
#aopok.com – Baru Baru ini #Pencabutan izin usaha #pertambangan nikel PT Kawei Sejahtera #Mining di Pulau Kawe, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten #Raja ampat, Papua Barat Daya, berbuntut #konflik sosial. Dua kampung bertetangga, Selpele dan Salio, yang semula berada dalam satu rumpun suku Kawe, kini terbelah.
Baca juga: Demo Unjuk Rasa Sopir Truk Berujung Perusakan Ambulans
Pemicunya blokade akses ke obyek wisata Pulau Wayag, Kepulauan Wayag, oleh sejumlah marga di Kampung Selpele pada Jumat, 13 Juni 2025. Pemalangan area wisata dan pengusiran turis asing yang ingin berwisata ke Pulau Wayag itu merupakan protes atas pencabutan izin tambang nikel di Pulau Kawe yang berjarak sekitar 22 kilometer dari Pulau Wayag.
Protes warga Selpele itu mendapat angin dari Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam yang menutup akses kunjungan wisata ke sejumlah pulau. Iriano berdalih penutupan area wisata itu untuk mencegah konflik sosial antara pendukung tambang dan pelaku wisata.
Bagi warga Kampung Salio, penutupan akses ke Pulau Wayag adalah petaka karena selama ini mereka menggantungkan hidup dari bisnis wisata di pulau tersebut. “Sampai sekarang pemalangan itu masih berlangsung,” kata Jefri Dimalauw, 30 tahun, Rabu, 18 Juni 2025. Tokoh pemuda Kampung Salio itu mengatakan mereka telah menggelar rembuk kampung pada Ahad, 15 Juni 2025.
Baca Juga: Berita Internasional23 Negara Termasuk Indonesia Kecam Serangan Israel ke Iran
Menurut Jefri, putusan rapat tersebut adalah mendesak pemerintah kabupaten turun tangan untuk mencabut pemalangan akses wisata di Pulau Wayag. Selain itu, marga-marga di Kampung Salio—meliputi Dimalauw, Sumbia Kanan, Sumbia Pele, Sakai, dan Rampakam—menuntut hak atas status sebagai bagian dari suku Kawe. Suku tersebut memiliki tanah ulayat atas Pulau Kawe dan Kepulauan Wayag.
Jefri menjelaskan tuntutan hak atas status bagian dari suku Kawe itu muncul karena beredar kabar bahwa Desa Salio bukan bagian dari suku Kawe. “Kami orang di dua kampung ini punya hak atas Pulau Kawe dan Wayag. Kita orang bersaudara dalam suku Kawe,” tutur Jefri. Persoalan lain, kata Jefri, warga Salio memprotes bagi hasil pengelolaan pariwisata di Pulau Wayag yang tidak adil.
Baca Juga: BeritaHeboh Rudal Iran Menhantam Rumah Sakit Israel, Netahayu Marah Marah
Merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik pada 2015, Kampung Salio dihuni 360 jiwa dan Kampung Selpele sebanyak 386 orang. Masyarakat kedua kampung itu menggantungkan hidup sebagai nelayan dan pada bisnis wisata. Ketika pertambangan nikel beroperasi di Pulau Kawe, warga Kampung Selpele yang terdiri atas marga Daat, Arampele, Ayelo, dan Ayei beralih profesi menjadi pekerja tambang.
Pemerintah mencabut izin usaha pertambangan PT Kawei Sejahtera Mining pada 10 Juni 2025. Pencabutan izin juga untuk konsesi PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham. “Atas arahan Presiden, pemerintah memutuskan mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi saat mengumumkan pencabutan izin.
Pencabutan izin-izin tambang tersebut berawal dari laporan Greenpeace Indonesia yang mengungkap aktivitas tambang di sejumlah pulau di Raja Ampat yang mengancam area Geopark Global UNESCO. Contoh kerusakan terjadi di Pulau Kawe. Kementerian Lingkungan Hidup menemukan aktivitas tambang oleh PT Kawei Sejahtera Mining berada di luar izin pinjam-pakai kawasan hutan seluas 5 hektare. Perusahaan itu juga belum memiliki rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun 2025.
