Etika dan
Akhlak Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
1. Definisi
peserta didik dalam pendidikan Islam
Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam pendidikan
Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan religus dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat
kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu
yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan
dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah
peserta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat
sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu
agama.
2. Sifat-sifat dan
kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung
maupun tidak
langsung. Al-Ghazali merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:
a. Belajar dengan
niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT., sehingga dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji
(tahalli) perhatikan (QS. al-An’am: 162, al-Dzariyat: 56).
b. Mengurangi
kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (QS. adh-Dhuha: 4).
Artinya, belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar
ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi,
baik dihadapan manusia dan Allah SWT..
c. Bersikap
tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidiknya. Sekalipun ia cerdas, tetapi ia bijak
dalam menggunakan kecerdasan itu pada pendidiknya, termasuk juga bijak kepada
teman-temannya yang IQ-nya lebih rendah.
d. Menjaga pikiran
dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan
dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.
e. Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi,
serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah). Ilmu terpuji dapat
mendekatkan diri kepada Alla, sementara ilmu tercela akan menjauhkan dari-Nya
dan mendatangkan permusuhan antarsesamanya.
f. Belajar dengan
bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran
yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu
kifayah (QS. al-Insyiqaq: 19).
g. Belajar ilmu
sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta
didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. Dalm konteks ini,
spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta didik memiliki keahlian dan
kompetensi khusus (QS. al-Insyirah: 7).
h. Mengenal
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan
objektivitas dalam memandang suatu masalah.
i. Memprioritaskan
ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT., sebelum
memasuki ilmu duniawi.
j. Mengenal
nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat
dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia
akhirat.
k. Peserta didik
harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap
dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzhab yang diajarkan oleh
pendidik-pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik untuk
mengikuti kesenian yang baik.
Al-Ghazali juga
menjelaskan etika peserta didik terhadap pendidik secara terinci dalam
Bidayatul Hidayah yang meliputi 13 aturan, yaitu:
a) Jika berkunjung
kepada guru harus menghormat dan menyampaikan salam terlebih dahulu.
b) Jangan banyak
bicara dihadapan guru.
c) Jangan bicara
jika tidak diajak bicara oleh guru.
d) Jangan bertanya
jika belum minta izin lebih dahulu.
e) Jangan
sekali-kali menegur ucapan guru, seperti, katanya fulan demikian, tetapi
berbeda dengan tuan guru.
f) Jangan
mengisyarati guru, yang dapat memberi perasaan khilaf pada pendapat guru. Sebab
yang demikian itu dapat melahirkan anggapan bahwa murid lebih besar dari guru.
g) Jangan
berunding dengan temanmu di tempat duduknya, atau berbicara dengan guru sambil
tertawa yang tidak sopan.
h) Jika duduk
dihadapan guru jangan menoleh, tapi duduklah dengan menundukkan kepala dan
tawadhu’ sebgaimana keika melakukan shalat.
i) Jangan banyak
bertanya sewaktu guru kelihatan bosan atau kurang enak.
j) Sewaktu guru
berdiri, murid harus berdiri sambil memberikan penghormatan kepada guru.
k) Sewaktu guru
sedang berdiri dan sudah akan pergi jangan sampai dihentikan hanya sekedar
perlu beranya.
l) Jangan
sekali-kali bertanya sesuatu kepada guru di tengah jalan, tapi sabarlah nanti
setelah sampai di rumah.
m) Jangan
sekali-kali suuzhzhan (berpretensi
buruk) terhadap guru mengenai tindakannya yang kelihatannya mungkar atau tidak
diridhai Allah menurut pandangan murid. Sebab guru lebih mengerti
rahasia-rahasia yang terkandung dalm tindakan itu.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.