[ Sambungan dari Bag. 1 ]
10
– أَخْرَجَ أَبُوْ نُعَيْمٍ فِى الْحِلْيَةِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ
الله عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
: مَنْ جَاءَ حَاجًّا يُرِيْدُ وَجْهَ اللهِ تَعَالَى غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
– أَخْرَجَ أَبُوْ نُعَيْمٍ فِى الْحِلْيَةِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ
الله عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
: مَنْ جَاءَ حَاجًّا يُرِيْدُ وَجْهَ اللهِ تَعَالَى غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
10
– Abu Nu’aim mengeluarkan hadits dalam al-Hilyah bersumber dari
‘Abdullah bin Mas’ud, semoga Allah meridhainya, beliau berkata: saya
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang datang untuk mengerjakan haji, seraya menginginkan wajah Allah, niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[1]
– Abu Nu’aim mengeluarkan hadits dalam al-Hilyah bersumber dari
‘Abdullah bin Mas’ud, semoga Allah meridhainya, beliau berkata: saya
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang datang untuk mengerjakan haji, seraya menginginkan wajah Allah, niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[1]
11
– أَخْرَجَ أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ وَأَبُوْ يَعْلَى فِى مُسْنَدَيْهِمَا عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ قَضَى نُسُكَهُ وَسَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَمِنْ
يَدِهِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
– أَخْرَجَ أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ وَأَبُوْ يَعْلَى فِى مُسْنَدَيْهِمَا عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ قَضَى نُسُكَهُ وَسَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَمِنْ
يَدِهِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
11
– Ahmad bin Mani’ dan Abu Ya’la mengeluarkan hadits dalam Musnad mereka,
bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah, semoga Allah meridhainya, beliau
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang menyelesaikan ibadah hajinya, dan kaum muslimin selamat dari gangguan
lisan dan tangannya, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan
datang.”[2]
– Ahmad bin Mani’ dan Abu Ya’la mengeluarkan hadits dalam Musnad mereka,
bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah, semoga Allah meridhainya, beliau
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang menyelesaikan ibadah hajinya, dan kaum muslimin selamat dari gangguan
lisan dan tangannya, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan
datang.”[2]
12
– أَخْرَجَ الثَّعْلَبِيُّ فِى التَّفْسِيْرِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ
: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ آخِرَ سُوْرَةِ
الْحَشْرِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
– أَخْرَجَ الثَّعْلَبِيُّ فِى التَّفْسِيْرِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ
: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ آخِرَ سُوْرَةِ
الْحَشْرِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
12
– Ats-Tsa’labi mengeluarkan hadits dalam At-Tafsir, bersumber dari Anas,
semoga Allah meridhainya, beliau berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca penghujung surah
al-Hasyr niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[3]
– Ats-Tsa’labi mengeluarkan hadits dalam At-Tafsir, bersumber dari Anas,
semoga Allah meridhainya, beliau berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca penghujung surah
al-Hasyr niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[3]
13
– أَخْرَجَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَنْدَهْ فِى أَمَالِيْهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
الله عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ
قَادَ مَكْفُوْفًا أَرْبَعِيْنَ خُطْوَةً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
– أَخْرَجَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَنْدَهْ فِى أَمَالِيْهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ
الله عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ
قَادَ مَكْفُوْفًا أَرْبَعِيْنَ خُطْوَةً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
13
– ‘Abdullah bin Mandah mengeluarkan hadits dalam Amali-nya, bersumber
dari Ibnu ‘Umar, semoga Allah meridhai mereka berdua, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
menuntun seorang buta (yakni, karena usia lanjut) sebanyak empat puluh langkah
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[4]
– ‘Abdullah bin Mandah mengeluarkan hadits dalam Amali-nya, bersumber
dari Ibnu ‘Umar, semoga Allah meridhai mereka berdua, beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
menuntun seorang buta (yakni, karena usia lanjut) sebanyak empat puluh langkah
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[4]
14
– وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ بْنُ النَّاصِحِ فِى فَوَائِدِهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
الله عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَعَى ِلأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فِى حَاجَةٍ
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
– وَأَخْرَجَ أَحْمَدُ بْنُ النَّاصِحِ فِى فَوَائِدِهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
الله عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَعَى ِلأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فِى حَاجَةٍ
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
14
– Ahmad bin an-Nashih mengeluarkan hadits dalam Fawa’id-nya, bersumber
dari Ibnu ‘Abbas, semoga Allah meridhai mereka berdua, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang mengusahakan (pemenuhan) suatu kebutuhan untuk saudaranya sesama muslim
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[5]
– Ahmad bin an-Nashih mengeluarkan hadits dalam Fawa’id-nya, bersumber
dari Ibnu ‘Abbas, semoga Allah meridhai mereka berdua, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang mengusahakan (pemenuhan) suatu kebutuhan untuk saudaranya sesama muslim
niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[5]
15
– وَأَخْرَجَ أَبُو الْحُسَيْنِ عَنْ سُفْيَانَ وَأَبِي يَعْلَى فِى مُسْنَدَيْهِمَا
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : مَا مِنْ عَبْدَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ وَيُصَلِّيَانِ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ لَمْ يَتَفَرَّقَا حَتىَّ يُغْفَرَ
لَهُمَا ذُنُوْبُهُمَا مَا تَقَدَّمَ مِنْهَا وَمَا تَأَخَّرَ
– وَأَخْرَجَ أَبُو الْحُسَيْنِ عَنْ سُفْيَانَ وَأَبِي يَعْلَى فِى مُسْنَدَيْهِمَا
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ : مَا مِنْ عَبْدَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ وَيُصَلِّيَانِ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ لَمْ يَتَفَرَّقَا حَتىَّ يُغْفَرَ
لَهُمَا ذُنُوْبُهُمَا مَا تَقَدَّمَ مِنْهَا وَمَا تَأَخَّرَ
15
– Abul Husain mengeluarkan hadits dari Sufyan, dan Abu Ya’la, dalam Musnad
mereka berdua, bersumber dari Anas, semoga Allah meridhainya: dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidaklah dua orang hamba saling
berjumpa, lalu saling berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, melainkan sebelum keduanya berpisah telah diampunkan dosa
mereka, baik yang sudah lalu maupun akan datang.”[6]
– Abul Husain mengeluarkan hadits dari Sufyan, dan Abu Ya’la, dalam Musnad
mereka berdua, bersumber dari Anas, semoga Allah meridhainya: dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidaklah dua orang hamba saling
berjumpa, lalu saling berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, melainkan sebelum keduanya berpisah telah diampunkan dosa
mereka, baik yang sudah lalu maupun akan datang.”[6]
16
– وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ الله عَنْهُ : أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ
قَالَ : الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ
غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا جَدِيْدًا فَقَالَ : الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي كَسَانِي
هَذَا مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
– وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ الله عَنْهُ : أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ
قَالَ : الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ
غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا جَدِيْدًا فَقَالَ : الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي كَسَانِي
هَذَا مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
وَمَا تَأَخَّرَ
16 –
Abu Dawud mengeluarkan hadits dari Mu’adz bin Jabal, semoga Allah
meridhainya: sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa yang memakan makanan kemudian berkata: ‘Segala puji
bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan mengaruniakannya kepadaku, tanpa
daya dan kekuatan dariku’, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan
datang. Barangsiapa yang mengenakan baju baru lalu berkata: ‘Segala puji bagi
Allah yang telah memakaikan padaku baju ini, dengan tanpa daya dan kekuatan
dariku’, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[7]
Abu Dawud mengeluarkan hadits dari Mu’adz bin Jabal, semoga Allah
meridhainya: sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa yang memakan makanan kemudian berkata: ‘Segala puji
bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan mengaruniakannya kepadaku, tanpa
daya dan kekuatan dariku’, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan
datang. Barangsiapa yang mengenakan baju baru lalu berkata: ‘Segala puji bagi
Allah yang telah memakaikan padaku baju ini, dengan tanpa daya dan kekuatan
dariku’, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu maupun akan datang.”[7]
Sudah tersarikan 16 perkara terpuji dari hadits-hadits ini.
