Kalimantan Barat

Dara Itam (Cerita Rakyat Kalimatan Barat)


 

          Dara Itam adalah cerita
rakyat dari Kalimantan Barat. Dia adalah seorang anak tunggal dari Patih
Gumantar. Dara Itam ditinggal wafat oleh ayahnya ketika perang melawan Kerajaan
Miaju. Menginjak remaja, Dara Itam tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik
dan memiliki kepandaian untuk mengobati orang yang sakit. Karena sangat cantik,
Dara Itam menjadi idaman bagi seorang raja yang bernama Raja Pulang Palih.
Meskipun tidak mencintai Raja Pulang Palih, Dara Itam tidak serta merta menolak
secara kasar permintaan Raja Pulang Palih. Dara Itam ternyata memiliki pria
idaman yang bernama Ria Sinir. Bagaimana cerita daerah yang berjudul Dara Itam
tersebut ?  berikut ceritanya.

         Dara Itam adalah anak tunggal dari
Patih Gumantar. Patih Gumantar adalah orang yang sangat berpengaruh pada
zamannya. Dia dianggap sebagai raja kecil. Ia hidup mewah dan jaya. Karena itu,
saking makmurnya, banyak kerajaan kecil tetangga yang ingin merebut daerah
kekuasaannya. Masa itu masih berlaku perang Kayau Mengayau. Yaitu perang dengan
menebas batang leher lawan hingga kepala terpisah dari tubuhnya.

Sekitar
tahun 1400 Masehi kerajaan Miaju nekat menyerang kerajaan kecil Patih Gumantar.
Kerajaan itu datang dengan membawa pasukan yang lebih besar. Dalam pertempuran
itu, Raja Miaju menang dan berhasil mengayau kepala Patih Gumantar dan kemudian
membawa pulang tengkorak kepala itu ke kerajaannya.

Konon,
tengkorak dari hasil perang Kayau sangat berkhasiat dan penting untuk kehidupan
bertani dan juga aspek kehidupan lainnya bagi orang Dayak. Tengkorak itu
kemudian dijaga dengan ketat. Karena kalau sampai hilang, maka hilanglah segala
khasiat dan kemujuran hidup seluruh sukunya. Akan halnya tengkorak Patih
Gumantar, tengkoraknya disimpan didalam Tajo Tarus Raja Miaju, semacam tempayan
pusaka dengan penjagaan yang sangat ketat.

Setelah
tumbuh menjadi gadis remaja, Dara Hitam kemudian menjadi dukun Baliatn, seorang
dukun yang sangat disenangi rakyatnya. Dalam metode perdukunannya, Dara hitam
selalu menggunakan ramuan dari kayu-kayuan dan akar kayu dari hutan untuk
diolah menjadi obat. Hingga kini ramuan obatnya masih digunakan suku Dayak di
kampungnya. Sebagai dukun, Dara Hitam sering diundang dari kampung kekampung
untuk mengobati orang yang sakit.

Suatu
hari Dara Itam diundang dikampung tetangganya di dekat Sungai Tenganap di
daerah Tembawang Selimpat. Disana Dara Itam berdukun selama berminggu-minggu
lamanya. Biasanya, setelah selesai berdukun, Dara Itam kerap mandi di Sungai
Tenganap yang airnya mengalir melewati daerah kediaman Raja Pulang Palih,
seorang raja yang mempunyai garis keturunan dari Raja Jawa Banten.

Ketika
sedang mandi, sehelai rambut Dara Itam ada yang gugur. Rambut itu jatuh didalam
sebuah bikir kuningan atau bokor yang dibawanya. Bokor adalah sebuah wadah
berbentuk pot yang terbuat dari tembaga. Saking ringannya, bokor itu kemudian
hanyut terbawa air. Ketika hanyut, bokor itu melewati salah seorang pengawal
Raja Pulang Palih yang sedang mandi. Pengawal itu lantas tertarik melihat bokor
itu dan mengambilnya. Ketika diambil, dia melihat ada sehelai rambut di
dalamnya. Dia lantas coba menarik rambut tersebut. Namun saking panjangnya,
rambut itu seperti tak berujung. Hal itu kemudian dikabarkannya kepada sang raja.
Setelah mengetahui hal tersebut, raja juga tampak keheranan dan ingin
mengetahui siapa pemilik rambut panjang itu. Pastilah dia seorang gadis yang
cantik pikirnya.

