Dari Lina saya sudah diberi tahu bahwa Dhea ingin bertemu dengan saya untuk membahas rencana investasi Algae. Dhea adalah Dirut dari salah satu unit bisnis GI. Ayahnya supir taksi. Saat saya tahu dia diterima di PTN, saya rekomendasikan agar dia dapat beasiswa dari GI. Setelah lulus dari PTN, dia mengajukan proposal untuk membangun pabrik minuman ringan. Bahannya dari Cincau. Akhirnya pabrik itu berdiri di Malaysia. Awalnya memang tidak mudah. Banyak sekali hambatan. Maklum produk baru. Belum dikenal di pasar global. Namun lewat 3 tahun sudah established.
Saya ke kantor GI. Dari lantai bawah saya langsung naik lift ke lantai 4, kamar kerja dirut dan Komisaris utama. Saat saya masuk di ruang tunggu direksi ada wanita berambut panjang sebahu. Dia tersenyum. Saya cuek aja. Langsung masuk ke Kamar Kerja Lina. “ Mana dirut Anak perusahaan dari Malaysia.? “ kata saya seraya masuk ke toilet kamar kerjanya.
“Itu di luar, di ruang tunggu. Dia sudah tunggu bapak lebih 1 jam “ Kata Lina segera keluar panggil dirut itu.
Saya keluar dari toilet. Saya terkejut. Ternyata wanita yang duduk di ruang tunggu tadi Dhea. Kenapa dia berubah. Engga keliatan lagi wajah kampung. Dia mengenakan blaser. Cocok sekali untuk tumbuhnya yang tinggi semampai. Saya pikir dia lebih cantik dari cewek brazil. Walau hitam tapi hitam manis.
Saya duduk di sofa menghadap Dhea. Di sebelah saya Lina. Dhea menunduk. “ Kamu kan mau ketemu saya. Katanya penting. Ada apa ? tanya saya. Dhea tetap menunduk. Saya diamkan saja. Setelah lewat 3 menit. Saya angkat bahu ke pada Lina.
“ Bu Dhea. “ Seru lina. “Ini bapak. Katanya mau bicara. Ayolah bicara. Waktu bapak engga banyak” lanjut Lina. Dhea tetap menuduk saja.
“ Ibu Dhea. “ Kata Lina dengan sedikit keras. “ Ada apa sih kamu? Bicaralah.? Lanjut lina. Saya kasih kode lina untuk keluar ruangan. Akhirnya Lina keluar. Tinggal saya dan Dhea saja. Dia salami saya dan cium punggung lengan saya. “ Gimana kabar kedua orang tua kamu? Tanya saya.
“ Baik baik saja om. Tinggal sama Dhea di KL.”
“ Adik kamu tinggal sama kamu juga kan?
“ Ya om. Yang satu sudah kuliah tingkat dua di Universitas di Malaysia dan satunya lagi masih SMU juga di KL. Tahun depan dia akan masuk universitas juga.” Kata Dhea. Dia hanya sekilas menatap saya dan kemudian menunduk lagi.
“ OK. Ada apa Dhea.? Katanya mau ketemu Om.”
“ “ Dhea rencana mau ajukan proposal ke holding untuk ekspansi bisnis Algae.”
“ Coba ceritakan sedikit. Apa bisnis kamu itu. Saya beri waktu 5 menit. Kalau bisa yakinkan saya. Kita move forward. “ kata saya.
Dhea perbaiki duduknya. Sepertinya dia bersiap untuk menjelaskan rencananya dengan singkat dan padat.
“ Dengan populasi dunia yang diproyeksikan mencapai 9,7 miliar orang pada tahun 2050, tidak ada solusi pangan saat ini yang dapat digunakan untuk memenuhi peningkatan permintaan nutrisi yang diharapkan. Selama waktu yang sama, hasil pertanian diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh perubahan iklim, dan itu berdampak kepada berkurangnya produksi pangan. Jadi ada pasar besar yang tumbuh berkelanjutan namun sumber daya terbatas. Solusinya adalah penggunaan Algae sebagai sumber pangan yang kaya nutrisi. Pasarnya pasti sangat besar. Ini soal kemanusiaan. Mengatasi kelaparan akibat perubahan iklim” Kata Dhea.