Segala puji bagi Allah atas kenikmatan dan karunia-Nya. Itu adalah karunia yang
Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah adalah pemilik
karunia yang besar.
Segala puji bagi Allah atas kenikmatan dan karunia-Nya. Itu adalah karunia yang
Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah adalah pemilik
karunia yang besar.
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan atas
penghulu kita, Muhammad, juga segenap keluarga dan sahabatnya.
penghulu kita, Muhammad, juga segenap keluarga dan sahabatnya.
Selesailah (penyalinan) naskah ini di tangan al-faqir
as-Sayyid Mushthafa asy-Syiblabakhi, pengajar, imam, dan pejabat hisbah
di Tanah Suci Madinah, pada tahun 1221 H.
as-Sayyid Mushthafa asy-Syiblabakhi, pengajar, imam, dan pejabat hisbah
di Tanah Suci Madinah, pada tahun 1221 H.
[*]
منظومة السيوطى فى الخصال المكفّرة
Berikut ini bait-bait yang diciptakan oleh Imam as-Suyuthi untuk
meringkas 16 perkara diatas, yang dikutip oleh muhaqqiq edisi
Arabnya dari Tanwiru al-Hawalik, I/110-111, juga karya Imam as-Suyuthi
sendiri. Terjemahan bait-bait ini tidak terlalu harfiah.
meringkas 16 perkara diatas, yang dikutip oleh muhaqqiq edisi
Arabnya dari Tanwiru al-Hawalik, I/110-111, juga karya Imam as-Suyuthi
sendiri. Terjemahan bait-bait ini tidak terlalu harfiah.
قَدْ جَاءَ عَنِ الْهَادِى وَهُوَ خَيْرُ نَبِيٍّ * أَخْبَارٌ
مَسَانِيْدٌ قَدْ رُوِيَتْ بِإِيْصَال
مَسَانِيْدٌ قَدْ رُوِيَتْ بِإِيْصَال
فِى فَضْلِ خِصَلٍ غَافِرَاتٍ ذُنُوْبَ * مَا
قُدِّمَ أَوْ أُخِّرَ لِلْمَمَاتِ بِإِفْضَال
قُدِّمَ أَوْ أُخِّرَ لِلْمَمَاتِ بِإِفْضَال
حَجٍّ وُضُوْءٌ قِيَامٌ لَيْلَةِ قَدْرٍ *
وَاسْهَرْ وَصُمْ لَهُ وُقُوْفِ عَرَفَةَ
إِقْبَال
وَاسْهَرْ وَصُمْ لَهُ وُقُوْفِ عَرَفَةَ
إِقْبَال
آمِيْنَ وَقَارِئِ الْحَشْرِ ثُمَّ مَنْ قَادَ * أَعْمَى
وَشَهِيْدٌ إِذَا الْمُؤَذِّنُ قَدْ قَال
وَشَهِيْدٌ إِذَا الْمُؤَذِّنُ قَدْ قَال
سَعْيٌ ِلأَخٍ وَالضُّحَى وَعِنْدَ لِبَاسٍ * حَمْدٌ
وَمَجِيْ مِنْ إِيْلِيَاءَ بِإِهْلاَل
وَمَجِيْ مِنْ إِيْلِيَاءَ بِإِهْلاَل
فِى الْجُمُعَةِ يَقْرَأُ قَوَاقُلاً وَصِفَاحٍ * مَعَ
ذِكْرِ صَلاَةٍ عَلَى النَّبِيِّ مَعَ اْلآل
ذِكْرِ صَلاَةٍ عَلَى النَّبِيِّ مَعَ اْلآل
Telah datang (riwayat) dari Sang Penunjuk jalan, dan dialah
sebaik-baik Nabi; hadits-hadits yang musnad dan diriwayatkan secara
bersambung.
sebaik-baik Nabi; hadits-hadits yang musnad dan diriwayatkan secara
bersambung.
