Ujian dan cobaan sepertinya tidak akan lepas
dari fitrah manusia. Karena dengan ujian itulah hidup kita selaku hamba-Nya
akan semakin berkualitas dan juga akan bertambah baik. Dan sebaliknya jika
hidup kita selalu dalam keadaan baik terus, tanpa ada halangan dan rintangan,
tentu kita tidak akan mengetahui tingkat kebaikan dan kualitas yang ada pada
diri kita.
أَحَسِبَ
ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢وَلَقَدۡ
فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُٱلَّذِينَ صَدَقُواْ
وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣
ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢وَلَقَدۡ
فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُٱلَّذِينَ صَدَقُواْ
وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣
“Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut: 2-3]
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [QS. Al-Ankabut: 2-3]
Ujian demi ujian yang belaku atas diriku tak
lagi menjadi sebuah beban hidup melainkan sebuah bentuk kasih sayang dari-Nya
sebab memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. Untuk memperbaiki kualitas
keimananku. Sebab jauh sebelum aku terlahir ke dunia aku telah mengikrarkan
diri. Bertauhid pada-Nya. Dan sebagai bukti dari ikrar itu adalah Allah
memberikan ujian demi ujian. Untuk melihat tingkat kesabaran dan ketaatan kita
pada-Nya. Dan sudah seharusnya kita bersabar dan mengembalikan semuanya
pada-Nya. Sebagaimana anjuran dalam kalam-Nya.
lagi menjadi sebuah beban hidup melainkan sebuah bentuk kasih sayang dari-Nya
sebab memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. Untuk memperbaiki kualitas
keimananku. Sebab jauh sebelum aku terlahir ke dunia aku telah mengikrarkan
diri. Bertauhid pada-Nya. Dan sebagai bukti dari ikrar itu adalah Allah
memberikan ujian demi ujian. Untuk melihat tingkat kesabaran dan ketaatan kita
pada-Nya. Dan sudah seharusnya kita bersabar dan mengembalikan semuanya
pada-Nya. Sebagaimana anjuran dalam kalam-Nya.
ٱلَّذِينَ
إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ
رَٰجِعُونَ ١٥٦أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ
رَٰجِعُونَ ١٥٦أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
“(yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa
ilaihi raaji´uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” [QS. Al-Baqarah:
156-157]
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa
ilaihi raaji´uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” [QS. Al-Baqarah:
156-157]
Semakin aku menjalani hidup ini. Semakin Allah
membimbingku. Semakin Allah menunjukkan jalan menuju-Nya. Sama halnya ketika
hidup harus terpengaruh dengan pergaulan dan arus bersama teman-teman. Saat
harus bersama dengan mereka yang tidak mampu melangkahkah kaki menuju
rumah-Nya. Memenuhi seruan dan panggilan-Nya.
Azza wajalla tak ingin melihatku dalam keadaan yang stagnak. Dalam
keadaan yang tidak beribadah kepada-Nya. Hingga suatu hari dalam sebuah
perjalanan pulang ke rumah Allah menakdirkanku untuk bertemu dan menyaksikan
sebuah pemandangan yang membuat hati bergetar. Membuat kedua mata menitikkan
air mata atas kesungguhan dan kerdilnya diri dengannya.
membimbingku. Semakin Allah menunjukkan jalan menuju-Nya. Sama halnya ketika
hidup harus terpengaruh dengan pergaulan dan arus bersama teman-teman. Saat
harus bersama dengan mereka yang tidak mampu melangkahkah kaki menuju
rumah-Nya. Memenuhi seruan dan panggilan-Nya.
Azza wajalla tak ingin melihatku dalam keadaan yang stagnak. Dalam
keadaan yang tidak beribadah kepada-Nya. Hingga suatu hari dalam sebuah
perjalanan pulang ke rumah Allah menakdirkanku untuk bertemu dan menyaksikan
sebuah pemandangan yang membuat hati bergetar. Membuat kedua mata menitikkan
air mata atas kesungguhan dan kerdilnya diri dengannya.
Yah, dalam perjalanan pulang itu, Allah
menakdirkanku bertemu dengan seorang buta yang berjalan menuju rumah-Nya.
Memenuhi panggilan-Nya. Beda dengan diriku yang yang mengabaikannya.
Mengabaikan undangan kemenangan yang dijanjikan. Astagfirullah. Ampuni aku ya Rabb. Aku tidak memperdulikannya saat bertemu pertama kali. Aku fikir itu
hanyalah sebuah kebetulan. Hanyalah pertemuan yang tidak akan terjadi untuk
kedua kali atau ketiga kalinya dan seterusnya. Namun, anggapanku salah. Entah
mengapa setiap perjalanan pulang aku selalu bertemu dengannya. Berjalan dengan
tongkatnya menuju rumah Allah. Sesering kali aku bertemu dan melihat wajahnya
yang penuh dengan pancaran ketawadhuan. Memancarkan ketenangan. Padahal telah
jelas perintah Allah.
menakdirkanku bertemu dengan seorang buta yang berjalan menuju rumah-Nya.
