Celebs

Apa Penggemar Gak Boleh Kritik Idolanya? – Dunia Dalam Fandom


Moonhill Indonesia (moonhill.id) – Ketika BLACKPINK merilis PINK VENOM pada Agustus 2022 lalu, video klip yang
ditonton lebih dari 90 juta kali dalam sehari itu menuai komentar positif
sekaligus negatif dari dalam fandom. 
Banyaknya cuitan BLINK di Twitter yang
memuji PINK VENOM nyaris setara dengan cuitan BLINK yang mengungkapkan
kekecewaan dan ketidakpuasan mereka akan video klip dan musiknya. Mereka yang
kecewa, menganggap BLACKPINK masih main aman, dan video klip yang dirilis
tidak sesuai ekspektasi sekaligus hype dari teaser yang diberikan.
Fandom pun terpecah dalam dua kubu di hari yang sama. Ada yang puas dengan
PINK VENOM dan ada yang nggak puas (seperti yang udah saya ceritain di atas).
Yang menarik perhatian saya, justru saat
penggemar/BLINK yang memberi kritik untuk PINK VENOM dianggap sebagai
HATERS

Errr… sepertinya pemikiran kalau penggemar harus ikut aja apa yang
dirilis idolanya dan persamaan “mengkritik = haters” itu pemikiran yang
cukup aneh
. Dan…

Saya nggak akan pajang tweet BLINK yang mengkritik PINK VENOM dalam
postingan ini, supaya mereka nggak ditonjokin secara virtual. Karena saya
tahu topik ini ‘mayan’ sensitif. Feel free to do your own digging

Seperti biasa, daftar pustaka dari tulisan ini akan dicantumkan di bawah.
Jadi, saya NGGAK akan membahas kenapa video klip PINK VENOM agak mengecewakan
juga buat saya. Tapi saya akan fokus ke
penggemar yang mengkritik idolanya itu sah atau tidak?

Tidak ada penggemar yang suka dengar idolanya dikritik.

Kritik sudah ada sejak lama, selama kesenian itu ada, tapi penggemar atau pun
artisnya sendiri, nggak begitu suka dengan kritik. Hal itu wajar, karena
nggak ada orang yang nyaman kalau dibuat merasa “hal yang mereka sukai” itu
jelek atau nggak cukup bagus
.
Dalam tulisannya, Fandom Bisa Apa? Menilik Fandom Twilight Dari Lensa Kritikus Film, Valencia Winata, membahas tentang
Kritik dan Stigmatisasi. Kebiasaan kritikus bersikap superior menjadi
problematik, sebab di sisi lain, fans dianggap sebagai kelompok yang lemah dan
direndahkan
. Stigmatisasi kritikus pada fans pun membuat fans semakin “kecut” pada kritik atas idola mereka.
Masih dari tulisan yang sama, mengutip dari bagian Pandangan Fans VS Pandangan Kritikus Terhadap Film, Valencia menulis:
Para kritikus mempelajari estetika dan narasi film; mereka umumnya mengapresiasi film sebagai teks. Di lain pihak, para fans mencari tahu segala hal yang berhubungan dengan seri Twilight; membaca novel, menonton wawancara, atau saling bertukar berita di antara komunitas mereka sendiri. Perbedaan jenis topik ini menjelaskan kenapa para fans dapat mengapresiasi film secara interaktif, sementara para kritikus kesulitan berinteraksi seperti yang diutarakan oleh Reel Views, ‘jika kamu ingin bisa menikmati Twilight, kamu harus membaca bukunya’.
 
Fiske berpendapat para fans mempunyai insight unik dan mempunyai keuntungan lebih dibandingkan dengan kritikus. Beliau berkata, ‘di ranah pengetahuan populer, pengetahuan semacam itu membuat fans peka dengan proses produksi yang biasanya luput karena tertutup oleh teks, pengetahuan yang tidak dapat diakses oleh non-fans’. Aktivitas fans bisa dilihat sebagai langkah investasi yang rewarding, buktinya mereka mendapat akses informatif mengenai teks dan konteks film. Mereka dapat menikmati Twilight. Sementara itu, bagi kritikus yang tidak berinvestasi di kapital budaya Twilight, mereka tidak mendapatkan akses semacam itu. (Winata, 2022)
Dari kutipan tentang Fiske di artikel Valencia, saya jadi mikir.. bagaimana kalau kritik itu datang dari dalam fandom? 

Kritik tidak sama dengan komentar negatif, menurutku.

