SOLUSI
MENUJU RUMAH TANGGA SAKINAH, MAWADDAH,
MENUJU RUMAH TANGGA SAKINAH, MAWADDAH,
A.
Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah
Kesehatan
bukanlah segalanya, akan tetapi tanpa kesehatan segala sesuatu tiada artinya,
baik sehat jasmani maupun sehat rohani. Sebab keduanya bisa kita jadikan sarana
menjalankan tugas pokok manusia yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah.
bukanlah segalanya, akan tetapi tanpa kesehatan segala sesuatu tiada artinya,
baik sehat jasmani maupun sehat rohani. Sebab keduanya bisa kita jadikan sarana
menjalankan tugas pokok manusia yaitu untuk mengabdikan diri kepada Allah.
Sebelum mengulas
tentang judul tersebut di atas perlu diketahui, pendukung rumah tangga sakinah
mawaddah warahmah adalah seluruh keluarga, akan tetapi kami mengambil wanita
(istri) sebagai pembahasan utama, sebab
faktanya wanita (istri) sangat mewarnai dalam kehidupan sehari-hari.
tentang judul tersebut di atas perlu diketahui, pendukung rumah tangga sakinah
mawaddah warahmah adalah seluruh keluarga, akan tetapi kami mengambil wanita
(istri) sebagai pembahasan utama, sebab
faktanya wanita (istri) sangat mewarnai dalam kehidupan sehari-hari.
Menyitir surat
Kartini yang disampaikan kepada Professor Anton dan Nyonya tertanggal 04
Oktober 1902,”Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak
perempuan bukan sekali-kali kami ingin menginginkan anak-anak perempuan itu
menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin
akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam
tangannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” Pernyataan Kartini
ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
dalam kitab shahihnya, dari Abu Sa’id al-Khudry : seorang wanita datang
kepadaRasulullah SAW, kemudian berkata, “wahai Rasulullah, telah memperoleh
hadismu, maka berilah kami (kaum wanita ) satu hari dimana kami datang
hendakbelajar apa-apa yang diberikan oleh Allah kepadamu”, kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “berkumpulah kalian pada hari anudan anu di tempat anu……… ”. maka
berkumpullah wanita-wanita tersebut dan Rasulullah SAW datang untuk mengajar
mereka apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.[1]
Kartini yang disampaikan kepada Professor Anton dan Nyonya tertanggal 04
Oktober 1902,”Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak
perempuan bukan sekali-kali kami ingin menginginkan anak-anak perempuan itu
menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin
akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam
tangannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” Pernyataan Kartini
ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
dalam kitab shahihnya, dari Abu Sa’id al-Khudry : seorang wanita datang
kepadaRasulullah SAW, kemudian berkata, “wahai Rasulullah, telah memperoleh
hadismu, maka berilah kami (kaum wanita ) satu hari dimana kami datang
hendakbelajar apa-apa yang diberikan oleh Allah kepadamu”, kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “berkumpulah kalian pada hari anudan anu di tempat anu……… ”. maka
berkumpullah wanita-wanita tersebut dan Rasulullah SAW datang untuk mengajar
mereka apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.[1]
Dari kedua
pernyataan ini dapat dipahami bahwa pendidikan terhadap wanita sejak dini
sangat diperlukan mengingat peranannya yang sangat urgen.Mereka harus mampu
mempersiapkan dirinya sebaik mungkin terutama sebagai pendidik utama bagi
generasi penerus perjuangan bangsa.
pernyataan ini dapat dipahami bahwa pendidikan terhadap wanita sejak dini
sangat diperlukan mengingat peranannya yang sangat urgen.Mereka harus mampu
mempersiapkan dirinya sebaik mungkin terutama sebagai pendidik utama bagi
generasi penerus perjuangan bangsa.
Hal
ini dikarenakan adanya sarana informasi baik lewat media cetak/elektronik,
ditunjang sarana komunikasi yang lebih canggih, bukan malah semakin mudah dalam
membina rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah, justru sebaliknya. Dimana-mana fakta mrnunjukkan angka perceraian semakin tinggi,
dekadensi moral, perzinaan, kenakalan remaja, arogansi intelektual semakin
sulit terkendali.
ini dikarenakan adanya sarana informasi baik lewat media cetak/elektronik,
ditunjang sarana komunikasi yang lebih canggih, bukan malah semakin mudah dalam
membina rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah, justru sebaliknya. Dimana-mana fakta mrnunjukkan angka perceraian semakin tinggi,
dekadensi moral, perzinaan, kenakalan remaja, arogansi intelektual semakin
sulit terkendali.
Ternyata
modernisasi yang ditandai dengan kemajuan IPTEK mampu menggeser gaya hidup
manusia, bahkan tak mengenal batas usia dan jenis kelamin, dimana dampaknyapun sangat kita rasakan.
Disampingia menunjang kebutuhan kita, juga mudah merusak tatanan kehidupan.
modernisasi yang ditandai dengan kemajuan IPTEK mampu menggeser gaya hidup
manusia, bahkan tak mengenal batas usia dan jenis kelamin, dimana dampaknyapun sangat kita rasakan.
Disampingia menunjang kebutuhan kita, juga mudah merusak tatanan kehidupan.
Maka dengan
kondisi tersebut di atas sering menjadikan perdebatan para intelektual, tokoh
agama, dan masyarakat lewat forum-forum tertentu, tapi sampai detik ini belum
terjawab juga. Oleh karena itu, kami terpanggil juga untuk memberikan terapi
melalui forum ini, yaitu dengan mengoptimalkan kekuatan rohani/kesehatan
rohani,yang masih jarang diperhatikan oleh masyarakat kita.
kondisi tersebut di atas sering menjadikan perdebatan para intelektual, tokoh
agama, dan masyarakat lewat forum-forum tertentu, tapi sampai detik ini belum
terjawab juga. Oleh karena itu, kami terpanggil juga untuk memberikan terapi
melalui forum ini, yaitu dengan mengoptimalkan kekuatan rohani/kesehatan
rohani,yang masih jarang diperhatikan oleh masyarakat kita.
B.
Pembahasan
Pembahasan
1.
Kesehatan Rohani
Kesehatan Rohani
Kesehatan merupakan salah satu faktor utama untuk membentuk sebuah
rumah tangga sakinah, mawaddah,warahmah baik sehat jasmani lebih-lebih sehat
rohani. Sebab dengan kesehatannya tersebut, tentu orang akan mudah menunaikan
tugas-tugasnya baik tugas lahiriyah/bathiniyah.
rumah tangga sakinah, mawaddah,warahmah baik sehat jasmani lebih-lebih sehat
rohani. Sebab dengan kesehatannya tersebut, tentu orang akan mudah menunaikan
tugas-tugasnya baik tugas lahiriyah/bathiniyah.
Yang dimaksud sehat rohani menurut DR.
