Syekh Ibnu Athaillah Al-Syakandari dalam kitab Al-Hikam
berkata :
الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ
عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ :إِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَتَقْصِيْرُكَ
فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى انْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ
Artinya: Kesungguhanmu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin pasti akan
sampai kepadamu, dan keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah
diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, itu membuktikan butanya mata hatimu.
Makhluq Allah sangat banyak dan
bermacam-macam jenisnya. Ada makhluq yang hidup dan ada yang mati. Jika ditotal
jumlah keseluruhannya mencapai triliunan. Makhluq yang hidup kategorinya ada
dua yaitu aqil dan ghoiru aqil. Yang
aqil termasuk malaikat, jin, setan, dan manusia. Adapun yang ghoiru aqil
diantaranya adalah hewan. Dari semua makhluk Allah yang hidup yang diberi
kewajiban atau taklif ibadah hanya ada dua yaitu manusia dan jin. Bahkan Allah
sudah pernah menawari gunung-gunung tapi mereka tidak mau.
Mengapa disebut dengan istilah
taklif?. Karena yang dikenai taklif apabila mau menjalankan kewajibannya maka akan
mendapatkan imbalan. Malaikat diberi tugas tapi tidak ada imbalannya. Sehingga
tuga malaikat tidak disebut taklif. Taklif atau hukum Allah yang berkaitan
dengan manusia ada 5 yaitu :
1- Wajib yaitu hukum yang apabila
dilaksanakan dapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Yang mendapat
taklif wajib hanya manusia dan jin. Malaikat tidak mendapatkan taklif yang
demikian.
2- Sunah : Perkara yang apabila
dilaksanakan dapat pahala dan jika
ditinggalkan tidak mendapatkan dosa.
3- Mubah: jika dilaksanakan tidak
dapat pahala jika ditinggal juga tidak mendapat dosa. Contoh mubah adalah
makan, minum, tidur, bahkan hukum asala nikah adamah mubah.
4- Makruh : apabila dilaksanakan
tidak apa-apa, tapi apabila ditinggal mendapatkan pahala.
5- Haram : perkara yang jika
dilakukan mendapatkan dosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala.
Kiai Sahal Mahfudz dalam bukunya
tentang Ushul Fiqih memberikan pandangan tentang sepektrum haram yang sangat
luas. Diantaranya adalah pandangan bahwa hal-hal yang mubah bisa mejadikan
mendapat pahala karena meninggalkan perkara yang haram. Orang yang tidur
semalam suntuk, bisa mendapat pahala walaupun tidak tahajud karena tidurnya
adalah perkara mubah tapi dia telah
meninggalkan perkara maksiat.
Oleh karena jika jadi walisantri jangan terlalu serius
ketika memandang anak pulang dari pondok. Ketika santri pulang
dari pondok dan di rumah tidur saja, jangan dimarahi. Karena
sesungguhnya sang anak sedang melakukan perkara yang mubah dan sedang
meninggalkan maksiat sehingga mendapatkan pahala.
Jin dan Manusia disatu sisi punya
tugas. Disisi yang lain Allah telah menjamin rezekinya. Allah mengetahui jika
manusia apabila tidak makan akan mati. Oleh karena itu disediakanlah sarana
untuk keberlangsungan hidup berupa makanan-makanan. Sawah, beras, gandum,
jagung, sagu dan lain sebagainya.
Allah menciptakan kebutuhan
manusia sesuai dengan tempatnya. Hanya saja terkadang kebijakan manusia merusak
kebijakan Allah. Di Papua, tidak bisa menumbuhkan beras tapi tumbuh sagu dan
itu yang lebih sesuai dengan iklim disana. Di Arab tidak bjsa tumbuh padi, tapi
bisa tumbuh gandum dan itu yang cocok dengan iklim Arab.
Oleh karena itu pada tahun 2007
ketika saya akan haji dan sowan Kiai Sholahuddin Tulungagung. Beliau berkata,
“Kalau Sampean cocok dengan makanan Arab, makan makanan Arab di sana lebih
sehat daripada memakan makanan indonesia”.
Kalau hidup di Arab tapi makan
makanan Indonesia sebenarnya tidak cocok. Harusnya makan sesuai iklim disana
yaitu daging, ayam, dsb. Kalau perlu yang banyak dagingnya dan nasinya lebih
sedikit. Sayuran seperti kangkung, terong dsb, di arab lebih mahal daripada
daging ayam. Mengapa?. Karena iklim disana
lebih sesuai makan yang daging-daging seperti ayam dsb.
Allah mengerti untuk kelangsungan
hidup manusia dibutuhkan makanan sehingga Allah menyediakan makanan dan rezeki.
