Tafsir

Kajian Tafsir Surat Yasin


KAJIAN TAFSIR SURAT YAASIN

Surat Yaasin adalah Makkiyyah. Maksudnya, surat tersebut diturunkan saat periode sebelum Hijrah.

Pembagian surat menjadi Makkiyah dan Madaniyyah adalah berdasarkan periode, bukan berdasarkan tempat turunnya ayat. Jika diturunkan di masa sebelum hijrah, maka itu adalah Makkiyah. Jika diturunkan setelah hijrah, maka itu adalah surat Madaniyyah.

Salah satu ciri khas surat-surat Makkiyyah adalah pada uslub (gaya penyampaian) yang lebih kuat dan lebih fasih dengan ketinggian bahasa, karena yang dihadapi adalah orang-orang kafir (para penentang) asli Arab. Berbeda dengan ayat-ayat dalam surat Madaniyyah yang bahasanya tidak demikian, karena yang diajak bicara adalah orang-orang beriman atau Ahlul Kitab yang tidak perlu diajak bicara dengan gaya penyampaian seperti pada orang-orang Arab asli yang menentang.

Tafsir Surat Yaasin ini kebanyakan kami sarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam salah satu pelajaran beliau, penjelasan Tafsir al-Jalaalain pada Surat Yaasin. Sebagian lagi dirangkum dan diringkas dari beberapa tafsir Ulama seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir atThobary, Tafsir al-Baghowy, Tafsir alQurthuby, Fathul Qodiir, Tafsir as-Sa’di, dan Tafsir al-Muyassar. Pemberian arti kalimat lebih banyak berpatokan pada Tafsir al-Muyassar.

–Ayat Ke-1 Surat Yaasin

يس

Kata Yaasiin adalah gabungan huruf ya’ dan sin dalam abjad Arab. Sama seperti beberapa awalan dalam surat lain yang diawali dengan gabungan beberapa huruf yang terpotong, seperti الم , حم, كهيعص dan semisalnya.

Pendapat yang rajih (lebih kuat), seperti yang dipilih oleh Syaikh Ibn Utsaimin bahwa kata Yaasin dalam bahasa Arab tidaklah memiliki makna. Fungsi penyebutan huruf-huruf terpotong di awal surat-surat al-Quran adalah untuk menantang bangsa Arab pada waktu itu yang pandai menggubah syair-syair yang indah, bahwa sesungguhnya al-Quran tidaklah tersusun dari huruf-huruf yang baru, tapi ia tersusun dari untaian kalimat yang huruf-hurufnya juga kalian gunakan. Ia tersusun dari huruf-huruf seperti ya’ dan sin, alif-lam-dan miim. Sama persis dengan yang kalian gunakan dalam percakapan kalian. Maka mampukah kalian menggubah suatu surat yang sama dengan al-Quran? Ternyata tidak mampu.

Jika kita perhatikan, hampir seluruh surat yang didahului oleh huruf-huruf terpotong tersebut setelahnya akan menyebutkan tentang al-Quran. Demikian yang dijelaskan oleh sebagian Ulama’, di antaranya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah (salah seorang guru Ahli Tafsir, Ibnu Katsir rahimahullah).

–Ayat Ke-2 Surat Yaasin

وَالْقُرْآَنِ الْحَكِيمِ (2)

Arti kalimat: Demi al-Quran yang al-hakiim

Allah bersumpah dengan al-Quran yang memiliki sifat al-hakiim.

Apa yang dimaksud dengan al-Hakiim? Syaikh Ibn Utsaimin mengisyaratkan adanya 3 unsur utama dalam kata hakiim, yaitu hukum, ihkaam, dan hikmah.

Pertama, al-Quran adalah sebagai sumber hukum. Ia menjadi hakim yang memutuskan perkara jika ada perselisihan.

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu hal, maka kembalikan kepada Allah (al-Quran) dan kepada Rasul (haditsnya), jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik dan akibatnya lebih baik (Q.S anNisaa’ ayat 59).

Kedua, mengandung makna ihkaam, yaitu pengokohan dan penyempurnaan.

Al-Quran dikokohkan dan dijadikan sempurna oleh Allah, sehingga tidak ada ayat dalam al-Quran yang bertentangan satu sama lain. Khabar-khabar dalam al-Quran adalah haq (benar dan jujur), hukum-hukumnya adil.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

Tidakkah mereka mentadabburi (memikirkan dan menghayati) al-Quran? Kalau seandainya al-Quran berasal dari selain Allah, niscaya mereka akan dapati di dalamnya pertentangan yang banyak (Q.S anNisaa’ ayat 82).

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا

Dan telah sempurna kalimat Tuhan kalian dalam hal kebenaran dan keadilan (Q.S al-An’aam ayat 115)

Orang yang berpegang teguh dengan al-Quran, akan dikokohkan dan dikuatkan.

Ketiga, mengandung makna hikmah. Hikmah adalah menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Hukum dalam al-Quran itu adil, sesuai dengan fitrah dan akal yang sehat. Secara global, akal akan menerima penjelasan dalam al-Quran.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan makna bahwa al-Quran adalah hikmah: meletakkan perintah dan larangan yang tepat dan sesuai, meletakkan balasan kebaikan dan balasan keburukan secara tepat dan sesuai.

–Ayat Ke-3 Surat Yaasiin

إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (3)

Arti Kalimat: Sungguh engkau (wahai Muhammad) termasuk Rasul yang diutus

Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah Rasul. Kalimat pada ayat ke-3 ini nampak jelas adanya 3 penguatan/ penegasan, yaitu (i) huruf inna, (ii) huruf lam taukid, (iii) sumpah pada ayat sebelumnya.

Ayat ini adalah bantahan bagi kaum kafir Quraisy yang mengingkari dan mendustakan bahwa Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah seorang Rasul.

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلًا

Dan orang-orang kafir berkata: engkau (wahai Muhammad) bukanlah Rasul…(Q.S arRa’d ayat 43)

–Ayat Ke-4 Surat Yaasin

عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (4)

Arti Kalimat: berada di atas jalan yang lurus

Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam berada di atas jalan yang lurus.

 Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan bahwa beliau adalah pemberi petunjuk ke jalan yang lurus.

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

dan sesungguhnya engkau adalah benar-benar pemberi petunjuk (penjelasan) menuju jalan yang lurus (Q.S asy-Syuuro ayat 52).

Maka Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam berada di atas jalan yang lurus, sekaligus beliau adalah pemberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Dalam setiap sholatnya, orang yang beriman selalu meminta diberi petunjuk ke jalan yang lurus. Maka ikutilah Sunnah Nabi (perbuatan, ucapan, dan persetujuan beliau), karena sesungguhnya itu akan mengantarkan kepada jalan yang lurus.

Jangan beribadah kepada Allah kecuali dengan petunjuk dan teladan yang dibimbing oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Jangan mengada-adakan sesuatu yang baru dalam Dien ini (bid’ah/ Ahwaa’), karena itu akan menyimpangkan kita dari jalan yang lurus tersebut.

Abul ‘Aaliyah –seorang tabi’i- rahimahullah menyatakan:

تَعَلَّمُوا اْلإِسْلَامَ فَإِذَا تَعَلَّمْتُوُهُ فَلاَ تَرْغَبُوْا عَنْهُ وَعَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ فَإِنَّهُ الْإِسْلاَم وَلاَ تُحَرِّفُوا اْلِإسْلَامَ يَمِيْنًا وَلَا شِمَالًا وَعَلَيْكُمْ بِسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ وَالَّذِي كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ وَإِيَّاكُمْ وَهَذِهِ الْأَهْوَاءَ الَّتِي تُلْقِي بَيْنَ النَّاسِ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ

Pelajarilah Islam. Jika kalian telah mempelajarinya janganlah membencinya. Hendaknya kalian berada di atas jalan yang lurus, yaitu Islam. Jangan menyimpang dari Islam ke kanan atau ke kiri. Wajib bagi kalian (berpegang) dengan Sunnah Nabi kalian yang diamalkan oleh para Sahabat beliau. Hati-hati kalian jauhilah hawa nafsu ini (kebid’ahan) yang akan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia (diriwayatkan oleh al-Laalikaai dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jamaah(1/56), Ibnu Wadhdhoh dalam al-Bida’, al-Ajurriy dalam asy-Syari’ah, al-Marwaziy dalam as-Sunnah).

Ayat Ke-6 Surat Yaasin

لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آَبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ (6)

Arti Kalimat: “Agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang ayah-ayah mereka tidak mendapat peringatan (sebelumnya) sehingga mereka lalai”

Allah turunkan al-Quran dan mengutus Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam agar memberi peringatan kepada kaumnya, yaitu bangsa Arab yang sudah sangat lama tidak mendapatkan nasehat, ilmu, dan peringatan-peringatan sejak Nabi Ismail ‘alaihissalam. Karena sudah sedemikian lamanya masa (perkiraan lebih dari 2000 tahun) sejak meninggal Nabi Ismail hingga diutusnya Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Sehingga ajaran Nabi Ismail sudah banyak mereka ubah, bercampur baur dengan penyimpangan-penyimpangan dan kesyirikan. Orang-orang Arab pada waktu itu mengenal Allah, bahkan tidak jarang di antara mereka yang bersumpah dengan atas nama Allah, mereka juga berhaji dan menyembah Allah, namun persembahan ibadah mereka itu tidak murni hanya untuk Allah semata, tapi juga dibagi (diserikatkan) dan ditujukan juga ke berhala-berhala yang mereka agungkan dengan tujuan untuk mendekatkan diri mereka atau memberi syafaat di sisi Allah.

Ayat ini semakna dengan ayat lain dalam al-Quran :

…لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

…agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang sebelummu tidak ada pemberi peringatan yang datang kepada mereka, agar mereka menjadi ingat (Q.S al-Qoshosh ayat 46)

…لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

…agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang sebelummu tidak ada pemberi peringatan yang datang kepada mereka, agar mereka mendapatkan petunjuk (Q.S al-Qoshosh ayat 46)

Pada ayat ke-6 surat Yaasin ini Allah menjelaskan bahwa karena lamanya kaum Arab tidak mendapat peringatan, mereka kemudian menjadi lalai (fa hum ghofiluun). Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa seseorang akan terjatuh dalam sikap lalai, lupa, dan menyimpang jika lama tidak ada yang mengingatkan dengan peringatan dalam al-Quran dan hadits-hadits Nabi. Semakin jauh dan lama seseorang dari majelis ilmu Ahlussunnah dan kajian-kajian melalui audio atau tulisan, maka ia akan semakin lalai dan mudah terperosok dalam pelanggaran-pelanggaran syar’i.

Jika ada yang bertanya setelah memahami kandungan makna ayat ini: “Apakah Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam hanya diutus kepada bangsa Arab saja?” Diperjelas dalam ayat lain bahwa beliau diutus kepada seluruh manusia:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian seluruhnya…(Q.S al-A’raaf: 158)

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

Maha Suci (Allah) Yang menurunkan al-Furqon kepada hambaNya untuk menjadi peringatan bagi seluruh alam (Q.S al-Furqon ayat 1)

Ayat ke-7 Surat Yaasin

لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Arti Kalimat: Sungguh telah berlaku ketetapan adzab bagi kebanyakan mereka, sehingga mereka tidak beriman

Allah telah menakdirkan dalam catatan Lauhul Mahfudzh bahwa kebanyakan orang-orang kafir Quraisy itu tidak akan beriman. Hal ini dijelaskan dalam banyak penjelasan Ulama’ Tafsir seperti Ibnu Jarir atThobary, al-Qurthuby, dan yang lain.

Allah Maha Mengetahui bahwa kebanyakan mereka tidak akan beriman, meski banyak dan berlimpah bukti maupun tanda-tanda yang disampaikan. Allah tidak memberi hidayah kepada mereka. Allah Maha Mengetahui siapa saja yang berhak untuk mendapatkan hidayah, dan siapa yang berhak untuk disesatkan. Siapa saja yang mendapatkan hidayah, maka dia mendapatkan hidayah karena fadhilah (kelebihan kebaikan) dari Allah.