Aidh bin Abdullah Al Qorni, MA. Adalah hati yang tidak syirik dan tidak curang,
tidak hasud dan tidak dengki serta tidak sombong. Dimana di era reformasi ini biasa
disebut KKN (kotoran-kotoran nafsu)[2]. Hadrotus Syaikh Romo K.H. Abdul Madjid Ma’roef
mendawuhkan, yang menjadi penyakit hati yaitu nafsu ananiyah yang melahirkan syirik, ujub, riya’ dan takabbur.[3]
Aidh bin Abdullah Al Qorni, MA. Adalah hati yang tidak syirik dan tidak curang,
tidak hasud dan tidak dengki serta tidak sombong. Dimana di era reformasi ini biasa
disebut KKN (kotoran-kotoran nafsu)[2]. Hadrotus Syaikh Romo K.H. Abdul Madjid Ma’roef
mendawuhkan, yang menjadi penyakit hati yaitu nafsu ananiyah yang melahirkan syirik, ujub, riya’ dan takabbur.[3]
a)
Syirik
Syirik
Definisi dari syirik adalah menyekutukan Allah termasuk dengan
dirinya sendiri.Seperti merasa mempunyai kemampuan, kekuasaan, kepandaian,
kekayaan, dan sebagainya, tanpa merasa dicipta dan diberi oleh Allah. Syirik kepada Allah merupakan penyakit hati
yang sangat kronis. Ia akan menyebabkan hati seseorang gelap, terkunci rapat
dari hidayah Allah. Virus syirik akan membentuk pribadi-pribadi jahat meskipun
secara lahiriyah nampak baik.
dirinya sendiri.Seperti merasa mempunyai kemampuan, kekuasaan, kepandaian,
kekayaan, dan sebagainya, tanpa merasa dicipta dan diberi oleh Allah. Syirik kepada Allah merupakan penyakit hati
yang sangat kronis. Ia akan menyebabkan hati seseorang gelap, terkunci rapat
dari hidayah Allah. Virus syirik akan membentuk pribadi-pribadi jahat meskipun
secara lahiriyah nampak baik.
Dalam prakteknya syirik dibagi menjadi dua
macam, yaitu syirik khofi dan syirik jali.
macam, yaitu syirik khofi dan syirik jali.
1. Syirik jali adalah menyekutukan Allah secara
terang-terangan, yakni dengan tidak mempercayai adanya Allah atau tidak mempercayai
ajaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah. Dengan kata lain sama dengan kafir (tidak iman)[4]. Berikut ini beberapa penyebab syirik jali:[5]
terang-terangan, yakni dengan tidak mempercayai adanya Allah atau tidak mempercayai
ajaran yang telah disampaikan oleh Rasulullah. Dengan kata lain sama dengan kafir (tidak iman)[4]. Berikut ini beberapa penyebab syirik jali:[5]
a. Kesombongan yang melewati batas, seperti
kufurnya fir’aun yang berani mengaku Tuhan.
kufurnya fir’aun yang berani mengaku Tuhan.
b. Kecintaan terhadap materi duniawi
c. Kebodohan yang nyata, seperti kufurnya orang
kafir pada zaman jahiliyah atau mereka yang mengaku iman namun karena
kebodohannya kemudian menjadi murtad.
kafir pada zaman jahiliyah atau mereka yang mengaku iman namun karena
kebodohannya kemudian menjadi murtad.
2. Syirik khafi adalah tingkah hati yang tidak
sesuai dengan syari’at dan dapat merusak dan menghancurkan amal-amal ibadah
yang telah dikerjakan seperti ujub, riya’, dan takabbur. Sekalipun syirik khafi
tidak sampai merusak iman akan tetapi tetap syirik dan justru berat sekali
akibatnya. Karena akan menjadi sumber dari segala penyelewengan dan sumber dari
segala kedhaliman. Pelaksanaan syirik khafi ini sangat halus, sehingga tidak
semua orang merasa telah melakukannya. Berbeda denganseperti syirik jali yang
mempersekutukan Allah secara terang-terangan. Dia jelas-jelas ingkar kepada
Allah, dia kafir dan tidak punya iman. Sedangkan syirik khafi, dia masih
mempunyai iman atau percaya kepada Allah, akan tetapi secara diam-diam dia
mengimbangi hak Allah. Karena dia percaya bahwa Allah itu Maha Kuasa akan
tetapi dia juga merasa kuasa, merasa mempunyai kemampuan, seperti merasa bisa
berusaha, bisa bekerja, bisa beribadah, tanpa menyadari bahwa itu semua
merupakan kemampuan yang diberikan oleh Allah.[6]
sesuai dengan syari’at dan dapat merusak dan menghancurkan amal-amal ibadah
yang telah dikerjakan seperti ujub, riya’, dan takabbur. Sekalipun syirik khafi
tidak sampai merusak iman akan tetapi tetap syirik dan justru berat sekali
akibatnya. Karena akan menjadi sumber dari segala penyelewengan dan sumber dari
segala kedhaliman. Pelaksanaan syirik khafi ini sangat halus, sehingga tidak
semua orang merasa telah melakukannya. Berbeda denganseperti syirik jali yang
mempersekutukan Allah secara terang-terangan. Dia jelas-jelas ingkar kepada
Allah, dia kafir dan tidak punya iman. Sedangkan syirik khafi, dia masih
mempunyai iman atau percaya kepada Allah, akan tetapi secara diam-diam dia
mengimbangi hak Allah. Karena dia percaya bahwa Allah itu Maha Kuasa akan
tetapi dia juga merasa kuasa, merasa mempunyai kemampuan, seperti merasa bisa
berusaha, bisa bekerja, bisa beribadah, tanpa menyadari bahwa itu semua
merupakan kemampuan yang diberikan oleh Allah.[6]
Dosa syirik, sekalipun syirik khafi berat sekali
akibatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa’:48, yang artinya, ”sesungguhnya
Allah tidak memberi ampunan jika dipersekutukan dan Allah mengampuni dosa-dosa
selain dosa syirik bagi orang yang ia kehendaki, dan barang siapa sirik billah
maka sungguh ia melakukan dosa besar.”[7]
akibatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa’:48, yang artinya, ”sesungguhnya
Allah tidak memberi ampunan jika dipersekutukan dan Allah mengampuni dosa-dosa
selain dosa syirik bagi orang yang ia kehendaki, dan barang siapa sirik billah
maka sungguh ia melakukan dosa besar.”[7]
Begitu beratnya ancaman Allah terhadap orang yang
melakukan dosa syirik. Termasuk dosa karena tidak merasakan atau menjiwai makna
“LAA HAULAA WA LAA QUWWATA ILAA BILLAAH.” semakin banyak amal yang dilakukan
seseorang, maka semakin besar dosa yang dilakukannya, karena dalam melakukan
amal tersebut ia tidak merasakan billah, yakni merasa dan menyadari bahwa semua
yang ia lakukan adalah fadhol dari Allah, dengan penuh keikhlasan dan
kekhusyu’an.
melakukan dosa syirik. Termasuk dosa karena tidak merasakan atau menjiwai makna
“LAA HAULAA WA LAA QUWWATA ILAA BILLAAH.” semakin banyak amal yang dilakukan
seseorang, maka semakin besar dosa yang dilakukannya, karena dalam melakukan
amal tersebut ia tidak merasakan billah, yakni merasa dan menyadari bahwa semua
yang ia lakukan adalah fadhol dari Allah, dengan penuh keikhlasan dan
kekhusyu’an.
