arsitektur modern

Mies Van Der Rohe (bag. 2/2): ‘Less is More’ dan Semangat Zaman


Semangat zaman atau zeitgeist selalu menjadi acuan
dalam perkembangan desain arsitektur. Seiring kemajuan teknologi, kita dapat
memiliki kota yang berkembang hebat dan arsitektur yang bagus pula. Namun orang
masih bingung dengan zaman dan seringkali terperangkap dengan masa lalu. Arsitektur
bukan seni individual selayaknya manusia yang memiliki selera individulistik.
Arsitektur bergantung terhadap zaman. Di era barok orang dapat membuat bangunan bergaya barok seperti yang dia inginkan, tapi di era modern kita tidak dapat melakukan hal seperti itu lagi.

Mies yakin arsitektur adalah ekspresi pengejawantahan yang paling terlihat dari sebuah peradaban. Ketika Louis Sullivan mengatakan bentuk harus mengikuti fungsi,
itu adalah reaksinya terhadap zaman itu. Di zaman ini fungsi berubah sangat cepat. Kita dapat
membayangkan bangunan yang dulunya digunakan sebagai kantor kini digunakan
sebagai hotel. Konsep-konsep tempat hiburan dan café dengan gaya bangunan
kolonial yang asli kemudian berkembang menjadi trend. Menanggapi perubahan
yang cepat itu Mies berpandangan bahwa hanya fleksibilitas cakap yang dapat memberikan
nilai pada bangunan. Fleksibilitas adalah yang paling penting dan merupakan karakteristik
pada bangunan Mies, yang artinya bentuk yang dikeluarkan Mies bukan ekspresi
suatu fungsi. Pengejawantahan fleksibilitas ini dapat kita lihat pada Crown
Hall IIT. Mies mengungkapkan “ini adalah bangunan yang paling jelas yang pernah
kami buat dan yang paling menggambarkan filosofi kami”.


Mies, Crown Hall IIT. Chicago, 1956

Bagaimana menurut kalian tentang bangunan Mies
yang satu ini? Menurut Mies tidak ada orang yang secara jelas dapat mengekspresikan
zaman seandainya kejelasan (clarity)
tidak menjadi inti pendekatan pada bangunan. ‘Kejelasan’ merupakan prinsip dalam desain
Mies untuk menciptakan ruang yang fleksibel. Crown hall digunakan sebagai
sekolah arsitektur, perencanaan dan desain, yang terdiri dari ruang studio, kantor,
perpustakaan, workshop dan ruang rekreasi mahasiswa. Empat struktur baja berbentang
32 meter yang dipasang sejarak 18 meter untuk menggantung stuktur atap yang
menaungi ruang bebas kolom di bawahnya. Dinding-dinding hanya dibatasi dengan
partisi lepas sehingga bangunan ini dapat menjadi tempat bekerja kolektif
maupun individu.


Filosofi ‘less is more’ pun merupakan prinsip
universal yang masih digunakan hingga saat ini. Tidak hanya di lingkup desain, less is more juga berfungsi baik dalam birokrasi
modern; semakin sedikit jenjang birokrasi semakin efisien kinerja dan hasil
yang diperoleh. Seperti pada tulisan sebelumnya, idiom ‘less is more’ tidak
dikeluarkan langsung dari mulut Mies. Justru ini keluar dari pernyataan seorang
kontraktor pelaksana bangunan gedung olahraga yang melihat gambar kerja yang
bertumpuk lalu mengatakan kepada tim perencana: “ahh..less is more” dalam konteks jumlah gambar kerja yang lebih sedikit. Ini kemudian menjadi filosofi bagi Mies yang memiliki pola prinsip yang sama dalam membuat bangunan; dikerjakan dengan benar
dan cara sederhana serta dengan sedikit interupsi yang tidak perlu pada desain.




Fleksibilitas ruang interior Crown Hall merupakan
perwujudan dari konsep Mies yang universal.

Banyak yang masih memegang filosofi Mies ini sebagai
prinsip desain mereka, salah satunya adalah SOM. SOM (Skidmore Owings &
Merill) adalah perusahaan perencana Amerika yang memadukan arsitektur dan engineer dalam
pendekatan desain bangunan tinggi. SOM memegang filosofi Mies, less is more dan masih terus menggali filosofi
ini lebih jauh. Tidak heran ada anekdot yang mengatakan SOM adalah akronim dari
‘Son Of Mies’, yang kira-kira berarti anak intelektual Mies. SOM tidak mungkin menciptakan kembali bangunan tinggi seperti gedung Seagram, New York yang dirancang oleh Mies. Prinsip clarity tidak berhenti di bentuk kotak kaca dengan rangka baja
berwarna hitam. Penggalian filosofi less
is more
kiranya juga menghasilkan desain pencakar langit Hancock Tower, Chicago
yang semirip dengan Seagram dalam hal material baja dan kaca namun berbeda pada
bentuk masa dan konsep struktur bangunan. Puncak perkembangan selanjutnya dari filosofi ini antara lain adalah Freedom Tower (WTC, New york) dan tentunya Burj Khalifa yang dibangun dengan ketinggian 800 meter di Dubai.



John Hancock Tower, SOM 1969 (atas). Seagram Building, Mies 1958 (bawah)

Mies menyenangi bangunan-bangunan yang ramping.
Namun demikian untuk mewujudkannya tidak gampang, Ia harus mengajarkan orang
untuk menerima konsep itu dan membangunnya dengan cara yang sederhana. Beliau mengejar
kedisiplinan, kejelasan dan ketukangan yang cakap (good craftmanship) meskipun jika dikerjakan dengan material baja hasilnya
harus sempurna. Mies tidak mengejar desain
yang menarik tetapi desain yang baik.
Seseorang mengatakan kepada Mies kalau ia mengejar suatu jalan yang sifatnya pribadi dan sempit. Tapi Mies merasa ia justru selalu mencari nilai yang universal pada rancangannya.


Baca juga:
Mies Van Der Rohe (bag. 1/2): Arsitek Harus Memahami Bahasa




Sumber: Michael Blackwell


Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.


Paling Populer

To Top