Memenuhi panggilan-Nya. Beda dengan diriku yang yang mengabaikannya.
Mengabaikan undangan kemenangan yang dijanjikan. Astagfirullah. Ampuni aku ya Rabb. Aku tidak memperdulikannya saat bertemu pertama kali. Aku fikir itu
hanyalah sebuah kebetulan. Hanyalah pertemuan yang tidak akan terjadi untuk
kedua kali atau ketiga kalinya dan seterusnya. Namun, anggapanku salah. Entah
mengapa setiap perjalanan pulang aku selalu bertemu dengannya. Berjalan dengan
tongkatnya menuju rumah Allah. Sesering kali aku bertemu dan melihat wajahnya
yang penuh dengan pancaran ketawadhuan. Memancarkan ketenangan. Padahal telah
jelas perintah Allah.
وَأَقِيمُواْٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
“Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´.” [QS. Al-Baqarah: 43] diperjelas lagi dengan hadits Rasulullah yang
membuatku tak mampu membantah dan bergeming.
tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´.” [QS. Al-Baqarah: 43] diperjelas lagi dengan hadits Rasulullah yang
membuatku tak mampu membantah dan bergeming.
“Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu,
ia berkata; “Telah datang kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam
seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya
orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia memohon kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya. “Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam memberikan
kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya, seraya
berkata; ‘Apakah engkau mendengarkan suara adzan (panggilan) shalat?’ ia
menjawab; ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka hendaklah kau penuhi (panggilan itu)”.
[HR. Muslim].
Radhiyallahu’anhu,
ia berkata; “Telah datang kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam
seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya
orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia memohon kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya. “Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam memberikan
kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya, seraya
berkata; ‘Apakah engkau mendengarkan suara adzan (panggilan) shalat?’ ia
menjawab; ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka hendaklah kau penuhi (panggilan itu)”.
[HR. Muslim].
Pada hadits ini, Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam tetap memerintahkan
seorang laki-laki yang buta yang tidak memiliki penuntun untuk tetap shalat
berjama’ah di masjid. Maka bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan diriku yang
masih diberikan penglihatan yang jelas. Tanyaku pada detakan kagumku atas
sikapnya.
wasallam tetap memerintahkan
seorang laki-laki yang buta yang tidak memiliki penuntun untuk tetap shalat
berjama’ah di masjid. Maka bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan diriku yang
masih diberikan penglihatan yang jelas. Tanyaku pada detakan kagumku atas
sikapnya.
Kenapa tidak ke masjid? Itu pertanyaan atas diriku.
Pertanyaan atas kemalasanku. Pertanyaan atas salah bergaulku dengan mereka yang
tidak memenuhi panggilan-Nya. Maka satu kata untuk memulai semuanya. BERUBAH.
Berubah menuju yang lebih baik. Dan pautkan hati untuk ke masjid. Pelihara
shalat berjama’ah. Peliharan kemudahan yang telah Allah berikan. Peliharan yang
telah Allah anugerahi.
Pertanyaan atas kemalasanku. Pertanyaan atas salah bergaulku dengan mereka yang
tidak memenuhi panggilan-Nya. Maka satu kata untuk memulai semuanya. BERUBAH.
Berubah menuju yang lebih baik. Dan pautkan hati untuk ke masjid. Pelihara
shalat berjama’ah. Peliharan kemudahan yang telah Allah berikan. Peliharan yang
telah Allah anugerahi.
Dan seperti itulah jalanku. Jalan menuju-Nya.
Atas bimbingan dan kehendak-Nya yang tidak menginginkanku menjadi orang yang
kufur atas nikmat-Nya.
Atas bimbingan dan kehendak-Nya yang tidak menginginkanku menjadi orang yang
kufur atas nikmat-Nya.
***
“Kak kenapa selalu menjaga sholat
berjama’ahnya di masjid?” tanya seorang mahasiswa yang bersama dengan saat
pulang dari masjid. Aku tersenyum dan mengarahkan pandangannya kepadanya.
berjama’ahnya di masjid?” tanya seorang mahasiswa yang bersama dengan saat
pulang dari masjid. Aku tersenyum dan mengarahkan pandangannya kepadanya.
“Tau Abdullah bin Ummi Maktum?” tanyaku
kembali.
kembali.
“Tidak.” Ia menggeleng kepala.
“Pernah dengar ceritanya?” kembali ia
menggelengkan kepala.
menggelengkan kepala.
Aku mulai bercerita tentang siapa Abdullah bin
Ummi Maktum dan kenapa aku menjaga sholat berjmaa’ah di masjid.
Ummi Maktum dan kenapa aku menjaga sholat berjmaa’ah di masjid.