b) Ujub (Membanggakan
Diri)
Diri)
Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ujub adalah menganggap besar suatu
nikmat dimana ia cenderung kepadanya, akan tetapi ia lupa menyandarkan bahwa
nikmat itu adalah dari dzat yang memberi nikmat.Lebih jelasnya, seseorang
merasa ujub apabila dia merasa bangga akan kekuatan dan kemampuan yang
dimilikinya tanpa menyadari bahwa segala apa yang dimilikinya adalah pemberian
dari Allah swt. Seperti halnya juga jika seseorang itu memberikan sesuatu
kepada orang lain kemudian orang itu merasa bangga atas pemberian tersebut.[8]
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ujub adalah menganggap besar suatu
nikmat dimana ia cenderung kepadanya, akan tetapi ia lupa menyandarkan bahwa
nikmat itu adalah dari dzat yang memberi nikmat.Lebih jelasnya, seseorang
merasa ujub apabila dia merasa bangga akan kekuatan dan kemampuan yang
dimilikinya tanpa menyadari bahwa segala apa yang dimilikinya adalah pemberian
dari Allah swt. Seperti halnya juga jika seseorang itu memberikan sesuatu
kepada orang lain kemudian orang itu merasa bangga atas pemberian tersebut.[8]
Sebagaimana halnya penyakit, ujub juga
memiliki bahaya yang akan berpengaruh buruk bagi pelakunya, di antaranya ujub
menjadikan seseorang sombong dan angkuh, bahkan dalam hubungannya dengan Allah
swt sifat ujub. sebagian dosa tidak diingat-ingat dan tidak ditelitinya, karena
menurut prasangkanya ia tidak perlu lagi untuk menelitinya, sehingga itu ia
abaikan. Dalam ibadah dan amal, seseorang akan menganggap amalnya itu sebagai
amal yang besar. Ia membanggakan diri kepada Allah karena merasa telah
mengerjakannya. Kemudian apabila ia telah membangga-banggakan diri dengan
ibadah itu, niscaya ia akan buta dari bahaya-bahanya dan kebanyakan usahanya
akan sia-sia.[9]
memiliki bahaya yang akan berpengaruh buruk bagi pelakunya, di antaranya ujub
menjadikan seseorang sombong dan angkuh, bahkan dalam hubungannya dengan Allah
swt sifat ujub. sebagian dosa tidak diingat-ingat dan tidak ditelitinya, karena
menurut prasangkanya ia tidak perlu lagi untuk menelitinya, sehingga itu ia
abaikan. Dalam ibadah dan amal, seseorang akan menganggap amalnya itu sebagai
amal yang besar. Ia membanggakan diri kepada Allah karena merasa telah
mengerjakannya. Kemudian apabila ia telah membangga-banggakan diri dengan
ibadah itu, niscaya ia akan buta dari bahaya-bahanya dan kebanyakan usahanya
akan sia-sia.[9]
Orang yang ujub itu tertipu oleh pemikiran
dirinya sendiri, karena ia merasa bahwa ia telah aman dari tipu daya dan siksa
Allah. Ia menyangka bahwa di sisi Allah, dia memperoleh tempat dan mendapatkan
nikmat karena amal perbuatannya, padahal pada hakikatnya semua amal yang telah
ia lakukan tidak ada artinya di sisi Allah karena ia melakukannya tidak denga
keikhlasan. Adapun bahaya terbesar dari ujub adalah seseorang akan lemah dalam
berusaha karena prasangkanya ia telah memperoleh kesuksesan, dan merasa cukup
dan bangga dengan apa yang telah ia miliki. Karena itu, hal ini akan
menyebabkan kemerosotan baginya baik dalam segi kehidupan dunia, lebih-lebih
mengenai hubungannya dengan Allah swt.
dirinya sendiri, karena ia merasa bahwa ia telah aman dari tipu daya dan siksa
Allah. Ia menyangka bahwa di sisi Allah, dia memperoleh tempat dan mendapatkan
nikmat karena amal perbuatannya, padahal pada hakikatnya semua amal yang telah
ia lakukan tidak ada artinya di sisi Allah karena ia melakukannya tidak denga
keikhlasan. Adapun bahaya terbesar dari ujub adalah seseorang akan lemah dalam
berusaha karena prasangkanya ia telah memperoleh kesuksesan, dan merasa cukup
dan bangga dengan apa yang telah ia miliki. Karena itu, hal ini akan
menyebabkan kemerosotan baginya baik dalam segi kehidupan dunia, lebih-lebih
mengenai hubungannya dengan Allah swt.
c) Takabbur (Menyombongkan
Diri)
Diri)
Yang dimaksud dengan takabbur adalah berbangga
diri dan kecenderungan memandang diri berada di atas orang yang disombonginya.
Takabbur di sini tidak sama dengan ujub karena seseorang yang ujub itu hanya
merasa bangga dengan dirinya sendiri tanpa melibatkan orang yang ada di sekitarnya agar mereka mengakui bahwa
ia mempunyai segala kelebihan. Diantara materi yang menyebabkan seseorang
bersikap takabbur adalah ilmu, amal ibadah, keturunan, kedudukan, ketampanan,
kecantikan, kekuatan, kekayaan, popularitas, banyaknya pengikut, dan lain-lain.[10]
diri dan kecenderungan memandang diri berada di atas orang yang disombonginya.
Takabbur di sini tidak sama dengan ujub karena seseorang yang ujub itu hanya
merasa bangga dengan dirinya sendiri tanpa melibatkan orang yang ada di sekitarnya agar mereka mengakui bahwa
ia mempunyai segala kelebihan. Diantara materi yang menyebabkan seseorang
bersikap takabbur adalah ilmu, amal ibadah, keturunan, kedudukan, ketampanan,
kecantikan, kekuatan, kekayaan, popularitas, banyaknya pengikut, dan lain-lain.[10]
Bahaya dari
sifat takabbur ini sangat besar. Di antarnya yaitu firman Allah dalam QS. Al
Mukmin:60 yang artinya“sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembahKu, akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” Rasulullah
saw bersabda, “tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat
biji sawi dari kesombongan.”[11]
sifat takabbur ini sangat besar. Di antarnya yaitu firman Allah dalam QS. Al
Mukmin:60 yang artinya“sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembahKu, akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” Rasulullah
saw bersabda, “tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat
biji sawi dari kesombongan.”[11]
Dari kedua dalil di atas, sudah jelas bahwa
sesungguhnya sifat sombong itu menjadi penghalang menuju surga. Hal ini karena
sifat sombong itu menjadi lawan dari akhlak
orang mukmin, yang mana kunci kemuliaan akhlak orang mukmin adalah sifat
tawadhu’. Di samping itu, orang yang takabbur tidak akan bisa meninggalkan
sifat dengki, amarah, dan dusta, karena ia selalu menginginkan dirinya lebih
dari orang lain, dan jika ada orang lain yang menandinginya, ia akan merasa
dengki/iri hati.
sesungguhnya sifat sombong itu menjadi penghalang menuju surga. Hal ini karena
sifat sombong itu menjadi lawan dari akhlak
orang mukmin, yang mana kunci kemuliaan akhlak orang mukmin adalah sifat
tawadhu’. Di samping itu, orang yang takabbur tidak akan bisa meninggalkan
sifat dengki, amarah, dan dusta, karena ia selalu menginginkan dirinya lebih
dari orang lain, dan jika ada orang lain yang menandinginya, ia akan merasa
dengki/iri hati.
d) Hasud
(Dengki/Iri Hati Atas Nikmat Allah Yang Diterima Oleh Orang Lain)
(Dengki/Iri Hati Atas Nikmat Allah Yang Diterima Oleh Orang Lain)
Hasud atau dengki adalah perasaan tidak senang
dengan segala kenikmatan yang dimiliki orang lain dan ia akan merasa senang
jika kenikmatan itu hilang. Sedangkan yang dimaksud iri hati adalah tidak merasa
benci dengan kenikmatan orang lain dan tidak menginginkan kehilangannya tetapi
ia ingin memiliki kenikmatan itu. Sifat
dengki ini sangat membahayakan kesatuan umat, karena jika seseorang telah
merasa dengki dengan orang lain maka ia akan selalu berusaha untuk
menjatuhkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “yang paling aku takuti atas
umatku adalah bahwa harta banyak pada mereka, lalu mereka saling membenci dan
saling membunuh.” HR Abu Abid Dunya.[12]
dengan segala kenikmatan yang dimiliki orang lain dan ia akan merasa senang
jika kenikmatan itu hilang. Sedangkan yang dimaksud iri hati adalah tidak merasa
benci dengan kenikmatan orang lain dan tidak menginginkan kehilangannya tetapi
ia ingin memiliki kenikmatan itu. Sifat
dengki ini sangat membahayakan kesatuan umat, karena jika seseorang telah
merasa dengki dengan orang lain maka ia akan selalu berusaha untuk
menjatuhkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “yang paling aku takuti atas
umatku adalah bahwa harta banyak pada mereka, lalu mereka saling membenci dan
saling membunuh.” HR Abu Abid Dunya.[12]
Sifat dengki sangat dilarang dalam Islam
karena dengki termasuk suatu kemarahan terhadap qadha Allah swt, yakni hak
Allah untuk melebihkan nikmat sebagian hambaNya atas sebagiannya. Sebagaimana
yang kita pahami dampak keimanan seseorang terhadap qada’ dan qadar diantaranya
meyakini bahwa segala hal yang Allah pilihkan kepada kita merupakan yang
terbaik. Akan tetapi, sikap rakus dan tampak yang menyelimuti hati, sering
menyebabkan kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang pernah diperoleh.