Raja
kemudian memutuskan dan memerintahkan beberapa pengawalnya untuk mnyertai
mencari keberadaan si pemilik rambut. Dari arah arus sungai yang mengalir
mereka berkesimpulan,kalau si pemilik rambut berada di hulu sungai. Dengan
memakai perahu, pergilah rombongan itu menyusuri sungai menuju ke hulu.

Setelah
sekian lama menyusuri sungai, tibalah mereka ke sebuah rumah yang berhias rapi,
pertanda di rumah itu sedang ada acara perdukunan menurut adat Dayak. Pengawal
kemudian bertanya pada seorang warga disana, siapa kira-kira yang memiliki
rambut panjang disini. Menurut anak yang sedang menimba air, memang ada seorang
gadis yang memiliki rambut panjang. Tapi gadis itu sedang mengobati penyakit
seseorang di kampung ini.

Setelah
mendengar informasi itu, raja kemudian menjalankan rencananya. Dia kemudian
pura-pura sakit dan terbaring didalam perahu. Pengawalnya pun diperintahkan
untuk mengundang Dara Itam datang ke perahu. Tanpa berpikir panjang, Dara Itam
lantas menyetujui permintaan raja dan mengikuti langkah pengawal menuju perahu
dengan membawa segala ramuannya.



Ketika
Dara Itam naik diatas perahu, pengawal pun langsung melepaskan ikatan tali
perahu dan berkayuh sekuat tenaga, meninggalkan hulu sungai. Sadarlah Dara Itam
kalau dia telah ditipu, masuk kedalam perangkap Raja Pulang Palih yang
membawanya meninggalkan Tembawang Selimpat menuju daerah Tembawang Ambator.



Karena
laju perahu diatas rata-rata, maka sebentar saja sampailah perahu yang membawa
Dara Itam ke pangkalan Sungai Sepatah, daerah Tembawang Ambator Anggarat.
Disana Dara Itam disambut oleh semua istri Raja Pulang Palih. Raja kemudian
mulai melancarkan rayuannya pada Dara Itam dengan maksud untuk menarik
simpatinya agar mau dipersunting menjadi istrinya.



Dara
Itam ingin menolak, tapi tidak berani dengan cara terang-terangan. Karena
didalam hatinya cuma ada satu nama, Ria Sinir yang telah berhasil mencuri
hatinya. Tapi dia tak mau gegabah dengan menolak pinangan raja dengan kasar.
Dara Itam kemudian memberikan sebuah persyaratan,



“Kalau
raja sanggup mengembalikan tengkorak ayahku, Patih Gumantar, raja boleh mengawiniku,”
pinta Dara Itam pada Raja Pulang Palih sebagai syarat.



Awalnya
Raja menolak permintaan tersebut dan selalu merayu Dara Itam untuk menikah
dengannya. Tapai Dara Itam teguh dengan permintaannya. Akhirnya, karena
permintaan Dara Itam yang tak terbantah, Raja pun berusaha melaksanakan syarat
itu.



Raja
Pulang Palih kemudian mengumpulkan seluruh rakyatnya dan petinggi istana untuk
minta pendapat. Mereka tahu, untuk mendapatkan tengkorak kepala Patih Gumantar
berarti menabuh genderang perang. Tapi itu jalan satu-satunya agar Raja bisa
mempersunting Dara Itam.



Tengkorak
kepala itu tentu dijaga dengan ketat. Dan untuk mendapatkannya mereka harus
mengadakan perlawanan sengit pada Raja Miaju. Setelah sepakat, mereka kemudian
memutuskan untuk membuat perlengkapan perang.



Raja
kemudian memerintahkan rakyatnya untuk mencari kayu yang paling baik untuk
membuat Jong atau sampan besar. Dan untuk itu rakyat akan mencari kayu jenis
Merbau. Tak lama kemudian kayu itu pun ditemukan di sungai Sepatat, yang
tanggul kayunya masih ada hingga sekarang.
Dengan alat-alat tradisional yang terbuat dari batu, mereka menebang pohon merbau
dengan menggunakan kampak batu. Tapi walaupun sudah berusaha dengan keras,
namun mereka tak berhasil menebangnya. 

Akhirnya
mereka menggunakan cara lain, yaitu mengikatkan mata kampak batu itu dengan
tali rotan ke sebilah kayu yang menjadi gagangnya. Setelah itu, kayu pun
kembali ditebang. Tapi baru setengah batangnya terpotong, malam pun tiba, dan
mereka memutuskan untuk menebang pohon merbau pada keesokan hari saja.

