Teknologi

Apple Vision Pro Bikin Geger Pengamat Teknologi – Ada Apa?



Baru-baru ini, pada 5 Juni lalu, Apple mengumumkan teknologi baru di arsenal perangkat mereka, Apple Vision Pro, sebuah headset untuk AR/VR (Artificial Reality/Virtual Reality) seperti yang selama ini diinginkan oleh poor-poor Mark Zuckerberg lewat Metaverse dan Oculus-nya.
Tak berhenti di sana, Disney bahkan mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan Apple untuk Vision Pro. Disney juga menarik saham mereka dari Metaverse/Facebook. Katanya, “demi mewujudkan visi mereka selama ini.” Disney lebih percaya pada teknologi baru dari Apple untuk meningkatkan pengalaman audience daripada desain Metaverse/Oculus milik Mark Zuckerberg.
Di sisi lain, banyak orang yang mengungkapkan kekhawatiran, apakah Apple Vision Pro akan sama dengan teknologi smartphone yang kita kenal sekarang. Masalah-masalah seperti meningkatnya angka depresi, echo-chambers, polarisasi, dan lain sebagainya. Pengamat khawatir, apakah masalah yang muncul karena media sosial dan smartphone, akankah termanifestasi ke dunia nyata?

Apa kita juga perlu khawatir? Mari kita diskusi bersama!

Pendahuluan: Saya, penulis artikel ini, dan Teknologi

Tidak seperti kebanyakan orang, mungkin, saya sebagai penulis artikel ini, punya pandangan yang cukup optimis tentang teknologi dan potensinya. Sebagai milenial yang tumbuh bersama teknologi informasi, mulai dari dumb-phone hingga smartphone, dari komputer rumah sampai MacBook Pro, saya cenderung menyambut perubahan dan kemajuan teknologi dari sudut pandang yang optimis dan hati gembira.
Di sisi lain, dengan adanya tech bros semacam Zuckerberg, saya juga tidak menutup mata dengan ancaman teknologi yang datang berkat arahan mereka. Tingginya angka depresi dan kecemasan di kalangan anak muda, kurangnya sosialisasi, dan lambatnya pemerintah menghadapi perubahan ini, membuat saya–––sebagai pengguna teknologi–––berpikir kritis pada kemungkinan sabotase dan penyalahgunaan teknologi demi kepentingan kalangan dan kelompok tertentu. Jadi, saya cukup paham dengan kekhawatiran pengamat teknologi yang akan disebutkan dalam artikel ini.
Apa yang membuat saya merasa perlu memulai diskusi ini? Karena saya sudah lama menunggu Apple mengumumkan teknologi AR/VR mereka.
Apple dikenal, atau setidaknya dari sudut pandang subyektif saya, tidak pernah merilis sesuatu yang belum dapat mereka eksekusi dengan baik. Walau pun–––pastinya–––dalam proses peluncuran, ada sedikit geronjalan di jalan. Namun, by no time, mereka bisa mengatasinya dengan baik. So yeah, saya adalah seorang Apple fangirl sekaligus seorang pekerja kreatif yang menggunakan perangkat mereka, dan selama ini, saya puas dengan banyaknya visi yang saya wujudkan (termasuk cuan-cuannya yang kemudian saya gunakan untuk mendapat perangkat baru mereka) thanks to their technology and design.
Maka, ketika Apple mengumumkan Apple Vision Pro, bisa jadi, Apple sudah siap merubah dunia dengan teknologi baru mereka. Namun, apa benar demikian? Apa benar Apple Vision Pro akan merubah dunia seperti Steve Jobs dengan iPods, iPhone, dan MacBook-nya? Apa justru masa depan kita nanti akan semakin mirip dengan dunia BLACK MIRROR?

Apa yang dikatakan para pengamat?

Kita mulai dulu dari apa yang telah dikatakan para pengamat tentang Apple Vision Pro. 

MKBHD atau Marques Brownlee di YouTube – Optimis

Review dari MKBHD sama dengan kebanyakan review dari pengamat teknologi lainnya. Di antaranya, Linus Tech, Sara Dietschy, Elly Awesome Tech, MrWhoseTheBoss, dan CNET.
Sejauh ini, MKBHD meyakini, Apple Vision Pro punya desain yang lebih nyaman digunakan dan paling canggih dibanding headset AR/VR yang pernah dia coba. Dia mengakui, sensor untuk melacak mata kita dalam headset tersebut bekerja seperti magic
Saking seamless-nya MKBHD merasa penggunaan headset ini seperti mendapat kemampuan telepati. Dia bisa menggunakan matanya untuk melihat dan cukup menggunakan ujung jari untuk melakukan klik.
Menurutnya, walau pun Apple Vision Pro masih terhitung sangat mahal, tapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh headset ini yang tidak dimiliki oleh headset lain. Sayangnya, menurut MKBHD, produk ini bukan untuk semua orang. Ini hanya untuk early adopter atau para pengguna awal. Kenapa?
Sebab, sebagai reviewer produk, MKBHD tidak tahu kemana dan kegunaan seperti apa yang akan membuat banyak orang menggunakan produk ini. Seolah, katanya, Apple membiarkan para early adopter dan developer untuk menentukan sendiri.