Merasa iri dengan apa yang ada pada orang lain. Sifat inilah yang kemudian
menyulut manusia berlaku hasud terhadap orang lain. Secara umum sifat ini
membahayakan menusia baik dalam hal hubungan sesama manusia maupun dengan
Allah. Namun secara khusus ada delapan akibat negatif yang timbul dari
perbuatan hasud, yaitu:[13]
karena dengki termasuk suatu kemarahan terhadap qadha Allah swt, yakni hak
Allah untuk melebihkan nikmat sebagian hambaNya atas sebagiannya. Sebagaimana
yang kita pahami dampak keimanan seseorang terhadap qada’ dan qadar diantaranya
meyakini bahwa segala hal yang Allah pilihkan kepada kita merupakan yang
terbaik. Akan tetapi, sikap rakus dan tampak yang menyelimuti hati, sering
menyebabkan kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang pernah diperoleh.
Merasa iri dengan apa yang ada pada orang lain. Sifat inilah yang kemudian
menyulut manusia berlaku hasud terhadap orang lain. Secara umum sifat ini
membahayakan menusia baik dalam hal hubungan sesama manusia maupun dengan
Allah. Namun secara khusus ada delapan akibat negatif yang timbul dari
perbuatan hasud, yaitu:[13]
1. Menimbulkan rasa lelah dan bingung tiada
akhir, sebagaimana Imam Al-Ghazali berkata,”orang yang suka hasud selamanya
tidak akan bebas darikebingungan dan kesusahan.”
akhir, sebagaimana Imam Al-Ghazali berkata,”orang yang suka hasud selamanya
tidak akan bebas darikebingungan dan kesusahan.”
2. Ada kecenderungan berlaku senang membuat
kemadhorotan bagi orang lain, terutama kepada orang yang dihasudnya.
kemadhorotan bagi orang lain, terutama kepada orang yang dihasudnya.
3. Mendorong keinginan untuk berbuat maksiat
seperti menggunjing orang, berbohong, marah, senang jika orang lain mendapat
musibah terutama jika menimpa pesaingnya.
seperti menggunjing orang, berbohong, marah, senang jika orang lain mendapat
musibah terutama jika menimpa pesaingnya.
4. Kebutaan hati dalam meraih yang terbaik karena
sibuk memikirkan bagaimana cara mencelakakan orang lain.
sibuk memikirkan bagaimana cara mencelakakan orang lain.
5. Terhambat mendapatkan keuntungan, terutama
keuntungan hakiki, karena hati tidak pernah khusyu’ terhadap apa yang
diniatkan.
keuntungan hakiki, karena hati tidak pernah khusyu’ terhadap apa yang
diniatkan.
6. Rusaknya ketaatan, sebagaimana sabda
Rasulullah,”jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud dapat
menghapus semua kebaikan, seperti api melalap kayu bakar.”HR. Dailami.
Rasulullah,”jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud dapat
menghapus semua kebaikan, seperti api melalap kayu bakar.”HR. Dailami.
7. Tidak akan diakui menjadi umat Rasul,
sebagaimana sabda beliau,”orang yang hasud itu bukan dari golonganku”.
HR.Thabrani.
sebagaimana sabda beliau,”orang yang hasud itu bukan dari golonganku”.
HR.Thabrani.
8. Masuk neraka tanpa dihisab terlebih dahulu.
Sebagaimana sabda Rasul,”ada enam kelompok yang akan masuk neraka sebelum
mengalami hisab amalnya katena enam hal yang mereka lakukan, yaitu: penguasa,
karena kezalimannya; bangsa arab, yang fanatik dengan kesukuannya; para tokoh,
karena kesombongannya; para pedagang, karena penghianatannya; orang-orang awam
karena kebodohannya; para ulama karena hasudnya.”
Sebagaimana sabda Rasul,”ada enam kelompok yang akan masuk neraka sebelum
mengalami hisab amalnya katena enam hal yang mereka lakukan, yaitu: penguasa,
karena kezalimannya; bangsa arab, yang fanatik dengan kesukuannya; para tokoh,
karena kesombongannya; para pedagang, karena penghianatannya; orang-orang awam
karena kebodohannya; para ulama karena hasudnya.”
Adapun penyebab timbulnya sifat hasud ada enam, yaitu:
a) Sifat kikir yang berlebihan
b) Takabbur
c) Kalah bersaing dalam merebut simpati orang
dalam berusaha
dalam berusaha
d) Cinta dunia dan sejenisnya
e) Merasa sakit jika orang lain memiliki
kelebihan
kelebihan
f) Tidak iman kepada qadla dan qadar
2. Menjaga Kesehatan
Rohani
Rohani
Kiranya sudah cukup banyak ulama yang
memberikan bimbingan kepada umat atau metode membersihkan kotoran-kotoran
nafsu, supaya tercapai kesehatan rohani. Didalam kitab Kifayatul Atqiya’, Ulama sufi mengatakan, “membersihkan kotoran-kotoran hati adalah
wajib.” Rasulullah SAW
bersabda:
memberikan bimbingan kepada umat atau metode membersihkan kotoran-kotoran
nafsu, supaya tercapai kesehatan rohani. Didalam kitab Kifayatul Atqiya’, Ulama sufi mengatakan, “membersihkan kotoran-kotoran hati adalah
wajib.” Rasulullah SAW
bersabda:
لكل شئ طهارة و غسل وطهارة قلوب المؤمنين وغسلها من دنس الصداء الصلاة
علي: س:د:511
علي: س:د:511
“Segala sesuatu
ada pencuci, dan pencuci hati orang-orang beriman dan pembersihnya dari kotoran-kotoran
yang berkarat adalah shalawat kepadaku.”(511)
ada pencuci, dan pencuci hati orang-orang beriman dan pembersihnya dari kotoran-kotoran
yang berkarat adalah shalawat kepadaku.”(511)
Shalawat yang dimaksud adalah segala macam
shalawat, semua shalawat memberikan manfaat bagi si pembacanya.Hanya yang berbeda
adalah macamnya manfaat. Ini tergantung pada redaksi doa-doa yang termasuk
implikasi dari pada shalawat yang bersangkutan. Di samping kepribadian muallif/pencipta shalawat itu, shalawat
tidak membutuhkan guru, akan tetapi bila ada guru/mursyid yang membimbing itu
lebih baik.
shalawat, semua shalawat memberikan manfaat bagi si pembacanya.Hanya yang berbeda
adalah macamnya manfaat. Ini tergantung pada redaksi doa-doa yang termasuk
implikasi dari pada shalawat yang bersangkutan. Di samping kepribadian muallif/pencipta shalawat itu, shalawat
tidak membutuhkan guru, akan tetapi bila ada guru/mursyid yang membimbing itu
lebih baik.