Perihal keutamaan beberapa perkara yang bisa menghapuskan
dosa-dosa; baik yang telah lalu ataupun akan datang, menjelang kematian, (semua
itu) dengan karunia Allah.
dosa-dosa; baik yang telah lalu ataupun akan datang, menjelang kematian, (semua
itu) dengan karunia Allah.
(Yaitu) menunaikan haji, berwudhu, mengerjakan qiyamul
lail pada saat Lailatul Qadar, dan tidak tidur saat itu (untuk
beribadah) dan berpuasalah, wukuf di Arafah, menyambut…
lail pada saat Lailatul Qadar, dan tidak tidur saat itu (untuk
beribadah) dan berpuasalah, wukuf di Arafah, menyambut…
ucapan ‘amin’, orang yang membaca surah al-Hasyr, kemudian
orang yang menuntun orang yang buta, orang yang bersaksi pada saat mu’adzin
mengumandangkan adzan.
orang yang menuntun orang yang buta, orang yang bersaksi pada saat mu’adzin
mengumandangkan adzan.
Mengusahakan (pemenuhan kebutuhan) bagi saudara, mengerjakan
shalat Dhuha, memuji Allah tatkala mengenakan pakaian (yang baru), berangkat
dari Iliya’ (yakni, Palestina) dengan mengeraskan bacaan talbiyah
shalat Dhuha, memuji Allah tatkala mengenakan pakaian (yang baru), berangkat
dari Iliya’ (yakni, Palestina) dengan mengeraskan bacaan talbiyah
Pada hari Jum’at membaca tiga Qul (yakni, surah al-Ikhas,
al-Falaq dan an-Nas), berjabatan tangan disertai berdzikir dengan membaca
shalat kepada Nabi dan keluarganya.
al-Falaq dan an-Nas), berjabatan tangan disertai berdzikir dengan membaca
shalat kepada Nabi dan keluarganya.
[*]
Risalah ini selesai
diterjemahkan oleh Alimin Mukhtar pada tanggal 20 Jumadil Ula 1433 H, bersamaan
12 April 2012 M. Penerjemahan ini hanya mengambil materi pokok risalah, dengan
meninggalkan banyak sekali bagian yang tidak berkenaan langsung dengannya, atau
merupakan perincian-perincian detil yang diperuntukkan bagi para ahli, terutama
dalam catatan kaki. Naskah terjemahan ini sengaja disusun dalam bentuk yang
paling sederhana dan mudah dicerna oleh kebanyakan orang. Sangat dianjurkan
untuk menyebarkannya kepada sebanyak mungkin pembaca, dengan syarat tidak
diperjualbelikan dan dijaga keasliannya. Edisi asli risalah ini terdiri dari 30
halaman, merupakan bagian dari serial Liqa’ ‘Asyr al-Awakhir Bil Masjidil
Haram, vol. XIII, dan menempati urutan ke-156 dari 163 risalah yang termasuk
dalam serial ini. Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk
mengikuti jalan-jalan kebaikan yang telah ditunjukkan-Nya. Amin.
diterjemahkan oleh Alimin Mukhtar pada tanggal 20 Jumadil Ula 1433 H, bersamaan
12 April 2012 M. Penerjemahan ini hanya mengambil materi pokok risalah, dengan
meninggalkan banyak sekali bagian yang tidak berkenaan langsung dengannya, atau
merupakan perincian-perincian detil yang diperuntukkan bagi para ahli, terutama
dalam catatan kaki. Naskah terjemahan ini sengaja disusun dalam bentuk yang
paling sederhana dan mudah dicerna oleh kebanyakan orang. Sangat dianjurkan
untuk menyebarkannya kepada sebanyak mungkin pembaca, dengan syarat tidak
diperjualbelikan dan dijaga keasliannya. Edisi asli risalah ini terdiri dari 30
halaman, merupakan bagian dari serial Liqa’ ‘Asyr al-Awakhir Bil Masjidil
Haram, vol. XIII, dan menempati urutan ke-156 dari 163 risalah yang termasuk
dalam serial ini. Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk
mengikuti jalan-jalan kebaikan yang telah ditunjukkan-Nya. Amin.
