Bismillahirrahmanirrahim
Ada banyak kriteria kejahatan. Namun, seringkali
semua itu hanya fenomena luar dari kejahatan yang sebenarnya, yakni apa yang
tersimpan di dalam hati dan pikiran pelakunya. Ketika membicarakan kejahatan
manusia, Allah tidak hanya menunjuk perbuatan fisik, namun juga memperlihatkan
sebab-sebab internal yang melatarinya. Nah, siapakah orang-orang jahat di mata
Allah itu? Apa sajakah tanda-tanda mereka? Mari sejenak merenungkan pesan-pesan
Allah tentang mereka, agar kita bisa menghindarinya.
semua itu hanya fenomena luar dari kejahatan yang sebenarnya, yakni apa yang
tersimpan di dalam hati dan pikiran pelakunya. Ketika membicarakan kejahatan
manusia, Allah tidak hanya menunjuk perbuatan fisik, namun juga memperlihatkan
sebab-sebab internal yang melatarinya. Nah, siapakah orang-orang jahat di mata
Allah itu? Apa sajakah tanda-tanda mereka? Mari sejenak merenungkan pesan-pesan
Allah tentang mereka, agar kita bisa menghindarinya.
Dalam surah al-Muddatsir: 43-47, Allah
mengisahkan penyesalan orang-orang jahat itu, ketika mereka telah tercebur ke
dalam neraka. Saat ditanya apa yang menyebabkan mereka masuk neraka, “Mereka
menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.
Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan
yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami
mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian.”
mengisahkan penyesalan orang-orang jahat itu, ketika mereka telah tercebur ke
dalam neraka. Saat ditanya apa yang menyebabkan mereka masuk neraka, “Mereka
menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.
Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan
yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami
mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian.”
Ayat-ayat ini merekam benih-benih
utama segala kejahatan yang mereka perbuat di dunia ini, sehingga menyebabkan
mereka masuk neraka.
utama segala kejahatan yang mereka perbuat di dunia ini, sehingga menyebabkan
mereka masuk neraka.
Pertama, tidak mengerjakan
shalat.
Dalam Islam, shalat merupakan pilar utama agama (‘imadu ad-diin), dimana
agama ini takkan eksis tanpanya. Shalat juga menjadi simpul Islam (‘uro
al-Islam) yang paling akhir, dimana jika ia lepas terurai dalam diri
seseorang, maka lenyap pulalah seluruh ciri keislaman dari dirinya. Shalat
adalah cermin hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya. Ketika para penghuni
neraka Saqar mengakui bahwa mereka tidak shalat selama di dunia, itu berarti
hubungan mereka dengan Allah sangat buruk. Kalau tidak tergolong sebagai musuh
Allah, minimal mereka adalah orang yang tidak pernah memperdulikan Allah dalam
hidupnya. Mereka ini orang-orang yang tidak beragama, atau tidak memperdulikan
agama dalam kehidupannya. Sehingga, akar-akar kebaikan pun telah tercerabut
dari jiwanya. Merekalah sejahat-jahat makhluk.
shalat.
Dalam Islam, shalat merupakan pilar utama agama (‘imadu ad-diin), dimana
agama ini takkan eksis tanpanya. Shalat juga menjadi simpul Islam (‘uro
al-Islam) yang paling akhir, dimana jika ia lepas terurai dalam diri
seseorang, maka lenyap pulalah seluruh ciri keislaman dari dirinya. Shalat
adalah cermin hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya. Ketika para penghuni
neraka Saqar mengakui bahwa mereka tidak shalat selama di dunia, itu berarti
hubungan mereka dengan Allah sangat buruk. Kalau tidak tergolong sebagai musuh
Allah, minimal mereka adalah orang yang tidak pernah memperdulikan Allah dalam
hidupnya. Mereka ini orang-orang yang tidak beragama, atau tidak memperdulikan
agama dalam kehidupannya. Sehingga, akar-akar kebaikan pun telah tercerabut
dari jiwanya. Merekalah sejahat-jahat makhluk.
Kedua, tidak memberi makan
orang-orang miskin.