Oleh karena itu, ada ribuan shalawat yang disusun para ulama
seperti shalawat munjiyat yang dikarang oleh syaikh Musa Adh-Dhoriryshalawat
nariyah yang dikarang oleh Syaikh At-Taji, shalawat badar, Shalawat Wahidiyah,
dan lain-lain. Di antara shalawat-shalawat ini ada yang disusun memang
bertujuan ikut berjuang memperbaiki mental umat dan masyarakat jami’al alamin
yaitu Shalawat Wahidiyah. Sebab, Shalawat Wahidiyah selain berfaedah membersihkan hati, menentramkan jiwa, juga
berfaedah makrifat billah, bahkan di dalam kitab Sa’adatud Daraini dijelaskan
bahwa, faedah yang paling besar bagi orang yang membaca shalawat adalah
terbentuknya shurah Rasulullah saw di hati pembacanya.[14] Dengan
mengamalkan Shalawat Wahidiyah jelas terbentuk shurah Rasulullah saw,sehingga secara
otomatis akan mudah menghilangkan kotoran-kotoran nafsu tersebut di atas. Setelah
hati bersih dan jernih akhirnya ketenangan jiwapun tercapai sehingga bisa
memperoleh kesehatan rohani.
seperti shalawat munjiyat yang dikarang oleh syaikh Musa Adh-Dhoriryshalawat
nariyah yang dikarang oleh Syaikh At-Taji, shalawat badar, Shalawat Wahidiyah,
dan lain-lain. Di antara shalawat-shalawat ini ada yang disusun memang
bertujuan ikut berjuang memperbaiki mental umat dan masyarakat jami’al alamin
yaitu Shalawat Wahidiyah. Sebab, Shalawat Wahidiyah selain berfaedah membersihkan hati, menentramkan jiwa, juga
berfaedah makrifat billah, bahkan di dalam kitab Sa’adatud Daraini dijelaskan
bahwa, faedah yang paling besar bagi orang yang membaca shalawat adalah
terbentuknya shurah Rasulullah saw di hati pembacanya.[14] Dengan
mengamalkan Shalawat Wahidiyah jelas terbentuk shurah Rasulullah saw,sehingga secara
otomatis akan mudah menghilangkan kotoran-kotoran nafsu tersebut di atas. Setelah
hati bersih dan jernih akhirnya ketenangan jiwapun tercapai sehingga bisa
memperoleh kesehatan rohani.
3.
Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Warahmah
Rumah Tangga Sakinah Mawaddah Warahmah
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah merupakan dambaan, harapan
sekaligus tujuan seorang insan, baik yang akan maupun yang tengah membangun
rumah tangga. Rumah tangga sakinah mawaddah warahmah adalah gambaran atau
cermin keluarga bahagia sejahtera lahir bathin menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan dunia dan akhirat yang pada dasarnya memang menjadi tujuan utama
orang berumah tangga, sebagaimana pada umumnya mereka berdo’a:
sekaligus tujuan seorang insan, baik yang akan maupun yang tengah membangun
rumah tangga. Rumah tangga sakinah mawaddah warahmah adalah gambaran atau
cermin keluarga bahagia sejahtera lahir bathin menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan dunia dan akhirat yang pada dasarnya memang menjadi tujuan utama
orang berumah tangga, sebagaimana pada umumnya mereka berdo’a:
ربنا اتنا في الدنيا حسنة و في الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
Rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah menurut Prof. Dr. Ahmad
Mubarak MA adalah rumah tangga yang didalamnya terkandung arti tenang,
terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap, dan memperoleh pembelaan. Didalam
rumah tangga sakinah itu sendiri terdapat mawaddah, yaitu jenis cinta yang
membara, yang menggebu-gebu, dan ‘nggemesi’.sedangkan rahmah adalah jenis cinta
yang lembut, siap berkorban, dan melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja
kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah lama-kelamaan
menumbuhkan mawaddah.[15]
Mubarak MA adalah rumah tangga yang didalamnya terkandung arti tenang,
terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap, dan memperoleh pembelaan. Didalam
rumah tangga sakinah itu sendiri terdapat mawaddah, yaitu jenis cinta yang
membara, yang menggebu-gebu, dan ‘nggemesi’.sedangkan rahmah adalah jenis cinta
yang lembut, siap berkorban, dan melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja
kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah lama-kelamaan
menumbuhkan mawaddah.[15]
Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah atau akan
membina rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin
kasih sayang diantara suami istri yang saling menyayangi dan mengasihi itu
sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.
membina rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin
kasih sayang diantara suami istri yang saling menyayangi dan mengasihi itu
sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.
Untuk mencapai tujuan tersebut seorang wanita (istri) punya peran
penting, antara lain :
penting, antara lain :
a)
Istri sebagai pendamping suami
Istri sebagai pendamping suami
b)
Istri sebagai ibu rumah tangga
Istri sebagai ibu rumah tangga
c)
Istri sebagai pendidik
Istri sebagai pendidik
d)
Istri sebagai aggota dalam masyarakat
Istri sebagai aggota dalam masyarakat
a)
Istri Sebagai Pendamping Suami
Istri Sebagai Pendamping Suami
Peran wanita (istri) sebagai pendamping suami telah difirmankan oleh
Allah swt dalam QS. Al Baqarah yang artinya, “mereka (para istri) merupakan pakaian
bagimu sedangkan kalian (suami)
merupakan pakaian dari mereka”.[16]
disini menunjukan antara suami
istri saling membutuhkan, saling menjaga nama baik, saling tolong-menolong, dan saling menjaga. Sedangkan istri sebagai pendamping suami harus
senantiasa ta’at kepada suami (dalam perkara yang ma’ruf), senantiasa
menyenangkan suami, menjaga kepribadian suami, menjaga harta suami, dan menjaga
diri demi suami. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw, “sebaik-baik wanita
adalah wanita yang apabila kamu melihatnya selalu menyenangkan, dan apabila
kamu memerintahkan (sesuatu) kepadanya selalu ta’at, dan apabila kamu sedang
pergi padanya, ia menjaga untukmu terhadap hartamu dan terhadap dirinya
sendiri.” HR Abu Hurairah.[17]
Allah swt dalam QS. Al Baqarah yang artinya, “mereka (para istri) merupakan pakaian
bagimu sedangkan kalian (suami)
merupakan pakaian dari mereka”.[16]
disini menunjukan antara suami
istri saling membutuhkan, saling menjaga nama baik, saling tolong-menolong, dan saling menjaga. Sedangkan istri sebagai pendamping suami harus
senantiasa ta’at kepada suami (dalam perkara yang ma’ruf), senantiasa
menyenangkan suami, menjaga kepribadian suami, menjaga harta suami, dan menjaga
diri demi suami. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw, “sebaik-baik wanita
adalah wanita yang apabila kamu melihatnya selalu menyenangkan, dan apabila
kamu memerintahkan (sesuatu) kepadanya selalu ta’at, dan apabila kamu sedang
pergi padanya, ia menjaga untukmu terhadap hartamu dan terhadap dirinya
sendiri.” HR Abu Hurairah.[17]
b)
Istri Sebagai Ibu Rumah Tangga
Istri Sebagai Ibu Rumah Tangga
Pada dasarnya tanggung jawab yang besar dalam rumah tangga adalah
laki-laki (suami) namun, karena tanggung jawab yang begitu besar untuk memenuhi
kebutuhan suami bekerja di luar rumah, sehingga urusan yang ada dalam rumah
tangga dikerjakan para istri. Disabdakan Rasulullah saw “wanita adalah pemimpin
di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya
itu.” Di sinilah seorang istri menjadi ibu rumah tangga, menjaga kebersihan
rumah, menyiapkan makanan, merawat dan mendidik anak-anak dan lain-lain. Wanita
yang sholehah akan menjaga seluruh keluarganya agar menjadi pribadi yang ta’at
beragama, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dari kehidupan rumah tangga yang
merupakan cermin kehidupan bernegara yang paling kecil akan terbentuk
masyarakat yang baik, yang menjadi generasi revolusioner.
laki-laki (suami) namun, karena tanggung jawab yang begitu besar untuk memenuhi
kebutuhan suami bekerja di luar rumah, sehingga urusan yang ada dalam rumah
tangga dikerjakan para istri. Disabdakan Rasulullah saw “wanita adalah pemimpin
di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya
itu.” Di sinilah seorang istri menjadi ibu rumah tangga, menjaga kebersihan
rumah, menyiapkan makanan, merawat dan mendidik anak-anak dan lain-lain. Wanita
yang sholehah akan menjaga seluruh keluarganya agar menjadi pribadi yang ta’at
beragama, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dari kehidupan rumah tangga yang
merupakan cermin kehidupan bernegara yang paling kecil akan terbentuk
masyarakat yang baik, yang menjadi generasi revolusioner.
c)
Istri Sebagai pendidik
Istri Sebagai pendidik
Sudah menjadi tradisi di
masyarakat kita, peran wanita (istri) punya pengaruh besar terhadap orang
sekitarnya yakni suami, anak, seluruh anggota keluarga, sahabat, dan lain-lain
dalam rumah tangganya, terutama seorang ibu sebagai pencetak generasi bangsa.