Tapi
keesokan harinya mereka terkejut. Batang pohon yang telah setengah putus itu
kembali bertaut dan menjadi utuh seperti sedia kala. Tak mau terlalu larut
dalam keterpanaan, mereka kembali menebang, menuntaskan pekerjaan yang sempat
tertunda.

Namun
hingga sore, penebangan pohon Merbau masih belum selesai juga. Hingga malam
datang dan mereka terpaksa menundanya kembali. Tapi ketika datang keesokan
harinya, pohon merbau itu kembali utuh. Dan mereka benar-benar kecewa melihat
kejadian itu. Benar-benar aneh, pikir mereka.

Dara
Itam kemudian mengusulkan pada Raja Pulang Palih agar memanggil Ria Sinir untuk
menebang pohon merbau tersebut. Tak banyak tanya, raja langsung menyetujui
usulan itu dan segera memanggil Ria Sinir datang ke kerajaannya. Ria Sinir yang
dasarnya mempunyai sifat penolong langsung memenuhi undangan sang raja dan
segera menghadap raja.

“Setelah
beberapa rakyatku tak ada yang sanggup, maka akau meminta engkau untuk menebang
pohon Merbau yang nantinya akan aku jadikan Jong.” Pinta raja sembari
menjelaskan maksudnya pada Ria Sinir.

“Saya
akan coba. Tapi saya tidak berani berjanji. Sebab, orang-orang raja saja gagal
melaksanaknnya, apalagi saya.” Jawab Ria Sinir dengan sikap merendah.

“Engkau
coba saja dulu.” Pinta sang raja penuh harap.

Akhirny
Ria Sinir masuk kedalam hutan dan segera menemukan lokasi dimana letak kayu merbau
yang dimaksud. Dan Ria Sinir pun memulai pekerjaannya. Hebatnya, sekali dua
tebas saja dengan kampaknya, pohon yang kokoh itu kemudian langsung tumbang.

 

Setelah
selesai dengan pekerjaannya, Ria Sinir bergegas menghadap raja dan melaporkan
hasil pekerjaannya. Melihat itu raja dan rakyat yang mengetahuinya pun tercengang.
Tak menyangka hal yang sulit itu dapat dikerjakan dengan sangat mudah oleh Ria
Sinir. Setelah selesai dengan tugasnya, Ria Sinir kemudian pamit pulang ke
kampung halamannya.

Setelah
batang kayu merbau didapat, segerahlah kayu itu diolah menjadi sebuah jong. Tak
lama jong pun jadi dan siap difungsikan. Beramai-ramai mereka kemudian berusaha
mendorong jong itu agar dapat masuk kedalam sungai. Namun, walau seluruh rakyat
ikut mendorong, namun jong itu tak bergeming seperti terpatri kuat dengan tanah.
Sekali lagi raja menjadi bingung melihat keanehan itu.

Akhirnya,
kembali atas usul Dara Itam, Ria Sinir kembali diundang. Ria Sinir kemudian
datang. Tapi syarat yang dipintanya kali ini sangat berat. Membuat raja
terkejut.

“Saya
bisa menolong, Tuanku. Tapi semua itu ada syaratnya.” Jawab Ria Sinir.

“Apa
syaratnya, Ria Sinir?”

“Raja
harus menyediakan tujuh perempuan yang sedang mengandung anak pertama dalam
kondisi hamil tua atau hampir melahirkan. Karena ketujuh orang inilah yang
nantinya menjadi bantalan alas jong yang akan diluncurkan.” Jelas Ria
Sinir panjang lebar.

“Itu
mustahil,” sela  sang raja dengan
gugup. Mendengar persyaratan yang dipinta Ria Sinir membuatnya menjadi takut.

“Selain
itu, saya juga perlu tujuh butir telur dari ayam yang baru pertama kali
bertelur. Serta tiga gantang uang logam yang terbuat dari perak, tembaga dan
timah.”

“Apakah
tidak bisa diganti?” Tawar raja.

Ria
Sinir menggeleng. “Persyaratan itu tak boleh ditawar, Tuanku. Kalau tidak,
rencana Tuanku tak akan bisa berhasil,” jelas Ria Sinir lagi.

Akhirnya,
walau terasa tak masuk diakal, Raja pun menyanggupi segala persyaratan yang dipinta
Ria Sinir. Tak disangka, raja kemudian berhasil mendapatkannya. Ketika semuanya
sudah lengkap, ketujuh perempuan yang sedang mengandung itu pun disuruh Ria
Sinir untuk rebah, berjejer di depan jong yang akan dibawa ke sungai. Karena
dari atas perut ketujuh wanita hamil itulah Jong akan meluncur ke sungai.

