Uncategorized

Penjajahan itu terus berlanjut sampai kini.


 



Tahun 2011 saat business trip ke Zurich, saya sempatkan mampir ke Amsterdam. Kebetulan  sahabat  saya, Anneke mau antar saya. Sekalian ke rumah orang tuanya. Kami mengendarai BMW. Anneke yang supir. Saya duduk manis saja di sebelahnya. Di Amsterdam saya sempatkan mampir ke ke  kawasan  lange duitse dwarsstraat. “ Di situ ada restoran italia enak. Nanti aku traktir.”Kata Anneke.


Sampai di kawasan itu, saya lama termenung menatap dari jendela kendaraan. “ Dulu ini daerah elite, B. Kini jadi kota tua. Tetapi tetap dijaga kelestariannya. Mari kita parkir kendaraan. Kita ke cafe. ”  Kata Anneke. Saya nikmati kopi yang terhidang seraya menikmati angin bulan november yang lumayan dingin. Bersama Anneke ada sahabatnya, David. Perwira Inggris. Mungkin pacar Anneke. Ah apa peduli saya. 


“ Dulu era kolonial Belanda di negeri kami.” Kata saya mengawali cerita “  Di kawasan lange duitse dwarsstraat  tepatnya di restoran Bohemian,  itu tempat para pemuda Eropa sosialis berkumpul. Di cafe itu mereka menghabiskan waktu berdiskusi tentang banyak hal. Duel ide dan gagasan secara terpelajar. Diantara pemuda itu ada beberapa mahasiswa Indonesia seperti Hatta, Tan Malaka, Sjahrir dan lain lain.  Dari diskusi itu para mahasiswa Indonesia yang beraliran sosialis mendirikan perhimpunan mahasiswa sosial demokrat.  “Kata saya.


“ Saya terkhusus pengagum Soekarno dan Hatta. Dan lebih kagum lagi dengan Sjahrir. “ Kata David. Saya tersenyum dan ikut bangga.


“ Oh ya? “ 


“Kalau dengar cerita ayah saya dan membaca cerita heroic Indonesia, kadang terkesan naif. Terlalu melebih lebihkan heroism terhadap perlawanan kepada tentara sekutu.” Kata David.


Saya agak tersinggung. Tapi saya berusaah menyimak. “  Saat itu “ lanjut David. “ Usai mengalahkan German, pada 20 oktober 1945, ayah saya yang tergabung dalam pasukan sekutu yang dipimpin Inggris mendarat di Jawa. Misinya sangat jelas. Yaitu  pembebasan warga Belanda yang ditawan Jepang dan sekaligus melucuti senjata pasukan Jepang yang sudah kalah perang. Kedatangan pasukan sekutu yang dipimpin inggris disambut dengan baik oleh pemerintah local. Engga ada masalah. Kan ini sebenarnya misi damai. Bukan mau perang.


Tapi ternyata. Belanda yang sudah membentuk pemerintahan sipil sendiri bergabung dalam pasukan sekutu. Mereka menyebut NICA. Inggris tidak peduli dengan NICA. Hanya saja mereka diperlukan inggris untuk memberi tahu tahanan perang  yang akan di evakuasi ke Eropa. Dan memastikan Deklarasi Potsdam telah dipenuhi dengan benar. 


Tapi menurut cerita ayah saya. Entah dari mana tersebar berita provokatif yang tidak berdasar. Misal, pejuang Indonesai juga ingin melucuti senjata Jepang. Sehingga menyulitkan kami dalam melaksanakan misi. Apalagi tersebar berita prajurit Jepang ingin balas dendam atas jenderalnya yang tewas di tangan pejuang Indonesia.  Keadaan ini memaksa NICA mempersenjatai tawanan perang Belanda yang sudah dibebaskan. Dan ini memancing kecurigaan pejuang Indonesia.