Siapa saja yang tidak mendapatkan hidayah, maka ia memang berhak untuk tidak mendapat hidayah, dengan keadilan Allah. Allah tidak akan pernah sedikitpun salah dalam memberikan hidayah kepada yang tidak berhak.

…إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan Dia Paling Mengetahui siapa yang (berhak) mendapatkan hidayah (Q.S anNajm ayat 30)

Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menyatakan: Allah Azza Wa Jalla melihat ke hati para hamba. Barangsiapa yang berhak mendapatkan hidayah, Allah akan beri hidayah kepadanya. Barangsiapa yang tidak layak mendapatkannya, Allah tidak memberi hidayah kepadanya.

Allah melihat ke hati para hamba. Sebagaimana Allah memilih siapa yang terbaik hatinya untuk menjadi Rasul dan siapa yang terbaik hatinya untuk menjadi para Sahabat Rasul. Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menyatakan:

إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ

Sesungguhnya Allah melihat pada hati para hamba. Kemudian Dia mendapati hati Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah hati terbaik di antara hambaNya. Maka Allah pilih untuk DiriNya, Allah utus beliau dengan risalahNya. Kemudian Allah melihat pada hati para hamba (yang lain) setelah hati (Nabi) Muhammad. Allah mendapati hati para Sahabatnya adalah sebaik-baik hati para hambaNya. Maka Allah jadikan mereka sebagai menteri (penolong) Nabinya, yang berperang di atas agamaNya. Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin (para Sahabat Nabi) sebagai kebaikan, maka itu adalah kebaikan di sisi Allah, dan apa yang mereka lihat sebagai keburukan, maka itu buruk di sisi Allah (H.R Ahmad no 3600, alBazzar no 1816 dihasankan oleh Syaikh al-Albany)

Karena hidayah taufiq satu-satunya di Tangan Allah, maka wajib bagi kita untuk ikhlas, bertawakkal dan tunduk sepenuhnya hanya kepada Allah memohon hidayah dan kekokohan di atas hidayah, karena Dialah Pemilik satu-satunya.

Allah menakdirkan sesuatu, dan juga menakdirkan penyebab-penyebab ke arah sesuatu. Allah menakdirkan suatu pihak dapat petunjuk dan Allah menakdirkan penyebab-penyebab pihak tersebut bisa mendapatkan petunjuk.

Allah telah memberikan penjelasan-penjelasan yang gamblang tentang jalan-jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan petunjuk, dan juga menjelaskan hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang menyimpang dari jalanNya.

Allah akan menolong dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang berjuang di jalanNya.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjuang di (jalan) Kami, sungguh Kami akan beri petunjuk pada jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan)(Q.S al-Ankabuut ayat 69).

Mengikuti jalannya para Sahabat Nabi yang beriman bersama Nabi, akan menjadi penyebab mendapatkan petunjuk.

فَإِنْ آَمَنُوا بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا…

Jika mereka beriman sebagaimana iman kalian (wahai para Sahabat Nabi), maka sungguh mereka akan mendapatkan petunjuk (Q.S al-Baqoroh ayat 137).

Sebaliknya, bagi orang yang suka menyimpang, Allah akan simpangkan hatinya, sebagai balasan baginya.

…فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِين

Ketika mereka menyimpang, Allah simpangkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (Q.S as-Shaff ayat 5)

Orang yang memilih menyelisihi jalan Rasul setelah jelas baginya petunjuk, Allah akan palingkan ia semakin jauh dari al-haq, maka ia semakin menyimpang.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menyelisihi Rasul, setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti jalan selain jalan kaum beriman, maka Kami akan palingkan ia (ke arah berpalingnya) dan Kami masukkan ia ke Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali (Q.S anNisaa’ ayat 115)

Ayat ke-7 Surat Yaasin

لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Arti Kalimat: Sungguh telah berlaku ketetapan adzab bagi kebanyakan mereka, sehingga mereka tidak beriman

Allah telah menakdirkan dalam catatan Lauhul Mahfudzh bahwa kebanyakan orang-orang kafir Quraisy itu tidak akan beriman. Hal ini dijelaskan dalam banyak penjelasan Ulama’ Tafsir seperti Ibnu Jarir atThobary, al-Qurthuby, dan yang lain.

Allah Maha Mengetahui bahwa kebanyakan mereka tidak akan beriman, meski banyak dan berlimpah bukti maupun tanda-tanda yang disampaikan. Allah tidak memberi hidayah kepada mereka. Allah Maha Mengetahui siapa saja yang berhak untuk mendapatkan hidayah, dan siapa yang berhak untuk disesatkan. Siapa saja yang mendapatkan hidayah, maka dia mendapatkan hidayah karena fadhilah (kelebihan kebaikan) dari Allah.

Siapa saja yang tidak mendapatkan hidayah, maka ia memang berhak untuk tidak mendapat hidayah, dengan keadilan Allah. Allah tidak akan pernah sedikitpun salah dalam memberikan hidayah kepada yang tidak berhak.

…إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan Dia Paling Mengetahui siapa yang (berhak) mendapatkan hidayah (Q.S anNajm ayat 30)

Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menyatakan: Allah Azza Wa Jalla melihat ke hati para hamba. Barangsiapa yang berhak mendapatkan hidayah, Allah akan beri hidayah kepadanya. Barangsiapa yang tidak layak mendapatkannya, Allah tidak memberi hidayah kepadanya.

Allah melihat ke hati para hamba. Sebagaimana Allah memilih siapa yang terbaik hatinya untuk menjadi Rasul dan siapa yang terbaik hatinya untuk menjadi para Sahabat Rasul. Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menyatakan:

إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ

Sesungguhnya Allah melihat pada hati para hamba. Kemudian Dia mendapati hati Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah hati terbaik di antara hambaNya. Maka Allah pilih untuk DiriNya, Allah utus beliau dengan risalahNya. Kemudian Allah melihat pada hati para hamba (yang lain) setelah hati (Nabi) Muhammad. Allah mendapati hati para Sahabatnya adalah sebaik-baik hati para hambaNya. Maka Allah jadikan mereka sebagai menteri (penolong) Nabinya, yang berperang di atas agamaNya. Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin (para Sahabat Nabi) sebagai kebaikan, maka itu adalah kebaikan di sisi Allah, dan apa yang mereka lihat sebagai keburukan, maka itu buruk di sisi Allah (H.R Ahmad no 3600, alBazzar no 1816 dihasankan oleh Syaikh al-Albany)

Karena hidayah taufiq satu-satunya di Tangan Allah, maka wajib bagi kita untuk ikhlas, bertawakkal dan tunduk sepenuhnya hanya kepada Allah memohon hidayah dan kekokohan di atas hidayah, karena Dialah Pemilik satu-satunya.

Allah menakdirkan sesuatu, dan juga menakdirkan penyebab-penyebab ke arah sesuatu. Allah menakdirkan suatu pihak dapat petunjuk dan Allah menakdirkan penyebab-penyebab pihak tersebut bisa mendapatkan petunjuk.

Allah telah memberikan penjelasan-penjelasan yang gamblang tentang jalan-jalan yang bisa ditempuh untuk mendapatkan petunjuk, dan juga menjelaskan hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang menyimpang dari jalanNya.

Allah akan menolong dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang berjuang di jalanNya.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjuang di (jalan) Kami, sungguh Kami akan beri petunjuk pada jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan)(Q.S al-Ankabuut ayat 69).

Mengikuti jalannya para Sahabat Nabi yang beriman bersama Nabi, akan menjadi penyebab mendapatkan petunjuk.

فَإِنْ آَمَنُوا بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا…

Jika mereka beriman sebagaimana iman kalian (wahai para Sahabat Nabi), maka sungguh mereka akan mendapatkan petunjuk (Q.S al-Baqoroh ayat 137).

Sebaliknya, bagi orang yang suka menyimpang, Allah akan simpangkan hatinya, sebagai balasan baginya.

…فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِين

Ketika mereka menyimpang, Allah simpangkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (Q.S as-Shaff ayat 5)

Orang yang memilih menyelisihi jalan Rasul setelah jelas baginya petunjuk, Allah akan palingkan ia semakin jauh dari al-haq, maka ia semakin menyimpang.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menyelisihi Rasul, setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti jalan selain jalan kaum beriman, maka Kami akan palingkan ia (ke arah berpalingnya) dan Kami masukkan ia ke Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali (Q.S anNisaa’ ayat 115)

Ayat Ke-8 Surat Yaasin

إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ

Arti Kalimat : Sesungguhnya Kami jadikan di leher mereka ada belenggu (hingga tangan mereka terkumpul) di dagu, menyebabkan mereka tengadah (menghadap ke atas)

Allah permisalkan keadaan orang-orang kafir yang menentang dakwah Rasul tersebut bagaikan seseorang yang terbelenggu tangannya terikat bersama leher, menyebabkan wajahnya tengadah ke atas. Mereka tidak mau tunduk kepada kebenaran (keimanan), tidak mau menundukkan wajahnya ke bawah (disarikan dari Tafsir al-Jalalain).

Sesungguhnya kecerdasan akal akan tertutupi oleh perilaku dan perbuatan kekafiran/ kesyirikan. Hal itu bisa membutakan mata hati dan membelenggu seseorang dalam menerima kebenaran. Sebagaimana sebenarnya Ratu Saba’ adalah wanita cerdas, namun ia tumbuh dalam lingkungan kekafiran yang menyebabkan ia terbelenggu tidak segera mengenal dan menerima al-haq sejak dulu. Walaupun akhirnya kemudian beriman.

وَصَدَّهَا مَا كَانَتْ تَعْبُدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنَّهَا كَانَتْ مِنْ قَوْمٍ كَافِرِينَ

Dan sesembahan-sesembahan lain selain Allah telah mencegahnya (untuk menerima al-haq), sesungguhnya ia dulunya termasuk kaum yang kafir (Q.S anNaml ayat 43)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan: …(Ratu Saba’) itu memiliki kecerdasan dan kepintaran dalam membedakan al-haq dengan al-batil, akan tetapi akidah-akidah yang batil melenyapkan penglihatan mata hati (Tafsir as-Sa’di surat anNaml ayat 43).

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa tangan orang-orang kafir itu terbelenggu, menunjukkan mereka tertahan (bakhil) untuk berinfaq di jalan kebaikan. Sebagaimana dalam firman Allah yang lain, Allah melarang seseorang untuk bakhil dan digambarkan sebagai orang yang tangannya terbelenggu.

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا

Dan janganlah engkau menjadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (bakhil), dan jangan pula membentangkan seluas-luasnya (boros- berlebihan dalam infaq), hingga akan menyebabkan engkau duduk tercela lagi lemah/letih (Q.S al-Israa’ ayat 29)

Sebagian qiro’at (bacaan) pada ayat ini adalah mengganti kata a’naaqihim menjadi aymaanihim. Ini adalah qiroah dari Ibnu Mas’ud sebagaimana dijelaskan dalam tafsir atThobary. Namun, an-Nuhhaas menyatakan bahwa itu adalah bacaan penafsiran, sehingga jangan dibaca sebagai qiroah tersendiri yang menyelisihi tulisan dalam mushaf (Tafsir al-Qurthubiy).

Ada sebuah kisah yang juga dinisbatkan sebagai Asbaabun Nuzul ayat-ayat pertama dalam surat Yaasin ini bahwa saat Nabi mengeraskan bacaan al-Quran di dalam masjid, sebagian orang kafir Quraisy merasa marah dan akan berbuat buruk kepada Nabi. Tapi tiba-tiba tangannya terkumpul pada leher dan ia tidak bisa melihat. Maka ia meminta belas kasihan kepada Nabi dan Nabi mendoakan agar ia terlepas dari kondisi itu. Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Dalaailun Nubuwwah, namun riwayat itu lemah karena selain adanya perawi yang majhul (tidak ada yang mentsiqohkan kecuali Ibnu Hibban, yaitu Muhammad bin Abdillah al-Banna’) juga adanya perawi yang matruk (ditinggalkan), yaitu anNadhr al-Khozzaaz. Wallaahu A’lam.