Seluruh
rakyat yang menyaksikan peristiwa tersebut memandang dengan perasaan ngeri dan
juga sedih. Ria Sinir kemudian berjalan ke buritan jong. Dan dengan
kesaktiannya, dia kemudian menepuk buritan sekali dan jong langsung meluncur
mulus melewati satu persatu perut wanita hamil itu hingga berhasil mengapung
diatas air.

Setelah
itu, ketujuh wanita hamil itu disuruh berdiri oleh Ria Sinir. Ajaib! Semuanya
sehat dan tidak ada cidera sedikitpun di badan mereka. Malahan mereka merasa
semakin sehat dari keadaannya semula. Ketujuh telur yang dipinta kemudian
disuruh dieramkan. Dan kemudian hari, setelah telur menetas, keluarlah
ayam-ayam jago yang pandai berkokok.

 

Setelah
itu jong diisi dengan seluruh perlengkapan perang. Raja lantas menunjuk Ria
Sinir untuk memimpin perang. Dan sebelum berangkat, Raja Pulang Palih telah
berjanji akan menyerahkan salah satu dari ketujuh istrinya pada Ria Sinir bila
dia berhasil membawa tengkorak Patih Gumantar dihadapannya.

Setelah
jong penuh dengan perlengkapan perang, pasukan yang dipimpin oleh Ria Sinir pun
berangkat menuju Kerajaan Miaju. Jong kemudian dikayuh secepat Burung Bengkala,
burung sakti yang mempunyai kecepatan terbang yang kencang. Kira-kira pukul
satu malam, mereka kemudian sampai. Sebelum mengadakan penyerangan, mereka
terlebih dahulu mengintai keadaan. Terlihat oleh mereka pondok penyimpanan
Tajau Tarus yang berisi tengkorak Patih Gumantar. Tempat itu dijaga dengan
ketat dan rapi. Ria Sinir yang berani dan cerdas itu kemudian melaksanakan
rencananya.



Dengan
hati-hati, malam itu juga dia mengangkut semua uang yang telah dibawanya.
Uang-uang itu kemudian dihambur-hamburkannya ditempat dimana orang-orang biasa
menimba air. Sebagian uang itu juga diikat menyerupai pundi-pundi dan
disangkutkan diatas pohon tangkul yang beracun seperti tuba. Setelah itu, jong
kembali dikayuh menjauhi hilir.

Pagi
hari ketika orang sedang menimba air, terlihat oleh mereka uang yang
bertaburan, bagai hujan yang tercurah dari langit. Mereka langsung
memungutinya. Orang-orang itu kemudian pulang kerumah panjang dan
memberitahukan kabar tersebut pada yang lainnya.

Mendengar
itu, yang lainnya kemudian berduyun-duyun mendatangi tempat tersebut dan ikut
memungut uang-uang yang bertebaran disana. Belum puas memungut uang yang
bertebaran, mereka kemudian mengambil uang yang ada dibatang pohon tangkul yang
juga penuh dengan pundi-pundi uang.

Pohon
itu kemudian mereka tebang. Ketika ditebang, secara tak langsung racun kayu itu
jatuh kedalam air dan meracuni ikan yang ada disana. Tak ayal lagi, ikan-ikan
pun kemudian mati dan bermunculan dipermukaan air.

Melihat
itu, seluruh penduduk kampung langsung keluar untuk mengumpulkan ikan-ikan yang
banyak terdampar diatas air. Mereka lupa akan tajo tarus yang berisi tengkorak
Patih Gumantar yang seharusnya mereka jaga dengan ketat. Tempat itu sepi dan
luput dari penjagaan.
Melihat keadaan itu, dengan tenang Ria Sinir menjalankan aksinya. Ria Sinir
kemudian mengangkat tempayan berisi tengkorak Patih Gumantar dan dibawanya
kedalam Jong.

“Ayo!
Lekas kayuh Jong kita. Jangan sampai musuh mengetahui dan mengejar,” perintah
Ria Sinir pada pasukannya.

Dengan
mengerahkan tenaga sekuatnya, mereka tak henti-hentinya berkayuh. Akhirnya,
setelah sekian lama berkayuh, mereka tiba juga dengan selamat ke istana Raja
Pulang Palih. Ria Sinir kemudian membawa tempayan itu dihadapan Raja. Setelah
itu Raja lantas teringat akan janjinya, bahwa dia akan menyerahkan salah satu
istrinya untuk Ria Sinir.