Tinggal tugas manusia menjemputnya baik di pasar, di sawah, dan di jalan.
Dengan berbagai cara seperti bertani, nge-bor, dan dagang.
Allah menyediakan rezeki dan
telah menjaminnya tapi disisi lain Allah juga menuntut manusia dan jin dengan
tugas yaitu beribadah kepada-Nya. Walapun rezeki telah dijamin, tapi dalam masalah
rezeki terkadang kita seperti percaya dan
tidak percaya. Adapun tingkatan percaya dan yakin ada 3 yaitu Imu yakin,
ainul yakin dan haqul yakin. Contoh ada
ayat :
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى
الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا
Artinya : Dan tidak satupun
makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.
Jika kita percaya ayat tersebut
karena mengetahui ayat tersebut berdasarkan belajar dan ngaji. Maka kepercayaan
kita ini dinamakan ilmu yakin yaitu percaya karena diberi pengetahuan. Abah dulu menerangkan 3 tingkatan ilmu yakin,
ainul yakin dan haqul yakin seperti ketika, ada anak santri yang akan sowan
bertemu Kiai. Contoh ada santri Muhibin mau sowan ke saya. Tapi sebelum bertemu
saya dia melihat di depan rumah dan tanya ke anak ndalem, “Kang Kiai Idris
ada?”. Anak ndalem berkata, “Oh iya Ada”. Anak santri itu
percaya. Maka percayanya ini dinamakan
ilmu yakin. Seperti kita yang diberi pengetahuan bahwa rezeki telah dijamin
lalu kita percaya akan hal itu. Maka dinamakan ilmu yakin.
Santri yang mau sowan kemudian
melihat sandal saya masih ada di depan rumah dan melihat mobil saya masih
terparkir. Maka Pengetahuan dan kepercayaannya meningkat menjadi Ainul Yaqin,
yaitu mengerti karena ada tanda-tanda dan bukti.
Ainul yaqin yang berhubungan
dengan rezeki seperti kisah Nabi Sulaiman. Beliau pernah diperintah Allah
sholat di tepi laut sampai 3 hari. Setiap selesai sholat beliau melihat semut
yang lewat di depannya. Semut itu menggigit daun yang masih hijau. Beberapa
saat kemudian datang seekor katak. Semut itu kemudian melompat di atas punggung
katak. Keduanya pergi ke tengah laut dan menenggelamkan diri.
Beberapa waktu kemudian si katak
dan semut itu muncul dari laut. Ketika sampai di bibir pantai semut turun dan
lewat di depan Nabi Sulaiman lagi. Dalam sehari hal itu terjadi sampai 2 kali. Sampai pada hari ke-3 semut itu distop oleh
Nabi Sulaiman dan ditanyai oleh Nabi Sulaiman, “Wahai Semut, selama 3 hari
ini kamu lewat di depanku, membawa daun hijau yang masih segar dan menaiki
katak, lalu katak itu membawamu ke tengah laut, dan kalian menenggelamkan diri
sebenarnya apa yang terjadi?”.
Semut itu kemudian menjawab,
“Wahai Nabinya Allah di dalam laut ini Allah memiliki makhkuq berupa ulat,
dia hidup di dasar laut, berada di sebuah batu karang dan bersembunyi di
sela-selanya. dia tidak memakan dedaunan laut, dan hanya doyan makanan daun
yang berada di darat. Dia tidak bisa keluar karena apabila dia keluar, pasti
dia dimakan oleh ikan laut. Nah aku dipasrai untuk mencarikan makanan berupa
daun darat dan Allah mengirim malaikat berwujud katak itu sebagai
tungganganku”.
Nabi Sulaiman kemudian mantap dan
yakin bahwa semua yang di bumi ini telah dijamin rezekinya oleh Allah Swt.
Sehingga beliau mendapat Ainul Yaqin karena mendapat pengetahuan dari
tanda-tanda dan bukti. Seperti dalam keterangan:
فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ) وَهُوَ
الرِّزْقُ تَفَضُّلًا مِنَ اللهِ وَإِحْسَانًا، قَالَ تَعَالَى: ﴿ وَكَأَيِّنْ مِنْ
دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ
Artinya: Sesuatu yang telah dijamin adalah rezeki yang merupakan anugerah dan
kebaikan Allah. Allah berfirman: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat)
membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah lah yang memberi rezeki kepadanya
dan kepadamu…(Qs. Al-‘Ankabut [29]: 60)
Orang khusus atau orang khawas
yang sudah sampai pada maqam tawakal apabila hanya diberi tahu dan hanya diberi
bukti tentang rezeki, mereka masih belum puas dan ingin merasakannya sendiri
bagaimana Allah mengirim rezeki kepada makhluqnya. Diantara ulama yang telah
sampai pada tahapan tawakalnya orang khusus adalah Imam al-Zahid. Beliau ingin
mengetahui bagaimana Allah mengirim rezeki kepadanya.
