Topic : Academic, Business
By Amal Ihsan
Bayangkan Anda mengendarai mobil di jalanan. Tiba-tiba lampu rem mobil di depan Anda menyala. Pasti Anda berpikir: apa mobil di depan itu mengurangi kecepatan atau berhenti? Setelah agak dekat, tahulah Anda ia sedang mengurangi kecepatan. Lampu remnya lalu mati. Anda kembali menekan pedal gas. Mendadak mobil itu berhenti. Apa yang akan terjadi?
Kalau beruntung dan memiliki refleks yang baik, Anda akan mampu menginjak rem tepat pada waktunya. Jika tidak, kemungkinan besar bumper mobil Anda bakal “mencium” bumper belakang mobil di depan.
“Itulah masalahnya dengan lampu rem. Indikasi yang diberikan cuma menyala atau mati, ya atau tidak,” kata John Hennage, peneliti teknik mekanik dari Fakultas Teknik Virginia Tech, Amerika Serikat. “Pengendara di belakang tak akan tahu makna dari lampu rem yang menyala, apakah sedang menurunkan kecepatan dan berapa kecepatannya atau berhenti total.”
Kini Hennage punya solusinya. Dia membuat sistem lampu rem cerdas yang bisa mengkomunikasikan kecepatan pelambatan mobil atau penghentian mendadak. Selama ini lampu rem yang ada hanya memberikan informasi bahwa pedal rem sedang diinjak, tidak lebih. “Inovasi ini merupakan terobosan besar pada desain mobil dalam 100 tahun,” kata Hennage.
Pada awalnya, gagasan ini lahir dari pemikiran Meade Gwinn, pengusaha Virginia yang nyaris terlibat tabrakan beruntun di jalan tol Virginia bagian utara. Beruntung sopirnya tepat waktu menginjak rem. Gwinn lantas keluar dari mobil dan memeriksa kondisi pengendara mobil yang lain. “Dua mobil di depan saya disetir seorang gadis muda yang membawa anak kecil,” katanya.
Mereka tak apa-apa, tapi sang gadis berulang-ulang memohon maaf sambil menyatakan, “Saya melihat lampu remnya menyala, tapi saya tak dapat mengetahui seberapa cepat mobil di depan itu berhenti.”
Gwinn langsung berpikir, “Bukankah bagus jika lampu belakang mobil mampu mengkomunikasikan hal ini kepada mobil di belakang sehingga bisa mengambil langkah yang diperlukan?” katanya.
Anak perempuan Gwinn yang kebetulan kuliah di Virginia Tech, menyarankannya menghubungi fakultas teknik untuk merealisasikan gagasan itu. Gwinn lantas berkenalan dengan guru besar fakultas teknik di sana, Mehdi Ahmadian, yang langsung memimpin tim untuk meneliti masalah ini. Ahmadian meminta Hennage, yang sebelumnya mengembangkan lampu LED bagi truk, untuk mengembangkan micro-controller bagi lampu rem cerdas ini.
Untuk merealisasikan gagasan itu, para peneliti mengembangkan lampu belakang baru yang terdiri atas sederet lampu kecil. Lampu di tengah akan menyala kuning bila pengemudi menginjak rem hanya untuk memperlambat mobil. Jika akhirnya berhenti, lampu merah akan menyala di salah satu ujung deretan lampu. Jika terjadi pengereman mendadak, semua lampu merah akan menyala.
Dengan sistem lampu ini, dijamin kendaraan di belakang tak akan bingung. Pengemudi bisa mengetahui derajat pelambatan laju mobil di depannya. Yang tak kalah penting, sistem ini membuat mobil dapat melaju dalam jarak dekat antara satu sama lain pada kondisi lalu lintas ramai (platooning).
Yang lebih menarik, sistem lampu rem cerdas ini tak cuma menghindarkan terjadinya kecelakaan, tapi juga menghemat bahan bakar. Kajian sebelumnya menunjukkan mobil yang melaju searah dengan jarak yang dekat bisa mengurangi aktivitas drag (pengereman-penarikan gas) dan mengurangi konsumsi bahan bakar.
Mobil-mobil yang mampu melaju seirama dalam jarak dekat terbukti memiliki koefisien drag 30-50 persen lebih rendah. Berkurangnya aktivitas pengereman-penarikan gas juga terbukti mengurangi konsumsi bahan bakar mobil.
Kabar ini yang membuat Gwinn gembira bukan kepalang. “Konsep ini tak cuma layak dikembangkan secara komersial, tapi yang terpenting kita mampu membantu jutaan pengendara untuk mengemudi lebih baik, membuat jalanan lebih aman dari kecelakaan, dan polusi menjadi berkurang. Kita semua harus merasa senang atas temuan ini.”
Para peneliti sendiri optimistis temuan mereka akan diterima pasar. Penambahan lampu jenis ini hanya akan menambah biaya produksi US$ 50 atau sekitar Rp 475 ribu. “Kami juga mampu menghubungkan sensor lain ke micro-controller lampu, seperti dari sistem pengereman otomatis, kontrol traksi otomatis, dan sistem penghindar kecelakaan,” kata Hennage. “Ada banyak cara temuan ini bisa bekerja dan tiap produsen dapat meminta spesifikasinya sendiri serta memproduksinya dalam jumlah massal.”
Sumber : TempoInteraktif, Rabu, 9 April 2008 yang dikutip dari Science Daily dan Virginia-Tech
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.