Pasukan sekutu dalam posisi membela diri. Karena diserang dalam melaksanan misinya. Tapi perang di Ambarawa dan Surabaya, itu benar benar perang yang tidak perlu ada. Terlalu mahal ongkosnya. Bayangin aja, perang Ambarawa perbandingannya 20/1. Pasukan sekutu meninggal 100 orang. 2000 pejuang Indonesia mati. Kalaupun pasukan sukutu mundur, itu karena menghindari korban lebih banyak berjatuhan. Begitu juga dengan perang di Surabaya. 


Mungkin juga saat itu, Indonesia baru berdiri sebagai negara. Belum ada koordinasi jelas antara pasukan tantara dengan politisi. Belum ada koordinasi jelas antara pejuang atau relawan dengan tantara. Disiplin komando belum ada. Belum ada system intelligent yang bisa menilai informasi itu benar atau tidak. Semua serba bias dan serba provokatif. Akibatnya upaya inggris melaksanakan misi damai, dihadapi oleh penuh curiga oleh pejuang. Perang tidak bisa dihindari. 


Kalaulah keadaan berlarut larut perang. Tentara Indonesia tidak pnya senjata api lagi. Karena setiap pertempuran banyak senjata punya tantara Indonesia diambil oleh pasukan sekutu. Akan sulit bagi pemerintah Indonesia menciptakan perdamaian. Apalagi adanya pemberontakan DII dan Komunis. “ Kata David.


“ Gerakan komunis dan Islam yang memberontak itu bukan tidak mungkin bagian dari operasi adu domba Belanda agar Indonesia lemah dan akhirnya tidak bisa Bersatu. “ Kata saya menyeringai.


“Itu sebab, mengapa saya kagum dengan Soekarno dan Hatta, juga Sjahrir. Karena tiga orang ini sangat mengerti peta politik saat itu. Bahwa setelah perang dunia kedua. Semua negara besar adalah yang paling besar korbannya. AS , Eropa, China dan Jepang. Mereka sudah merasakan sangat pahit akibat perang. Yang kalah maupun yang menang sama menderitanya. 


Makanya upaya kemerdekaan Indonesia lewat perundingan saat itu paling popular di mata international. Terbukti tahun 1946, Inggris mengakui kemerdekaan Indonesia. Jadi kalau ingin mengatakan siapa sebenarnya hero maka yang tepat itu adalah Soekarno dan Hatta. “ Kata David.  Saya sedikit bisa menerima logika sejarahnya.


“Kita semua generasi yang tidak hadir dalam perang dunia kedua.  Tapi hidup dalam dunia sains dan logika yang hebat. Coba pikirkan. Sekutu tidak ada dasar legal mau kuasai Indonesia. Kalaupun ada niat Belanda ingin kembali menguasai Indonesia,  niat itu tidak pernah ditanggapi serius oleh sekutu. Tahu apa sebab? David tersenyum.


“ Ya mengapa “ tanya saya antusias. 


  Karena pada perang dunia kedua, Belanda itu negara taklukan nazi German. Justru mereka dibebaskan olah pasukan sekutu. Apalagi saat itu pasukan regular belanda tersisa hanya 30.000. Bisa apa perang? Minta bantuan sekutu? No way. Kita lagi habis habisan karena perang. Ngapain mikir dan bantu ambisi negara taklukan seperti Belanda. “ Kata David dengan logika sederhana. Dia berusaha menceritakan fakta sejarah.


“ Tapi agresi Belanda 1 dan 2, itu fakta sejarah. Belanda yang melakukan serangan langsung secara militer.” Kata saya seraya melirik Anneke.


“ Ya benar. Tapi harus dicatat.  Selama perang dunia kedua, Belanda dibawah taklukan Jerman. Tidak sedikit korban Belanda. Semua harta istana disita oleh Jerman. Setelah perang, ekonomi Belanda morat marit. Para pengusaha Belanda, minta perlindungan terhadap asset mereka yang ada di Indonesia. Mereka tidak mungkin deal dengan pemerintah Indonesia yang baru berdiri. Dan legitimasinya juga belum ada dari PBB. Apalagi walau Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan. Namun kan tidak semua kerajaan di Indonesia menerima Proklamasi  itu. 