Oleh karena itu Imam al-Zahid
menguji haqul yakin tengang rezeki dan ayat tentang rezeki dengan cara
bersembunyi di dalam gua. Gua yang beliau pilih adalah gua yang berada di
sebuah gunung yang tidak dijamah orang. Di dalam gua itu, beliau hanya diam.
Dalam tekad beliau bahwa Allah akan memberi rezeki kepada siapa saja yang ada
di bumi. Maka dengan diam pun pasti Allah memberi rezeki kepadanya.
Di Gua itu Imam Zahid mencoba
bersembunyi dengan menghimpitkan badanya diantara batu agar tidak diketahui
orang. Beliau mencoba, bagaimana Allah akan memberi rezeki kepadanya padahal
dia telah bersembunyi di tempat yang jauh dari keramaian. Sampai berhari-hari
dan sampai berminggu-minggu. Imam Zahid hanya diam.
Setelah itu datanglah kafilah
yang baru saja mengambil dagangan di Syam Syiria. Pada saat itu Syam adalah
pasar internasional. Zaman itu Syam sangat besar mencakup wilayah Palestina,
sebagian Yordania, Syuriah, Libanon, dan sebagian Mesir. Memang dulu Syam
diduduki Romawi sebelum Sayidina Umar.. Kemudian Sayidina Umar, Diteruskan ke
era pertengahan yaitu perang Salib, Kepada Sultan Sholahudin dan Turki Ottoman
tahun 1914 lalu sampai ke Inggris. Dan dilepas sehingga diduduki Israel pada
tahun 1948-an.
Ternyata rombongan yang lewat itu
sedang tersesat. Sudah mencoba beberapa kali berputar tapi selalu terhenti di
gunung yang sama. Sampai tiga kali mereka berputar mencari jalan keluar. Tetap
saja di gunung itu mereka kembali. Beberapa saat kemudian hujan datang.
Berteduhlah mereka di dalam gua dan melihat seorang yang terhimpit batu yakni
Imam al-Zahid. Mereka pun memberi Imam Zahid roti dan susu. Tapi orang yang
terhimpit batu itu hanya diam.
Saat rombongan itu istirahat
sampai hujan reda. Mereka melihat Imam Zahid yang tidak memakan roti dan susu.
Mereka menduga bahwa Imam Zahid mulutnya telah terkunci sehingga tidak bisa
memakan roti dan susu. Sampai mereka memaksa dengan menarik mulutnya. Ketika
mulut terbuka, dimasukanlan roti dan susu itu.
Ketika makanan sudah berada di
mulut dan masuk ke perut. Imam Zahid
kemudian tertawa, Rombongan yang menyuapi itu kemudian berkata kepada Imam
Zahid, “Anta Majnun”. Artinya, “Kamu gila”. Imam Zahid
berkata, “Saya tidak gila, karena saya melakukan ini, untuk menguji janji
Allah yang ada pada surat hud ayat 6 tentang rezeki, bahwa Allah akan menjamin
rezeki siapapun yang ada di bumi”. Inilah orang yang ingin mencoba haqul
yaqin.
Imam Ghazali memberi syarat yang
ketat dan banyak bagi orang tawakal di maqam khusus, sehingga orang bisa
dikatakan telah masuk tahapan tawakalnya orang khusus dan bekerja tidak wajib
lagi baginya. Salah satu diantaranya apabila sampai satu dua hari bahkan satu
minggu rezekinya tidak datang dia tidak akan marah.
Dulu saya di pondok pernah
membaca artikel bahwa di india ada orang yang bertapa berhari-hari dan tidak
makan kuat. Sampai orang Amerika penasaran dan menculiknya untuk diteliti di
lab rumah sakit. Orang itu dimasukan laborat selama 3 bulan dan tidak diberi
makan. Ternyata selama 3 bulan dikunci dan diawasi, dia benar-benar tidak makan
dan juga tidak mati.
Karena rezeki sudah dijamin oleh
Allah, maka jangan sampai kita lalai dengan perkara yang sudah diamanatkan dan
ditugaskan Allah kepada kita. Karena rezeki telah dijamin, maka kita jangan
terlalu ngoyo dengan itu, karena hal itu menunjukan bahwa hati kita sedang
buta.