Ayat Ke-9 Surat Yaasin

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ

Arti Kalimat: Dan Kami jadikan di hadapannya ada tabir/penghalang, dan di belakang mereka juga ada tabir, maka Kami tutup mereka sehingga mereka tidak bisa melihat

Dalam membaca ayat ini, ada 2 qiro’ah yang sama-sama boleh, yaitu:

Pertama, dibaca saddan. Fathah pada huruf sin. Inilah yang masyhur, bacaan Hafsh, Hamzah, dan al-Kisaa-i.

Kedua, dibaca suddan. Dhommah pada huruf sin. Sebagaimana dibaca oleh Ahli Qiraah dari Madinah, Bashrah, dan sebagian Kufah.
Dari sisi perbedaan arti, suddan itu artinya penghalang buatan Allah, sedangkan saddan artinya penghalang yang dibuat manusia. (Lihat Tafsir atThobariy dan al-Baghowy).

Di hadapan orang-orang kafir itu seakan-akan ada penghalang dan di depannya juga ada penghalang. Allah tutup penglihatan mereka. Karena adanya penghalang di depan dan di belakang mereka, maka mereka tetap kokoh di tempatnya tidak ke depan dan tidak ke belakang, menunjukkan mereka tidak goyah, berpegang prinsip dalam kekafiran.

Ayat Ke-10 Surat Yaasin

وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Arti Kalimat: Sama saja bagi mereka, apakah engkau beri peringatan kepada mereka atau tidak, mereka tidak beriman.

Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang telah Allah tetapkan berada dalam kekafiran, Allah tutup hatinya, mereka tidak akan pernah beriman meski Nabi memberikan peringatan seperti apapun kepada mereka. Hal ini adalah hiburan untuk Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam agar jangan terlampau bersedih jika mereka tetap tidak beriman setelah berulang kali disampaikan peringatan. Karena Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam merasa sangat bersedih jika setelah didakwahi manusia tetap tidak mau menerima atau tidak mendapatkan hidayah.

وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ

Dan kebanyakan manusia (tidak beriman) meski engkau sangat bersemangat agar mereka beriman (Q.S Yusuf ayat 103)

أَفَمَنْ حَقَّ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذَابِ أَفَأَنْتَ تُنْقِذُ مَنْ فِي النَّارِ

Apakah orang yang sudah mendapat ketetapan adzab (tidak akan beriman), apakah engkau mampu menyelamatkannya dari anNaar ? (Tentu tidak)(Q.S az-Zumar ayat 19)

Artinya, bersemangatlah untuk terus berdakwah karena kita tidak tahu siapakah yang ditakdirkan Allah akan mendapat hidayah, dan siapakah yang telah ditetapkan tidak akan mendapatkan hidayah. Namun, jika telah berupaya maksimal dan akhirnya orang itu meninggal dalam kekafiran, jangan terlampau bersedih. Bagi orang yang sudah ditetapkan takdir kekafiran dan Allah tutup hatinya, tidak akan bermanfaat peringatan seperti apapun.

Ayat Ke-11 Surat Yaasin

إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ

Arti Kalimat: Peringatanmu hanyalah akan bermanfaat kepada orang yang mengikuti adz-Dzikr (al-Quran) dan takut kepada arRahmaan (Allah) dalam keadaan ghaib (kesendirian, tidak ada yang melihatnya kecuali hanya Allah), maka berikanlah kabar gembira kepadanya berupa ampunan dan pahala yang mulya (Jannah)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang akan menerima manfaat dari penyampaian al-Quran adalah 2 orang, yaitu:

Pertama, mau mengikuti al-Quran (adz-Dzikr). Mau mengamalkan ilmu yang ia dapatkan dari al-Quran.

Kedua, takut kepada Allah dalam kesendirian. Saat tidak ada orang lain yang melihatnya, ia tidak mau berbuat dosa karena ia yakin Allah Maha Melihat dan Mengetahui semua perbuatannya. Allah menyebut diriNya sebagai arRahmaan (Yang Maha Melimpahkan Kasih Sayang) dalam ayat ini, karena semakin besar takut seseorang kepada Allah, semakin besar kasih sayang Allah terlimpah kepadanya.

Jika seseorang takut kepada Allah secara hakiki, ia akan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Maka dalam kondisi demikian, ia telah melapangkan Kasih Sayang (rahmat) Allah tercurah untuknya.

Orang-orang yang semacam ini akan mendapatkan ampunan dan Jannah (Surga). Dia akan mendapatkan perlindungan dari sesuatu yang dia takutkan (ampunan dari dosa) dan akan mendapatkan sesuatu yang dia inginkan (Jannah).

Jannah disebut sebagai ajrun kariim (balasan/pahala yang mulya), karena mengandung 3 hal:

Pertama, Jannah mulya (kariim) dalam dzatnya.
Jika kita perhatikan kenikmatan-kenikmatan yang ada di Jannah (yang dikhabarkan dalam al-Quran dan hadits), itu lebih baik, lebih indah, lebih bermanfaat dibandingkan seluruh kenikmatan-kenikmatan di dunia.

Kedua, Jannah mulya dalam sifatnya. Dari segi sifat-sifatnya, seperti rasanya, baunya, dan sebagainya, kenikmatan-kenikmatan di Jannah itu jauh melebihi kenikmatan-kenikmatan di dunia.

Ketiga, Jannah memberikan pemulyaan terhadap orang yang akan mendapatkannya. Orang-orang yang mendapatkan nikmat Jannah akan dimulyakan lebih dari perbuatan yang ia lakukan. Ia mendapatkan balasan yang berlipat dari perbuatan baik yang telah ia lakukan
(disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin)

Sedangkan Ibnu Katsir menjelaskan makna kariim pada Jannah adalah: besar, luas, baik, indah. Sebagaimana dalam surat al-Mulk:

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam kesendirian, bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (Q.S al-Mulk ayat 12)

Ayat ke-12 Surat Yaasin

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

Arti Kalimat: Sesungguhnya Kami menghidupkan yang mati dan Kami menulis perbuatan dan jejak-jejak mereka. Dan segala sesuatu telah Kami perhitungkan dan jaga dalam (catatan) yang merupakan Imam yang jelas (Lauhul Mahfudzh)

Apa kaitan (keterhubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya? Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan adanya 2 keterhubungan:

Pertama, ayat sebelumnya menjelaskan adanya pihak-pihak yang tidak berpengaruh ketika diberi peringatan. Kemudian dijelaskan pihak-pihak yang akan mengambil manfaat dari adanya peringatan tersebut. Di ayat ini Allah jelaskan bahwa Dia Maha Mampu menghidupkan yang mati. Semua makhluk akan mati, dan akan Allah hidupkan kembali untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam hal ini ada kabar gembira bagi pihak-pihak yang mau menerima peringatan, sekaligus ancaman bagi pihak-pihak yang tidak mau menerima peringatan.

Kedua, para penentang dakwah Rasul itu diibaratkan seperti orang-orang yang mati secara ma’nawi. Sebagaimana Allah Maha Mampu menghidupkan sesuatu yang secara fisik mati, maka Allah Maha Mampu untuk menghidupkan hati yang mati karena kekufuran, dsb. Maka masih ada sebagian pihak yang sebelumnya kafir, penentang dakwah Nabi, berubah menjadi pihak yang tunduk dan menerima dakwah tersebut. Inilah juga yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya. Beliau menyatakan: dalam hal ini terdapat isyarat bahwa Allah Taala menghidupkan hati orang yang dikehendakiNya dari kalangan kaum kafir yang hatinya telah mati dalam kesesatan. Kemudian Allah beri hidayah kepadanya kepada al-haq.

Uslub (gaya bahasa penyampaian) yang semacam ini juga Allah sebutkan dalam ayat yang lain dalam surat al-Hadiid. Setelah pada ayat sebelumnya Allah sebutkan tentang hati yang keras, Allah isyaratkan bahwa Allah Maha Mampu menghidupkan hati yang keras itu, sebagaimana Allah Maha Mampu menghidupkan bumi yang sebelumnya mati (dengan diturunkannya hujan).

…وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (17)

…Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang yang diberi Kitab sebelumnya, kemudian berlalu waktu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka fasik. Ketahuilah sesungguhnya Allah menghidupkan bumi setelah matinya. Telah kami jelaskan kepada kalian ayat-ayat agar kalian berpikir (Q.S al-Hadiid ayat 16-17).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia menulis perbuatan kita dan jejak yang kita torehkan di muka bumi. Adakalanya perbuatan kita tidak meninggalkan ‘jejak’. Kita hanya berbuat saat itu dan tidak berdampak apapun. Namun adakalanya ada jejak-jejak yang kita tinggalkan. Jejak itu diikuti orang lain. Jika kita meninggalkan jejak yang baik dan diikuti kebaikan itu oleh orang lain, maka kita akan mendapat limpahan pahala terus meski kita telah berkalang tanah. Namun, jika jejak itu adalah jejak keburukan, maka kita juga akan terus mendapat limpahan dosa, meski kita telah tinggal nama.

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Barangsiapa yang mencontohkan di dalam Islam kebaikan, kemudian kebaikan itu diamalkan oleh orang setelahnya, maka tercatat ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya, tanpa pahala pihak yang beramal itu dikurangi sedikitpun. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam keburukan, kemudian diamalkan oleh orang setelahnya, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang melakukannya tanpa dikurangi dari dosa pelaku itu sedikitpun (H.R Muslim dari Jarir bin Abdillah)

Jejak-jejak kebaikan itu bisa berupa ilmu yang bermanfaat yang diamalkan juga oleh pihak lain, anak sholih yang bertaqwa kepada Allah karena hasil didikan baik yang diperjuangkan orangtuanya, atau shodaqoh jariyah (yang pahalanya terus mengalir), seperti menanam tanaman yang bermanfaat, menggali sumur, membangun masjid, mengeruk sungai supaya semakin dalam, dan semisalnya.

سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ، وهُو فِي قَبْرِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَوْ كَرَى نَهْرًا، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا، أَوْ غَرَسَ نَخْلا، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

Tujuh hal yang pahalanya akan mengalir untuk seorang hamba setelah matinya pada saat ia berada di alam kubur: mengajarkan ilmu, mendalamkan sungai (mengeruk lumpurnya), menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, atau meninggalkan anak yang akan beristighfar untuknya setelah matinya (H.R al-Bazzar, Syaikh al-Albany menyatakan: hasan lighoirihi. Dalam riwayat Ibnu Majah ada tambahan: membangunkan rumah untuk Ibnus Sabiil (orang-orang yang dalam perjalanan))

فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman yang dimakan bagiannya oleh manusia, hewan melata, atau burung kecuali akan menjadi shodaqoh baginya hingga hari kiamat (H.R Muslim no 2903)

Sebaliknya, jejak-jejak keburukan bisa ditularkan kepada generasi berikutnya berupa kesyirikan, kebid’ahan, atau kemaksiatan. Hal itu justru akan semakin menyengsarakan orang yang sengaja meninggalkan jejak tersebut.

Sebagian Ahlut Tafsir juga menjelaskan makna jejak-jejak yang dicatat oleh Allah adalah langkah kaki dalam mengerjakan kebaikan, seperti langkah kaki menuju masjid. Bani Salamah yang tempat tinggalnya jauh dari masjid ingin berpindah tempat dekat dengan masjid. Namun Nabi memberikan arahan kepada mereka untuk tetap di tempat tinggalnya, karena hal itu akan menyebabkan semakin besarnya pahala mereka karena jarak yang jauh berjalan kaki menuju masjid. Sesungguhnya langkah kaki seseorang yang berjalan menuju masjid tercatat sebagai pahala untuk berangkat maupun pulangnya.