Alhamdulillah, awwalan
wa akhiran.
wa akhiran.
[*]
Selesai. Untuk melihat Bag. 1, silakan klik disini
Untuk mendapatkan naskah lengkapnya, lihat halaman download.
[1] Hilyatu
al-Auliya’, VII/235, dan ada tambahan: “dan akan
diberi syafaat pada orang-orang yang didoakannya.” Beliau berkata, “Gharib,
dari haditsnya Mis’ar. Kami tidak pernah mencatatnya kecuali dari sumber ini.”
al-Auliya’, VII/235, dan ada tambahan: “dan akan
diberi syafaat pada orang-orang yang didoakannya.” Beliau berkata, “Gharib,
dari haditsnya Mis’ar. Kami tidak pernah mencatatnya kecuali dari sumber ini.”
[2] Al-Mathalib
al-‘Aliyah, II/19. Al-Bushiri berkata dalam al-Ithaf,
IV/377, “Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’ dan redaksi ini miliknya, juga ‘Abd
bin Humaid, Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan Abu Ya’la.” – Setahu kami, dalam
riwayat ‘Abd bin Humaid, no. 1150, tanpa kalimat wa ma ta’akhkhara.
Riwayat ini dinyatakan dha’if oleh Syaikh al-Albani dalam adh-Dha’ifah
no. 2281, tapi tanpa kalimat terakhirnya itu, dan beliau menisbatkannya kepada
Ibnu ‘Adi dan Ibnu ‘Asakir. [pen]
al-‘Aliyah, II/19. Al-Bushiri berkata dalam al-Ithaf,
IV/377, “Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’ dan redaksi ini miliknya, juga ‘Abd
bin Humaid, Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan Abu Ya’la.” – Setahu kami, dalam
riwayat ‘Abd bin Humaid, no. 1150, tanpa kalimat wa ma ta’akhkhara.
Riwayat ini dinyatakan dha’if oleh Syaikh al-Albani dalam adh-Dha’ifah
no. 2281, tapi tanpa kalimat terakhirnya itu, dan beliau menisbatkannya kepada
Ibnu ‘Adi dan Ibnu ‘Asakir. [pen]
[3] Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal, hal. 66, “Di dalam sanad-nya
terdapat Yazid bin Aban ar-Raqasyi. Dalam dirinya ada kelemahan, sementara
Muhammad bin Yunus – perawi lain di dalamnya – banyak dibicarakan oleh para
kritikus.” Al-Qabuni berkata, “Di dalamnya ada kelemahan.” – Setahu kami,
tentang Yazid ar-Raqasyi ini, memang kontroversial. Beliau seorang zahid yang
shalih, namun diragukan riwayatnya. Sebagian ulama’ mau mengutip riwayat
darinya, seperti ‘Abdurrahman bin Mahdi; namun yang lain terang-terangan
mengecamnya seperti Syu’bah bin al-Hajjaj. Jika di dalam sanad-nya juga
ada perawi lain yang lemah, maka status riwayat ini sudah jelas. Wallahu
a’lam.
berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal, hal. 66, “Di dalam sanad-nya
terdapat Yazid bin Aban ar-Raqasyi. Dalam dirinya ada kelemahan, sementara
Muhammad bin Yunus – perawi lain di dalamnya – banyak dibicarakan oleh para
kritikus.” Al-Qabuni berkata, “Di dalamnya ada kelemahan.” – Setahu kami,
tentang Yazid ar-Raqasyi ini, memang kontroversial. Beliau seorang zahid yang
shalih, namun diragukan riwayatnya. Sebagian ulama’ mau mengutip riwayat
darinya, seperti ‘Abdurrahman bin Mahdi; namun yang lain terang-terangan
mengecamnya seperti Syu’bah bin al-Hajjaj. Jika di dalam sanad-nya juga
ada perawi lain yang lemah, maka status riwayat ini sudah jelas. Wallahu
a’lam.