” Lebih spesifik ? tanya saya.
” Contoh, protein hewani, terutama susu dan daging, memang sumber utama protein yang paling banyak dikonsumsi. Namun,tidak sustain karena dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia. Protein nabati seperti Kedelai, kacang-kacangan, dan CPO bisa sebagai alternatif . Namun penanamannya secara monoculture dalam skala besar bisa merusak ekologi dan menguras sumber daya air. Nah, protein alga, alternatif yang paling relevan. Alga memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi fotosintesis yang tinggi, dan konsumsi air yang rendah, dan tidak memerlukan lahan untuk pertumbuhannya.
Era sekarang dan selanjutnya orang makan untuk sehat. Produk yang dihasilkan dari Algae merupakan nutrisi tambahan yang memungkinkan orang tidak perlu makan banyak. Bahan baku Algae melimpah di Indonesia, Maklum kita kan negara kepulauan. Potensi laut kita sangat besar untuk algae. ” Kata Dhea.
Saya tertegun. Praktis dan taktis.
“ Ok, itu saya sudah paham soal Algae. Produknya apa ?
“ Saat sekarang yang ada Lipid, karotenoid, karagenan, Alginat, protein Alga, tetapi akan terus berkembang produknya tergantung hasil riset. Pasarnya terus tumbuh untuk kebutuhan industry makanan dan minuman, bioplastik, biofuel, pharmasi dan lain lain. ” Kata Dhea.
“ Bagaimana dengan tekhnologi ?“ tanya saya.
“ Dhea punya relasi di luar negeri. Dhea udah berhubungan lebih 1 tahun. Dia PHD bidang riset algae. Dari dia, Dhea sudah dapatkan informasi lengkap bagaimana potensi Algae itu. “ Kata Dhea menyerahkan proposal. Lumayan tebal. Saya tahu ini kajian akademis. Perpect. “ Dhea juga udah lakukan desk riset. Baik sumber dayanya, tekhnologi maupun market nya” Lanjut Dhea menyerahkan business plan.
“ OK, tetapi itu kan baru desk riset. Untuk memulainya, kita perlu produk yang sudah lolos eksperiment dan pilot project. “ Kata saya.
“ Ini ada perusahaan riset yang sudah sukses kembangkan beberapa produk dari algae sampai kepada tahap eksperimental. Termasuk budidayanya. ” Kata Dhea menyerahkan dokumen profile perusahaan target itu. “ Namun mereka tidak ada uang untuk membuat pilot projek, khususnya biofuel. Mereka setuju lepas saham untuk dapatkan pembiayaan.” Kata Dhea.
Saya tatap lama Dhea. Sampai dia salah tingkah. “ Om setuju. Mari kita proses peluang ini. Team Business Development Group Yuan Holding akan dilibatkan secara penuh untuk mem follow up rencana bisnis ini. Dan kamu jadi ketua Team nya. “ Kata saya. Dhea terharu. “ Terimakasih om. Dhea janji akan kerja keras.” Katanya mengusap airmata haru.
Untuk obsesi Dhea, Yuan akuisisi perusahaan riset Algae senilai USD 100 juta. Dan kini masih terus dikembangkan untuk siap launcing tahun 2026. Rencana tahun 2027 dimulai pembangunan proyek teritegrasi dari budidaya, industry pengolahan beragam downstream Algae. Saya terus berdoa semoga baik baik saja. Kalau proyek ini sukses, itu berkat Dhea, srikandi Indonesia yang bisa menjadikan sumber daya ibu pertiwi untuk pangan dan energi. Bukan hanya untuk indonesia tetapi dunia. Benarlah Indonesia merdeka, berkat rahmat Tuhan.