Ya atas dasar itu,  NICA yang bertugas mewakili pemerintah Belanda di Indonesia berusaha membujuk kerajaan kerajaan yang masih eksis setelah perang untuk melanjutkan kontrak HGU atas lahan perkebunan, tambang emas dan pelabuhan. Situasi ini dimaklumi oleh pemimpin Indonesia seperti Soekarno, Hatta dan Sjaharir. Makanya diperlukan dialogh dengan pihak NICA.  Pemimpin Indonesia percaya dengan pasukan Sekutu yang akan jadi penengah yang adil. 


Namun para pejuang tidak menerima apapun kekuasaan selain republic Indonesia. Upaya NICA itu dibumbui provokasi macem macem oleh Gerakan bawah tanah di Indonesia terutama dari kelompok kiri. Sehingga menimbulkan kemarahan dari pejuang. Maret 1946 terjadi revolusi sosial oleh Gerakan komunis di Sumatera Timur. Tujuannya menghabisi keluarga kerajaan Melayu.  Keadaan semakin kacau. Banyak orang China dan Belanda dibunuh oleh gerombolan liar. Bahkan banyak tawanan Jepang yang sudah dilucuti senjatanya mati disembelih. Ini tentu mengganggu upaya pasukan sekutu melaksanakan misinya di Indonesia.


NICA yang punya prajurit  sebagian besar ex tahanan perang yang dipersenjatai sekutu untuk melindungi diri dan termasuk eks KNIL yang masih loyal. Perang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Sebenarnya bagi Belanda, ini perang bukan untuk menghabisi. Tapi membela diri dari serangan gerilya dan memastikan selama masa transisi pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh PBB bisa berlangsung damai. 


Akhirnya untuk memastikan tidak ada lagi konflik antara pejuang dan pasukan NICA, pada 15 november 1946 diadakan perjanjian damai di Linggarjati di Jawa Barat. Pihak inggris sebagai wakil dari sekutu dan AS sebagai penengah. Gencatan senjata diadakan. Proses damai menuju pengakuan Indonesia merdeka dimulai. Tetapi pejuang tidak bisa menerima Perjanjian Damai ini.  Tetap aja terjadi kekacauan.  Bahkan setelah 8 bulan akta ditanda tangani, keadaan semakin kacau, ya Belanda memutuskan akta itu tidak ada lagi. 


Sepertinya pemimpin politik Indonesia tidak punya pengaruh significant dihadapan pejuang. Enak aja mereka abaikan akta yang sudah ditanda tangani oleh pemimpinnya. Ya karena pemerintah Indonesia yang baru tidak bisa menjamin perdamaian. Belanda melakukan aksis polisionil dengan tujuan menertipkan keamanan. “ Kata Anneke


“ Keadaan semakin kacau. Benar benar kacau. Apalagi agresi militer Belanda setelah perjanjian Renvile dan Roem-Royen,  para pemimpin Indonesia ditangkap. Memaksa Sudirman Panglima Besar mengumumkan perang gerilya semesta.  Pertempuran semakin menjadi jadi dan pejuang Indonesia dapat legitimasi dari PBB atas perang  itu “ kata saya tersenyum. Sekedar mematahkan persepsi niat baik aksi polisionil Belanda. Kalau memang niat baik menertipkan keamanan, mengapa pemimpin Indonesia ditangkap. Kan itu sama saja mau jajah lagi Indonesia.


“ Dan kalau akhirnya Belanda mengakui Indonesia merdeka, itu karena kaum republik  setuju untuk membayar kerugian Belanda dan segala hutang Pemerintah Hindia Belanda dengan kerajaan Belanda menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kan semua kerajaan yang tadinya memberikan konsesi tambang dan perkebunan, pelabuhan kepada perusahaan Belanda sudah menjadi bagian dari Indonesia. Tentu menjadi tanggung jawab republic Indonesia membayar resiko financial itu.” Kata David.