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنْ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ قَالَ فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ وَفِي الرَّمْضَاءِ قَالَ مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ

Dari Ubay bin Ka’ab –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Ada seseorang laki-laki yang aku tidak mengetahui ada orang yang lebih jauh kediamannya dari masjid dibandingkan dia. Dia tidak pernah terlewatkan dari sholat (di masjid). Ada seseorang yang mengatakan kepadanya: Tidakkah sebaiknya engkau membeli keledai yang bisa engkau tunggangi di masa gelap dan di saat panas. Orang tersebut menyatakan: Aku tidak suka rumahku di samping masjid. Aku ingin tercatat (pahala) langkah kakiku menuju masjid dan langkah kakiku ketika kembali ke keluargaku. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Allah telah menggabungkan (kedua pahala untuk berangkat dan pulang) bagimu seluruhnya (H.R Muslim)

Di dalam ayat ini Allah juga menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi telah tercatat dalam Lauhul Mahfudzh. Allah sebut Lauhul Mahfudzh dalam ayat ini sebagai Imam yang jelas, karena semua kejadian yang ada di alam semesta menjadi makmum (mengikuti) catatan tersebut. Tidak ada yang bertambah, berkurang, ataupun berubah dari catatan takdir tersebut. Penjelasan makna “Imam yang nyata” sebagai Lauhul Mahfudzh adalah penafsiran dari beberapa Ulama tafsir seperti al-Baghowy, as-Sa’di, asy-Syinqithy, dan lainnya.

Ayat Ke-13 Surat Yaasin

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ

Arti Kalimat: Buatkan untuk mereka (kaum kafir Quraisy) permisalan tentang penduduk suatu kampung ketika didatangi oleh para Rasul

Sesungguhnya pada kaum kafir Quraisy yang menentang dakwah Rasul, terdapat kesamaan dengan penduduk suatu kampung yang sebelumnya pernah didatangi beberapa Rasul. Berikanlah permisalan kepada kaummu yang menentang dakwahmu wahai Muhammad, bahwa kejadian serupa pernah terjadi pada umat sebelumnya, penduduk suatu kampung, yang mereka menentang dakwah para Rasul dan mendapatkan akibat yang buruk.

Sebagian para Ulama tafsir menyatakan bahwa kampung yang dimaksud adalah Anthokiyyah. Namun hal ini disanggah oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat ke-29 dari surat Yaasin ini. Karena nama tempat yang bernama Anthokiyyah itu sebenarnya sudah dikenal luas, namun tidak pernah ada pemberitaan, termasuk dalam kisah-kisah Nashrani bahwa tempat itu telah dihancurkan/ dibinasakan. Sehingga bisa jadi yang dimaksud adalah tempat lain, bukan Anthokiyyah yang sudah dikenal luas tersebut.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa kampung tersebut tidak ditentukan secara pasti namanya dalam al-Quran, sehingga tidak ada faidah untuk mencari-cari namanya. Hal yang terpenting adalah mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah yang disampaikan dalam al-Quran tersebut.

Ayat Ke-14 Surat Yaasin

إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ

Arti Kalimat: ketika Kami mengutus dua utusan kepada mereka, kemudian mereka mendustakan keduanya, sehingga Kami kuatkan lagi dengan utusan ketiga dan para utusan itu berkata: Sesungguhnya kami diutus (sebagai Rasul) kepada kalian

Dalam pembacaan ayat ini ada 2 qiroaah (cara membaca) sesuai dengan qiroah sab’ah, yaitu pada kata fa’azzaznaa. Bisa dibaca dengan tasydid pada huruf zai, juga bisa dibaca tanpa tasydid. Sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir al-Jalalain.

Ayat Ke-15 Surat Yaasin

قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ

Arti Kalimat: Mereka (kaum itu) berkata: Tidaklah kalian kecuali manusia sama seperti kami, dan arRahmaan (Allah) tidaklah menurunkan apapun. Tidaklah kalian kecuali berdusta

Kaum itu menentang dan menganggap para Rasul itu sama dengan mereka, sama-sama manusia, bukanlah utusan Allah. Mereka menganggap bahwa kalau seandainya Allah turunkan utusanNya, maka niscaya bukan dari kalangan manusia, tapi kalangan Malaikat. Ucapan ini sama dengan ucapan-ucapan para penentang Rasul pada umat-umat sebelum kita yang lain, yang diabadikan dalam al-Quran:

ذَلِكَ بِأَنَّهُ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالُوا أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا

Yang demikian itu karena telah datang kepada mereka para Rasul dengan membawa penjelasan-penjelasan kemudian mereka berkata: Apakah (pantas) seorang manusia memberi petunjuk kepada kita? (Q.S atTaghobuun ayat 6)

وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ

Kalau seandainya kalian mentaati manusia juga yang sama dengan kalian, sungguh kalian telah merugi (Q.S al-Mu’minuun ayat 34)

وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا

Dan tidaklah ada yang mencegah manusia untuk beriman ketika datang kepada mereka petunjuk kecuali mereka berkata: Apakah Allah mengutus manusia sebagai Rasul? (Q.S al-Israa’ ayat 94)

Petikan ayat-ayat tersebut yang menyebutkan sikap serupa dari para penentang dakwah Rasul yang mencemooh jika utusan Allah adalah manusia biasa, disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa para penentang dakwah Rasul itu menyatakan: arRahmaan tidaklah menurunkan apapun. Artinya, mereka mengingkari bahwa Allah (arRahmaan) menurunkan kitab dan mengutus RasulNya.
Apakah itu berarti bahwa orang-orang yang menentang dakwah para Rasul itu telah mengenal Nama Allah arRahmaan (Yang Maha Penyayang)?

Dalam hal ini ada 2 penafsiran yang disebutkan oleh al-Aluusy dalam tafsirnya Ruuhul Ma’aaniy:

Pertama, Ucapan ini menunjukkan pengakuan mereka terhadap Uluhiyyah (Allah), tapi mereka mengingkari arRisalah (diutusnya Rasul) dan mereka bertawassul kepada berhala-berhala (dalam beribadah kepada Allah, pent).

Kedua, Bisa jadi penyebutan itu adalah penghikayatan Allah terhadap ucapan mereka. Artinya, Allah tidak menukil secara persis lafadz ucapan mereka tapi menggunakan pengibaratan yang lain.
Wallaahu A’lam.

(Abu Utsman Kharisman)

Ayat Ke-33 Surat Yaasin

وَآَيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ

Dan (di antara) tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah bumi (yang sebelumnya) mati, Kami hidupkan dan Kami keluarkan darinya biji-bijian yang darinya mereka makan

Salah satu tanda kekuasaan Allah dalam membangkitkan seluruh manusia yang telah meninggal sejak dulu hingga nanti menjelang hari kiamat adalah: tanah yang sebelumnya kering, tanamannya mati, ketika diturunkan hujan, Allah berikan kehidupan lagi. Maka Allah Yang Maha Mampu menghidupkan hal itu, juga Maha Mampu untuk membangkitkan semua manusia yang telah mati untuk dikumpulkan di padang Mahsyar.

Seperti dalam firman Allah:

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)Nya adalah bahwa kau lihat bumi kering, ketika Kami turunkan kepadanya air (hujan) niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya, pastilah mampu menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S Fushshilat ayat 39) (disarikan dari tafsir Yaasin libni Utsaimin hal 118).

Setelah bumi/ tanah itu hidup, Allah tumbuhkan tanam-tanaman. Di antara tanaman-tanaman itu ada yang tumbuh dari biji-bijian yang menjadi sumber makanan manusia, seperti biji gandum menjadi roti dan padi menjadi nasi.

Karena itu Allah menyatakan: fa minhu ya’kuluun (kemudian darinyalah kalian makan). Potongan kalimat ini memberikan makna pembatasan, seakan-akan menyatakan: hanya darinyalah kalian makan. Di dalam hal ini terkandung faidah begitu butuhnya seorang hamba kepada Rabb-Nya. Seakan-akan itu tantangan dari Allah: jika kalian mampu, silakan keluarkan sendiri dari tanah sumber makanan kalian. Sesungguhnya kalian tidak mampu makan kecuali dari sumber makanan yang Kami keluarkan dari tanah (disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin hal 124).

💎Ayat Ke-34 Surat Yaasin

وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ

Arti Kalimat: dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air

Jika pada ayat sebelumnya Allah sebutkan ditumbuhkannya biji-bijian (habban) yang harus diolah sebelum dimakan, maka pada ayat ini Allah ingatkan juga nikmatNya dengan ditumbuhkannya tanaman-tanaman buah yang hasilnya langsung bisa dinikmati tanpa proses olahan lagi, seperti kurma dan anggur.

Selain itu, Allah juga pancarkan mata air untuk kehidupan manusia. Dalam hal ini terdapat tanda kekuasaan Allah Yang Maha mampu memancarkan air dari sesuatu yang asalnya mati dan keras seperti tanah tandus atau bebatuan. Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ

Dan di antara bebatuan itu adalah yang memancar darinya sungai, dan di antara bebatuan itu ada yang terbelah hingga keluarlah darinya air (Q.S al-Baqoroh ayat 74).

Nabi Musa juga memukul batu atas perintah Allah sehingga batu itu memancarkan 12 mata air yang bisa diminum oleh 12 kabilah kaumnya (Bani Israil).

وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا

Dan ketika Musa beristisqo’ (meminta diturunkan air) untuk kaumnya, maka Kami katakan: pukullah batu dengan tongkatmu. Kemudian memancarlah darinya 12 mata air (Q.S al-Baqoroh ayat 60) (disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin hal 125).

Dalam ayat ini terkandung juga faidah bahwa tanaman kurma dan anggur sangat membutuhkan air. Hasil produksi buahnya tergantung kadar air yang bisa diserapnya (disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin hal 125).

💎Ayat Ke-35 Surat Yaasin

لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ

Arti Kalimat: Agar mereka memakan buahnya dan yang diperbuat oleh tangan mereka. Tidakkah mereka bersyukur?

Para Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan maa dalam kalimat wa maa amilathu aydiihim.

Sebagian Ulama mengartikan maa di sini sebagai mawshuulah yang diartikan “yang”. Sehingga artinya adalah: Agar mereka memakan buahnya (secara langsung) dan yang mereka perbuat dengan tangan mereka.

Maksudnya, Allah memberikan nikmat berupa buah yang langsung bisa dikonsumsi seperti kurma, dan bisa juga kalian olah lebih lanjut, misalkan dibuat sirup atau manisan, dan semisalnya. Syaikh Ibn Utsaimin cenderung pada pendapat maa pada ayat ini adalah mawshuulah karena mencakup makna yang lebih luas.

Allah mengingatkan mereka agar mensyukuri nikmat tersebut dengan menyatakan: tidakkah kalian bersyukur?

Seseorang dikatakan bersyukur jika ia melakukan 4 hal:
1⃣Mengakui nikmat tersebut. Ia mengakui bahwa itu adalah nikmat dari Allah, tidak didapatkannya berkat keahliannya, namun karena pertolongan dan pemberian Allah.
2⃣Memuji Allah.

Sahabat Nabi Ibnu Abbas menyatakan: “Ucapan Alhamdulillah adalah kalimat yang diucapkan oleh seluruh orang yang bersyukur” (Tafsir Ibnu Katsir (1/128)).

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

Sesungguhnya Allah sungguh ridha kepada seorang hamba yang makan suatu makanan kemudian memuji Allah atasnya, atau meminum suatu minuman kemudian memuji Allah atasnya (H.R Muslim no 4915)

3⃣Tunduk dan mencintai Allah.
4⃣Menjalankan ketaatan kepada Allah sebagai perwujudan syukur. Ia gunakan nikmat pemberian Allah untuk mentaatiNya, tidak untuk bermaksiat kepadaNya.
(disarikan dari Madaarijus Saalikin karya Ibnul Qoyyim (2/247)).