Mereka akan mencetak generasi yang sholeh-sholehah manakala mereka merupakan
wanita yang sholehah. Wanita yang
sholehah adalah guru terbaik bagi anak-anaknya. Dialah yang paling
memperhatikan tingkah laku anak-anaknya, sehingga dia mampu mendidik dan
meluruskan nanak-anaknya sedini mungkin.
masyarakat kita, peran wanita (istri) punya pengaruh besar terhadap orang
sekitarnya yakni suami, anak, seluruh anggota keluarga, sahabat, dan lain-lain
dalam rumah tangganya, terutama seorang ibu sebagai pencetak generasi bangsa.
Mereka akan mencetak generasi yang sholeh-sholehah manakala mereka merupakan
wanita yang sholehah. Wanita yang
sholehah adalah guru terbaik bagi anak-anaknya. Dialah yang paling
memperhatikan tingkah laku anak-anaknya, sehingga dia mampu mendidik dan
meluruskan nanak-anaknya sedini mungkin.
Manusia tak ubahnya seperti pepohonan, ingin meluruskan sebuah
pohon, maka batang pohon itu harus diluruskan sejak kecil, sebab waktu itu
batangnya masih lunak dan sanggup mengikuti kemauan pemiliknya. Demikian juga
halnya mendidik anak menjadi sholih-sholihah, agar anak menjadi pribadi yang
baik maka harus dididik dan diarahkan sedini mungkin, dan disinilah peran
wanita sangat berpengaruh. Sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, wanita harus
mampu menjadi tauladan yang baik dan mampu membentuk keluarga yang sholih,
sehingga dari keluarga yang sholih akan terbangun masyarakat yang sholih,
bahkan menjadi bangsa yang berkarakter.
pohon, maka batang pohon itu harus diluruskan sejak kecil, sebab waktu itu
batangnya masih lunak dan sanggup mengikuti kemauan pemiliknya. Demikian juga
halnya mendidik anak menjadi sholih-sholihah, agar anak menjadi pribadi yang
baik maka harus dididik dan diarahkan sedini mungkin, dan disinilah peran
wanita sangat berpengaruh. Sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, wanita harus
mampu menjadi tauladan yang baik dan mampu membentuk keluarga yang sholih,
sehingga dari keluarga yang sholih akan terbangun masyarakat yang sholih,
bahkan menjadi bangsa yang berkarakter.
Secara tidak langsung, wanita yang mendidik putra-putrinya dengan
baik telah ambil bagian secara aktif dalam rangka mendorong terbentuknya
kader-kader sumber daya yang unggul dan berakhlakul karimah, memiliki
intregitas, serta karakter dan jati diri bangsa sebagai umat yang Berketuhanan
Yang Maha Esa. Disamping itu, wanita juga diharapkan memiliki kepedulian
perhadap keberadaan kaumnya, sebagaimana perkataan ahlul hikmah bahwa wanita
adalah tiangnya Negara, jika kaum negaranya baik, maka baik pula suatu Negara,
dan jika kaum wanitanya rusak, maka rusak pula Negara tersebut.
baik telah ambil bagian secara aktif dalam rangka mendorong terbentuknya
kader-kader sumber daya yang unggul dan berakhlakul karimah, memiliki
intregitas, serta karakter dan jati diri bangsa sebagai umat yang Berketuhanan
Yang Maha Esa. Disamping itu, wanita juga diharapkan memiliki kepedulian
perhadap keberadaan kaumnya, sebagaimana perkataan ahlul hikmah bahwa wanita
adalah tiangnya Negara, jika kaum negaranya baik, maka baik pula suatu Negara,
dan jika kaum wanitanya rusak, maka rusak pula Negara tersebut.
d)
Istri sebagai anggota
masyarakat
Istri sebagai anggota
masyarakat
Saat istri berperan sebagai anggota masyarakat, maka ia harus ikut
bertanggung jawab terhadap baik-buruknya masyarakat, baik dikalangan suami
bekerja, masyarakat dikalangan ia bekerja, serta mesyarakay sekeliling tempat
tinggalnya. Wanita harus ikut peduli pada keadaan masyarakat, meski hanya
masyarakat terkecil dalam rumah tangga. Hal ini karena mengingat sabda
Rasulullah SAW, “ bukan termasuk golonganku orang yang tidak memikirkan atau
peduli terhadap persoalan kaum muslimin”
bertanggung jawab terhadap baik-buruknya masyarakat, baik dikalangan suami
bekerja, masyarakat dikalangan ia bekerja, serta mesyarakay sekeliling tempat
tinggalnya. Wanita harus ikut peduli pada keadaan masyarakat, meski hanya
masyarakat terkecil dalam rumah tangga. Hal ini karena mengingat sabda
Rasulullah SAW, “ bukan termasuk golonganku orang yang tidak memikirkan atau
peduli terhadap persoalan kaum muslimin”
Yang dimaksud persoalan kaum muslimin disinilebih dikhususkan pada
urusan agama mereka dan mengenai hubungan mereka dengan Allah Swt. Sebagai
wanita yang shalihah. Istri harus selalu memperhatikan urusan agama umat,
terutama dari kaumnya sendiri. Yakni bagaimana caranya mengajak mereka agar
mereka senantiasa sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw. Jadi, dalam hal ini istri harus ikut andil dalam amar ma’ruf
nahi munkar, yakni mengajak pada masyarakat sekitar untuk senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah swt, baik melalui teladan dari hauliyahnya sehari-hari,
melalui anak-anak yang dididiknya menjadi insane yang shalih-shalihah, terjun
secara langsung dengan berdakwah, atau bahkan hanya sekedar dengan do’a. yang
penting selalu berusaha peduli dengan urusan umat yang semakin memprihatinkan
ini. Dengan begitu, ia mampu menjadi tiang agama dan tiang Negara yang baik
sekaligus menjadi hamba Allah yang ta’at, bahkan dalam kondisi akhir zaman yang
serba memprihatinkan ini.
urusan agama mereka dan mengenai hubungan mereka dengan Allah Swt. Sebagai
wanita yang shalihah. Istri harus selalu memperhatikan urusan agama umat,
terutama dari kaumnya sendiri. Yakni bagaimana caranya mengajak mereka agar
mereka senantiasa sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw. Jadi, dalam hal ini istri harus ikut andil dalam amar ma’ruf
nahi munkar, yakni mengajak pada masyarakat sekitar untuk senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah swt, baik melalui teladan dari hauliyahnya sehari-hari,
melalui anak-anak yang dididiknya menjadi insane yang shalih-shalihah, terjun
secara langsung dengan berdakwah, atau bahkan hanya sekedar dengan do’a. yang
penting selalu berusaha peduli dengan urusan umat yang semakin memprihatinkan
ini. Dengan begitu, ia mampu menjadi tiang agama dan tiang Negara yang baik
sekaligus menjadi hamba Allah yang ta’at, bahkan dalam kondisi akhir zaman yang
serba memprihatinkan ini.
