Berita

Polemik Penolakan Insentif Otomotif 2026: Respons Kemenperin dan Dampaknya bagi Industri Kendaraan Bermotor

#Aopok.com – #Polemik #terkait #penolakan #insentif otomotif #tahun #depan oleh #Menteri #Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuai respons tegas dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kebijakan tersebut, yang semula disiapkan sebagai strategi mendorong pertumbuhan industri kendaraan bermotor, disebut sebagai insentif yang paling dinantikan oleh pelaku industri, pekerja, hingga konsumen.

Baca juga: PSSI Cari Pelatih Baru Timnas Indonesia: Kandidat dari Inggris, Spanyol, dan Belanda Mulai Disorot

Kemenperin menilai keputusan penolakan tersebut berpotensi menghambat akselerasi sektor manufaktur yang saat ini tengah berupaya memperkuat pemulihan ekonomi. Industri otomotif merupakan salah satu sektor strategis dengan efek berganda besar terhadap pertumbuhan nasional, sehingga kebijakan insentif dinilai mampu menjadi pendorong signifikan bagi keberlanjutan industri.

Polemik Penolakan Insentif Otomotif 2026: Respons Kemenperin dan Dampaknya bagi Industri Kendaraan Bermotor

Menurut Kemenperin, rancangan insentif tersebut dirumuskan melalui kajian komprehensif, mencakup kondisi terkini industri, dinamika permintaan pasar, hingga kebutuhan pelaku usaha sepanjang rantai produksi. Insentif tidak hanya menyasar industri inti, tetapi seluruh ekosistem otomotif, mulai dari pemasok komponen tier 1 hingga tier 3, produsen kendaraan, sektor pembiayaan, hingga jaringan dealer.

Baca juga: Peringatan Hari Guru Nasional – 25 November: Momen Menghargai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menjelaskan bahwa penolakan terhadap usulan insentif tersebut menjadi hal yang disayangkan. Dalam acara rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 di Jakarta pada Kamis (27/11/2025), Febri menegaskan bahwa insentif otomotif merupakan stimulus yang telah lama dinantikan oleh seluruh pelaku industri.

“Pak Menteri tadi menjawab pertanyaan serupa dari kawan Forwin di Bogor. Intinya Pak Menteri menyayangkan ada pernyataan itu karena Kemenperin baru merumuskan insentif otomotif, tapi ditolak. Padahal insentif itu ditunggu-tunggu industri otomotif, pekerja industri otomotif, dan konsumen,” ujar Febri.

Ia kemudian menekankan bahwa manfaat insentif otomotif tidak hanya dirasakan oleh industri kendaraan bermotor, tetapi juga sektor pendukung seperti pembiayaan, logistik, dan perdagangan. Dengan adanya stimulus, perputaran ekonomi di seluruh rantai pasok diproyeksikan meningkat signifikan. Peningkatan penjualan otomotif akan mendorong utilisasi produksi, yang kemudian berimbas pada peningkatan permintaan bahan baku, penyerapan tenaga kerja, hingga perluasan kapasitas industri pemasok komponen.

“Insentif itu akan menggerakkan semua lini produksi—tier 1, 2, 3—bahkan sektor di luar manufaktur seperti finance dan perdagangan. Jika penjualan otomotif naik, utilisasi produksi otomatis meningkat. Bila utilisasi naik, rantai pasok dari hulu juga bergerak,” jelas Febri.

Dari sisi konsumen, insentif diyakini dapat memberikan harga kendaraan yang lebih terjangkau. Sementara bagi pemerintah, kenaikan volume distribusi dan produksi berpotensi mengompensasi penurunan penerimaan pajak di tahap akhir. Febri menjelaskan bahwa analisis fiskal menunjukkan adanya potensi peningkatan penerimaan negara melalui efek berantai industri otomotif.

“Memang pajaknya berkurang. Tetapi contoh saat masa COVID-19, hilang Rp 1 dari insentif, pemerintah justru mendapatkan Rp 3 dari multiplier effect dan pembayaran pajak di lini lain,” jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa insentif bukan hanya mengenai pengurangan fiskal, namun juga pembentukan iklim industri yang lebih optimistis. Menurut Kemenperin, sinyal dukungan pemerintah sangat penting untuk menjaga kepercayaan pelaku usaha, terutama saat permintaan pasar masih dalam kondisi tertekan.

“Insentif industri otomotif membuat semua komponen dalam ekosistem otomotif—baik hulu maupun hilir—merasa didukung. Kalau ada yang menolak, tentu membuat industri jadi tidak happy,” ujarnya.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa tidak ada skema insentif otomotif yang akan diberlakukan pada tahun depan. Ia menilai industri otomotif sudah cukup kuat untuk tumbuh tanpa stimulus tambahan.

“Insentif tahun depan tidak ada. Karena industrinya sudah cukup kuat. Apalagi sudah ada pameran besar, kuat banget,” kata Airlangga pada Rabu (26/11/2025).

Pernyataan tersebut menjadi pemicu munculnya perbedaan pandangan antara instansi pemerintah. Sementara Kemenperin menilai insentif masih dibutuhkan untuk memperkuat momentum pemulihan, Kemenko Perekonomian menilai industri otomotif sudah cukup stabil. Perbedaan pandangan ini pun memunculkan diskusi publik mengenai arah kebijakan industri nasional ke depan.

Baca juga; Fajar Alfian/Muhammad Shohibul Fikri Lolos ke Final Australia Open 2025 dan Amankan Tiket BWF World Tour Finals

Meski demikian, Kemenperin berharap keterbukaan dialog tetap terjaga agar kebijakan yang diputuskan dapat memberikan manfaat optimal bagi industri maupun masyarakat. Dukungan terhadap sektor otomotif dinilai penting mengingat kontribusinya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, serta rantai pasok industri nasional.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top