Dalam firman Allah: li ya’kuluu min tsamarihi (agar mereka memakan buahnya), terkandung faidah bantahan terhadap kaum Jabriyyah yang menafikan illat atau hikmah dalam perbuatan Allah.

Sesungguhnya setiap perbuatan dan penciptaan Allah mengandung hikmah.
 Ada banyak dalil tentang hal itu dalam al-Quran. Sebagian dalil tersebut menunjukkan secara tegas, adanya hikmah. Seperti dalam ayat:

 حِكْمَةٌ بَالِغَةٌ فَمَا تُغْنِ النُّذُرُ

Itulah hikmah yang sempurna. Maka peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka)(Q.S al-Qomar ayat 5)

Ada juga yang Allah sebutkan dalam bentuk peniadaan terhadap lawan dari hikmah, yaitu main-main atau kesia-siaan. Seperti Allah sebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi :

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi sia-sia… (Q.S Shaad ayat 27)

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya main-main…(Q.S ad-Dukhoon ayat 38) (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam tafsir Yaasin hal 126).

📖 Ayat Ke-35 Surat Yaasin.

👈 ليَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ

🍃 Arti Kalimat: Agar mereka memakan buahnya dan yang diperbuat oleh tangan mereka. Tidakkah mereka bersyukur?

🔰 Para Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan maa dalam kalimat wa maa amilathu aydiihim.

▶️ Sebagian Ulama mengartikan maa di sini sebagai mawshuulah yang diartikan “yang”. Sehingga artinya adalah: Agar mereka memakan buahnya (secara langsung) dan yang mereka perbuat dengan tangan mereka.
Maksudnya, Allah memberikan nikmat berupa buah yang langsung bisa dikonsumsi seperti kurma, dan bisa juga kalian olah lebih lanjut, misalkan dibuat sirup atau manisan, dan semisalnya.

🔖 Syaikh Ibn Utsaimin cenderung pada pendapat maa pada ayat ini adalah mawshuulah karena mencakup makna yang lebih luas.

💡 Allah mengingatkan mereka agar mensyukuri nikmat tersebut dengan menyatakan: tidakkah kalian bersyukur?
Seseorang dikatakan bersyukur jika ia melakukan 4 hal:

1⃣. Mengakui nikmat tersebut.

💐 Ia mengakui bahwa itu adalah nikmat dari Allah, tidak didapatkannya berkat keahliannya, namun karena pertolongan dan pemberian Allah.

2⃣. Memuji Allah.

🌻 Sahabat Nabi Ibnu Abbas menyatakan: “Ucapan Alhamdulillah adalah kalimat yang diucapkan oleh seluruh orang yang bersyukur” (Tafsir Ibnu Katsir (1/128)).

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

🍃 Sesungguhnya Allah sungguh ridha kepada seorang hamba yang makan suatu makanan kemudian memuji Allah atasnya, atau meminum suatu minuman kemudian memuji Allah atasnya (H.R Muslim no 4915).

3⃣. Tunduk dan mencintai Allah.

4⃣. Menjalankan ketaatan kepada Allah sebagai perwujudan syukur.

🌺 Ia gunakan nikmat pemberian Allah untuk mentaatiNya, tidak untuk bermaksiat kepadaNya.
(disarikan dari Madaarijus Saalikin karya Ibnul Qoyyim (2/247)).

🌷 Dalam firman Allah: li ya’kuluu min tsamarihi (agar mereka memakan buahnya), terkandung faidah bantahan terhadap kaum Jabriyyah yang menafikan illat atau hikmah dalam perbuatan Allah.

☝️ Sesungguhnya setiap perbuatan dan penciptaan Allah mengandung hikmah. Ada banyak dalil tentang hal itu dalam al-Quran. Sebagian dalil tersebut menunjukkan secara tegas, adanya hikmah. Seperti dalam ayat:

 حِكْمَةٌ بَالِغَةٌ فَمَا تُغْنِ النُّذُرُ

🍃 Itulah hikmah yang sempurna. Maka peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka)(Q.S al-Qomar ayat 5).

✏️ Ada juga yang Allah sebutkan dalam bentuk peniadaan terhadap lawan dari hikmah, yaitu main-main atau kesia-siaan. Seperti Allah sebutkan bahwa penciptaan langit dan bumi :

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا

🍃 Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi sia-sia… (Q.S Shaad ayat 27).

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

🍃 Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya main-main…(Q.S ad-Dukhoon ayat 38).

💍 (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam tafsir Yaasin hal 126).

📖 Ayat Ke-36 Surat Yaasin.

👈 سبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ

🍃 Arti Kalimat:
Maha Suci (Allah) Yang menciptakan (makhluk) bermacam-macam seluruhnya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

🔰 Al-Azwaaj dalam ayat ini dijelaskan oleh para Ulama’ maknanya adalah bermacam-macam atau berjenis-jenis. Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir atThobary, al-Baghowy, al-Jalalain, dan as-Sa’di.

✅ Hanya Allah Subhaanahu Wa Ta’ala saja yang Tunggal. Semua makhluk lain pasti berbilang jumlahnya. Demikian juga jenisnya, ada laki-laki ada wanita. Termasuk pada sifat yang abstrak seperti senang dan benci, kuat dan lemah, dan sebagainya.
Tidak ada yang tunggal kecuali Allah. Para makhluk terdiri dari jenis yang bermacam-macam. Satu macam makhluk hidup saja bisa memiliki jenis yang banyak.

✏️ Sebagai contoh: tumbuhan kurma dipercayai memiliki sekitar 1400 spesies. Binatang kecoa memiliki 3500 spesies. Kucing saja memiliki tidak kurang dari 14 spesies seperti Angora, Persia, dan lain sebagainya.
Manusia saja bisa bermacam-macam ras, bentuk, dan keadaannya. Ada yang berkulit putih, hitam, sawo matang, kuning. Ada yang berambut lurus, ikal, keriting. Ada yang tinggi ada yang pendek. Ada yang cerdas, ada yang tidak.

🔵 Dalam ayat ini juga terkandung dalil terbatasnya pengetahuan manusia. Ada banyak macam hal-hal yang tidak diketahuinya. Karena itu di penggalan kalimat terakhir Allah menyatakan: maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

📖 Ayat Ke-37 Surat Yaasin.

👈 وآَيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ

🍃 Arti Kalimat: dan (salah satu) tanda (kemahakuasaan Allah) bagi mereka adalah malam yang dengannya Kami menguliti siang, hingga mereka dalam kegelapan.

☝️ Allah sebutkan dalam ayat ini bahwa Dia ‘menguliti’ siang, hingga akibatnya datanglah malam dengan kegelapannya. Menggunakan kata ‘naslakhu’ yang artinya “Kami menguliti”, menunjukkan proses itu tidak terjadi secara sekaligus, tapi berangsur-angsur. Seperti ketika manusia menguliti binatang sesembelihannya. Terlepasnya kulit dari binatang itu terjadi sedikit demi sedikit tidak sekaligus.

✅ Padanya terdapat hikmah yang luar biasa ketika kegelapan malam datang secara bertahap tidak sekaligus, menyebabkan proses adaptasi yang sempurna terhadap penglihatan manusia, kehidupan tanaman, dan semisalnya.

🔎 Dalam ayat ini Allah ingatkan salah satu nikmat-Nya kepada para makhluk dengan adanya siang. Ketika datang malam, muncullah kegelapan bagi mereka. Nikmatnya terang akan dirasakan oleh orang yang pernah merasakan gelap. Dan pada saat gelap, timbul maslahat yang lain, munculnya ketenangan, membuat manusia nyaman beristirahat.
Hanya Allah sajalah yang mampu mempergantikan siang dan malam, kegelapan dan terang itu.

🚨 Bagaimana jika seandainya Allah tetapkan malam terus menerus hingga hari kiamat, niscaya itu akan sangat memberatkan makhluk. Atau sebaliknya, siang terus menerus hingga hari kiamat, tentu akan banyak mudharat didapatkan.

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلَا تَسْمَعُونَ (71) قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِلَيْلٍ تَسْكُنُونَ فِيهِ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (72)

🍃 Katakanlah: Bagaimana pendapat kalian jika Allah menjadikan bagi kalian malam terus menerus hingga hari kiamat. Siapakah sesembahan selain Allah yang bisa mendatangkan cahaya untuk kalian? Tidakkah kalian mendengar? (71) Katakanlah: Bagaimana pendapat kalian jika Allah menjadikan untuk kalian siang terus menerus hingga hari kiamat, siapakah sesembahan selain Allah yang bisa mendatangkan malam kepada kalian sehingga kalian bisa tenang dengannya. Tidakkah kalian melihat ? (72)(Q.S al-Qoshosh ayat 71-72).

💍 (disarikan dari Tafsir Yasin libni Utsaimin hal 133-135).

📖 Ayat Ke-38 Surat Yaasin.

👈 والشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

🍃 Arti Kalimat: dan matahari berjalan menuju tempat menetapnya. Yang demikian itu adalah takdir (ketetapan) dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

☀️ Matahari berjalan menuju tempat menetapnya (mustaqor) saat ia terbenam. Di manakah ‘tempat menetap’ bagi matahari? Dijelaskan dalam hadits shahih riwayat al-Bukhari bahwa tempat menetapnya adalah di bawah ‘Arsy.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي ذَرٍّ حِينَ غَرَبَتْ الشَّمْسُ أَتَدْرِي أَيْنَ تَذْهَبُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهَا تَذْهَبُ حَتَّى تَسْجُدَ تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَسْتَأْذِنَ فَيُؤْذَنُ لَهَا وَيُوشِكُ أَنْ تَسْجُدَ فَلَا يُقْبَلَ مِنْهَا وَتَسْتَأْذِنَ فَلَا يُؤْذَنَ لَهَا يُقَالُ لَهَا ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَطْلُعُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى { وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ }

🍃 Dari Abu Dzar –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda kepada Abu Dzar ketika matahari terbenam: Tahukah engkau ke mana perginya (matahari)? Aku (Abu Dzar) berkata: Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Nabi menyatakan: Sesungguhnya ia pergi hingga sujud di bawah ‘Arsy kemudian meminta idzin (kepada Allah) dan diidzinkan untuknya. Dan hampir saja (saat hari kiamat) saat ia sujud tidak diterima dan ketika ia meminta izin tidak diizinkan, dikatakan kepadanya: kembalilah ke tempat engkau datang. Maka ia terbit dari arah barat. Demikianlah firman Allah Ta’ala: « dan matahari berjalan menuju tempat menetapnya. Yang demikian adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui » (Q.S Yaasin ayat 38 » (H.R al-Bukhari).

☝️ Jadi, dijelaskan dalam al-Quran bahwa matahari berjalan dari timur ke barat. Itu terjadi setiap hari. Ia kembali ke tempat menetapnya, di bawah ‘Arsy saat ia terbenam. Sebelumnya ia meminta izin kepada Allah dan diizinkan. Demikian berlangsung setiap hari, kemudian ia terbit dari arah sebelumnya (timur). Kecuali pada hari kiamat, Allah tidak izinkan matahari terbit dari arah timur, maka ia terbit dari arah barat.

🔰 Sesungguhnya matahari berjalan dengan cepat. Namun karena jarak bumi dengan matahari yang demikian jauhnya, seakan-akan perjalanan itu lambat. Seperti saat kita melihat pesawat terbang di udara, kita melihatnya seakan-akan kecepatannya biasa atau lambat. Padahal bagi yang mengemudikannya akan tahu bahwa kecepatannya luar biasa. Hanya saja terlihat dari permukaan bumi kecepatannya tidak seperti kecepatan yang semestinya karena jauhnya jarak.

✅ Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa peredaran matahari itu telah diatur oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Tidak ada satu pihakpun selain Allah yang mampu melakukannya. Kemahaperkasaan Allah itu menyebabkan tidak ada satupun pihak lain yang bisa mengubah pengaturan itu, atau menghambat dan menghalanginya sehingga tidak tepat waktu. Atau bahkan merubah arah berjalannya matahari sehingga bukan dari Timur ke Barat tapi dari Barat ke Timur.

