Uncategorized

Rekayasa sosial kemandirian

 

Setelah teman pergi. Saya tetap di cafe sendirian di kawasan SCBD. Saya pindah ke table bar. Tampa menoleh saya lirik di samping saya ada wanita duduk sendirian. Cantik memang. Saya terpaksa menoleh ke kiri melihat kearahnya. Tetapi wajahnya keliatan tidak suka saya liat. Padahal saya bukan liat dia langsung. Tetapi melihat kearah deretan minuman. Saya mau pesan cocktail. Haus soalnya. Eh wanita itu malah pindah ke table. Sepertinya dia takut dekat saya.  Tak berapa lama temannya datang. Saya tidak begitu perhatikan. Karena mereka saya punggungi.


Saya terus asik rokok dan minum cocktail sambil baca news lewat smartphone. Rencana jam 8 malam saya pulang. Jam 6 sore saya pergi ke toilet untuk selanjutnya Sholat maghrib. Saya amprokan dengan Jasson. “ B, Masih di Hong Kong. “ Sapanya.


“ Ya tapi engga begitu aktif. Kamu masih di Boston kan?


“Engga. Sejak tahun lalu, Perusahaan pindahin saya ke kantor di Jakarta. “


“ Makin besar aja portfolio bisnis perusahaan kamu ya” kata saya,


“ Ya. Tetapi saya tetap saja pegawai.”


Usai dari toilet saya terus ke mushola untuk sholat maghrib. Setelah itu saya  kembali ke Cafe. Lanjutkan minum Cocktail. Ternyata Jasson sedang bicara dengan wanita yang  tadi duduk di table bar sebelah saya. Jasson  senyum kearah saya. Saya engga mau ganggu privasi dia. 


Tak berapa lama, Jasson mampir ke table  bar. Kami ngobrol  “ Tahun lalu saya  business trip ke China. Sempat 2 minggu. Itu mungkin terlama saya di China. Sebelumnya  paling lama 3 hari.  Luar biasa pembangunan di China. Bagaimana mereka bisa mengubah peradaban yang  50 tahun lalu terkesan  inferior kini menjadi superior “ Tanya Jasson.


“ Itu berkat social engineering.” Kata saya.


“ Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan social engineering.  Padahal kebudayaan mereka sudah terbentuk 5000 tahun..” 


“ Mudah saja. Tidak sulit” Jawab saya dengan tersenyum. 


“ Bagaimana bilang mudah? Ini kan soal perubahan peradaban dari penduduk diatas 1 miliar. Manusia kan bukan mesin yang seenaknya diubah. “ Kata Tania.


“ Kalau anda pernah baca buku, cellular programing and reprograming oleh Sheng Ding, secara sains bisa dijelaskan tentang kemampuan cell programming entity, bahwa manusia punya kemampuan diprogram dan memprogram ulang diri. Jadi bukan hal yang sulit mengubahnya by design.” Kata saya.


“ Wah menarik nih. How ?


“ Ibarat computer, raga kita adalah hardware. Namun bekerja berdasarkan software. Nah dalam diri manusia software itu adalah   akal dan hati. Itu Tuhan yang design, hanya khusus untuk manusia Tidak pada makhluk lain..” Kata saya.


“ Apa itu di program ? 


“ Aplikasi tentang kebaikan dan kebenaran atas dasar cinta dan kasih saya. Contoh dari kecil anda mengenal cinta dari kedua orang tua maka selanjutnya itu akan menjadi program dalam diri anda. Guru di sekolah menanamkan program dalam diri anda. Lingkungan keluarga juga berperan meng create program dalam diri anda. Lingkungan persahabatan juga berperan. Itu disebut dengan value kebudayaan. Tuhan sendiri yang mengajarkan manusia” Kata saya.


“ Tetapi dalam perkembanganya, terjadi distorsi dan malah menjadi mindset. Orang tua, sekolah dan lingkungan justru membuat anda punya mindset follower, lemah kreatifitas, paranoid, pembenci dan anti perubahan.” Kata Jasson.