4.
Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah
Membangun Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah
Tujuan membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup.
Hampir seluruh budaya bangsa menempatkan kehidupan rumah tangga adalah sebagai
barometer kebahagiaan, meskipun karir mereka sukses di luar rumah tetapi
gagal/berantakan dalam membangun rumah tangga yang kokoh dan sejahtera, maka
tetaplah dipandang orang tak beruntung dan akan tercermin pula di wajahnya
tidak bahagia.
Hampir seluruh budaya bangsa menempatkan kehidupan rumah tangga adalah sebagai
barometer kebahagiaan, meskipun karir mereka sukses di luar rumah tetapi
gagal/berantakan dalam membangun rumah tangga yang kokoh dan sejahtera, maka
tetaplah dipandang orang tak beruntung dan akan tercermin pula di wajahnya
tidak bahagia.
Menikah bukan perkara sulit, akan tetapi
membina/membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah bukan pekerjaan mudah,
sebab orang membangun butuh maket yang bisa didiskusikan dan diubah sesuai
dengan konsep pikiran yang akan dituangkan dalam wujud bangunan itu.
membina/membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah bukan pekerjaan mudah,
sebab orang membangun butuh maket yang bisa didiskusikan dan diubah sesuai
dengan konsep pikiran yang akan dituangkan dalam wujud bangunan itu.
Konsep tersebut bisa murni pemikiran
manusia, bisa juga merupakan suatu tafsir dari suatu ajaran kitab suci.Hadrotus
Syaikh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma’roef memberikan substansi materi tuntunan
pokok, sebagai jembatan supaya manusia dalam menjalankan tugas pokok pengabdian
kepada Allah diberikan kemudahan yaitu dengan ajaran wahidiyah.
manusia, bisa juga merupakan suatu tafsir dari suatu ajaran kitab suci.Hadrotus
Syaikh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma’roef memberikan substansi materi tuntunan
pokok, sebagai jembatan supaya manusia dalam menjalankan tugas pokok pengabdian
kepada Allah diberikan kemudahan yaitu dengan ajaran wahidiyah.
Ajaran wahidiyah adalah bimbingan praktis
lahiriyah dan bathiniyah berpedoman pada AlQur’an dan hadits dalam melaksanakan
tuntunan Rasulullah saw meliputi bidang iman, bidang Islam, bidang ihsan,
mencakup segi syari’ah, segi hakikat, dan segi akhlak[18].
Di samping mengamalkan shalawat wahidiyah supaya melatih hati untuk menerapkan
ajaran wahidiyah yaitu secara garis besar dirumuskan dalam lillah-billah,
lirrasul-birrasul, yu’ti kulladzii haqqin haqqah, taqdimul aham fal aham
tsummal anfa’ fal anfa’.
lahiriyah dan bathiniyah berpedoman pada AlQur’an dan hadits dalam melaksanakan
tuntunan Rasulullah saw meliputi bidang iman, bidang Islam, bidang ihsan,
mencakup segi syari’ah, segi hakikat, dan segi akhlak[18].
Di samping mengamalkan shalawat wahidiyah supaya melatih hati untuk menerapkan
ajaran wahidiyah yaitu secara garis besar dirumuskan dalam lillah-billah,
lirrasul-birrasul, yu’ti kulladzii haqqin haqqah, taqdimul aham fal aham
tsummal anfa’ fal anfa’.
a.
LILLAH-BILLAH
LILLAH-BILLAH
Lillah, segala amal perbuatan apa saja, baik yang berhubungan
dengan Allah swt dan Rasulnya saw maupun yang berhubungan dengan masyarakat,
dengan makhluk pada umumnya, baik yang bersifat wajib, sunnah atau mubah
(wenang), asal bukan perbuatan yang merugikan atau bukan perbuatan yang tidak
diridloi Allah, melaksanakannya supaya disertai niat dan tujuan mengabdikan
diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan ikhlas tanpa pamrih (LILLAHI
TA’AALA) “LAILAHA ILLALLAH” (tiada Tuhan selain Allah). “WAMA
KHOLAQTUL-JINNA WAL-INSA ILLA LIYA’BUDUUNI ” (tidak Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku). (QS.
Adz-Dzaariyat:56)
dengan Allah swt dan Rasulnya saw maupun yang berhubungan dengan masyarakat,
dengan makhluk pada umumnya, baik yang bersifat wajib, sunnah atau mubah
(wenang), asal bukan perbuatan yang merugikan atau bukan perbuatan yang tidak
diridloi Allah, melaksanakannya supaya disertai niat dan tujuan mengabdikan
diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan ikhlas tanpa pamrih (LILLAHI
TA’AALA) “LAILAHA ILLALLAH” (tiada Tuhan selain Allah). “WAMA
KHOLAQTUL-JINNA WAL-INSA ILLA LIYA’BUDUUNI ” (tidak Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku). (QS.
Adz-Dzaariyat:56)
Billah, menyadari dan merasa senatiasa kapanpun dan dimanapun
berada, bahwasegala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir batin adalah
ALLAH TUHAN MAHA PENCIPTA yang menciptakan dan menitahkan, jangan sekali-sekali
merasa, lebih-lebih mengaku diri kita memiliki kekuatan dan kemampuan “LAA HAULA
WALAA QUWWATA ILLA BILLAAH” (tiada daya dan kekuatan melainkan atas kehendak
Allah/billah).
berada, bahwasegala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir batin adalah
ALLAH TUHAN MAHA PENCIPTA yang menciptakan dan menitahkan, jangan sekali-sekali
merasa, lebih-lebih mengaku diri kita memiliki kekuatan dan kemampuan “LAA HAULA
WALAA QUWWATA ILLA BILLAAH” (tiada daya dan kekuatan melainkan atas kehendak
Allah/billah).
b.
LIRROSUL-BIROSUL
LIRROSUL-BIROSUL
Lirrosul, disamping menerapkan Billah seperti diatas, dalam segala
tindakan dan perbuatan apa saja, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Allah
SWT dan bukan perbuatan yang merugikan, supaya diniati mengikuti jejak tuntunan
Rosullah saw “YA AYYUHAL –LADZIINA AAMANU ATHII’ULLAHA WA ATHII’URROSUULA WALAA
TUBTHILUU A’MAALAKUM ” (hai orang-orang yang beriman (BILLAH), taatlah
kepada Allah (LILLAH) dan taatlah kepada Rosul (LIRROSUL), dan janganlah
merusak amal-amalmu ). (QS. Muhammad:33)
tindakan dan perbuatan apa saja, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Allah
SWT dan bukan perbuatan yang merugikan, supaya diniati mengikuti jejak tuntunan
Rosullah saw “YA AYYUHAL –LADZIINA AAMANU ATHII’ULLAHA WA ATHII’URROSUULA WALAA
TUBTHILUU A’MAALAKUM ” (hai orang-orang yang beriman (BILLAH), taatlah
kepada Allah (LILLAH) dan taatlah kepada Rosul (LIRROSUL), dan janganlah
merusak amal-amalmu ). (QS. Muhammad:33)
Birrosul, disamping sadar Billah seperti diatas, supaya juga
menyadari dan merasa bahwa segala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir
bathin (yang diridloi Allah)adalah sebab syafa’at dan jasa Rasulullahsaw,
“WAMAA ARSALNAAKA ILLAA ROHMATAL-LIL ‘AALAMIIN” (Dan tiadalah AKU mengutus Engkau
(Muhammad)melainkan sebagai rohmat bagi seluruh alam)” (QS. AL-Anbiya’:107)
menyadari dan merasa bahwa segala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir
bathin (yang diridloi Allah)adalah sebab syafa’at dan jasa Rasulullahsaw,
“WAMAA ARSALNAAKA ILLAA ROHMATAL-LIL ‘AALAMIIN” (Dan tiadalah AKU mengutus Engkau
(Muhammad)melainkan sebagai rohmat bagi seluruh alam)” (QS. AL-Anbiya’:107)
Penerapan LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL seperti diatas adalah
merupakan realisasi dalam praktek hati dari dua kalimat syahadat “ASYHADU ALLAA
ILAAHA ILLALLOOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR-ROSULULLAH” Shollalloohu alaihi
wasallam.
merupakan realisasi dalam praktek hati dari dua kalimat syahadat “ASYHADU ALLAA
ILAAHA ILLALLOOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR-ROSULULLAH” Shollalloohu alaihi
wasallam.
c.