🌷 Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menantang raja yang kafir lagi sombong: bisakah engkau merubah arah perjalanan matahari menjadi dari barat? Maka raja itupun terdiam. Padahal sebelumnya ia merasa bangga seakan-akan dia punya kemampuan seperti Tuhan karena mampu menghidupkan dan mematikan. Ia mampu memberi maaf seseorang yang divonis mendapat hukuman mati, itu dianggap menghidupkan, dan ia bisa membunuh seseorang yang lain atas perintahnya, yang itu dianggap mematikan. Tapi giliran merubah arah perjalanan matahari, ia tidak bisa menjawab apa-apa, terdiam dalam kehinaannya.
 
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آَتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْ مَ الظَّالِمِينَ

🍃 Tidakkah engkau melihat kepada orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya, yang Allah beri kepada orang itu kekuasaan, ketika Ibrahim berkata: Tuhanku adalah yang Menghidupkan dan Mematikan. Orang itu berkata: Aku (juga bisa) menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata: Sesungguhnya Allah mendatangkan matahari dari Timur, maka datangkanlah dari Barat. Maka terdiamlah orang kafir tersebut. Dan Allah tidaklah memberi petunjuk kepada kaum yang dzhalim (Q.S al-Baqoroh ayat 258).

🔖 Peredaran matahari itu telah diatur oleh Yang Maha mengetahui, sehingga benar-benar tepat presisi ukuran, jarak, arah pada dzat, gerakan, atau pancaran sinar matahari. Sehingga pergerakan itu benar-benar memberikan maslahat bagi para makhluk.

📖 Ayat Ke-39 Surat Yaasin.

👈 والْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ

🍃 Arti Kalimat: dan bulan, Kami tetapkan manzilah-manzilahnya hingga ia kembali bagaikan tandan kurma yang sudah tua.

☝️ Allah menetapkan adanya manzilah-manzilah bagi bulan. Manzilah itu adalah lintasan; orbit; atau perubahan posisi bulan terhadap matahari dan bumi. Tiap malam bulan berada pada manzilah yang berbeda, sehingga penampakannya di bumi juga berbeda-beda. Siklus itu berjalan dengan waktu yang disebut manusia dengan 1 bulan.

🌙 Awal bulan, berbentuk hilal penampakan bulan sangat lemah, bagai bulan sabit yang sangat kecil. Malam berikutnya ia berada pada manzilah yang lain, semakin bertambah terang dan bulatannya semakin sempurna. Pada pertengahan bulan jadilah ia bulan purnama yang terang dan bulatannya sempurna. Beranjak malam berikutnya, bulatan itu berkurang dan sinarnyapun berkurang. Hingga menjelang berakhir periode bulan itu, ia kembali melemah seperti bulan sabit kecil yang melengkung yang disebutkan dalam ayat itu: bagaikan tandan kurma yang sudah tua. Tandan kurma yang sudah tua akan melengkung putih kekuningan.

🔰 Fase penampakan bulan itu sebenarnya mirip dengan fase tumbuh kembang manusia. Manusia dari masa kecil bayi adalah anak kecil tak berdaya. Kecil fisik dan kekuatannya, kemudian beranjak mengalami pertumbuhan menjadi anak, kemudian remaja. Setelah itu dewasa. Setelah melalui usia dewasa, berangsur-angsur kekuatan fisik berkurang. Tubuh yang sebelumnya tegap menjadi bungkuk.

🌈 Pada ayat ini Allah menyebutkan sifat al-qodiim pada makhluknya. Suatu sifat yang mengandung makna kekurangan, yaitu tua, kuno, dan semisalnya.

💥 Karena itu, tidak benarlah ungkapan para Ahli Filsafat yang menisbatkan sifat al-Qodiim atau Qidaam kepada Allah, karena lafadz al-qodiim atau qidaam itu mengandung unsur kekurangan.

🌹 Sesungguhnya Sifat Allah adalah sempurna. Tidaklah dinisbatkan kepada Allah sifat yang mengandung unsur kekurangan. Demikian juga dalam ayat al-Quran maupun hadits Nabi yang shahih tidak ada penyebutan sifat qodiim bagi Allah.

🌺 Sifat Allah yang lebih tepat sesuai dengan lafadz ayat dan hadits adalah al-Awwal yaitu Yang Paling Pertama, tidak ada sesuatupun yang mendahuluinya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat:

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

🍃 Dialah al-Awwal, al-Aakhir, adz-Dzhaahir, dan al-Baathin. Dan Dialah yang Maha Mengetahui segala sesuatu (Q.S al-Hadiid ayat 3).

🌐 Makna Nama dan Sifat yang disebutkan dalam ayat itu diperjelas oleh hadits Nabi:

اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ

🍃 Ya Allah, Engkaulah al-Awwal yang tidak ada sesuatupun sebelumMu. Engkau adalah al-Aakhir yang tidak ada sesuatupun setelahMu. Engkau adalah adz-Dzhaahir yang tidak ada sesuatupun di atasMu. Engkau adalah al-Baathin yang tidak ada sesuatu apapun selain Engkau (Allah Maha Dekat, Maha Mengetahui)(H.R Muslim).