[4] Lihat: al-La’ali’
al-Mashnu’ah, II/89 dan Kasyfu al-Khafa’, II/353. Al-Hafizh Ibnu
Hajar berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal hal. 71, “Ibnu Mandah berkata: ini
hadits gharib.” Al-Haththab berkata dalam Tafrihu
al-Qulub hal. 93, “Ibnul Jauzi mengutip hadits ini dalam al-Maudhu’at
dari berbagai jalur. Jalaluddin as-Suyuthi mengkritik Ibnul Jauzi atas hal ini,
dan beliau berkata: telah dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab
dan beliau memvonisnya sebagai hadits dha’if. Wallahu a’lam.”
Maksudnya, hadits ini hanya berstatus dha’if, bukan maudhu’
seperti yang diklaim Ibnul Jauzi. – Setahu kami, riwayat ini “bathil dari
semua jalur dan versinya”, seperti disimpulkan oleh Syaikh al-Huwaini
dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah. Selain itu, riwayat yang terdapat dalam asy-Syu’ab
no. 7626 ternyata tanpa kalimat wa ma ta’akhkhara, dan di dalam sanad-nya
terdapat perawi yang dicap halik (celaka) oleh para kritikus. Status ini
merupakan salah satu yang terburuk, sama dengan pemalsu hadits. Ibnu Hajar
menilai hadits ini dha’if jiddan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah,
VII/158, dan berkata, “Tidak ada satu hadits pun yang tsabit dalam bab
ini.” Wallahu a’lam. [pen]
al-Mashnu’ah, II/89 dan Kasyfu al-Khafa’, II/353. Al-Hafizh Ibnu
Hajar berkata dalam Ma’rifatu al-Khishal hal. 71, “Ibnu Mandah berkata: ini
hadits gharib.” Al-Haththab berkata dalam Tafrihu
al-Qulub hal. 93, “Ibnul Jauzi mengutip hadits ini dalam al-Maudhu’at
dari berbagai jalur. Jalaluddin as-Suyuthi mengkritik Ibnul Jauzi atas hal ini,
dan beliau berkata: telah dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab
dan beliau memvonisnya sebagai hadits dha’if. Wallahu a’lam.”
Maksudnya, hadits ini hanya berstatus dha’if, bukan maudhu’
seperti yang diklaim Ibnul Jauzi. – Setahu kami, riwayat ini “bathil dari
semua jalur dan versinya”, seperti disimpulkan oleh Syaikh al-Huwaini
dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah. Selain itu, riwayat yang terdapat dalam asy-Syu’ab
no. 7626 ternyata tanpa kalimat wa ma ta’akhkhara, dan di dalam sanad-nya
terdapat perawi yang dicap halik (celaka) oleh para kritikus. Status ini
merupakan salah satu yang terburuk, sama dengan pemalsu hadits. Ibnu Hajar
menilai hadits ini dha’if jiddan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah,
VII/158, dan berkata, “Tidak ada satu hadits pun yang tsabit dalam bab
ini.” Wallahu a’lam. [pen]
[5] Ada kemungkinan, nama
perawi yang tepat adalah Abu Ahmad bin an-Nashih, sebagaimana tertulis dalam Siyaru
A’lam an-Nubala’, XVI/282. Dalam Ma’rifatu al-Khishal, ada tambahan
redaksi: “baik bisa terpenuhi maupun tidak”, dan pada bagian akhirnya
ada tambahan lagi: “dicatat untuknya dua pembebasan, yaitu pembebasan dari
neraka dan pembebasan dari kemunafikan.” Menurut Ibnu Hajar, para perawinya
tsiqah-tsabat selain Ahmad bin Bakkar. Ibnu Hibban memasukkan namanya
dalam ats-Tsiqat, dan menyatakan bahwa perawi ini kadangkala keliru.