YUKTI KULLADZII HAQQIN HAQQOH
YUKTI KULLADZII HAQQIN HAQQOH
Mengisi dan memenuhi segala bidang kewajiban, melaksanakan
kewajiban tanpa menuntut hak. Baik kewajiban-kewajiban kepada Allah swt dan
Rosulullah saw, maupun kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan masyarakat
disegala bidang dan terhadap makhluk pada umumnya.
kewajiban tanpa menuntut hak. Baik kewajiban-kewajiban kepada Allah swt dan
Rosulullah saw, maupun kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan masyarakat
disegala bidang dan terhadap makhluk pada umumnya.
d.
TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’ FAL ANFA’
TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’ FAL ANFA’
Didalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut supaya
mendahulukan yang lebih penting (AHAMMU).Jika sama-sama pentingnya,
supaya dipillih yang lebih besar manfaatnya (ANFA’U). Hal-hal yang
berhubungan kapada Allah swt dan Rasulullah saw terutama yang wajib, pada
umumnya harus dipandang AHAMMU (lebih penting). Dan hal-hal yang
manfaatnya dirasakan juga oleh orang lain atau umat dan masyarakat pada umunya
harus dipandang ANFA’U (lebih bermanfaat).
mendahulukan yang lebih penting (AHAMMU).Jika sama-sama pentingnya,
supaya dipillih yang lebih besar manfaatnya (ANFA’U). Hal-hal yang
berhubungan kapada Allah swt dan Rasulullah saw terutama yang wajib, pada
umumnya harus dipandang AHAMMU (lebih penting). Dan hal-hal yang
manfaatnya dirasakan juga oleh orang lain atau umat dan masyarakat pada umunya
harus dipandang ANFA’U (lebih bermanfaat).
Di dalam rumah tangga ketika
orang selalu mengetrapkan ajaran wahidiyah, insyaallah rumah tangganya aman,
damai, dan sejahtera sehingga bisa terbina menjadi rumah tangga sakinah
mawaddah warahmah.
orang selalu mengetrapkan ajaran wahidiyah, insyaallah rumah tangganya aman,
damai, dan sejahtera sehingga bisa terbina menjadi rumah tangga sakinah
mawaddah warahmah.
5.
Kesimpulan
Kesimpulan
Sesunguhnya kekacauan jiwa lebih mematikan dari
pada sakit jasmani. Sedangkan orang-orang modern cenderung mudah kacau jiwanya,
bahkan dinegara kita ditemukan kampung orang gila (gangguan jiwa). Rasulullah saw
bersabda yang telah diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, “tidaklah
Allah swt menurunkan suatu penyakit melainkan Ia juga menurunkan obatnya.”
Untuk menjaga kesehatan rohani hadrotus syaikh Romo KH Abdul Madjid Ma’roef
mengijazahkan sholawat Wahidiyah serta ajaran Wahidiyah sehingga hatinya
bersih, jiwanya tenang, serta dalam menjalankan tugas sehari-hari antara suami
istri selalu didasari Lillah-Billah, Lirrosul-Birrosul, yu’ti kulla dzi
haqqin haqqoh, taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.
pada sakit jasmani. Sedangkan orang-orang modern cenderung mudah kacau jiwanya,
bahkan dinegara kita ditemukan kampung orang gila (gangguan jiwa). Rasulullah saw
bersabda yang telah diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, “tidaklah
Allah swt menurunkan suatu penyakit melainkan Ia juga menurunkan obatnya.”
Untuk menjaga kesehatan rohani hadrotus syaikh Romo KH Abdul Madjid Ma’roef
mengijazahkan sholawat Wahidiyah serta ajaran Wahidiyah sehingga hatinya
bersih, jiwanya tenang, serta dalam menjalankan tugas sehari-hari antara suami
istri selalu didasari Lillah-Billah, Lirrosul-Birrosul, yu’ti kulla dzi
haqqin haqqoh, taqdimul aham fal aham tsummal anfa’ fal anfa’.
Dengan hati bersih dan jiwa tenang orang
diberi kemudahan dalam menjalankan tugas pokoknya yaitu mengabdi kepada Allah
swt. Akhirnya Allah memberikan kemudahan dalam membina rumah tangga sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Aamiin.
diberi kemudahan dalam menjalankan tugas pokoknya yaitu mengabdi kepada Allah
swt. Akhirnya Allah memberikan kemudahan dalam membina rumah tangga sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Aamiin.
Cukup sekian makalah yang sangat sederhana, mudah-mudahan
diridloi oleh Allah swt wa Rasulihi
saw.
Semoga para wanitanya menjadi wanita yang shalihah yang mampu menjadi pilar
penyangga bangsa dan Negara yang kokoh, sehingga dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya umat dan masyarakat jami’al ’alamin berbondong-bondong
sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw, khususnya bangsa Indonesia, agar
segera terwujud menjadi bangsa yang berkarakter,dan Allah menjadikan baldatun
thoyyibatun wa Robbun ghofur.
diridloi oleh Allah swt wa Rasulihi
saw.
Semoga para wanitanya menjadi wanita yang shalihah yang mampu menjadi pilar
penyangga bangsa dan Negara yang kokoh, sehingga dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya umat dan masyarakat jami’al ’alamin berbondong-bondong
sadar fafirru ilallah wa Rasulihi saw, khususnya bangsa Indonesia, agar
segera terwujud menjadi bangsa yang berkarakter,dan Allah menjadikan baldatun
thoyyibatun wa Robbun ghofur.
[2] Aidh bin Abdullah al-Qarni. Tips Menjadi Wanita Paling Bahagia. Hal
67
67
[3] Moh Ruhan Sanusi. 2006 . Kuliah Wahidiyah. Jombang: DPP PSW.
Hal 123
Hal 123
[4] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 120
[5] Uwes al-Qarni. 60 Penyakit Hati. Hal 3
[6] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 120-122
[7] Departemen Agama RI. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemah.
Jakarta: J-Art. Hal
Jakarta: J-Art. Hal
[8] Al-Ghozali. Ihya’u ‘Ulumi ad-Din Juz Tsani. Sangkapura:
al-Haramain. Sh 360
al-Haramain. Sh 360
[9] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 359
[10] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 334
[11] Al-Ghozali. Ihya’u….. Sh 327
[12] Al-Ghozali. Ihya’u…. Sh 185
[13] Uwes al-Qarni. 60 Penyakit Hati. Hal 66-70
[14] Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 55
[15] Achmad Mubarak. Psikologi Keluarga. 2009. Jakarta: Wahana
Aksara Prima. Hal 148-149
Aksara Prima. Hal 148-149
[16] Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: J-Art.
Hal
Hal
[17] Dikutip dari makalah K Muhibbin, Kuliah Wahidiyah Solusi Terbaik
Untuk Membina Wanita Sholihah Sebagai Tiang Agama Dan Negara.
Untuk Membina Wanita Sholihah Sebagai Tiang Agama Dan Negara.
[18]Moh Ruhan Sanusi. Kuliah Wahidiyah….. Hal 104
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.