📖 Ayat Ke-40 Surat Yaasin.
👈 لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ  
🍃 Arti Kalimat: Tidak mungkin matahari menemui bulan, dan tidak mungkin malam mendahului siang. Semuanya mengalir (berenang) di garis edarnya.
☝️ Allah menetapkan matahari dan bulan memiliki lintasan orbit/ garis edarnya sendiri-sendiri. Keduanya tidak akan pernah bertemu atau bertabrakan. Kecuali pada saat terjadinya hari kiamat, matahari dan bulan akan bertemu (dikumpulkan). 
✅ Sebagaimana dalam ayat:
وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
🍃 Matahari dan bulan dikumpulkan (Q.S al-Qiyaamah ayat 9).
🔰 Sebagian Ulama Tafsir juga menjelaskan makna: “tidak mungkin matahari menemui bulan” artinya tidak mungkin matahari dan bulan muncul di malam hari.
Sedangkan kalimat: “tidak mungkin malam mendahului siang”, artinya adalah tidak mungkin datang malam kecuali telah berakhirnya siang secara sempurna. 
📖 Ayat Ke-41 Surat Yaasin.
👈 وآَيَةٌ لَهُمْ أَنَّا حَمَلْنَا ذُرِّيَّتَهُمْ فِي الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ
🍃 Arti Kalimat: Dan salah satu tanda (Kekuasaan Allah) bagi mereka adalah Kami angkut keturunan (jenis mereka) dalam kapal yang penuh muatan.
☝️ Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengingatkan nikmat yang diberikan kepada mereka dan kekuasaan Allah bahwa Dia telah menyelamatkan keberlangsungan hidup manusia dengan mengangkutkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya ke dalam kapal/ bahtera yang penuh muatan agar diselamatkan dari banjir bandang yang sangat besar. Allahlah yang memerintahkan kepada Nabi Nuh untuk membuat kapal itu dan kemudian mengangkut manusia serta binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan yang berpasang-pasangan.
فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا فَإِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ فَاسْلُكْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ مِنْهُمْ وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ
🍃 Lalu Kami wahyukan kepadanya: Buatlah perahu di bawah pengawasan dan wahyu Kami. Maka apabila telah datang perintah Kami dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam kapal itu sepasang dari tiap-tiap (jenis) dan juga keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan menimpa adzab) di antara mereka. Dan janganlah engkau berbicara kepadaKu tentang orang-orang yang dzhalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan (Q.S al-Mu’minuun ayat 27).
🔰 Sebagian Ulama Tafsir menjelaskan bahwa makna “dzurriyatahum” adalah leluhur/ nenek moyang mereka. Namun, hal ini tidaklah dikenal dalam bahasa Arab, menurut Ibnu Athiyyah dalam Tafsirnya: al-Muharror al-Wajiiz. Pendapat ini juga diikuti oleh Syaikh Ibn Utsaimin, bahwa yang benar maksud dari dzurriyatahum adalah keturunan dari jenis mereka. Di antara jenis kita sebagai manusia adalah Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihissalam. Allah selamatkan keturunan mereka yang tentunya berakibat terselamatkannya keturunan orang-orang setelahnya. Namun, untuk manusia yang sejaman dengan Nabi Nuh, hanya keturunan Nabi Nuh saja yang tetap ada hingga saat ini. Sebagaimana firman Allah:
وَلَقَدْ نَادَانَا نُوحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيبُونَ (75) وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ (76) وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ (77)
🍃 Sungguh Nuh telah menyeru Kami, maka sebaik-baik yang menjawab seruan (adalah Kami). Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan keturunannya orang-orang yang tetap ada (Q.S ash-Shoffaat ayat 75-77).
🌷 Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menyatakan:
لَمْ تَبْقَ إِلَّا ذُرِّيَّةُ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلاَم
🍃 Tidaklah tersisa kecuali keturunan Nuh ‘alaihissalaam (riwayat atThobariy dalam Tafsirnya).
📖 Ayat Ke-42 Surat Yaasin.
👈 وخَلَقْنَا لَهُمْ مِنْ مِثْلِهِ مَا يَرْكَبُونَ
🍃 Arti Kalimat: dan Kami ciptakan untuk mereka yang serupa dengannya (kapal) yang bisa mereka naiki. 
☝️ Allah menjelaskan dalam ayat ini nikmat pengajaran cara membuat alat transportasi bagi manusia yang bermanfaat untuk dikendarai berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sama saja apakah dari daratan ke daratan lain, atau dari daratan dengan menyeberangi lautan. Karena alat transportasi yang Allah ajarkan cara pembuatannya kepada manusia bisa berupa alat transportasi laut, darat, maupun udara.
🔰 Di antara alat transportasi itu ada yang memang Allah ciptakan tanpa campur tangan manusia, seperti unta, kuda, keledai. Ada juga yang baru bisa dimanfaatkan dengan proses pengerjaan manusia. Namun, bagaimanapun, alat transportasi itu tidaklah bisa dirakit dan dibuat kecuali karena Allah mengajarkannya dan mentakdirkannya. Karena itu, dalam ayat ini disebut dengan kalimat: wa kholaqnaa lahum (dan Kami ciptakan untuk mereka).
🔵 Jika ada pertanyaan: Bukankah dalam ayat ini Allah menjelaskan dengan kata : “min mitslihi” (yang serupa dengannya). Artinya, Allah ciptakan serupa dengan kapal yang dibuat Nabi Nuh. Berarti ayat ini hanya menunjukkan nikmat Allah dalam penciptaan transportasi laut saja. Mengapa penjelasannya juga mengarah pada nikmat transportasi secara umum? Karena kalau transportasi lain, tidak bisa kita katakan: “yang serupa” dengannya.
✏️ Jawabannya adalah: penyebutan kata “yang serupa” tidak mengharuskan keserupaan persis dalam segala segi. Bukankah Allah menyebut penciptaan bumi serupa dengan penciptaan langit, dalam firmanNya:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
🍃 Allahlah Yang Menciptakan tujuh langit dan pada bumi semisal dengannya…(Q.S atTholaaq ayat 12).
🌈 Kesamaan yang disebut dalam ayat itu hanyalah dalam hal jumlah, yaitu sama-sama tujuh lapis. Tapi dalam hal bentuk dan sifat-sifat lain, bumi dan langit memiliki perbedaan yang sangat banyak. Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin.
🔋 Para Ulama Salaf, juga menafsirkan ayat ini tidak hanya alat transportasi laut saja. Sebagaimana penafsiran Íkrimah, Mujahid, dan al-Hasan bahwa yang dimaksud adalah unta (sebagai alat transportasi darat).
💡 Namun, konteks kalimat pada ayat berikutnya di ayat ke-43 menunjukkan bahwa secara lebih khusus, pembicaraan terkait dengan alat transportasi air. Karena Allah di ayat ke-43 mengisahkan tentang Kemahakuasaan Allah untuk menenggelamkan mereka. Sedangkan ‘tenggelam’ tidaklah terjadi kecuali di dalam air. 
📖 Ayat Ke-43 Surat Yaasin.
👈 وإِنْ نَشَأْ نُغْرِقْهُمْ فَلَا صَرِيخَ لَهُمْ وَلَا هُمْ يُنْقَذُونَ  
🍃 Arti Kalimat: Dan jika Kami kehendaki, Kami (bisa) tenggelamkan mereka sehingga tidak ada lagi penolong dan mereka tidak terselamatkan.
📢 Para Ulama tafsir menjelaskan bahwa makna shoriikh adalah mughiits yaitu ‘penolong dalam kondisi genting’.  
☝️ Allah ingatkan nikmat kepada manusia, bahwa Allah Maha Mampu menenggelamkan mereka di tengah lautan saat mereka sedang menaiki bahtera. Jika Allah berkehendak menenggelamkan mereka, maka tidak ada yang mampu menghalangi kehendak Allah itu terjadi. Merekapun tidak akan terselamatkan.
✅ Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memiliki Sifat masyi-ah (kehendak). Ayat ini juga memberikan faidah bahwa jika Allah menghendaki keburukan menimpa suatu kaum, maka tidak akan ada yang bisa menghalangi atau menolaknya.
🌷 Di dalam ayat yang lain Allah mengingatkan bahwa Allah Maha Mampu untuk membuat bahtera terdiam di tengah laut dan tidak bisa bergerak.
إِنْ يَشَأْ يُسْكِنِ الرِّيحَ فَيَظْلَلْنَ رَوَاكِدَ عَلَى ظَهْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
🍃 Jika Dia menghendaki, tiupan angin terhenti sehingga kapal itu diam di atasnya (lautan). Sesungguhnya yang demikian itu adalah tanda-tanda bagi setiap orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur (Q.S asy-Syuuro ayat 33).
💍 (disarikan dari Tafsir Yasin libni Utsaimin halaman 156-157).
📖 Ayat Ke-44 Surat Yaasin.
👈 إلَّا رَحْمَةً مِنَّا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ
🍃 Arti Kalimat: Kecuali rahmat dari Kami dan pemberian kesempatan menikmati hidup hingga waktu yang ditentukan.
🔵 Sesungguhnya jika seseorang bisa berlayar dengan selamat hingga tujuan, tidaklah itu tercapai kecuali karena rahmat (kasih sayang) dari Allah. Dan Allah masih memberi kesempatan baginya menikmati hidup di dunia hingga sampai waktu ketentuan ajalnya. 
✏️ Di dalam ayat ini terkandung salah satu Sifat Allah, yaitu rahmat (Kasih Sayang).
Ayat ini seharusnya mengingatkan kita bahwa jika kita selamat dari suatu marabahaya yang besar sesungguhnya itu terjadi karena rahmat Allah, bukan karena kelihaian dan ketangguhan kita menghindari bahaya tersebut. Kalaupun kita masih selamat, janganlah berfoya-foya dan lupa diri, ingatlah sesungguhnya kita masih diberi kesempatan hidup menikmati dunia dan harus dimanfaatkan untuk banyak beribadah kepada Allah, karena nantinya ada ketetapan waktu ajal bagi kita yang tidak mungkin bisa kita hindari.
💍 (disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin halaman 158).  
📖 Ayat Ke-45 dan 46 Surat Yaasin.
👈 وإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّقُوا مَا بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَمَا خَلْفَكُمْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (45) مَا تَأْتِيهِمْ مِنْ آَيَةٍ مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ (46)
🍃 Arti Kalimat: dan jika dikatakan kepada mereka: takutlah kalian (terhadap adzab) yang ada di hadapan kalian (akhirat) dan yang ada di belakang kalian (dunia) agar kalian mendapatkan rahmat  (45) Tidaklah datang kepada mereka ayat dari Tuhan mereka kecuali mereka berpaling (46).
🔴 Ayat ini menjelaskan tentang keadaan kaum musyrikin yang tetap berada dalam kesesatan  dan tidak perhatian terhadap dosa mereka di masa lalu dan terhadap hari kiamat yang akan terjadi di masa mendatang. Jika dikatakan kepada mereka: bertakwalah kalian kepada Allah, takutlah terhadap dosa yang dulu kalian lakukan (wa maa kholfakum) dan kejadian besar (hari kiamat) yang akan terjadi di masa mendatang (bayna aydiikum) (disarikan dari Tafsir Ibn Katsir).
🔰 Setiap datang ayat dari Allah baik kauniyyah maupun syar’iyyah, mereka sombong, tidak menerima, dan berpaling. 
Sesungguhnya ayat Allah terbagi dua:
▶️ Pertama: kauniyyah, tanda-tanda kemahakuasaan Allah yang nampak di alam semesta.
⏩ Kedua: syar’iyyah, yaitu khabar atau berita yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul. Seperti yang tersebut dalam Kitab-Kitab Allah atau hadits Rasul.
🚨 Terhadap ayat kauniyyah, orang-orang kafir tersebut berpaling, tidak mau memperhatikan dan memikirkannya. Terjadinya fenomena alam yang menunjukkan kekuasaan Allah tidak menjadikan mereka semakin takut kepada Allah. Kalau terjadi gerhana, mereka akan menganggap itu sebagai fenomena alam biasa. Padahal Nabi sangat takut ketika terjadi gerhana, dan gerhana adalah salah satu tanda kemahakuasaan Allah untuk membuat hamba-hambaNya takut kepadaNya. 
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّي بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِي صَلَاةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذِهِ الْآيَاتِ الَّتِي يُرْسِلُ اللَّهُ لَا تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
🍃 Dari Abu Musa –radhiyallahu anhu- beliau berkata: terjadi gerhana matahari di zaman Nabi shollallahu alaihi wasallam, kemudian beliau bangkit dalam keadaan takut. Khawatir akan terjadi hari kiamat. Hingga beliau mendatangi masjid, bangkit sholat dengan memperpanjang berdiri, ruku’, sujud. Tidak pernah aku melihat seperti itu dalam sholat beliau sebelumnya. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya ini adalah ayat-ayat yang Allah kirim, bukan karena kematian atau kehidupan seseorang. Akan tetapi Allah kirim ayat-ayat ini untuk membuat takut para hambaNya. Jika kalian melihatnya, bersegeralah menuju dzikir kepadaNya, berdoa, dan beristighfar (H.R Muslim).
💥 Tapi bagi orang yang tidak beriman, hal itu seperti fenomena biasa. Seperti juga yang diucapkan oleh orang-orang kafir ketika melihat awan yang akan menurunkan adzab, mereka menganggap itu hanyalah awan biasa yang akan menurunkan hujan sebagaimana biasanya:
وَإِنْ يَرَوْا كِسْفًا مِنَ السَّمَاءِ سَاقِطًا يَقُولُوا سَحَابٌ مَرْكُومٌ 
🍃 Jika mereka melihat sebagian dari langit gugur, mereka akan mengatakan: itu adalah awan yang bertindih-tindih (Q.S atThuur ayat 44).
🔺 Demikian juga ketika terjadi berbagai bencana alam seperti gempa, banjir, angin kencang yang menghancurkan, mereka menganggap itu hanya sebagai kejadian alam biasa. Tidak menjadikan mereka tersadar, takut dan bertaubat atas dosa-dosanya, kembali kepada Allah. Itu menunjukkan kerasnya hati, bahkan matinya hati.
⭕️ Terhadap ayat-ayat syar’iyyah yang disampaikan para Nabi dan Rasul, mereka mendustakan khabar, dan sombong tidak mau menerima hukum dari ayat tersebut. Mereka menganggap ayat-ayat al-Quran dusta, atau sihir, atau syair gubahan manusia.
(disarikan dengan penyesuaian, dari penjelasan Tafsir Surat Yaasin libni Utsaimin halaman 163-164).

📖 Ayat Ke-47 Surat Yaasin.

👈 وإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنُطْعِمُ مَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

🍃 Arti Kalimat: Jika dikatakan kepada mereka: berinfaklah dari (harta) yang Allah rezekikan kepada kalian, orang-orang kafir itu berkata kepada orang-orang beriman: Apakah kami akan memberi makan orang yang jika Allah kehendaki, Allah akan memberi makan kepadanya? Tidaklah kalian kecuali berada dalam kesesatan yang nyata.

☝️ Jika orang beriman mengajak kepada orang-orang kafir yang berharta agar berinfak memberikan sebagian harta pemberian Allah, orang kafir itu akan membantah dengan mengatakan: Untuk apa kami beri makan mereka. Toh kalau Allah kehendaki, Dia Yang akan memberi makan kepada mereka?!

💥 Orang kafir tersebut mengucapkan kalimat yang mengandung kebenaran, namun tujuannya adalah batil. Sekedar lari dari kewajiban untuk berbuat baik kepada hamba Allah.

🌹 Allah menyebut dalam ayat ini: “berinfaklah dari (harta) kalian yang Allah rezekikan kepada kalian”, tidak menyatakan: “berinfaklah dari harta kalian”, untuk mengingatkan manusia bahwa harta mereka adalah pemberian Allah. Maka berinfaklah sesuai perintah Allah yang telah memberi rezeki kepada kalian. Sesungguhnya Yang memerintahkan kepada kalian untuk berinfak adalah Yang memberikan rezeki kepada kalian.

🔰 Hal ini juga memberikan faidah kepada kita bahwa sesungguhnya seseorang yang berinfak, ia tidaklah memberikan manfaat bagi Allah, karena harta yang diinfakkannya adalah harta pemberian Allah.

🚨 Ada 3 kemungkinan alasan orang kafir dalam menolak untuk memberikan infaq seperti yang tersebut dalam ayat tersebut:

▶️ Pertama, ejekan atau cemoohan.

⏩ Kedua, beralasan dengan takdir.
Seperti ucapan orang-orang musyrikin yang beralasan dengan takdir, yang juga dibantah oleh Allah dalam ayat yang sama:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آَبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

🍃 Orang-orang yang berbuat kesyirikan akan berkata: Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu apapun. Demikianlah pula orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: Adakah kalian mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat mengemukakannya kepada Kami? Kalian tidaklah mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalian tidak lain hanyalah berdusta (Q.S al-An’aam ayat 148).

🔴 Orang yang beralasan dengan takdir setelah mengerjakan kemaksiatan dan tidak mau bertaubat, sesungguhnya ia mengikuti perilaku orang-orang musyrik. Allah cela mereka dalam surat al-An’aam ayat 148 itu bahwa mereka pendusta dan sekedar mengikuti persangkaan (dzhan) saja.

➡️ Ketiga, memprotes takdir.

⚫️ Seakan-akan orang kafir itu menyatakan: kalau mau menyalahkan, salahkan Allah. Dialah yang menakdirkan orang miskin itu tidak dapat makan. Kalau Dia menghendaki, niscaya Dialah Yang akan memberikan makan.

📢 Di dalam ayat ini juga terkandung faidah bahwa bakhil adalah sifat orang-orang kafir. Tidak sepantasnya kaum beriman memiliki sifat tersebut.

📣 Pelajaran lain yang bisa diambil dari ayat ini pula adalah bahwa orang-orang musyrikin tersebut meyakini akan kehendak Allah yang pasti akan terlaksana. Tidaklah sesuatu terjadi di muka bumi kecuali atas kehendak Allah. Mereka meyakini Rububiyyah Allah. Hanya saja mereka tidak mau tunduk taat kepada perintah-perintah Allah, yaitu beribadah hanya kepadaNya semata.