“ Ini bukan value kebudayaan. Itu penyakit peradaban. Harus diperbiki terus menerus. Disitu perlunya kepemimpinan. Makanya setelah jatuhnya Dinasti terakhir di China, dan terbentuknya republik. Feodalisme semakin mendapat tempat. Terjadi benturan antar kelas sebagai awal bangkitnya komunisme.  Sebelum China membuka diri kepada dunia luar,  yang dilakukan terlebih dahulu oleh Mao adalah revolusi kebudayaan. Semacam social engineering berkskala luas. Value lama China sebagai identitas masyarakat berbudaya dibangkitkan. Yang sebelumnya terdistori dikubur. Ya, karena pendekatannya kebudayaan, revolusi itu menjadi  inspirasi dan tidak sulit masyarakat  menirunya untuk membangun peradaban lebih baik. “ Kata saya.


“ Apa mungkin bisa semudah itu mengubah mindset yang terlanjur terdistorsi ? tanya Jasson.


“ Sebenarnya dalam diri manusia itu sudah disediakan Tuhan cetak biru kebaikan, kehebatan dan kekuatan termasuk untuk memprogram ulang diri. Dalam buku Self induce and mind control oleh Gregory T. Peele, dijelaskan cara mencapai sukses dalam hidup dengan mengatur pikiran, kebiasaan, tindakan anda melalui pemrograman diri dan  self hypnosis. “ Kata saya.


“ Oh I see. Jadi sebenarnya memang tidak sulit. Karena software nya ada pada diri kita. “ Kata Jasson mengangguk tanda paham “ Bagaimana melakukan program ulang diri ? tanyanya.


“ Pertama, anda harus paham apa itu tujuan dan apa itu metodelogi. Nah disini anda harus punya kemampuan literasi dan kebiasaan membaca. Contoh, agama atau idiologi itu metodelogi mencapai tujuan, bukan tujuan. Jadi tidak perlu anda benturan antar agama. Tidak perlu ada benturan antar idiologi. Toh itu hanya metodelogi, soal pilihan, bukan masalah substansial.


Kedua, pentingnya kebebasan berpikir, yang sehingga bisa membedakan mana metodelogi dan mana tujuan. Makanya di China, mereka engga pusing walau hanya ada satu partai komunis. Engga pusing siapa presiden. Engga pusing dengan urusan keyakinan beragama orang lain. Engga pusing dengan titel. Kan hanya metodelogi , bukan tujuan. Bahkan di era presiden Hu Jintao, pendidikan luar sekolah diakui sejajar dengan pendidikan formal. Sehingga orang belajar di sekolah motif nya ya murni untuk belajar. “ Kata saya.


“ Gimana belajarnya ? 


“ China menghapus program hapalan yang menentukan salah benar. Makanya di China ujian sekolah lebih banyak menggunakan essay daripada multiple choice. Nilai dan rangking ijasah dihapus.  Mengapa ?  Reformasi pendidikan di China orientasinya adalah mengarahkan orang untuk mampu memprogram dirinya sendiri sesuai dengan nilai nilai kebudayaan. “ Kata saya. 


“ Terus …”


“ Ketiga, menghapus stigma. Salah dan benar itu relatif. Ukuran bukan dari orang lain tetapi kembali kepada diri anda sendiri. Apa yang baik untuk anda pasti datang dari Tuhan, maka kerjakan dengan sungguh sungguh. Jangan biarkan persepsi anda di create orang lain. Jangan!  Hidup anda adalah takdir anda, dan anda sendiri yang merasakan, bukan orang lain. Bahasa mesranya adalah kemandirian. “ Kata saya tersenyum.  Dia menoleh ke saya “ Teruskan..” katanya 


“ Nah revolusi kebudayaan China hasilnya adalah mengembalikan nilai nilai lama itu, yaitu kemampuan memprogram diri sendiri untuk menjadi diri sendiri. Jadi, saat tahun 80an China membuka diri lewat reformasi , mereka  melakukan lagi social engineering. Tetapi karena Akal dan hati sudah terbentuk lewat revolasi kebudayaan, mereka bisa menerima proses reformasi itu tanpa kehilangan indentitas. Dan lagi memang pemerintah meng apply semua program itu, bukan sekedar retorika “ Kata saya. 


Jasson mengangguk.. “ Kesimpulannya, program pendidikan adalah melatih orang untuk punya kemampuan memprogram dirinya sendiri. Menjadi manusia yang bisa membentuk dirinya sendiri, yang mandiri, kreatif, inovasi. “ Katanya.


