Berita

Nyadap Aik Mayang: Harmoni Ritual, Nilai, dan Legenda dari Bangka Belitung

Harmoni Ritual, Nilai, dan Legenda dari Bangka Belitung

#Aopok – Di #DesaBeruas, #BangkaBelitung, terdapat sebuah tradisi agung yang tak lekang oleh waktu: #NyadapAikMayang. Ini adalah #ritual pengelolaan air #nira dari pohon aren (#kabung) yang sarat makna, mencerminkan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal. Di balik setiap tetes air mayang yang manis, tersimpan kisah panjang tentang kesabaran, spiritualitas, dan #khtiar, yang berakar pada legenda tentang #PutriMayang.

Baca Juga :  Menelusuri Asal-usul Provinsi dan Kabupaten di Bangka Belitung


Memahami Nyadap Aik Mayang: Prosesi, Nilai, dan Makna

Nyadap Aik Mayang adalah prosesi pengambilan air nira dari bunga pohon aren (manggar). Bagi petani di Desa Beruas, ini bukan sekadar aktivitas ekonomi, melainkan sebuah ritual sakral yang dipercaya dapat meningkatkan produktivitas hasil dan menjaga keberkahan. Hairul, sebagai maestro, adalah sosok kunci yang memimpin ritual ini dengan kepiawaiannya dalam memantra.

Prosesi Ritual Pengelolaan Aik Mayang

Sebelum memulai penyadapan, para petani melakukan serangkaian ritual yang penuh hormat:

  1. Mengucapkan Salam kepada Pohon: Setibanya di lokasi, petani akan mengucapkan salam kepada pohon aren yang akan disadap. Ini adalah bentuk sopan santun dan penghormatan terhadap alam. Syair Salam: “Assalamualaikum kabung Assalamualaikum kabung Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuDayang sebatang nama batang ka Dayang serepat nama jengkar ka Sekelang keris nama Manggar ka Se urai emas nama rambut ka Asal ka jadi dari aik susuk nek Siti Hawa”
  2. Memukul Mayang dengan Kayu Khusus: Setelah salam, petani menaiki tangga bambu dan memukul manggar (bunga aren) secara perlahan menggunakan tiga jenis kayu khusus yang diwariskan turun-temurun. Pemukulan dilakukan berurutan, masing-masing lima kali pukulan dari pangkal hingga ujung manggar, sambil melafalkan syair: Syair Memukul Manggar: “Teruntuk se daun purun di tengah rintis Ku kirim ke Bulan, Hendak menggapai bulan menanggung Ku kirim ke Matahari, Hendak menggapai Matahari menanggung Ku kirim ke hujan, Hendak menggapai hujan menanggung Kur semangat kau kabung”
  3. Mengayunkan Mayang: Usai dipukul, manggar diayunkan secara perlahan, diiringi syair khusus: Syair Mengayunkan Mayang: “Kain selindang buat perayon, hendak aku ngayon Si Putri Mayang, Putri Mayang anak Temenggung Tiduk siang di ayon angen, tiduk malam di ketap nyamok Elang betenong sabek berendam Tiduklah….. masaklah….. jadilah raiklah…..Ayon ayon si Putri Mayang, Putri Mayang anak pak raje Nganget Iah nganget, seharum keturi Tande putri nak mulai dereKORSEMANGAT kau Mayang Masaklah….. Ngepaklah….. Bereiklah….. Burung kite Iah kek busok”

Aktivitas pengolahan mayang ini dilakukan hampir setiap hari selama kurang lebih tiga bulan, hingga kelopak bunga pada buah mekar. Barulah manggar dapat dipotong, dan tetesan air nira akan keluar dari ujungnya. Air inilah yang kemudian diolah menjadi berbagai produk bermanfaat.