“Abdullah bin Ummi Maktum adalah salah seorang
sahabat senior Rasulullah, beliau termasuk di antara as-sabiquna-I awwalun (orang-orang yang pertama memeluk Islam). Ada yang mengatakan nama
beliau Umar. Ada juga yang menyebut Amr. Kemudia Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menggantinya dengan Abdullah. Orang-orang Madinah mengenalnya dengan
nama Abdullah, sedangkan orang-orang Irak menyebutnya Amr. Namun keduanya
sepakat bahwa nasabnya adalah Ibnu Qays bin Za-idah bin al-Usham. Abdullah
memiliki kedekatan dengan nasab dengan Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha. Ibnu dari Khadijah adalah saudaranya Qasy bin Za-idah, ayah dari
Abdullah.
sahabat senior Rasulullah, beliau termasuk di antara as-sabiquna-I awwalun (orang-orang yang pertama memeluk Islam). Ada yang mengatakan nama
beliau Umar. Ada juga yang menyebut Amr. Kemudia Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menggantinya dengan Abdullah. Orang-orang Madinah mengenalnya dengan
nama Abdullah, sedangkan orang-orang Irak menyebutnya Amr. Namun keduanya
sepakat bahwa nasabnya adalah Ibnu Qays bin Za-idah bin al-Usham. Abdullah
memiliki kedekatan dengan nasab dengan Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha. Ibnu dari Khadijah adalah saudaranya Qasy bin Za-idah, ayah dari
Abdullah.
Abdullah bin Ummi Maktum memiliki kekurangan
fisik berupa kebutaan (tuna netra). Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam
bertanya kepadanya, “Sejak kapan, engkau kehilangan penglihatan?” ia menjawab,
“Sejak kecil.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam bersabda; “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hamba-Ku, maka tidak ada
balasan yang lebih pantas kecuali surga.”
fisik berupa kebutaan (tuna netra). Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam
bertanya kepadanya, “Sejak kapan, engkau kehilangan penglihatan?” ia menjawab,
“Sejak kecil.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam bersabda; “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hamba-Ku, maka tidak ada
balasan yang lebih pantas kecuali surga.”
Saat Allah memerintahkan Rasul-Nya dan kaum
muslim untuk hijrah ke Madinah, maka Abdullah bin Ummi Maktum menjadi orang
yang pertama-tama menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun ia memiliki
kekurangan fisik, jarak antara Mekah dan Madinah yang jauh, sekitar 490 km,
ancaman dari orang-orang Quraisy, belum lagi bahaya dalam perjalanan, semua itu
tidak menghalanginya untuk memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya.
muslim untuk hijrah ke Madinah, maka Abdullah bin Ummi Maktum menjadi orang
yang pertama-tama menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Walaupun ia memiliki
kekurangan fisik, jarak antara Mekah dan Madinah yang jauh, sekitar 490 km,
ancaman dari orang-orang Quraisy, belum lagi bahaya dalam perjalanan, semua itu
tidak menghalanginya untuk memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya.
Itulah sedikit tentangnya. Abdullah bin Ummi
Maktum adalah orang senantiasa menjaga waktu sholat berjama’ahnya di masjid,
meskipun ia dalam keadaan buta dan tidak memiliki penuntun untuk menuju masjid.
Lalu masih pantaskah kita untuk tidak berjama’ah di masjid? Atau khususnya
dengan diriku yang jauh lebih bisa melihat dari Abdullah bin Ummi Maktum untuk
tidak berjama’ah di masjid dan berusaha untuk menjaganya?” kulihat mahasiswa
tersebut mengangah dan tak berkata sepatah pun. Mungkin hatinya bergetar akan
kisah Abdullah bin Ummi Maktum.
Maktum adalah orang senantiasa menjaga waktu sholat berjama’ahnya di masjid,
meskipun ia dalam keadaan buta dan tidak memiliki penuntun untuk menuju masjid.
Lalu masih pantaskah kita untuk tidak berjama’ah di masjid? Atau khususnya
dengan diriku yang jauh lebih bisa melihat dari Abdullah bin Ummi Maktum untuk
tidak berjama’ah di masjid dan berusaha untuk menjaganya?” kulihat mahasiswa
tersebut mengangah dan tak berkata sepatah pun. Mungkin hatinya bergetar akan
kisah Abdullah bin Ummi Maktum.
“Jadi ketika aku mulai malas, aku kembali
membandingkan diriku dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Maka seketika itu, hatiku
bergetar. Dan itu menjadi salah satu inspirasiku untuk tetap istiqomah menjaga
sholat berjama’ah di masjid. Apapun keadaannya selagi tidak ada udzur yang
benar sesuai dengan syari’at.” Imbuhku kembali.
membandingkan diriku dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Maka seketika itu, hatiku
bergetar. Dan itu menjadi salah satu inspirasiku untuk tetap istiqomah menjaga
sholat berjama’ah di masjid. Apapun keadaannya selagi tidak ada udzur yang
benar sesuai dengan syari’at.” Imbuhku kembali.
Dan cukup itu semua menjadi pelajaran bagiku
dan bagi kita semua untuk tetap istiqomah di jalan-Nya.
dan bagi kita semua untuk tetap istiqomah di jalan-Nya.
***
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.