. “ Anda berbisnis di China, sementara kini Trump nyatakan perang dagang dengan China. Apa yang bisa saya katakan sebagai teman. Moga semua baik baik saja.” Katanya dengan agak canggung. Saya tersenyum menatapnya.


“ Tapi kalau dari penjelasan anda soal social engineering, saya yakin China akan baik baik saja. Perubahan terjadi disegala bidang berkat  social engineering. Sukses membawa China ke masa depan dengan kemajuan yang spektakuler. “ Katanya. 


“ Sebenarnya China tidak punya konsep yang spektakuler seperti Sarjana Harvard atau MIT. Mereka berpikir sederhana menyikapi tuntutan perubahan. Yaitu, mereka menerima pasar terbuka dan melakukannya dengan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka mengadalkan keunggulan komparatif. Orang lain untung, mereka juga untung” kata saya.


“ Yang jadi masalah adalah kepemimpinan pasar itu sepenuhnya dikendalikan oleh kekuasaan yang totalitarian. Itu terasa sekali di era Xi Jinping dengan tampilnya state capitalisme. AS anggap ini tidak demokratis. Tidak sesuai dengan prinsip kebebasan pasar bagi semua” Kata Jasson. Saya menyimak. 


“ Pertumbuhan ekonomi China yang pesat  “ Lanjut Jasson. “ setelah Mao wafat dan reformasi Deng dilaksanakan. China mempersiapkan diri untuk bergabung dengan WTO. Kepemimpinan pasar berproses. Tahun 2001 China bergabung dalam WTO. Hasilnya memang luar biasa. Pada tahun 1970, produk domestik bruto  riil China hanya  USD 200  miliar something. Namun, setelah pasar meluas dan individu memiliki lebih banyak peluang untuk menjadi kaya, PDB riil tumbuh diperkirakan tahun ini akan mencapai $ 19 triliun.


Tapi kemajuan itu tidak berada di ruang hampa. Banyak hal yang dilanggar Xi Jinping terutama hubungan antara pemerintah dan pasar.  Koleganya yang juga Perdana Menteri, Li Kegiang, udah peringatkan hal itu pada tahun 2015. Tapi Xi Jinping mengabaikan saran itu. Baginya melepaskan kontrol negara terhadap pasar justru akan mendegradasi kekuasaan Partai. Seharusnya Xi memahami bagaimana demokrasi  itu di apply” Kata Jasson.


“ Coba pahami ini. “ Kata saya tersenyum. “ Bagi AS demokrasi itu adalah kebebasan berpendapat, keterbukaan dan kesetaraan dihadapan hukum. Apakah juga kebebasan mengakses sumber daya? Apakah juga kesetaraan mengakses peluang? Kan tidak ada itu. Kebebasan dan kesetaraan hanya bagi pemodal. Begitu capitalisme bekerja. Tidak berlaku bagi simiskin.


China tentu berbeda meng apply demokrasi. Mereka memberikan akses sumber daya melalui pembangun infrastruktur ekonomi yang massive. Sehingga dimananpun rakyat China berada bisa meng-akses sumber dayanya. Distribusi barang dan jasa efisien. Membangun financial inklusif secara gotong royong yang dipimpin oleh kepala daerah seperti CGVF, sehingga memberi akses permodalan bagi siapa saja. Dibidang hukum, China menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Begitu China menerapkan demokrasi.” Kata saya.


“Mengapa mereka menerapkan kepemimpinan tunggal? Tanya Jasson “ Apakah system itu pemaksaan terhadap HAM? 


“ Ingat apa yang saya katakan tadi. Rakyat China tidak bisa lepas dari  kebudayaan.  Ibarat  ikan dan Air. Kalau mereka tercabut dari kebudayaan, mereka akan jadi bangsa yang kalah. Sejarah mencatat ribuan tahun China dipimpin oleh kerajaan. Dan dinasti itu bertahan ratusan tahun. Tanpa dukungan kebudayaan, mana mungkin bisa bertahan. Artinya aaceptable. Nah kepemimpinan Tunggal lewat PKC itu  adalah kebudayaan. Hanya ganti nama dari Dinasti ke republic. Budaya tidak berubah.   “ Kata saya.


