Catatan

YUSRIL, BUKAN HANYA MENGUASAI HUKUM, TAPI JUGA FILSAFAT


Oleh: Nani Efendi


Yusril Ihza Mahendra bukan hanya pakar di bidang hukum. Tapi ia juga menguasai filsafat. Yusril meraih doktor filsafat dari UI. Sewaktu S-1, ia kuliah  filsafat berbarengan dengan kuliah hukum tata negara di Universitas Indonesia. Jadi, Yusril itu belajar hukum secara formal hanya pada jenjang S-1 saja di Universitas Indonesia. Pascasarjana-nya di bidang filsafat pada Graduate School of Humanities and Social Sciences, University of the Punjab di Lahore, Pakistan. Sedangkan Doctor of Philosophy dalam Ilmu Politik dari Universiti Sains Malaysia di Penang, Malaysia (1993). Tapi keahliannya di bidang hukum, terutama hukum tata negara, diakui oleh publik. 

Kata Yusril, penguasaan terhadap filsafatlah yang membedakannya dengan banyak sarjana hukum pada umumnya. Itu pernah ia ceritakan dalam sebuah kesempatan. Artinya, ia tidak melihat persoalan hukum dari perspektif teknis hukum atau aspek legal formal semata, tapi ia juga melihat dari pemikiran dan  kritik filsafat, baik filsafat Barat maupun Islam.

Salah satu contoh kuatnya analisis filsafat Yusril adalah pandangan dia tentang konflik antara keadilan dan kepastian hukum. Kata Yusril, ia malah menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab, yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang ditulis oleh Imam Asy-Syathibi. Buku Ibnu Hazm itu judulnya Al Muhalla yang ditulis pada abad ke-13 dan terbit di Sevilla,  Spanyol. Dalam kitab-kitab klasik itu, Ibnu Hazm mengatakan bahwa ini persoalan yang sudah lama berkembang. Tujuan syari’ah atau tujuan hukum itu adalah keadilan. Tidak ada hukum tanpa keadilan. 

Kata Ibnu Hazm, kalau norma hukum bertentangan dengan norma keadilan, maka norma hukum itu tidak pantas dianggap sebagai norma hukum. Karena Ibnu Hazm tinggal di Spanyol, maka Yusril menduga, tulisan-tulisan Ibnu Hazm mempengaruhi seorang filsuf Katolik, Thomas Aquinas,  yang menulis buku Summa Teologia, yang juga berbicara tentang tema yang sama. Jadi, kata Yusril, menurut para ahli filsafat hukum Islam itu, di dalam keadilan ada kepastian hukum. Dan di dalam kepastian hukum, akan ada keadilan. Ia bukan dua hal yang bertentangan satu sama lain. Tugas para ahli filsafat hukum adalah mempertemukan keduanya. (Nani Efendi) 

Comments

Paling Populer

To Top