Pengakuan ini juga menjadi ciri lain yang umum berlaku para diri calon penghuni
neraka: hubungan mereka dengan sesama manusia yang sangat buruk. Mereka hidup
hanya untuk dirinya sendiri. Egois dan individualis. Jika memiliki harta, hanya
untuk ego dirinya sendiri. Jika memiliki kekuasaan, hanya untuk memuaskan
ambisi pribadinya. Jika memiliki ilmu, hanya untuk kebanggaan individualnya. Sebaliknya,
Al-Qur’an sangat sering menonjolkan ciri keimanan dengan keperdulian kepada
kaum lemah dan tertindas, kesediaan berbagai, sekaligus memperlihatkan perilaku
kekufuran sebagai menindas dan zhalim kepada sesamanya. Islam tidak melarang
orang memiliki harta, namun mencela orang-orang yang egois dan tidak mau
berbagi. Jika keinginan berbuat kebaikan kepada sesama telah mati dari hati,
apakah lagi yang bisa bersemi dan tumbuh di dalamnya, selain rayuan iblis?
orang-orang miskin.
Pengakuan ini juga menjadi ciri lain yang umum berlaku para diri calon penghuni
neraka: hubungan mereka dengan sesama manusia yang sangat buruk. Mereka hidup
hanya untuk dirinya sendiri. Egois dan individualis. Jika memiliki harta, hanya
untuk ego dirinya sendiri. Jika memiliki kekuasaan, hanya untuk memuaskan
ambisi pribadinya. Jika memiliki ilmu, hanya untuk kebanggaan individualnya. Sebaliknya,
Al-Qur’an sangat sering menonjolkan ciri keimanan dengan keperdulian kepada
kaum lemah dan tertindas, kesediaan berbagai, sekaligus memperlihatkan perilaku
kekufuran sebagai menindas dan zhalim kepada sesamanya. Islam tidak melarang
orang memiliki harta, namun mencela orang-orang yang egois dan tidak mau
berbagi. Jika keinginan berbuat kebaikan kepada sesama telah mati dari hati,
apakah lagi yang bisa bersemi dan tumbuh di dalamnya, selain rayuan iblis?
Ketiga, mempermainkan Al-Qur’an,
Islam atau Rasulullah. Mereka senang duduk-duduk berkumpul bersama membicarakan
hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Dalam menyikapi Al-Qur’an, mereka senang
untuk berolok-olok dan bermain-main. Terhadap Rasulullah pun tidaj tampak
kecintaan maupun sikap ta’zhim (penghormatan). Ketika membahas Islam,
tidak ada keinginan sejati untuk beramal. Terkadang, secara terbuka mereka akan
sangat terganggu mendengar bacaan Al-Qur’an atau kutipan hadits Rasulullah.
Mereka juga tidak suka melihat sunnah-sunnah yang diamalkan. Jika secara
lahiriah mereka membencinya, maka jangan harapkan hati mereka rela
mengamalkannya. Na’udzu billah!
Islam atau Rasulullah. Mereka senang duduk-duduk berkumpul bersama membicarakan
hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Dalam menyikapi Al-Qur’an, mereka senang
untuk berolok-olok dan bermain-main. Terhadap Rasulullah pun tidaj tampak
kecintaan maupun sikap ta’zhim (penghormatan). Ketika membahas Islam,
tidak ada keinginan sejati untuk beramal. Terkadang, secara terbuka mereka akan
sangat terganggu mendengar bacaan Al-Qur’an atau kutipan hadits Rasulullah.
Mereka juga tidak suka melihat sunnah-sunnah yang diamalkan. Jika secara
lahiriah mereka membencinya, maka jangan harapkan hati mereka rela
mengamalkannya. Na’udzu billah!
Keempat, menolak adanya Hari
Pembalasan.
Padahal, fokus indzar para Rasul adalah meyakinkan umat akan adanya
akhirat dan kewajiban kita untuk mempersiapkan kedatangannya, baik dengan atau
tanpa argumen. Sebab, masalah akhirat dan hal-hal ghaib lainnya hanya
tergantung iman, bukan bukti, dalil, maupun hujjah. Kalau saja
akhirat tidak ada, maka agama pun tidak lagi perlu. Inilah inti keyakinan
orang-orang jahat itu, bahwa akhirat tidak ada, dan – bila perlu – Tuhan pun
tidak usah ada. Supaya mereka bisa hidup bebas semau-maunya!!
Pembalasan.