“ Tapi perbedaan system politik itu merugikan kami secara ekonomi. Kini kami suffering dengan utang USD 36 Triliun. Defisit anggaran diatas 5% PDB. Defisit perdagangan dengan banyak mitra dagang kami, terutama dengan China. Banyak pabrik yang tutup.” katanya,


“ Think about it.  “ Saya tersenyum. “ Apakah China memaksa orang AS membeli barangnya? Kan tidak. AS semakin makmur akibat konsumsi barang dari China yang murah. Berlaba rendah. Apakah China ngiri? Kan engga. Akibat begitu besarnya kapasitas indusri untuk memasok kebutuhan pasar AS, rakyat China harus menghirup polusi udara dari asap pabrik dan pembangkit listri. Menerima upah rendah.  Apakah rakyat China protes kepada pemerintahnya? Kan engga.


Banyak industry di AS yang relokasi ke China. Apakah itu dipaksa China. Kan engga. Itu business as usual. AS perlu uang untuk mengatasi defisit anggaran.  China beri pinjaman. Padahal PDB China masih tergolong negara berkembang, bukan negara maju seperti Eropa,  Jepang dan Korea. Apakah ratusan juta rakyat miskin China protes ? Kan engga. Bagaimana kalau itu terjadi pada AS? 

 

Jasson mengangguk. “ Ya, andai itu terjadi di AS, pasti rakyat AS akan protes. Demo besar besaran. Kami punya hak demokrasi untuk protes. “ Kata Tania tersenyum getir.


“ Pahami bahwa AS adalah bangsa yang penduduknya migran dari beragam bangsa dan budaya yang berbeda. Wajar menerapkan sistem demokrasi terbuka. Tidak mungkin disamakan dengan China sebagai bangsa utuh, yang juga wajar menerapkan kepemimpinan tunggal. Kalau tidak menyadari esensi perbedaan ini. Tidak mungkin bisa terjadi dialogh yang kontruktif antara AS dan China. “ kata saya.


 “ Saya paham. Defisit perdagangan itu sebagai konsekuesi sikap kami selama ini. Seharusnya kami tidak menyalahkan negara lain, termasuk China. Yang salah ya kami sendiri. Sepertinya kami perlu social engineering.” Kata Jasson. Saya mengacungkan jempol.  Jasson minta izin undur diri. Dan janji keep in touch.


Saya lanjut minum. 


“ Pak..” tegur wanita di belakang punggung saya. Saya noleh kebelakang. Tertanyata wanita tadi. Saya senyum.


“ Bapak kenal sama Mr. Jasson” Tanyanya.


“ Teman lama. Ada apa ?


Dia lama terdiam. Seperti mau ngomong tetapi tercekat di tenggorokan. “ Bisa minta nomor telp nya pak.?


“ Untuk apa ? saya mengerutkan kening.


“ Mungkin lain waktu kita bisa minum atau makan malam. “ Katanya ragu.


“ Ada apa? Saya berusaha tersenyum ramah agar dia bisa menjawab alasannya.


“ Saya perlu bisnis dengan Mr. Jasson.” Katanya. Saya senyum aja melihat kearah minum saya. “  Mungkin bapak bisa bantu. Proyek saya bagus pak. “ Desaknya. Saya diam saja tanpa menoleh ke dia. Akhirnya dia terdiam. 


“ Permisi pak. Maaf ganggu bapak. “ 

Dia pergi. Saya diam saja namun mengangguk


Jam 7 malam saya keluar dari Cafe. Di lobi ternyata wanita itu masih ada. Dia mendekati saya. “ Pak bisa minta nomor telpnya. Maaf. Saya mau bisnis, pak. “ Saya perhatikan wanita ini sangat militan. Sales sejati. Apapun cara dia tempuh agar dapat deal.

“ Entah siapa nama kamu. Tapi saran saya. Percayalah pada diri kamu sendiri. Percaya kepada bisnis kamu. Engga usah berharap dari orang lain dapat kemudahan. Berusahalah yakinkan calon mitra kamu bahwa kamu qualified. Kalau ditolak. Ya perbaiki. Coba lagi. Mungkin itu jalan agar kamu lebih baik disaat nanti bertemu dengan mitra yang tepat “ Kata saya berlalu. Dia seperti terkejut dengan kata kata saya.


Paling Populer

To Top