🎯 Sejak jaman dulu hingga sekarang, dan terus akan demikian hingga hari kiamat, orang-orang kafir itu akan selalu mencerca, mencemooh dan memberi gelaran-gelaran yang buruk bagi kaum beriman. Seperti ucapan mereka dalam ayat ini kepada orang beriman: Tidaklah kalian kecuali berada dalam kesesatan yang nyata. Selalu saja mereka menimbulkan gangguan bagi kaum beriman. Namun, gangguan itu tidaklah memudharatkan kaum beriman yang tetap konsisten dalam menjalankan perintah Allah.

لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى

🍃 Mereka tidak akan bisa memudharatkan kalian, kecuali sekedar gangguan (Q.S Ali Imran ayat 111).

💍 (disarikan dengan penyesuaian, dari Tafsir Surat Yasin libni Utsaimin halaman 165-172).

📖 Ayat Ke-48 Surat Yaasin.

👈 ويَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

🍃 Arti Kalimat: Dan mereka berkata: Kapan datangnya janji ini jika kalian jujur (benar)?

💥 Orang-orang Kafir yang mendustakan janji Allah, mempertanyakan: Kapan datangnya hari kiamat, jika memang kalian benar? Hal ini mereka katakan sebagai bentuk penentangan karena para Nabi mengkhabarkan akan datangnya hari kiamat saat manusia dibangkitkan dari kubur mereka dan dibalas sesuai amal perbuatan mereka.

📛 Bahkan, karena ketidakyakinan mereka akan datangnya hari kiamat itu, orang-orang kafir tersebut menantang dan ingin disegerakan datangnya hari kiamat itu.

يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِهَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ

🍃 Orang-orang yang tidak beriman ingin disegerakan datangnya hari kiamat, sedangkan orang-orang beriman takut akan datangnya hari tersebut dan mengetahui bahwa itu adalah benar (haq) (Q.S asy-Syuura ayat 18) (disarikan dari tafsir Ibnu Katsir).

🔰 Orang-orang beriman takut akan datangnya hari kiamat dan mereka mempersiapkan amal dan bertaubat kepada Allah untuk menyongsong datangnya hari kiamat itu. Hari kiamat tidaklah diketahui kecuali hanya oleh Allah. Yang dibutuhkan oleh kita adalah mempersiapkan datangnya hari kiamat itu dengan taat kepada Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarangNya.

✅ Mereka berjuang untuk taat kepada Allah dengan mengerjakan amal sholih. Namun, kalaupun seseorang kurang dalam amalnya, mereka masih bisa berharap kecintaan mereka kepada Allah, kecintaan kepada Nabi, kecintaan kepada para Sahabat Nabi, bisa memberikan manfaat bagi mereka di akhirat.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

🍃 Dari Anas radhiyallahu anhu bahwa seseorang laki-laki bertanya kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam tentang hari kiamat. Ia bertanya: kapan hari kiamat? Nabi menyatakan: Apa yang engkau persiapkan untuknya? Orang itu menyatakan: tidak ada. Kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya shollallahu alaihi wasallam. Maka Nabi bersabda: Engkau bersama orang yang engkau cintai. Anas berkata: Tidak ada kegembiraan yang lebih besar bagi kami selain ucapan Nabi shollallahu alaihi wasallam: “engkau bersama orang yang engkau cintai”. Anas berkata: Maka aku mencintai Nabi shollallahu alaihi wasallam, Abu Bakr, Umar, dan aku berharap bersama mereka karena kecintaanku kepada mereka. Meski aku tidak beramal seperti amalan mereka (H.R al-Bukhari dan Muslim).

🌹 Mencintai Allah dan Rasul-Nya bukanlah dengan mengada-adakan kebid’ahan yang tidak pernah dituntunkan Nabi dalam beribadah kepada Allah, namun bukti kecintaan kepada Allah adalah dengan meneladani Sunnah Rasul shollallahu alaihi wasallam:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

🍃 Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S Ali Imran ayat 31).

🌷 Mengerjakan Sunnah Nabi meskipun tidak banyak, hanya sederhana, itu jauh lebih baik dan tidak bisa dibandingkan daripada banyak dan sering mengerjakan kebid’ahan-kebid’ahan meski alasannya adalah karena cinta kepada Rasul.

🔵 Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:

الْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الْإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ

🍃 Sederhana dalam Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam kebid’ahan (riwayat al-Marwaziy dalam as-Sunnah, al-Laalikaai dalam I’tiqod Ahlissunnah).

Ayat Ke-49 Surat Yaasin.

👈 ما يَنْظُرُونَ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ

🍃 Arti Kalimat: Tidaklah mereka menanti kecuali satu teriakan (suara keras) yang mengadzab mereka pada saat mereka sedang berbantah-bantahan.

🔰 Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa hari kiamat akan datang secara mendadak, menimpa orang-orang yang sedang berbantah-bantahan.

🚨 Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang saat itu sangat tidak siap dan tidak pernah terbetik dalam pikirannya bahwa akan datang hari kiamat, karena mereka justru sedang berbantah-bantahan dan bermusuhan.

🔵 Jika seseorang selalu dalam keadaan takut akan datangnya hari kiamat dia tidak akan sempat untuk berbantah-bantahan. Yang ada adalah beribadah dan bertaubat dari dosa-dosa.

💥 Tapi memang hari kiamat akan menimpa manusia-manusia yang paling buruk perbuatan dan akhlaknya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى شِرَارِ النَّاسِ

🍃 Tidaklah datang hari kiamat kecuali (menimpa) manusia yang terburuk (H.R Muslim dari Ibnu Mas’ud).

📛 Keburukan akhlaknya terlihat dari senangnya mereka berbantah-bantahan dan saling bermusuhan. Bahkan saat datangnya hari kiamat itu.

🌏 Para Ulama Tafsir seperti Ibnu Katsir menjelaskan bahwa teriakan keras itu adalah tiupan sangkakala dari Malaikat Israfil yang menyebabkan ketakutan yang dahsyat bagi setiap makhluk di langit dan di bumi –kecuali yang dikehendaki Allah- dan merekapun berjatuhan mati. Itu adalah tiupan yang pertama.

وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

🍃 Dan pada hari (ketika) ditiup sangkakala, maka menjadi takut (terkejutlah) segala yang ada di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang kepada-Nya dengan merendahkan diri (Q.S anNaml ayat 87).

💍 (disarikan dengan penyesuaian dari Tafsir Surat Yaasin libni Utsaimin 176-177).

📖 Ayat Ke-50 Surat Yaasin.

👈 فلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلَا إِلَى أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ

🍃 Arti Kalimat : Maka mereka tidak mampu memberikan wasiat ataupun kembali kepada keluarga mereka.

🔴 Kedatangan hari kiamat yang sangat mendadak itu telah membinasakan mereka, sehingga mereka tidak mampu lagi sekedar berbicara menyampaikan wasiat, ataupun bergerak berjalan menuju keluarganya. (disarikan dari Tafsir Yaasin libni Utsaimin halaman 179-180).

📢 Suatu suara yang sangat berpengaruh di dunia saja bisa melumpuhkan seseorang sejenak hingga tersungkur ke bumi. Jika ucapan itu dipahami dan berkesan. Seperti yang dialami oleh Umar bin al-Khotthob saat mendengar kabar meninggalnya Nabi. Awalnya beliau tidak percaya akan berita itu. Namun, ketika Abu Bakr radhiyallahu anhu berkhutbah dan membacakan ayat, maka Umarpun terjatuh ke bumi dan baru sadar bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam telah wafat.

🌷 Abu Bakr radhiyallahu anhu berkhutbah:

مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ وَقَالَ { إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ } وَقَالَ { وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ }

🍃 Barangsiapa yang menyembah Muhammad, shollallahu alaihi wasallam, sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Barangsiapa yang menyembah Allah, maka Allah adalah Yang Maha Hidup tidak akan mati. Kemudian Abu Bakr membaca ayat: « Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka akan mati (Q.S az-Zumar ayat 30) » dan juga membaca ayat: « dan tidaklah Muhammad kecuali adalah Rasul. Telah berlalu sebelumnya para Rasul. Apakah jika ia meninggal atau terbunuh, kalian akan murtad kembali. Barangsiapa yang murtad, sekali-kali tidaklah memudharatkan Allah. Dan Allah akan memberikan balasan (kebaikan) kepada orang-orang yang bersyukur (Q.S Ali Imran ayat 144) ».

✏️ Umar bin al-Khotthob radhiyallahu anhu menyatakan:

وَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلَاهَا فَعَقِرْتُ حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلَايَ وَحَتَّى أَهْوَيْتُ إِلَى الْأَرْضِ حِينَ سَمِعْتُهُ تَلَاهَا عَلِمْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ

🍃 Demi Allah, ketika mendengar Abu Bakr membaca ayat itu, aku tercengang hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku hingga aku terjatuh ke bumi. Pada saat itu aku (baru) menyadari bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam telah meninggal dunia (H.R al-Bukhari).

🚨 Suara yang menimbulkan kesan mendalam di dunia saja, bisa membuat seorang terjatuh. Bisa karena ia meresapi maknanya, atau bisa jadi kekuatan suara yang demikian dahsyat menyebabkan seseorang tertegun, tak mampu berkata-kata bahkan bergerak. Apalagi suara yang sangat keras, tiupan sangkakala pertanda datangnya hari kiamat.

📖 Ayat Ke-51 Surat Yaasin.
👈 ونُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ 
🍃 Arti Kalimat: dan ditiupkanlah sangkakala, maka seketika itu mereka (bangkit) dari kubur berjalan cepat menuju Rabb mereka.
🌷 As-Shuur yang disebut dalam ayat tersebut seringkali diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai ‘sangkakala’. Yaitu alat tiup semacam terompet yang terbuat dari cangkang kerang atau tanduk hewan yang biasa ditiup untuk pemberitahuan peristiwa-peristiwa penting di masa dulu seperti kejadian perang, dan semisalnya. 
☝️ Namun yang dimaksud dalam ayat ini –sebagaimana penjelasan para Ulama- adalah sangkakala yang ditiup sebagai pertanda datangnya hari kiamat. Kita tidak mengetahui seperti apa bentuk sangkakala itu. 
🌏 Pada ayat ini disebutkan bahwa ‘sangkakala ditiup’ tanpa menyebutkan siapa yang meniupnya. Seringkali kalimat-kalimat dalam al-Quran menggunakan bentuk pasif yang tidak menunjukkan siapa pelaku perbuatannya. Hal itu memberikan pengaruh yang lebih kuat dalam membangkitkan perasaan yang diisyaratkan oleh ayat tersebut. 
✏️ Seperti pada ayat ini, tidak disebutkannya siapa pelaku yang meniup sangkakala itu untuk memberikan pengaruh lebih kuat munculnya perasaan takut pada diri pembaca.
💡 Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa beliau tidak mengetahui adanya hadits yang shahih yang memastikan penyebutan nama Malaikat yang meniup sangkakala itu. Namun yang masyhur dan dirajihkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya adalah Malaikat Israfil (syarh Sunan Abi Dawud li Abdil Muhsin al-Abbad).
🔖 Para Ulama berbeda pendapat tentang berapa kali tiupan sangkakala itu dalam proses terjadinya hari kiamat. Sebagian berpendapat 3 kali. Sebagian menyatakan 2 kali. 
🎁 Syaikh Ibn Utsaimin merajihkan pendapat yang dua kali. 
▶️ Tiupan pertama adalah menimbulkan ketakutan dan keterkejutan luar biasa sekaligus tak sadarkan diri. 
⏩ Sedangkan tiupan kedua adalah tiupan kebangkitan, manusia bangkit dari kuburnya. 
✅ Pendapat ini juga yang secara dzhahir dipilih dalam Tafsir Jalalain.
📗 Al-Ajdaats maknanya adalah kubur. Manusia bangkit dari kuburnya setelah mendengar tiupan sangkakala yang kedua. 
📘 Yansiluun artinya adalah berjalan dengan cepat. Manusia bangkit dari kubur dan berjalan dengan cepat menuju Allah.  

(Abu Utsman Kharisman)

WA al-I’tishom


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Comments

Paling Populer

To Top