Padahal, fokus indzar para Rasul adalah meyakinkan umat akan adanya
akhirat dan kewajiban kita untuk mempersiapkan kedatangannya, baik dengan atau
tanpa argumen. Sebab, masalah akhirat dan hal-hal ghaib lainnya hanya
tergantung iman, bukan bukti, dalil, maupun hujjah. Kalau saja
akhirat tidak ada, maka agama pun tidak lagi perlu. Inilah inti keyakinan
orang-orang jahat itu, bahwa akhirat tidak ada, dan – bila perlu – Tuhan pun
tidak usah ada. Supaya mereka bisa hidup bebas semau-maunya!!
Ini adalah empat induk
kejahatan manusia. Perhatikanlah seperti apa karakter orang-orang jahat ini. Sejak
awal, hubungan mereka dengan Allah sangat buruk, bersikap egosentris dan
individualis, suka mempermainkan agama dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
lalu terakhir mereka tidak mempercayai Hari Kebangkitan. Entahlah, manakah dari
keempat penyakit ini yang paling parah dan lebih dahulu muncul. Jelasnya, semua
buruk.
kejahatan manusia. Perhatikanlah seperti apa karakter orang-orang jahat ini. Sejak
awal, hubungan mereka dengan Allah sangat buruk, bersikap egosentris dan
individualis, suka mempermainkan agama dan hal-hal yang berhubungan dengannya,
lalu terakhir mereka tidak mempercayai Hari Kebangkitan. Entahlah, manakah dari
keempat penyakit ini yang paling parah dan lebih dahulu muncul. Jelasnya, semua
buruk.
Ketika mengomentari ayat
ini, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Adakah Anda
melihat dalam diri orang-orang ini suatu kebaikan pun? Ingatlah, tidak tersisa
kebaikan sedikipun bagi orang yang di dalam dirinya ada (empat perkara) ini.”
ini, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Adakah Anda
melihat dalam diri orang-orang ini suatu kebaikan pun? Ingatlah, tidak tersisa
kebaikan sedikipun bagi orang yang di dalam dirinya ada (empat perkara) ini.”
Benar. Jika dalam
hidupnya seseorang tidak lagi memperdulikan Tuhan, ia pasti hanya menuruti hawa
nafsunya. Apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang hanya memperturutkan
hawa nafsu?
hidupnya seseorang tidak lagi memperdulikan Tuhan, ia pasti hanya menuruti hawa
nafsunya. Apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang hanya memperturutkan
hawa nafsu?
Jika ia enggan berbuat
baik kepada orang lain, mungkin jiwanya telah mati. Terlebih, bila ia tidak
memiliki penghormatan yang semestinya kepada Al-Qur’an dan Rasulullah. Lalu, ia
menolak Hari Pembalasan. Hidupnya hanya untuk dunia, dunia dan dunia!!
baik kepada orang lain, mungkin jiwanya telah mati. Terlebih, bila ia tidak
memiliki penghormatan yang semestinya kepada Al-Qur’an dan Rasulullah. Lalu, ia
menolak Hari Pembalasan. Hidupnya hanya untuk dunia, dunia dan dunia!!
Tentu saja, dapat
diasumsikan, jika ada cacat pada salah satu dari empat pokok persoalan diatas,
kemungkinan besar akan diiringi dengan ketidaksempurnaan pada aspek lainnya.
Keempat aspek itu adalah : ibadah yang tersimpul dalam shalat; kepekaan
sosial yang terangkum dalam memberi makan kaum miskin; pengagungan
terhadap pokok-pokok agama; lalu mengimani Hari Kebangkitan. Wallahu
a’lam.
diasumsikan, jika ada cacat pada salah satu dari empat pokok persoalan diatas,
kemungkinan besar akan diiringi dengan ketidaksempurnaan pada aspek lainnya.
Keempat aspek itu adalah : ibadah yang tersimpul dalam shalat; kepekaan
sosial yang terangkum dalam memberi makan kaum miskin; pengagungan
terhadap pokok-pokok agama; lalu mengimani Hari Kebangkitan. Wallahu
a’lam.
[*] M. Alimin Mukhtar,
28 Jum. Ts`niyah 1432 H. Pernah diterbitkan dalam Lembar Tausiyah, BMH Malang.
28 Jum. Ts`niyah 1432 H. Pernah diterbitkan dalam Lembar Tausiyah, BMH Malang.
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.