“ Kalau kita mau jujur kepada sejarah. Setiap perang selalu dengan motive ekonomi. Upaya hegemoni terhadap sumber daya negara lain. “ Kata saya menegaskan niat Belanda.


“ Namun setelah perang, apakah kolonialisme juga hilang? Kan tidak. Justru muncul kolonialisme baru  atau neocolonial.  Negara maju dalam hal tekhnologi dan punya modal besar menganeksi negara baru merdeka. Memang tidak menjajah lewat phisik. Secara tradisional. Tetapi lewat utang dan ketergantungan supply chain technologi. Sehingga mereka tak ada pilihan bila SDA diexploitasi habis habisan dan SDM juga di explotitasi. “ Kata Anneke. Sepertinya Anneke bersatire atas kemerdekaan yang didapat Indonesia. Yang memang terjebak utang dan tekhnologi dari negara maju.


“ Pada waktu bersamaan negara yang lemah dicengkram neokolonialisme itu terpaksa menjajah rakyatnya sendiri lewat upah murah, nilai uang yang jatuh, beragam pajak dan rendahnya dukungan anggaran nasional yang bisa menciptakan kemandirian ekonomi lewat sains “ Kata David tersenyum.


“ Apalagi munculnya politik populis yang membuat rakyat semakin bodoh dan buta akan hak politiknya. Itu lebih buruk daripada kolonialisme.” Anneke menimpali. Saya terhenyak.


“ Sebenarnya dunia sekarang dijajah oleh mindset rakus sebagai akibat dari kapitalisme. Baik negara maju dan mau berkembang, sama sama terjajah oleh kapitalisme. Kitak tidak bisa memerangi kapitalisme. Tetapi kita bisa memanfaatkan kapitalisme untuk berkembang. Ya seperti China, Yang menjadi kebebasan pasar sebagai motivasi berkompetisi. Namun pada waktu bersamaan  mengontrol modal dengan kuat untuk kepentingan domestic. China bisa lakukan itu karena telah melewati revolusi kebudayaan. Artinya mindset personal orang perorang yang rakus dan feodalis itu yang harus diubah. “ Kata saya.


“ Maksud kamu ? tanya David.


“ Pertama punya rasa malu. Malu kaya dengan cara tidak jujur, apalagi korup. Malu dengan tangan dibawah. Kedua, Mandiri. Dengan adanya rasa malu itu, membuat kita menjadi masyarakat berbudaya, tahu diri, Kita tidak memelas pekerjaan, tetapi pekerjaan butuh kita karena kita punya kompetesi. Jadi focus mengembangkan kompetensi, bukan mengeluh engga ada lowongan. 


Punya kreatifitas untuk survival sehingga setiap hari kita adalah kinerja dan harapan. Besar kecil hasil itu relatif, yang pasti engga akan bokek orang kreatif. Jadi focus kepada kreatifitas untuk memenangkan kompetisi. Sjahrir berkata, Hidup yang tak dipertaruhkan tidak akan dimenangkan. Nah dua hal itu saja. “ Kata saya.


“ Kalau dua hal itu jadi mindset, saya yakin, mana ada waktu lagi sibuk dengan urusan politik.” Anneke menimpali.


“ Benar. Karena politik itu seni berbisnis ala modern juga. Cara orang terpelajar menguasai sumber daya untuk hidup senang dan manapula mereka jadikan rakyat sebagai prioritas, Yang percaya politik pro rakyat. Pasti hidupnya halu dan engga punya mindset mandiri. “ Kata David. Nah kami semua tersenyum. Pada titik ini kami semua sepakat. Apalagi Eropa sedang suffering akibat imbas krisis wallstreet tahun 2008.


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top