Saya sadar, kalau ada haters yang menyamar sebagai fans untuk berkomentar negatif di media sosial, terutama Twitter. Tanpa mengesampingkan kenyataan itu, tidak menutup kemungkinan kalau penggemar sejati juga bisa membagikan pendapat mereka tentang karya idolanya.
Saya pernah menulis kritik tentang model bisnis AKB48 and trust mekolom komentarnya panas. Sebenarnya, saya bisa menulis kritik itu karena saya sendiri pun (dulunya) seorang wota. But I digress.. 
Sama seperti yang diungkapkan oleh Fiske, sebagai penggemar, saya punya insight yang berbeda dari kritikus pada umumnya. Bagaimana tidak, saya mengikuti rangkaian event grup idola tersebut dan saya tahu kosa kata dalam fandomnya lebih baik dari kritikus “luar”.
Menurutku, saat saya mengkritik model bisnis AKB48, saat BLINK tidak puas dengan PINK VENOM, semua itu sama halnya dengan kejadian di fandom lain, seperti penggemar film MARVEL yang tidak puas dengan isi Phase 4.
Tapi, saat penggemar Marvel mengkritisi film Marvel, apakah mereka akan disebut “haters” oleh penggemar lain yang merasa tidak masalah dengan film-film Marvel? 
Tentu saja “tidak”, tapi yang saya maksud adalah “tidak sepenuhnya”.
Fans punya alasan yang valid ketika mereka memprotes Marvel Phase 4 dan efek sosial yang kurang baik, terlepas dari usaha menciptakan ruang representasi dan cerminan inklusif dalam filmnya. Ada banyak video esai yang mengkritik kesalahan dari film Captain Marvel, serial Miss Marvel, serial She-Hulk, film Thor: Love and Thunder, film Doctor Strange in The Multiverse of Madness, dan serial Falcon and The Winter Soldier. Bukan hanya para pria yang memprotes buruknya storytelling dalam Marvel Phase 4, tapi juga para penggemar wanita.
Kalau kalian mau tahu apa kata penggemar Marvel untuk Phase 4, salah satu videonya bisa kalian tonton di bawah ini;
Menurutku, penggemar boleh mengkritik hal yang mereka sukai atau idola mereka, dan itu tidak membuat mereka menjadi haters. Justru, ketika penggemar mengkritik, biasanya… memang ada yang salah.

Argumen “kamu bukan target marketnya” jadi invalid.

Apakah Penggemar Tidak Boleh Kritik Idolanya?

Kita juga generasi Echo-chamber.

Cara media sosial di-desain, membuat kita TIDAK terbiasa mendengar pendapat yang berbeda. Muncul istilah, ECHO-CHAMBER atau Ruang Gema, dimana kita cuma mendengar hal yang mau kita dengar saja, pendapat yang sejalan dengan pandangan kita saja. Maka, waktu ada orang lain yang menyampaikan PENDAPAT YANG BERBEDA, mereka akan dianggap sebagai “LAWAN”.
Ada berbagai cara fandom berusaha membungkam kritik, baik kritik yang datang dari luar dan dari dalam fandom itu sendiri. Istilah terbaru, let people enjoy things,” merupakan salah satu cara melawan kritik. Constance Grady menulis tentang fenomena tersebut di situs VOX yang bisa kamu baca sendiri di sini.
Grady menulis, dan saya mengutip (sekaligus menerjemahkan); “Dari sudut pandang kritikus, sikap ideal adalah bahwa sekali seni ada di dunia, ia berhenti menjadi milik seniman. Sebaliknya, itu adalah milik kita semua, untuk menikmati atau menganalisis atau memilah-milah atau menafsirkan ulang sesuai keinginan kita.”
Karena argumen itu, kita nggak bisa mengharapkan semua orang punya pandangan yang sama dan sejalan dengan kita. BLINK sebagai fandom yang bertambah besar, pasti memiliki berbagai sudut pandang dan kiritik yang beragam. Lagi pula, seperti kata Grady;

If we’re only allowed to be blissfully joyous about culture, the thinking goes, then none of our joy actually counts. – Constance Grady, VOX

Kita harus bisa menarik perhatian pada hal-hal negatif untuk mengenali hal-hal yang positif. Dengan memperhatikan dan kemudian menganalisis negatifnya, seluruh pemahaman kita tentang sebuah karya seni menjadi lebih jelas dan kuat.
Akan tetapi, itu semua hanya pemikiran saya tentang fenomena ini. Dan saya orang yang percaya kalau kritik ––bukan komentar asal negatif–– merupakan salah satu bentuk apresiasi seni, supaya ada peningkatan kualitas pemahaman dan standard sebuah karya.

Reference:
  • Photo from BLACKPINK Official Teaser for PINK VENOM / YG
    Entertainment.
  • https://www.vox.com/culture/2019/5/16/18618425/let-people-enjoy-things-criticism
  • https://www.quora.com/What-is-the-psychological-reason-fans-get-upset-when-people-criticize-their-idols
  • https://www.quora.com/What-are-the-psychological-reasons-behind-K-pop-obsession
  • https://www.moonhill.id/2022/01/fandom-bisa-apa-menilik-fandom-twilight.html
  • https://www.quora.com/Why-do-fans-defend-their-idols-blindly-when-they-dont-even-know-how-they-are-in-real-life-What-if-they-were-bad-and-pretending-to-be-nice
  • https://www.youtube.com/watch?v=xLuNGhQPDHM&t=20s * An
    Over-Emotional Look at Why JK Rowling is Bad
  • https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/14/120000869/apresiasi-dan-kritik-karya-seni-rupa-pengertian-dan-fungsi?page=all#:~:text=Fungsi%20kritik%20seni&text=Dapat%20meningkatkan%20kualitas%20pemahaman%20dan,proses%20dan%20hasil%20berkarya%20seni.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top