Maka
dari itu, seluruh istrinya pun disuruh berdandan secantik mungkin. Ketika
selesai berdandan, mereka lantas disuruh menunggu didalam sebuah ruangan. Ria Sinir
kemudian dipersilahkan masuk dan disuruh memilih salah satu diantara mereka.
Para istri Raja memang berparas cantik semuanya tapi tak ada yang menawan hati
Ria Sinir. Karena didalam hati Ria Sinir cuma ada Dara Itam. Dan dengan
kesaktiannya, Ria Sinir memilih caranya sendiri. Dia kemudian mengambil sehelai
daun sirih. Daun sirih itu kemudian dtimang-timangnya. Setelah itu daun sirih
itu dilepaskannya. Ajaib! Daun sirih itu berubah menjadi kunang-kunang yang
bercahaya dan terbang menurut sesuai perintah Ria Sinir.

“Kepada
siapa kunang-kunang ini nantinya hinggap, dialah yang akan menjadi istriku.”
Ucap Ria Sinir khusyuk.

Raja
Pulang Palih terkesima melihat kesaktian Ria Sinir. Terbersit rasa panik dalam
hatinya. “Bagaimana kalau kunang-kunang ini pergi ke dapur dan
menghinggapi Dara Itam.” Pikir Raja resah.

Dara
Itam memang sengaja disembunyikan Raja di dapur dan wajahnya dilumuri dengan
arang hitam. Konon karena itulah dia semakin dikenal dengan julukan Dara Itam.
Ketakutan Sang Raja kemudian menjadi kenyataan. Kunang-kunang lantas menuju ke
dapur, tempat dimana Dara Itam disembunyikan.

“Kepada
siapa kunang-kunang ini hinggap, dialah nanti yang akan menjadi istriku.”
Ulang Ria Sinir berkali-kali.

Kunang-kunang
itu kemudian menghinggapi Dara Itam. Melihat itu Ria Sinir bergegas masuk ke
dapur dan menemukan Dara Itam ada disana. Walaupun wajah Dara Itam menghitam
karena arang tapi Ria Sinir tetap mengenalnya.

Ketika
bertemu, mereka langsung berpelukan erat. Dengan bergandengan tangan mereka
berdua lantas menghadap Raja. Hati Raja Pulang Palih sebenarnya berat
melepaskan Dara Itam tapi sebagai  Raja dia tak bisa mengingkari janji
yang sudah diucapkan. Hatinya sedih. Dara Itam yang dicintainya akan segera
dibawa orang lain.

Tengkorak
Patih Gumantar yang ditemukan dan sekiranya membuat dirinya bahagia kini malah
membawa kesedihan baginya. Karena hal itu malah menjadi jembatan Ria Sinir dan
Dara Itam untuk bersatu kembali. Perempuan yang dicintainya akan menjadi milik
orang lain.

Setelah
itu, Ria Sinir dan Dara Itam kemudian mohon diri pada raja. Namun, sebelum
mereka pergi, dengan berlinang air mata Raja berpesan pada Ria Sinir.

“Tak
akan kuingkari janjiku padamu Ria Sinir. Tapi kumohon, jika anak yang dikandung
Dara Itam adalah laki-laki maka dia adalah anakku. Dan jika dia perempuan maka
anak itu menjadi milik Dara Itam.”

“Baiklah.”
Ria Sinir mengangguk takzim.

Ketika
sampai dikampung halamannya, Ria Sinir dan Dara Itam disambut meriah oleh
pamannya Ria Jambi. Kedatangan mereka disambut seperti prajurit yang pulang
dari medan peperangan. Ria Jambi kemudian mengumpulkan seluruh kaum kerabat
untuk melaksanakan sebuah pesta perkawinan.

Pesta
pada zaman itu hanyalah menghidangkan daging binatang peliharaan, binatang
buruan, sayuran kulat, karang dan buah-buahan yang ada didalam hutan. Dari
hasil perkawinan Dara Itam dan Ria Sinir, lahir seorang anak laki-laki bernama
Ria Kanu’ yang dikemudian hari menjadi cikal bakal keturunan Dayak Kanayatn di
Kecamatan Darit Manyuke Kabupaten Landak.

Sedangkan
dari perkawinannya dengan Raja Pulang Palih, Dara Itam melahirkan anak kembar
yang diberi nama Dol Kasim dan Dol Kahar. Mereka inilah yang dikemudian hari
menjadi cikal bakal raja-raja yang ada di Kerajaan Landak.

Demikianlah
cerita rakyat dari daerah Kalimantan Barat yang berjudul Dara Itam. Semoga cerita
ini bermanfaat bagi para pembaca.





 


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top