Nilai dan Makna yang Terkandung

Ritual Nyadap Aik Mayang sarat akan nilai-nilai filosofis dan spiritual yang relevan dalam kehidupan sehari-hari:

  • Nilai Kesabaran: Ditampilkan melalui tindakan menampar-nepuk pohon dan merayu pangkal mayang. Ini mengajarkan bahwa dalam meminta atau mencapai sesuatu, kita harus bersabar dan tidak tergesa-gesa.
  • Nilai Spiritual: Pembacaan mantra dalam bentuk syair menjadikan kegiatan ini bersifat sakral dan tidak sembarangan dilakukan. Ini menunjukkan penghormatan mendalam terhadap alam dan keyakinan akan kekuatan spiritual.

Makna Keseluruhan Ritual: Setiap aktivitas dalam kehidupan harus diawali dengan niat yang baik, mengikuti prosedur yang benar, dan disertai dengan upaya atau ikhtiar yang sungguh-sungguh, sehingga hasil yang optimal dapat tercapai. Ini adalah prinsip hidup yang diwariskan melalui tradisi Nyadap Aik Mayang.

Baca Juga : Alasan di Tetapkan Fatwa Haram Sound Horeg


Legenda Putri Mayang: Asal Mula Air Kehidupan

Di balik ritual Nyadap Aik Mayang, tersimpan sebuah legenda mengharukan tentang Putri Mayang, yang memberikan kedalaman makna pada setiap tetes nira.

Dahulu kala, di sebuah pondok kebun yang terpencil, hiduplah seorang gadis bernama Kabung bersama kakak laki-lakinya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, mereka berjuang bertahan hidup dari sumber daya alam. Kabung tumbuh menjadi gadis dewasa dan bertemu dengan Raja Temenggung, seorang Raja Perompak dari Negeri Malaka. Mereka saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah, hidup sederhana di pondok kebun.

Namun, takdir berkehendak lain. Keadaan ekonomi mereka memburuk, diperparah dengan Kabung yang sedang mengandung. Suatu hari, kru kapal Raja Temenggung datang meminta Raja kembali ke laut untuk sebuah pertempuran besar terkait harta dan takhta. Dengan berat hati, Raja Temenggung pamit kepada istrinya. Ia berpesan, jika Kabung rindu, ia bisa bersandar di tiang pintu rumah bernama “Tiang Takok Lima”, dan rindu itu akan terobati.

Setelah kepergian Raja Temenggung selama beberapa bulan, kesehatan Kabung terus memburuk bahkan setelah melahirkan seorang anak perempuan yang diberinya nama Mayang, atau kemudian dikenal sebagai Putri Mayang karena ia adalah putri seorang raja.

Kondisi Kabung dan ekonomi keluarganya semakin parah tanpa kabar Raja Temenggung. Akhirnya, Kabung berjanji kepada kakaknya bahwa ia lebih baik meninggal dan menjadi pohon kabung (aren) agar bisa menghasilkan air susu (nira) untuk semua umat manusia, bukan hanya untuk anaknya. Dengan begitu, tidak ada lagi yang akan kesulitan seperti dirinya.

Ia juga berpesan kepada kakaknya untuk merawat Putri Mayang. Jika ada pohon kabung yang tumbuh di makamnya nanti, itu adalah wujud dirinya. Kabung berpesan, jika ingin “menyusui” anaknya, rawatlah pohon tersebut, pukul dan ayunkan manggarnya, serta ucapkan syair-syairnya hingga “ngepak” (kelopak bunga mekar). Barulah manggar bisa dipotong, dan air tetesan yang keluar akan sangat bermanfaat, terutama untuk menyusui anaknya.

Legenda ini tidak hanya memberikan asal-usul mistis pada pohon aren dan air niranya, tetapi juga memperkuat makna pengorbanan, harapan, dan kebermanfaatan dalam tradisi Nyadap Aik Mayang. Setiap tetes air nira yang disadap adalah simbol “susu” kehidupan yang melambangkan kebaikan dan keberlanjutan.

Baca Juga :  Bea Cukai Bentuk Satgas Nasional untuk Perangi Barang Ilegal

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top