Hikmah-hikmah dalam kitab
Al-Hikam yang dikhitabi adalah murid. Sedangkan murid adalah orang yang ingin
wushul kepada Allah. Sehingga modal seorang murid adalah mata hati. Jika mata
hatinya buta maka tidak akan bisa melihat dan tidak akan bisa sampai kepada
Allah. Oleh karena itu sebenarnya yang menjadikan hati kita buta dan tidak bisa
wushul ialah apabila kita bersungguh-sungguh kepada hal-hal yang sudah dijamin
sampai lupa dengan perkara yang ditugaskan oleh Allah.
Sebagai contoh sederhana ada wali
santri yang punya anak mondok di Al-Muhibin. Bapaknya berkata, “Nak,
tugasmu mondok disini pertama adalah ngaji, kedua sekolah, dan ketiga belajar,
urusan pembayaran dan makananmu bapak yang jamin”. Santri ini pada satu
sisi sudah dijamin oleh orang tuanya urusan pembayaran dan makan. Tapi disisi
lain dia ditugasi untuk ngaji, sekolah dan belajar.
Ternyata si santri ini malah
repot mencari uang sehingga tidak pernah ngaji. Ketika ditanya kok tidak
ngaji?. Jawabannya sedang mencari uang. Ini namanya santri yang bodoh. Karena
dia sudah dijamin makan, biaya hidup, dan uang sakunya, tinggal ambil saja.
Tapi dia malah tidak ngaji dan sekolah dengan alasan cari uang. Pengertian di
atas bukan berarti tidak boleh bekerja walaupun rezeki telah dijamin. Bekerja
harus tetap dilakukan tapi tidak boleh terlalu keras sampai mengalahkan tugas
dan tanggung jawab yang berupa amal ibadah yang dapat menjadikan wushul kepada
Allah.
فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ) وَهُوَ
الْعَمَلُ الَّذِيْ تَتَوَصَّلُ بِهِ عَادَةً إِلَى مَوْلَاكَ مِنْ أَذْكَارٍ وَصَلَوَاتٍ
وَأَوْرَادٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الطَّاعَاتِ، قَالَ تَعَالَى وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ﴾ (الذاريات [51]: 56)
Artinya: kewajiban-kewajiban yang ditugaskan kepadamu adalah berupa amal yang
dapat menjadikan wushul (sampai) kepada tuhanmu berupa dzikir, sholat, wirid
dan amal lainnya dari macam-macam keta’atan (yang dapat mendekatkan diri kepada
Allah).
Amal dalam pernyataaan di atas
adalah amal yang dapat menjadikan wushul sampai kepada Allah karena khitab-nya
adalah murid dan pembahasannya adalah al-hikam. Mengapa dalam pernyataan di
atas bukan amal yang dapat memasukan ke
surga dan menyelamatkan ke neraka ?. Karena amal itu masuk dalam kategori amal
wajib. Seperti riwayat bahwa satu ketika ada orang baduwi bertanya kapada Nabi
tentang apa kewajiban dia sebagai hamba?. Nabi menjawab, “Sholat 5 waktu,
puasa pada bulan ramadan!”. Apakah hanya itu?”. Nabi
menjawab,”Ya itu saja”. Hal ini karena baduwinya adalah orang melarat
sehingga zakat dan haji baginya tidaklah wajib.
Orang baduwi itu kemudian
bersumpah, “Demi Allah aku tidak akan menambah yang lebih dari itu”.
Nabi kemudian bersabda, “Baduwi itu jika cukup dengan kata-katanya dia
akan masuk surga”. Hal ini karena baduwi tersebut adalah kategori maqam
Abid. Sedangkan murid amalnya harus :
الَّذِيْ تَتَوَصَّلُ بِهِ
عَادَةً إِلَى مَوْلَاكَ
Artinya : kewajiban-kewajiban
yang ditugaskan kepadamu adalah berupa amal yang dapat menjadikan wushul
(sampai) kepada tuhanmu”.
Kebiasaan atau adat orang yang
bisa adalah dengan amal-amal seperti
zikir, sholat dan wirid. Tapi pada
hakikatnya yang dapat menjadikan wusul adalah rahmad dan fadhol Allah. Adat amalan-amalan
diatas masuk dalam sunatullah yang pada hakikatnya Allah lah yang menentukan.
Dalam ilmu tauhid di dalam Umul Barahin dijelaskan bahwa al-Sabab al-Haqiqi
semua adalah Allah atau Fi’lu Allah. Tidak boleh seorang mukmin meyakini bahwa
sesuatu bisa memberikan pengaruh seperti api bisa membakar dsb.