Moon di YouTube – Pesimis

Sepertinya content creator yang satu ini paling khawatir dengan adanya Apple Vision Pro dan berbagai kisah horor lain yang dia buat sendiri di kanal YouTube nya. Jika dilihat dari video-video yang dia unggah, Moon termasuk salah satu content creator yang ingin mendapat perhatian dari narasi negatif. Nggak papa, kita coba dengar argumennya juga.
Moon, mengunggah dua video di kanal YouTube nya. Dalam video pertama, dia menanyakan, memangnya masalah apa dan siapa yang akan diselesaikan oleh Apple Vision Pro?

Dalam video kedua, dia menanyakan, apakah Apple bisa membuat produk ini mainstream?

Kedua pertanyaan yang diajukan Moon dalam argumennya, memang ada benarnya. Kegunaan teknologi dari awalnya dibuat untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata. Namun, sayangnya manusia belum cukup bijak dalam penggunaan teknologi selama ini. Ya, kita lihat bagaimana kalangan tertentu memanfaatkan teknologi untuk keuntungan mereka, bukan untuk menyelesaikan masalah bersama.
Yang ditakutkan oleh Moon dalam videonya, adalah bagaimana jika ternyata Apple Vision Pro malah membuat masalah baru daripada menyelesaikannya. Dia tidak ingin teknologi sebagus Apple Vision Pro digunakan sebagai alat eskapisme lain seperti media sosial selama ini.
Dalam video kedua, Moon hanya mengelaborasi poin pertama dengan pertanyaan baru. Dia tidak yakin dunia Vision Pro milik Apple, dapat dimiliki oleh semua orang. Dia juga menarik fabric argumennya ke ranah yang lebih luas, seperti neural link alias penggabungan antara teknologi awal dari Vision Pro ke tubuh manusia di masa depan.
Walau pun horor, tapi argumen yang pesimis dari Moon tentang teknologi ini berasal dari ketidakinginannya melihat kelompok dan organisasi memanfaatkan kecanggihan teknologi ini untuk mengendalikan orang lain demi keuntungan mereka saja.
Ada banyak masalah di dunia nyata saat ini, dan Moon meyakini, Apple Vision Pro bukan penyelesaian namun justru menjadi pelarian manusia. Dia justru melihat potensi buruk dari Vision Pro, seperti kesepian yang semakin tak berujung, angka ketidakadilan dan kesenjangan sosial semakin tinggi, dan kemungkinan masa depan seperti 1984 karya George Orwell semakin dekat dan tidak terhindarkan.

Cold Fusion dan Through The Web Podcast – Netral

Dalam videonya, Cold Fusion hanya memberikan review dan rangkuman. Sama seperti yang pesimis dan optimis, Cold Fusion mengakhiri videonya dengan pertanyaan tanpa menggiring narasi dan opini pengguna. Dia ingin kita sendiri mempertanyakan, apakah Apple Vision Pro akan menjadi antidote dari kesepian yang kini semakin meningkat?
Cold Fusion juga memberi perbandingan antara Apple Vision Pro dan headset lain, salah satunya milik Microsoft. Dia membahas tentang betapa sulitnya mendesain dan membuat device semacam ini. Ada banyak teknologi custom dalam Apple Vision Pro, hingga harganya pun semakin mahal.
Dia meyakini, bahwa iPhone masih akan lebih laku daripada Vision Pro, setidaknya untuk beberapa tahun ini. Selain karena battery life dari Vision Pro hanya 2 jam, masih banyak orang yang tidak melihat keperluan menggunakan headset ini setiap waktu.

Masa depan seperti apa yang akan kita bentuk dengan Apple Vision Pro? – Prediksi Saya

Tentunya, banyak yang belum dapat menebak-nebak bagaimana Apple Vision Pro akan mengubah kebiasaan manusia, ekonomi, dan menyelesaikan masalah di dunia saat ini.
Kebanyakan dari pengamat hanya mengajukan pertanyaan dan argumen. Mereka merasa bahwa perubahan baru tidak akan terlalu jauh tapi juga tidak terlalu dekat. Menakjubkan, sekaligus ngeri-ngeri sedap mengingat cara manusia memanfaatkan media sosial dan teknologi selama ini. Apakah headset ini hanya alat lain yang akan kita gunakan untuk lari dari dunia nyata?
Kalau benar kata MKBHD, “sepertinya Apple ingin kita yang menentukan sendiri, teknologi ini bisa digunakan dan diperlukan untuk apa saja,” maka… mungkin yang akan diuntungkan adalah rumah produksi atau perusahaan besar layaknya Disney dengan adanya Apple Vision Pro.

