berbicara tentang do’a, sebuah kebutuhan umat manusia terhadap Tuhannya dalam
meminta sesuatu. Seperti salah satu artikel sebelum ini, kita sudah membahas
salah satu cara do’a agar cepat dikabul. Hari ini kita akan membahas betapa
luar biasanya do’a orang tua ketika mendo’akan kita sebagai anaknya. Dalam sebuah
hadits dikatakan,
“Ada
tiga do’a yang akan dikabulkan Allah tanpa diragukan lagi, yaitu do’a orang
yang didzalimi, do’a kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian
untuk maksud dan tujuan baik).” (HR.
Ahmad & Abu Daud)
Berdasarkan
hadits di atas di antara tiga asal do’a yang akan dikabulkan oleh Allah SWT.
tanpa diragukan salah satunya terdapat dari do’a orang tua. Orang tua sendiri merupakan
orang yang paling dekat dengan kita, bahkan sejak kita dilahirkan hingga dewasa
sekarang. Lantas seringkah kita meminta dido’akan kepada orang tua? Jangankan seminggu
sekali, sebulan sekalipun jarang kita meminta dido’akan. Betapa ruginya kita.
Apakah
kita pernah berpikir di antara banyak do’a, do’a siapakah yang paling tulus? Tidak
lain dan tidak bukan adalah orang tua kita sendiri, merekalah yang senantiasa mendo’akan
kita. Bukan teman yang setiap hari kita bertemu, bahkan bukan tetangga yang rumahnya
hanya lima langkah dari rumah kita, karena pasti mereka memiliki masalah hidup
masing-masing. Maka dari itu orang tua menjadi satu-satunya harapan kita.
Sebuah
kisah dari seorang ulama fiqh yaitu Imam Syafi’i tentang do’a orang tua. Saat remaja,
Imam Syafi’i tinggal bersama ibunya di kota Makkah. Pada saat itu ayahnya sudah
lama meninggal dunia. Kondisi ekonomi keluarga Imam Syaf’i saat itu cukup
memprihatikan, berbeda dengan kecintaannya terhadap ilmu agama walaupun di
tengah kondisi yang serba kekurangan ia masih giat belajar di atas
barang-barang bekas seperti tembikar, pelepah kurma, tulang unta sebagai
pengganti kertas yang kala itu Imam Syafi’i tidak mampu atau sanggup untuk hanya sekedar membelinya.
Saat
berusia 15 tahun, Imam Syafi’I meminta izin kepada ibunya untuk menuntut ilmu
ke luar kota. Karena pada saat itu penyebaran Islam cukup berkembang pesat
seperti di kota Baghdad, Damaskus, dan Kairo. Ibunya sempat menolak keinginan
anaknya untuk pergi ke luar kota karena usianya yang masih dini, ia belum
sanggup melepas begitu saja. Terdapat harapan lain bahwa ibunya ingin bersamanya
di masa senjanya ini.
Karena
dengan penuh ketaatan terhadap orang tua, Imam Syafi’i akhirnya tidak jadi
untuk pergi menuntut ilmu ke luar kota. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu,
ibunya pun mengizinkanya untuk pergi merantau. Menjelang kepergiannya, ibunya
memanjatkan do’a yang begitu luar biasa, “Ya Allah Tuhanku yang menguasasi seluruh
alam! Anakku ini akan meninggalkanku untuk berjalan jauh, menuju keridhan-Mu. Aku
rela melepaskan untuk menuntut ilmu peninggalan pesuruh-Mu. Karena itu Aku
memohon kepada-Mu ya Allah, mudahkanlah urusannya, jagalah keselamatannya, dan
panjangkanlah umurnya agar aku bisa melihatnya nanti dengan dada penuh
ilmu yang berguna.”
Kita
banyak belajar dari kisah Imam Syafi’i ini betapa luar biasanya do’a orang tua terhadap
anaknya. Maka dari itu, sebagai muslim yang taat sudah sepantasnya mendekati
orang tua dan taat terhadapnya agar perjalanan hidup kita mendapatkan ridha
Allah SWT.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.