Api adalah sesuatu sendiri dan
membakar adalah sesuatu yang lain. dalam
waktu bersamaan Allah menciptakan api dan membakar. Tapi saking seringnya Allah
menjadikan dua hal itu bersamaan,
seolah-seolah keduanya pasti terjadi padahal keduanya adalah dua hal
yang berbeda dan merupakan Fi’lu Allah.
Begitu juga dengan makan dan
minum. Sebenarnya kenyang dengan makan adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena
itu kita disunahkan membaca bismilah sebelum makan agar memutus rantai kalau
makan bisa kenyang. Bahwa yang membuat
lapar adalah Allah dan yang membuat kenyang juga Allah. Kalau kita memutusnya
dengan bismillah agar kita tidak kufur dan syirik pada makanan. Oleh karena itu
harus diputus dengan rantai bismilah agar tidak terjadi seolah hukum fisika
jika makan pasti kenyang. Maka membaca bismillah agar tauhidnya selamat. Orang
yang sering lupa membaca bismillah saat makan maka tauhdinya akan terus
terkikis. Amal-amal yang dapat menjadikan wushul kepada Allah adalah:
1) Zikir:
Dalam pembahasan sebelumnya sudah dibahas tentang 3 macam zikir. Hanya saja ada jenis zikir bil qalbi yaitu zikir yang mutaraqiban atau dalam bahasa
kitab “nginjen-nginjen”. Yakni selalu merasa diawasi Allah.
Sikap selalu merasa diawasi Allah
tidak akan bisa tumbuh apabila kita tidak selalu ingat kepada Allah. Dalam
istilah lain disebut muroaqabah. Caranya adalah dengan selalu belajar zikir
Allah dan Allah. Dalam thoriqah Syadiliyah Tulungagung, hati diperintah untuk
zikir Allah dan Allah terus menerus li kuli waqtin wakhin.
Zikir bil lisan yaitu segala yang
mengandung asma Allah namanya zikir bi lisan. Mulai dari subhanaAllah yang
mengandung nama Allah dinamai tasbih. Alhamdulillah mengandung anama Allah
dinamai Hamdalah. Laa Khaula wa la quwata ila billah mengandung nama Allah dan
disebut khauqalah.
Sebelum nikah saya diajak Abah
Djamal sowan Kiai Mansur Abah dari Gus Qoyum. Saat itu Abah diijazahi oleh Kiai
Mansur wirid yang disusun Imam Ghazali untuk dibaca setiap hari. Imam Ghazali
di dalam kitab Mu’kid mina Dhalal diceritakan pernah mengalami fase Sabsathoh
yaitu fase dimana beliau kehilangan kepercayaan kepada ilmunya sendiri. Semua yang dimengerti dibantahnya sendiri.
Sampai beliau menempuh jalan uzlah. Dan dalam uzlah inilah beliau menyusun
zikir-zikir ini yang selalu beliau baca setiap hari.
Setiap hari Jumat yaitu mulai
dari malam jumat membaca wirid يا الله
sebanyak 1.000 kali. Hitungan seribu kali sangat cepat apalagi kalau kejar
target. Tapi biasanya kalau baca kejar tayang akan kehilangan hadirnya hati
terhadap bacaan zikir. Yang baik adalah zikir dengan tenang dan hati dilatih
untuk menyebut ismu dzat yaitu Allah, Allah. Wirid-wirid ini dicicil juga
boleh. Semisal setiap bakda sholat maktubah. Tapi pengalaman dalam pengamalan
baru 100 terkadang sudah hilang. Sehingga yang baik adalah satu kali duduk.
Malam Sabtu baca tahlil : لا اله الا
الله sebanyak 1000 kali. Bagi orang abid hatinya disertai membaca لا معبد الا الله.
Sedangkan bagi murid atau yang belajar memjadi murid yang disebut dalam hati لا
مقصد الا الله. Dan bagi orang Arif yang disebut lafadz لا موجد الا الله.
Malam Ahad dan hari Ahad yang
dibaca يا حي يا قيوم . Malam senin hari senin yang dibaca لا حول ولا قوة الا بالله
العلي العظيم . Malam selasa sampai
selasa magrib yang dibaca صلى الله على محمد صلى الله عليه وسلم . Malam rabu
hari rabu yang dibaca استغفر الله العظيم . Malam kamis sampai hari kamis سبحان الله العظيم وبحمده.
Wiridan-wirid inilah yang harus
sungguh-sungguh dipikir dan dilaksanakan agar bisa istiqomah. Sehingga tidak
menjadi lalai.
2- Sholat : Sholat yang dimaksud
adalah sholat sunah seperti sholat witir 11 rokaat atau 3 rokaat yang sering
dilakukan Nabi. Witir yang paling baik adalah yang paling akhir waktunya dan
menjelang waktu subuh. Jika mengikuti Abu Bakar witirnya dibelakang sesuai
dengan yang utama. Madzhabnya umar witirnya setelah qobliyah isyak.