Film dan Game Tanpa Batasan Layar

Sutradara, produser, dan penulis naskah, sempat mengungkapkan kekesalan mereka pada penonton yang lebih memilih nonton film lewat TV atau Ponsel daripada pergi ke bioskop dan mengalami cerita dengan layar yang lebih besar dan kualitas audio yang lebih menggelegar.
Tampaknya, saat-sejak-dan-setelah Pandemi, kebiasaan penonton mulai berubah. Banyak orang lebih suka menonton di televisi, laptop, tablet, atau ponsel. Penonton lebih leluasa jika bisa menonton film dan serial dimana saja dan darimana saja, ketimbang harus antri beli tikel, mencocokkan jadwal penayangan film dengan kesibukan. Selain itu, tidak ada larangan membawa makanan dan minuman kesukaan dalam ruang penayangan. Bahkan harga langganan layanan streaming per bulan hanpir sama dengan harga 1 kali nonton film di bioskop.
Saya sendiri sempat menguji perubahan kebiasaan ini lewat kuisioner singkat di 2 platform media sosial. Kedua hasil dari kuisioner itu membenarkan bahwa sekarang, orang-orang lebih suka menonton dari rumah daripada repot-repot ke bioskop. Di tambah lagi, banyak penonton yang menyadari kalau film yang tayang di bioskop sudah lebih cepat masuk ke layanan streaming. Jadi mereka lebih baik menunggu sedikit lebih lama daripada nafsu nonton tayangan perdana.
Alasannya beragam, tapi kurang lebih sama seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Dan tren perubahan ini terjadi dimana-mana, termasuk Indonesia. Maka, tidak heran jika kita melihat divisi marketing XXI dan CGV berusaha lebih keras beberapa waktu belakangan ini.
Kesimpulannya, ini makin memperkuat kemungkinan bahwa Apple Vision Pro dapat membuka peluang bagi rumah produksi dan perusahaan besar seperti Disney––atau bahkan PlayStation. Teknologi yang ditawarkan Apple Vision Pro memungkinkan penonton––serta pemain game––masuk dalam pengalaman immersive tanpa batasan layar. Namun, untuk sampai ke tahap tersebut, Apple perlu memastikan harga yang lebih terjangkau untuk teknologi mereka serta meyakinkan developer dan rumah produksi untuk menghadirkan pengalaman yang beragam dengan teknologi mereka ini.

Matinya Meta atau Facebook di tangan Apple, hopefully

Ini prediksi lain yang mau tidak mau membuat saya perlu menyebutkannya. Sejak Apple memperkenalkan fitur “Ask Not To Track” di semua perangkat mereka, pendapatan Meta/Facebook dari iklan menurun drastis.
Tidak ada pengumuman resmi, tapi banyak orang berasumsi Zuckerberg diam-diam telah menghentikan proyek Metaverse mereka. Lantaran, dari Meta/Facebook tidak adanya update dari proyek tersebut.
Banyak investor menarik investasi mereka, salah satunya Disney. Sementara Zuckerberg sendiri sudah rugi banyak dengan membuat Metaverse. Diperkirakan $35 Juta Dollar US habis untuk proyek ambisius gak jelas nya.

Semakin jelas bahwa banyak developer juga tidak suka dengan cara kotor Zuckerberg. Federal Trust Commission melarang dan menuntut Meta/Facebook mengakusisi developer kecil yang membuat game dan konten untuk Metaverse mereka, karena Meta/Facebook ketahuan memonopoli pasar dan berusaha mengeliminasi persaingan.
Belum ada putusan resmi dari pengadilan, tapi ini tanda yang buruk bagi Meta/Facebook dan Zuckerberg secara tidak langsung.
Pasti sampai sini kamu udah pusing, kan? Pada intinya, kalau perangkat dan produk teknologi maupun digital tidak punya konten, maka habislah sudah. Apalagi kalau Meta/Facebook sudah terlanjur cari perkara dengan orang-orang yang mampu membuat konten untuk produk mereka sebelum mereka belum jadi apa-apa. Jelas bahwa Meta/Facebook terlalu hard-selling dan ambisius, mereka insecure karena tidak mampu membuat konten sendiri untuk produknya, sampai harus mengambil alih start up developer kecil yang mencoba peruntungan dalam Metaverse.
Di sini saya agak subyektif, tapi saya yakin kamu pun tidak suka dengan attitude Meta/Facebook terutama Mark Zuckerberg dan minion-minionnya. Sampai 3 minggu lalu, Meta/Facebook masih saja ketahuan menjual data privasi pengguna ke aplikasi lain.
Jadi, apa kesimpulannya dari masalah Meta/Facebook ini?
Tentu saja, nasehat dari Barnum dalam buku yang saya ulas kemarin ada benarnya. Lihat sekarang bagaimana ambisi besar Meta/Facebook untuk “yang penting dapat uang” malah membuat mereka terlibat dalam masalah demi masalah, denda demi denda. Ditinggalkan investor, dimusuhi developer, dan sentimen pengguna pada perusahaan tersebut juga tidak semakin baik.
Semakin jelas bahwa bisa saja Apple Vision Pro menghabisi Meta/Facebook sekaligus Mark Zuckerberg secara halus dan perlahan sampai teknologi tersebut semakin seamless dan terjangkau.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top