Adriana Imelda Daat, anak bungsu Ketua Suku Kawe Daniel Daat, menceritakan ihwal marga-marga yang masuk dalam suku Kawe. Kata dia, pemegang ulayat atas Pulau Kawe adalah marga Daat, Arampele, Ayelo, dan Ayei—yang tidak meliputi Kampung Salio. “Jadi, di Raja Ampat itu sudah ada batas-batas tanah ulayat. Anda bisa lihat kondisi di lapangan supaya tahu batas-batasnya,” katanya pada Ahad, 15 Juni 2025.
Imelda menjelaskan tambang di Pulau Kawe bukan barang baru bagi masyarakat adat. PT Kawei Sejahtera Mining sejak 2004 telah memperoleh izin tambang, hingga kemudian pernah dicabut dan dikembalikan lagi pada 2013. Dalam kurun waktu tersebut masyarakat diklaim diuntungkan karena memperoleh pekerjaan, fasilitas kesehatan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, serta peningkatan kesejahteraan.
Imelda mencontohkan keuntungan adanya tambang bagi sektor kesehatan. Sebelum ada tambang, kata dia, ketika ada warga Selpele yang sakit, lalu meninggal, mereka tanpa pertolongan dokter karena akses ke rumah sakit di Waisai, ibu kota Kabupaten Raja Ampat, sangat jauh. Semenjak datang perusahaan tambang, Imelda melanjutkan, semua fasilitas kesehatan telah diperbarui sehingga masyarakat dapat berobat.
Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar dalam Pemilihan Umum 2024 itu turut menjamin aktivitas pertambangan dilakukan dengan cara yang benar dan sah. Sejak memperoleh izin pinjam-pakai kawasan hutan, perusahaan mendapat persetujuan RKAB pada 2023. Dokumen RKAB itu kemudian diperbarui pada 2024-2026. “Dan sekarang dalam proses pengajuan permohonan RKAB perubahan 2025-2026,” tutur Imelda.
Jefri berharap pemerintah kabupaten dapat menjembatani pertemuan adat antara Kampung Selpele dan Salio untuk berembuk soal pengelolaan tanah ulayat. Jika tak kunjung terealisasi, dia khawatir masyarakat Salio akan menggelar aksi mencabut pemalangan kayu yang sebelumnya dipasang warga Selpele.
Bupati Orideko sebelumnya menyatakan bakal menggelar agenda tikar adat—tradisi musyawarah untuk menyelesaikan masalah. Dia berjanji melibatkan semua masyarakat yang terkena dampak penutupan izin tambang ataupun berhentinya aktivitas wisata. “Kami sudah turun ke Pulau Manyaifun (tetangga Pulau Kawe) dan mendengar aspirasi mereka. Itulah yang akan kami bahas dalam kegiatan gelar tikar adat,” ucapnya, Kamis, 12 Juni 2025.
Orideko mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mencabut izin-izin tambang di Raja Ampat. Kata Orideko, Raja Ampat terkenal bukan karena tambang, melainkan aktivitas pariwisata. Karena itu, dia bakal mengoptimalkan potensi wisata di sana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengatakan saat ini masih terjadi penutupan aktivitas pariwisata di Raja Ampat setelah polemik tambang mencuat. “Meski terdapat dinamika di lapangan, termasuk penutupan akses sementara di Pulau Wayag dan Manyaifun-Batang Pele, pemerintah memastikan aktivitas pariwisata di Raja Ampat tetap berlangsung aman dan terkendali,” katanya, Jumat, 13 Juni 2025.
Pemalangan obyek wisata ini ramai di media sosial yang memperlihatkan aktivitas pengusiran wisatawan asing oleh warga lokal di Pulau Wayag. Dalam sebuah rekaman video, sekelompok orang mengenakan kaus hitam berteriak-teriak di dekat kapal wisata yang sedang bersandar. Mereka meminta para turis segera hengkang dari pulau tersebut.