Sholat sunah yang paling utama
adalah sholat rawatib. Seperti qobliyah dan bakdiyah dhuhur. Qobliyab Asar.
Qabliyah dan bakdiyah magrib. Qabliyah dan bakdiyah isyak. Serta Qobliyah
subuh.
Saking istimewanya sholat sunah
rawatib, sholat-sholat tersebut boleh diqadla. Bagi orang yang bisa qobliyah
subuh saat mau jamaah subuh uzur. Dan ketika akan jamaah ternyata sudah iqomah.
Maka didahulukan jamaah. Setelah jamaah silakan diqadla sholat sunah qobliyahnya.
Bahkan ketika waktu subuh sudah mepet. Langsung sholat subuh, selesai sholat
subuh ternyata matahari sudah terbit, mengqodla-nya masih boleh.
Oleh karena itu jika ada orang
sholat sunah setelah subuh atau setelah asar maka ada dua kemungkinan. Dia orang
yang tidak tahu, atau orang yang benar-benar tahu .Satu ketika Nabi setelah
sholat asar kemudian sholat sunah.
Isteri beliau bertanya, “Nabi ini kan setelah asar?!”. Nabi menjawab,
“Aku lupa tadi tidak bakdiyah dhuhur dan aku qadla sekarang pada waktu
bakdiyah asar”. Hal ini menunjukan saking istimewanya sholat sunah rawatib
sehingga boleh diqadla.
Dakam kitab Hidayatul Atqiya
diterangkan bahwa orang apabila ngaji tholabul ilmi harus ikhlas. Jika ikhlas
akan banyak pahalanya. Tapi jika ngaji tidak ikhlas maka dia tidak dapat pahala
bahkan maksiat. Yang ngaji mendengarkan maksiat, yang mengajar atau yang
berbicara juga maksiat. Karena perkara yang tinggi nilainya, afat-nya juga
besar. Perkara yang berharga apabila salah juga besar sekali efeknya.
Orang mencari ilmu tidak ada
tandingan keutamaannya. Lebih utama dari 100 rokaat sholat sunah. Tapi jika
tidak ikhlas maka yang mengajar dosa dan yang menuntut ilmu juga dosa. Tanda
tidak ikhlas dalam mencari ilmu itu aoa?. Yaitu diantaranya sering meremehkan
sholat sunah rawatib. Sholat sunah yang
utama setelah rawatib adalah Sholat dhuha yaitu yang paling banyak 12 rokaat
dan yang sering adalah 2 rokaat. Setelah itu Sholat witir 11 rokaaat atau 1
rokaaat.
Jika ingin istiqomah mengamalkan
suatu amalan jangan lakukan yang berat dulu. Tapi amalkanlah yang paling enjoi bagi diri sendiri. Sekupnya yang
penting melakukan dulu. Setelah itu dilanjutkan dan terus menerus. Prinsipnya
amal menurut Nabi adalah:
خير العمل ما قل وستقام
Artinya, “Sebaik amal adalah
yang sedikit tapi istiqomah”.
Belajar yang baik adalah 2 x 6
dari pada 6 x 2. Artinya belajar 2 jam selama 6 hari lebih baik daripada
belajar 6 jam dalam 2 hari karena akan ujian. Sampai ada riwayat Ibnu Hajar
al-Haitami. Beliau terkenal sebagai santri yang bodoh dan dedel sampai dijuluki
ibnu haja (anak batu). Belasan tahun tidak bisa apa-apa. Sampai pamit pulang
pada kiainya.
Ditengah perjalanan difutuh
Allah. Hujan deras dan berteduh di gua. Di dalam gua itu ada batu yang ditetesi
air sampai batu itu berlubang. Padahal hanya tetesan air tapi bisa menjadikan
batu berlubang. Karena rutin dan terus menerus. Dari situ beliau tidak jadi
pulang dan kembali ke pondok. Karena melihat batu saja yang keras tapi jika
terus menerus ditetesi bisa berlubang.
Ketika di pondok beliau terus menetus
belajar sehingga mudah faham. Akhinya beliau menjadi orang alim yang terkenal.
Semua itu diraih dari sabarnya selama 11 tahun menanggung kebodohan. Oleh
karena itu Nabi brdabada :
خير العمل ما قل وستقام
Yang penting melakukan dulu.
Pas-pasan dulu. Sampai istiqomah. Kalau sudah istiqomah baru ditambah.
Begitulah cara membujuk diri sendiri karena sesungguhnya manusia harus bisa
membujuk dirinya sendiri.
