Ki Ageng Mangir
adalah cerita rakyat dari Yogyakarta, suatu provinsi yang berdekatan dengan
Provinsi Jawa Tengah. Ki Ageng Mangir merupakan sosok yang memiliki ilmu sakti
mandraguna. Dia memiliki sebuah tombak sakti yang bernama Baru Klinthing.
Konon, Baru Klinthing merupakan tombak yang terbuat dari lidah seekor ular naga
raksasa yang bernama Baru Klinthing. Meskipun gagah perkasa, Ki Ageng Mangir
memiliki sifat angkuh lagi sombong.
Berikut ini cerita rakyat yang
berasal dari Desa Mangiran, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ki Ageng Mangir adalah cerita rakyat yang berasal dari Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dikisahkan bahwa Ki Ageng Mangir adalah seorang penguasa
di tanah Mangir. Ia dikenal sebagai seorang yang tampan, gagah, berani, sakti
mandraguna. Ki Ageng Mangir juga dikenal sebagai orang yang mempunyai senjata
ampuh berupa tombak, yang dikenal dengan sebutan Baru Klinthing. Menurut
cerita, tombak Baru Klinthing berasal dari lidah seekor ular naga raksasa yang
bernama Baru Klinthing
Namun,
Ki Ageng Mangir mempunyai sifat yang kurang baik yaitu egois dan sombong. Ia
tidak mau tunduk kepada Mataram. Ia menganggap bahwa tanah Mangir adalah tanah
perdikan, artinya bebas merdeka, tidak harus tunduk dan patuh pada Mataram.
Panembahan Senopati sebagai raja Mataram telah beberapa kali mengirim utusan ke
Mangir untuk membujuk Ki Ageng Mangir mau menghadap ke Mataram. Akan tetapi Ki
Ageng Mangir tetap pada pendiriannya, tidak mau menghadap dan tunduk pada
Mataram. Bahkan, ia menantang untuk perang. Sikap Ki Ageng Mangir membuat
Panembahan Senopati marah dan merasa disepelekan. Panembahan Senopati
memerintahkan agar Kerajaan Mataram mempersiapkan untuk melakukan perlawanan
terhadap Ki Ageng Mangir. Akan tetapi, Ki Juru Mertani, penasihat Kerajaan
Mataram, tidak setuju apabila Ki Ageng Mangir dihadapi dengan perang, sebab
akan membawa banyak korban. Nasihat dari Ki Juru Mertani dipertimbangkan oleh
Panembahan Senopati. Akhirnya diambil jalan untuk menghadapi Ki Ageng Mangir
dengan cara tipu daya secara halus. Panembahan Senopati kemudian memanggil
puterinya, yaitu putri Pembayun. Panembahan Senopati merencanakan untuk
menaklukan Ki Ageng mangir melalui puterinya. Pembayun diutus untuk menyamar
sebagai ledhek, yaitu wanita cantik yang menari dengan berpakaian adat Jawa,
diiringi oleh gending-gending Jawa. Ledhek biasanya ngamen, berkeliling dari
kampung ke kampung. Puteri Pembayun menyanggupi permintaan dari ayahandanya,
Panembahan Senopati, untuk menyamar menjadi ledhek. Pembayun ditemani oleh
saudara dan pengiringnya. Pembayun menjadi ledhek dan saudaranya penjadi
penabuh gamelan. Mereka kemudian ngamen berkeliling dari kampung ke kampung.
Pada
suatu hari, sampailah mereka di Desa Mangir, tempat Ki Ageng Mangir berkuasa.
Ki Ageng Mangir seorang penggemar ledhek. Melihat ada ledhek yang sangat cantik
jelita, Ki Ageng Mangir pun tertarik untuk menikmatinya. Semakin lama melihat
ledhek, Ki Ageng Mangir semakin jatuh cinta. Akhirnya, Ki Ageng Mangir meminta
Pembayun menjadi isterinya. Pembayun pun sangat senang, karena misinya untuk
menarik Ki Ageng Mangir telah berhasil. Ki Ageng Mangir akhirnya menikah dengan
Pembayun.
Dalam
perjalanan pernikahannya, Puteri Pembayun diketahui hamil. Mendengar kehamilan
isterinya, Ki Ageng Mangir bahagia sekali, karena sebentar lagi ia akan
mempunyai keturunan dari seorang isteri yang sangat dicintainya. Namun,
Pembayun masih merasa ada ganjalan, karena selama ini ia menyimpan sesuatu dari
suaminya. Akhirnya Pembayun memberanikan diri berterus terang kepada Ki Ageng
Mangir mengenai siapa dirinya. Mendengar pengakuan Pembayun, Ki Ageng Mangir
sangat marah, karena ia telah ditipu. Tanpa sepengtahuannya, ia telah menjadi
menantu musuh bebuyutannya, yaitu panembahan Senopati. Namun, Pembayun dengan
sabar tetap mencoba meredam rasa dendam Ki Ageng Mangir terhadap ayahandanya,
Panembahan Senopati. Pembayun meyakinkan Ki Ageng Mangir bahwa ia benar-benar
mencintai Ki Ageng Mangir. Pembayun dengan sabar membujuk Ki Ageng Mangir agar
mau menghadap mertuanya, Panembahan Senopati.
Usaha
Pembayun membujuk Ki Ageng Mangir akhirnya berhasil. Demi cintanya kepada sang
isteri serta bayi yang sedang dikandung Pembayun, Ki Ageng Mangir mau menuruti
permintaan isterinya untuk menghadap Panembahan Senopati ke Mataram. Kedatangan
Ki Ageng Mangir disambut dengan membuat tarub. Akan tetapi tarub tersebut
dibuat pendek, hanya cukup untuk berdiri saja. Tarub dibuat sedemikian rupa
dengan maksud agar senjata Ki Ageng Mangir, yaitu tombak Baru Klinthing tidak
dibawa masuk. Sesampainya Ki Ageng Mangir di Mataram bersama Pembayun, mereka
langsung menghadap Panembahan Senopati. Tombak Baru Klinthing ditinggal di luar
tarub. Begitu bertemu dengan Panembahan Senopati, Ki Ageng Mangir langsung
menghaturkan sujud sungkem kepada mertuanya. Ketika Ki Ageng Mangir sungkem,
Panembahan Senopati membenturkan kepala Ki Ageng Mangir ke batu tempat ia duduk
yang disebut Watu Gilang. Kepala Ki Ageng Mangir hancur dan tewas seketika.
Melihat suaminya tewas, Pembayun menangis sejadi-jadinya, karena ia pun sangat
mencintai suaminya. Jenazah Ki Ageng Mangir dimakamkan di makam kerabat Mataram
Kotagede. Bagaimanapun juga Ki Ageng Mangir sebagai menantu sekalian musuh.
Untuk mengenang Ki Ageng Mangir, maka tempat tinggal Ki Ageng Mangir dinamakan
Desa Mangir yang terletak di Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul.
Demikianlah
cerita rakyat yang berjudul Ki Ageng Mangir dari daerah Yogyakarta. Semoga
cerita ini memberikan pesan yang berarti bagi para pembaca. Terimakasih telah
mengunjungi website kami.

Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.