapatkan pertolongan tim medis. Selain keterlambatan di atas, kepercayaan masyarakat setempat pada mitos sangat menyulitkan penyampaian informasi kepada masyarakat.

Saat berada di Halmahera kami bertemu dan menyempatkan diri untuk berbincang dengan Ibu Tina. Ibu Tina merupakan pasien Puskesmas yang memanfaatkan fasilitas “rumah tunggu” sebagai tempat singgah saat menunggu waktu kehamilanya. Ibu Tina memilih  untuk tinggal di “rumah tunggu” karena jarak kelahiran anak pertama dan keduanya singkat, yakni 1 tahun sehingga disarankan untuk menunggu waktu kelahirannya di “rumah tunggu” karena ditakutkan terjadi komplikasi saat melahirkan nanti. Kepercayaan Ibu Tina kepada Puskesmas membuat Ibu Tina rutin untuk melakukan pemeriksaan ke Puskesmas, dan Ibu Tina juga menuturkan selama ia melakukan pemeriksaan kandungan di Puskesmas ia dirawat dengan baik dan diberikan vitamin dan obat penambah darah. Alasan lain Ibu Tina untuk tinggal di “rumah tunggu” ialah agar bisa kumpul bersama keluarga, suami dan ibunya di “rumah tunggu”. Tinggal selama 3 hari di “rumah tunggu” Ibu Tina merasa tenang dan senang karena mendapatkan perawatan yang intensif dan juga ia mendapatkan edukasi dari bidan tentang kehamilan.

Masalah kesehatan merupakan masalah yang harusnya menjadi sorotan setiap masyarakat, baik masyarakat daerah dan masyarakat perkotaan. Peran aktif pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk menanggulangi masalah kesehatan. Pemberian penyuluhan dan informasi tentang kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah kesehatan, disamping itu pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana yang memadai serta tersedianya tenaga ahli juga sangat dibutuhkan. Oleh karena itu UNICEF berkomitmen untuk selalu berupaya membantu pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan ibu melahirkan di Kepulauan Ternate dan Tidore.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top