***
“ Kalau benar potensi Algae ini besar dan sangat prospektif. Kenapa engga dilirik konglomerat dan BUMN “ demikian kata Florence. Pertanyaan sejenis itu sering saya dengar bukan hanya dari orang awam, bahkan dari akademisi. Wajar pertanyaan itu ada. Apalagi posisi Florence sebagai komut GI. Dan logika sederhana itu muncul dari persepsi yang sudah terbentuk. Bahwa konglomerat itu orang pintar dan hebat. Sama halnya persepsi tentang pemerintah, bahwa hebat dan pintar, tanpa cela.
“ Mau tahu alasan gua ? kata saya. Florence mengangguk
“ Sampai kini produk yang tidak kenal resesi adalah pangan. Terbukti untuk kebutuhan domestic, kita harus impor beras, gula, gandum, kedelai, bahkan garam. Bahkan China pun masih impor pangan. Harganya dari tahun ke tahun terus naik. Engga pernah turun. Jadi kalau kita orang bisnis, tentu yang jadi dasar kita bergerak kan market. Nah market domestic dan international untuk pangan itu sangat besar. Maklum penduduk kita nomor 5 terbesar di dunia.
Namun untuk bisa berproduksi pangan dengan skala modern yang efisien, memerlukan tekhnologi dan kreatifitas. Memerlukan komitmen yang kuat menjaga proses sustainable produksi. Memerlukan visi besar untuk berani membuat keputusan dalam hal R&D. Nah hal itu yang tidak ada dalam mindset konglomerat dan pemerintah. Mereka ogah repot.
Sekarang mari kita lihat investasi sector non tradable seperti ekstraksi sumber daya mineral seperti batubara, nikel, bauksit dan lain lain. Apakah ada investasi itu murni PMDN? Tidak ada. Semua investasi itu terafiliasi dengan luar negeri untuk hal market dan tekhnologi termasuk modal. Contoh sederhana aja. CPO itu 90% terhubung dengan Singapore dan Malaysia.Baik sebagai offtaker maupun modal. Nikel, 90% terhubung dengan China, baik tekhnologi, modal maupun market
Jadi baik BUMN atau pemerintah maupun konglomerat tak lebih adalah komprador alias broker sumber daya. Dan pekerjaan sebagai broker itu tidak perlu sekolah tinggi, Engga perlu pintar amat. Engga ada resiko. Engga perlu kerja keras. Yang diperlukan adalah bacot. Ya lobi politik dan kekuasaan. Untung terbesar ada pada asing, yang tentu konglo dan pejabat pemerintah sukses tajir melintir dibandingkan rakyat kebanyakan.
Saya tidak menapik pemerintah atau konglomerat itu hebat. Saya akui mereka hebat dan pintar. Kalau engga hebat, mana mungkin mereka segelintir bisa kuasai 90% sumber daya negara. Namun not enough smart. Mengapa ? 90% rakyat yang tidak menikmati sumber daya ekonomi itu harus menanggung resiko kenaikan harga harga, polusi udara, dan rusaknya lingkungan. Kapanpun mereka bisa jadi ancaman sosial dan chaos politik. Kalau chaos terjadi, maka terjadilah. Yang segelintir itu digulung oleh mayoritas. Bukan soal iri, tetapi soal perut.” Kata saya.
“ Ok gua paham.” Kata Florence. “ Terus mengapa harus akuisisi perusahaan riset algae “
“ Ya kalau ingin mengembangkannya dalam skala downstream industries yang beragam product dan terintegrasi maka riset sangat penting. Nah kalau kita riset sendiri kan butuh waktu lama. Lebih baik beli aja yang sudah ada. Terus kembangkan sendiri. Itu akan lebih cepat. “
“ Tapi biaya akuisisi mencapai USD 100 juta. “ kata Florence mengerutkan kening. Saya senyum aja. Harga itu udah termasuk SDM yang punya talenta dan passion. Itu harganya tidak ternilai, apalagi sainsitis yang peduli dengan masa depan bumi. Saya tidak mau menjelaskan alasan dibalik keputusan akuisisi itu. Ini soal visi. Hanya saya yang paham visi itu. Dan semua orang Yuan harus bekerja dengan visi saya. Semoga 3 tahun lagi bisa mulai pembangunan proyek. Rencana di indonesia Timur dan Newzealand.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.