اَعْدَى عَدُوِّكَ نَفْسُكَ
الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْكَ
Artinya : Musuhmu yang paling
besar adalah nafsumu yang berada di antara dua perut lambungmu”. Terkadang
ibadah dorongannya adalah nafsu. Ibadah kuat pada awalnya..Tapi setekah itu
tidak lagi dilakukan itu karena nafsu. Dan bertolak belakang dengan hadist di
atas.
3) Amal Wirid : Wirid hampir sama
dengan zikir tapi berbeda. Dalam kitab Kifayatul Adzkiya ada nadzom yang
berbunyi:
ثم استغل بالورد لاتتكـلمن
مسـتقبلا ومراقـبا ومـهللا
Artinya : Setelah
jamaah bacalah wirid jangan bicara, lihatlah kiblat muroqabah dan
bertahlil.
بـطريقة مـعهوة لمـشايخ
لترى بها نارا ونورا حاصلا
Wirid dengan thoriqot yang dapat
dari guru-gurunya, Supaya bisa melihat nur bashiroh dan mendapat cahaya. Wirid
ada dua macam yaitu (1) wirid ijazah dari guru dan (2) wirid umum. Yang baik
adalah wirid yang mendapat ijazah dari guru. Baik dengan baiat. Maupun tidak
dengan baiat. Tapi yang paling bagus adalah diperoleh dengan baiat. Wirid degan
thoriqot yang dapat dari guru-guru akan membawa api yang dapat menghancurkan
dan melebur sifat tercela dari dalam hati. Oleh karena itu ada yang mengatakan
zikir itu panas. Sampai dalam kitab Salalimul Fudhola’ dijelaskan orang setelah
wiridan jangan langsung minum air dingin.
Dengan wiridan seorang murid
membawa api yang dapat menghancurkan sifat tercela seperti bakhil, sombong,
penakut Dst di dalam hati. Selain dengan wirid cara menghancurkan sifat tercela
adalah dengan riyadloh dan mujahadah yang berupa zikir لا اله الا الله yang
dibimbing oleh guru. Ketika sifat tercela itu hancur maka akan muncul nur atau
cahaya :
لترى بها نارا ونورا حاصلا
Dalam kitab Kifayatul Athqiya
dijelaskan sesorang perlu mencari guru thoriqah agar zikirnya dibimbing guru.
Walapun wiridannnya sama yaitu tahlil tapi apabila di talqin oleh guru akan
bisa memberikan fungsi zikir tersebut secara maksimal dengan menghancurkan
sifat tercela dan memberi cahaya kemakrifatan.
الْبَصِيْرَةِ) هِيَ عَيْنٌ
فِيْ الْقَلْبِ تُدْرِكُ الْأُمُوْرَ الْمَعْنَوِيَّةَ كَمَا أَنَّ الْبَصَرَ تُدْرِكُ
الْأُمُوْرَ الْمَحْسُوْسَةَ
Artinya: Bashiroh adalah indra di dalam hati yang dapat melihat (menangkap)
hal-hal batiniyah (ma’nawi) seperti hal nya mata adalah indra yang dapat
melihat sesuatu lahiriyah (indrawi). Tapi apabila tidak menemukan guru juga
tidak apa-apa. Karena ada zikir nabawiyah yang bisa dipakai untuk menjadi
gantinya. Yaitu zikir yang diajarkan nabi secara umum yang disebut zikir
ma’tsurah. Zikir-zikir itu dapat dilihat di kitab al-Adzkar al-Nawawi.
Saya pernah ditanya teman, Kenapa
ikut thoriqah?. Jawabannya adalah karena saya tidak kuat apabila tidak ikut
thoriqah karena banyaknya pilihan berzikir selain thoriqah. Zikir dalam
thoriqah lebih ringan daripada zikir yang tidak thoriqah. Karena jika ikut yang
bukan thoriqah maka satu kitab itu disuruh mengamalkan semua.
Contoh orang bertotiqah adalah
seperti orang yang hatinya sakit. Butuh dokter dan doktetnya adalah nabi. Tapi
Nabi sudah wafat. Maka para mursyid adalah dokter sepesialis. Pilihan kedua
adalah datang langsung ke apotek. Tapi
para apoteker akan memberi obat yang banyak satu dus yang diibaratkan wirid
nabawiyah atau wirid ma’tsurah dalam satu kitab.
Hal ini berbeda dengan jika kita
mengikuti thoriqah. Akan lebih ringan karena ibaratnya kita datang ke dokter
spesialis. Kita cukup dituliskan resep sedikit obat. Dan kita amalkan. Selesai.
Ditambah obat itu cocok dengan penyakit kita.