Ibnu ‘Adi menilainya sebagai perawi lemah. Abul Fath al-Azdi menuduhnya telah
memalsukan hadits, sementara ad-Daruquthni berkata, “Perawi lainnya lebih tsabit
dibanding dia.” Wallahu a’lam.
perawi yang tepat adalah Abu Ahmad bin an-Nashih, sebagaimana tertulis dalam Siyaru
A’lam an-Nubala’, XVI/282. Dalam Ma’rifatu al-Khishal, ada tambahan
redaksi: “baik bisa terpenuhi maupun tidak”, dan pada bagian akhirnya
ada tambahan lagi: “dicatat untuknya dua pembebasan, yaitu pembebasan dari
neraka dan pembebasan dari kemunafikan.” Menurut Ibnu Hajar, para perawinya
tsiqah-tsabat selain Ahmad bin Bakkar. Ibnu Hibban memasukkan namanya
dalam ats-Tsiqat, dan menyatakan bahwa perawi ini kadangkala keliru.
Ibnu ‘Adi menilainya sebagai perawi lemah. Abul Fath al-Azdi menuduhnya telah
memalsukan hadits, sementara ad-Daruquthni berkata, “Perawi lainnya lebih tsabit
dibanding dia.” Wallahu a’lam.
[6] Dikeluarkan oleh Abu
Ya’la dalam Musnad-nya, V/335. Menurut Ibnu Hajar, hadits ini
dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dalam adh-Dhu’afa’. Ibnul Jauzi
menyatakan dalam al-‘Ilal, II/725, “Hadits ini tidak shahih.”
Menurut al-Haitsami dalam al-Majma’, X/275, “Di dalam sanad-nya
terdapat Durust bin Hamzah, dan dia ini lemah.” – Redaksi Abu Ya’la sedikit
berbeda dengan kutipan diatas, namun intinya sama. Riwayat ini dinyatakan dha’if
oleh Syaikh Husain Salim Asad. [pen]
Ya’la dalam Musnad-nya, V/335. Menurut Ibnu Hajar, hadits ini
dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dalam adh-Dhu’afa’. Ibnul Jauzi
menyatakan dalam al-‘Ilal, II/725, “Hadits ini tidak shahih.”
Menurut al-Haitsami dalam al-Majma’, X/275, “Di dalam sanad-nya
terdapat Durust bin Hamzah, dan dia ini lemah.” – Redaksi Abu Ya’la sedikit
berbeda dengan kutipan diatas, namun intinya sama. Riwayat ini dinyatakan dha’if
oleh Syaikh Husain Salim Asad. [pen]
[7] Dikeluarkan Abu Dawud
dalam Sunan-nya, no. 4023. Menurut Ibnu Hajar, “Ini adalah isnad
yang hasan.” Abu Dawud tidak menyebutkan kalimat wa ma ta’akhkhara
kecuali dalam masalah pakaian. Namun, al-Haththab menyatakan bahwa
beliau pernah melihat sebuah naskah Sunan Abu Dawud yang telah
diverifikasi dan di dalamnya terdapat kalimat wa ta’akhkhara sesudah masalah
makanan itu. Demikian pula halnya dalam Tanwiru al-Hawalik karya
as-Suyuthi, I/110.
dalam Sunan-nya, no. 4023. Menurut Ibnu Hajar, “Ini adalah isnad
yang hasan.” Abu Dawud tidak menyebutkan kalimat wa ma ta’akhkhara
kecuali dalam masalah pakaian. Namun, al-Haththab menyatakan bahwa
beliau pernah melihat sebuah naskah Sunan Abu Dawud yang telah
diverifikasi dan di dalamnya terdapat kalimat wa ta’akhkhara sesudah masalah
makanan itu. Demikian pula halnya dalam Tanwiru al-Hawalik karya
as-Suyuthi, I/110.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.