Mbah Fattah Hasyim memiliki nasab
thoriqah dan memilki nasab tarbjyah. Ibunya adalah Fatimah putri dari Kiai
Hasbullah Tambakberas yang merupakan darah pendidik beliau. Sedangkan ayahnya
adalah Hasyim dan kakkenya adalah Idris
yang merupakan ahli thoriqah. Makamnya ada di Kapas. Satu ketika Mbah
Fattah ingin thoriqah dan matur kepada Mbah Wahab. “Mbah Wahab, saya ingin
bertoriqah dan mengembangkan thoriqah di Tambakberas”. Mbah Wahab
menjawab, “Jangan Fattah thoriqahmu adalah mengajar”.
Karena tidak masuk thoriqah maka
untuk mengganti wiridan seperti masuk thoriqah, setiap 3 hari sekali beliau
khatam Alquran. Bahkan Alquran yang digunakan sampai lapuk dan terdapat catatan
beliau ketika mengkhatamkan. 1 tahun sampai bisa menghatamkan 127 khataman. Mbah
Yai Lirboyo termasuk Mbah Yai Anwar Mansur ketika membaca sholwat banyaknya
dalam satu hari 10.000. Itu baru sholawatnya. Beliau kalau jumatan satu jam
sebelum khtbah sudah rawuh dan membaca sholawat 10.000 kali. Belum istigfarnya.
Belum wirid lainya.
Oleh karena itu jika ada orang
berpikir lebih ringan yang tidak bertoriqah itu adalah logika yang terbalik.
Karena sesungguhnya lebih berat yang tidak bertoriqah dalam hal wirid. Ibarat
orang yang sakit tidak bertoriqah seperti memilih obat seluruh apotek.
Sementara yang bertoriqah bagaikan orang yang datang ke spesialis. Diberi satu
resep obat yang sesuai penyakitnya. Ada orang yang tidak bertoriqah tapi mereka
mengamalkan kitab yang menjadi sumber dari wiridan Nabi dan tanpa baiat. Para
Habib biasanya mengamalkan wirdu lathif dari Imam Al-Hadad. Namnya al-Wirdu
lathif. Jika tidak seperti itu maka baca sholawat yang banyak dan baca Alquran
yang banyak.
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : « مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللهِ كَفَاهُ اللهُ كُلَّ
مُؤْنَةٍ وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا
وَكَّلَهُ اللهُ تَعَالَى إِلَيْهَا » (رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ
وَالطَّبَرَانِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ فِيْ شُعَبِ الْإِيْمَانِ وَالْخَطِيْبُ)
Artinya: Dari ‘Imron bin Hushoin
berkata; RosuluLlah bersabda: “Barangsiapa yang menggunakan fikiran, waktu,
kesempatan dan tenaga untuk beribadah kepada Allah, akan dicukupi Allah semua
kebutuhannya, diberi rezeki dari arah yang tak terduga, dan barang siapa yang
menggunakan fikiran, waktu, kesempatan dan tenaga untuk dunia maka ia
dipasrahkan kepada dunia dan Allah berlepas tangan atasnya.” (HR. Al Hakim,
Ibnu Abi Hatim, at Thobaroni, Al Baihaqi dalam kitab Syu’abil Iman, dan Al
Khotib)
Orang yang menggunakan pikiran,
waktu, kesempatan dan tenaga untuk beribadah kepada Allah. Bekerja hukumnya
wajib tapi jangan sampai semuanya terfokus untuk bekerja yang menyebablan
fikiran, waktu, kesempatan dan tenaga tidak untuk beribadah kepada Allah. Oleh
karena itu ibadah kepada Allah harus dirancang, dipikir dan disiapkan. Jika mau
seperti itu dia akan mendapat rezeki dari arah yang tidak terduga. Sebaliknya
jika fikiran, waktu, kesempatan dan tenaganya untuk dunia maka dia dipasrahkan
kepada dunia. Karena Allah telah berfirman :
يَا دُنْيَا اخْدُمِيْ مَنْ
خَدَمَنِيْ ، وَاسْتَخْدمِيْ مَنْ خَدَمَكِ
Artinya : “Wahai dunia!
Berhidmatlah kepada orang yang telah berhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang
yang mengabdi kepadamu”.
Oleh karena itu mencari dunia
hukumnya boleh bahkan wajib tapi jangan
sampai terlalu serius yang dapat menjadikan kita lupa kepada tugas dari Allah
Swt. (*)
-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa
oleh KH. Mohammad Idris Djamaludin di Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas Jombang 27 November 2023
Terimakasih telah membaca di Aopok.com, semoga bermanfaat mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com dan join di komunitas Topoin.com.